3.
Perancangan Sistem
Pada tahap ini akan dibangun sebuah sistem yang dipakai sebagai alat uji untuk mengetahui tingkat akurasi dari algoritma yang digunakan.
4.
Pembuatan Sistem
Pada tahap ini sistem mulai dibangun berdasarkan rancangan yang telah
dibuat.
5.
Pengujian
Sistem diuji performanya dengan menghitung tingkat akurasi yang
dihasilkan dalam pengenalan nama-nama jalan beraksara Jawa.
6.
Pembuatan Laporan
Pada tahap ini dilakukan penyusunan laporan penelitian berdasarkan tahapan dan proses yang telah dikerjakan dan didukung oleh teori-teori
yang dipakai.
1.7 Sistematika Penulisan
Pada proposal ini terbagai dalam 5 bab utama, yaitu: 1.
Bab I Pendahuluan Bagian ini berisi mengenai latar belakang tugas akhir, rumusan masalah,
tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
2. Bab II Landasan Teori
Bagian ini berisi tentang teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir. 3.
Bab III Metode Penelitian Bagian ini menguraikan mengenai rencana langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah yang dikerjakan meliputi bagaimana cara mendapatkan data, cara mengolah data, cara membuat
alat uji jika diperlukan, cara analisis data, cara pengujian, serta dibagian akhir diberikan desain alat uji serta user interface dari alat uji yang akan
dibangun.
4. Bab IV Hasil dan Analisa
Bagian ini menjelaskan tentang implementasi dari konsep yang sudah dibuat dan memaparkan hasil analisis terhadap langkah-langkah yang
sudah dikerjakan. Semua langkah percobaan dipaparkan secara rinci dan disertai dengan capture dari output proses atau tahapan yang dilakukan.
5. Bab V Penutup
Bagian ini berisi kesimpulan dari percobaan yang telah dikerjakan. Selain itu juga berisi saran untuk kemajuan dan pengembangan penelitian
berikutnya yang mengulas tentang proses transliterasi dari aksara Jawa ke aksara latin.
8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Aksara Jawa
Sebelum dikenalnya carakan atau yang sekarang disebut dengan hanacaraka, pada zaman dahulu orang telah menggunakan aksara yang lebih
tua beredarnya yang dikenal dengan aksara Jawa Kuno atau Kawi Rochkyatmo, 1996. Aksara Jawa atau yang lebih kita kenal dengan
hanacaraka diperkirakan dibuat dan berkembang mulai abad 16 pada era setelah Brawijaya V, sekitar zaman kerajaan Demak. Manuskrip
menggunakan aksara Jawa baru muncul pada awal abad 17. Aksara Jawa merupakan turunan dari aksara Brahmi dan Pallawa yang ketika itu banyak
digunakan untuk menuliskan bahasa Sansekerta. Pada dasarnya aksara Jawa terdiri dari 20 aksara pokok nglegena yang
bersifat kesukukataan sylabic. Sifat penulisan aksara Jawa yang lain seperti ditulis dari kiri ke kanan abugida dan ditulis secara bersambung tanpa spasi
antar kata scriptio continua. Selain aksara pokok nglegena, aksara Jawa memiliki kelompok aksara kapital murda, aksara vokal swara, aksara
rekaan rekan, pengubah bunyi sandhangan, penutup konsonan pasangan, penutup suku kata sigeg, angka wilangan dan tanda baca.
Menurut Hadiprijono 2013 aksara Jawa yang terdiri dari 20 aksara, yaitu dari aksara ha sampai nga adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Aksara Jawa Legena
Gambar 2.1 merupakan aksara dasar atau pokok yang berjumlah sebanyak 20 aksara. Aksara pokok atau sering disebut legena memiliki arti aksara wuda
telanjang sebab belum diikuti dengan sandhangan. Selain aksara pokok, aksara Jawa juga terdiri dari 12 aksara sandhangan. Aksara sandhangan
adalah aksara yang dipakai untuk mengubah bunyi dari aksara yang diikutinya. Secara khusus, aksara sandhangan tersebut dibagi ke dalam 4
jenis, yaitu 5 sandhangan swara, 3 sandhangan penyigeg wanda, 3 sandhangan wyanjana dan sandhangan pangkon. Untuk sandhangan swara
terdiri dari 5 aksara, yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.2 Sandhangan Swara Gambar 2.2 merupakan kumpulan dari sandhangan swara, yaitu terdiri dari
wulu, suku, taling, taling-tarung dan pepet. Masing-masing sandhangan mempunyai karakteristik tersendiri dalam mengubah bunyi suatu aksara yang
diikutinya, yaitu wulu akan membuat suku kata menjadi bunyi vokal i, suku akan membuat suku kata menjadi bunyi vokal u, taling akan membuat suku
kata menjadi bunyi vokal é, taling-tarung akan membuat suku kata menjadi bunyi vokal o dan terakhir pepet akan membuat suku kata menjadi bunyi
vokal ê. Contoh pada Gambar 2.2 untuk membentuk kata “siji” berarti harus
menambahkan wulu pada aksara sa dan ja untuk mengubah bunyinya menjadi