23
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer.
23
Bahan hukum sekunder yang digunakan berasal dari buku literatur, majalah, makalah dan
internet yang ada hubungannya dengan kekuatan mengikat klausula arbitrase dan akibat hukum diabaikannya klausula arbitrase.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Metode pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam kajian ini menggunakan metode bola salju snow ball, yaitu bahan
hukum dilacak berdasarkan sumber pustaka yang digunakan dari pustaka yang satu ke pustaka yang lain, dengan harapan peneliti menemukan
sumber pustaka atau pendapat dari pustaka pertama. Metode kepustakaan sistematis, khususnya untuk undang-undang dilacak sumber yang berupa
himpunan peraturan perundang-undangan yang ada.
24
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu:
25
- Teknik Deskripsi, analisa bahan hukum ini dilakukan dengan
menguiraikan suatu kondisi hukum maupun non-hukum, dimana dalam hal ini penulis menguraikan mengenai kondisi hukum yang
terjadi di Indonesia. Adapun urain tersebut adalah mengenai
23.
Ibid.
24
Philipus M. Hadjon, 1997, Pengkajian Ilmu Hukum, Bahan Penelitian Hukum Normatif, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Lembaga Penelitian UNAIR dan FH
UNAIR, Surabaya,h. 14.
25.
Fakultas Hukum Universitas Udayana, Op.cit. h. 75.
24
mengenai kondisi hukum terkait penyelesaian sengketa bisnis melalai lembaga Arbitrase. Dimana penulis menguraikan terlebih
dahulu mengenai kekuatan mengikat dari klausula arbitrase kemudian menguraikan mengenai akibat hukum diabaikannya
kalusula arbitrase oleh para pihak dan Pengadilan Negeri. -
Teknik Evaluasi, berupa penilaian tepat tidak atau tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah terhadap
suatu pandangan. Dimana dalam hal ini penulis memberikan penilaian sah tidak sah suatu perjanjian yang memuat klausula
arbitrase dalam penyelesaian sengketa bisnis yang dimana hal ini berpengaruh terhadap terhadap kekuatan mengikat klausula
arrbitrase. Dalam hal ini penulis juga memberikan penilaian salah atau benar maupun sah atau tidak sah putusan Pengadilan Negeri
mengenai penerimaan sengketa yang telah terikat klausula arbitrase yang nantinya akan berimplikasi terhadap akibat hukum
dari putusan tersebut. -
Teknik Konstruksi, berupa pembentukan konstruksi yuridis dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi, dimana
dalam hal ini penulis mencoba melakukan analogi terhadap Pasal yang memberikan arahan mengenai akibat hukum ataupun
pertanggung jawaban perdata yang terdapat dalam KUHPerdata ataupun peraturan perundag-undangan terkait diabaikannya
klausula arbitrase oleh Pengadilan Negeri.
25
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KLAUSULA ARBITRASE DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
2.1 Tinjauan Umum Mengenai Klausula Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis
2.1.1 Pengertian Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata arbitrare latin, arbitrage BelandaPerancis, arbitration Inggris dan schiedspruch Jerman, yang berarti
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau perdamaian melalu arbiter atau wasit.
26
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 UU AAPS, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Secara sederhana arbitrase merupakan suatu penyelesaian
sengketa yang kewenangan absolutnya ditentukan pada didasarkan atas suatu perjanjian atau klausula arbitrase yang telah disepakati oleh para pihak.
Prasyarat yang utama bagi suatu proses arbitrase yaitu kewajiban pada para pihak membuat suatu kesepakatan tertulis atau perjanjian arbitrase
arbitration clause atau arbitration agreement, dan kemudian menyepakati hukum dan tata cara bagaimana mereka akan mengakhiri penyelesaian
sengketanya. Meningkatnya perkembangan perdagangan, keuangan dan industri akhir-akhir ini, apakah nasional maupun internasional, dan ditambah lagi dengan
26
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hal. 78.