STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 28

(1)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 28

BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

JENNI AYUNINGTYAS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan tipe Make A Match (MAM) dan model pembelajaran manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe MAM pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bandar Lampung yang berjumlah 192 orang siswa dengan sampel sebanyak 46 orang siswa. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi dan tes hasil belajar. Pengujian hipotesis pertama menggunakan rumus T-test dua sampel independen dan untuk pengujian hipotesis kedua menggunakan rumus efektifitas N-gain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. Fhitung > Ftabel yaitu (2,48) > (2,01) dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu antar siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.


(2)

daripada N-gain kelas kontrol yaitu (0,60 > 0,51) dan uji t (kesamaan dua rata-rata) N-gain yaitu thitung > ttabel, dengan demikian Ha diterima yang berarti penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih efektif dibandingkan dengan siswa yang diberi model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match pada mata pelajaran IPS Terpadu.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Tipe Make a Match.


(3)

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian ... 60 2. Desain Penelitian ... 64


(5)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

PERSEMBAHAN MOTO

SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian... 12

F. Manfaat Penelitian... 12

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Definisi Belajar ... 15

2. Teori Belajar ... 18

3. Hasil Belajar ... 23

4. Model Pembelajaran ... 29


(6)

7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ... 41

8. Pembelajaran IPS Terpadu ... 43

B. Penelitian yang Relevan ... 51

C. Kerangka Pikir... 53

D. Anggapan Dasar Hipotesis ... 60

E. Hipotesis ... 61

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 62

1. Prosedur Penelitian ... 64

B. Populasi, Sampel, Jenis dan Sumber Data ... 67

1. Populasi ... 67

2. Sampel ... 67

3. Jenis dan Sumber Data ... 68

C. Variabel Penelitian ... 68

D. Definisi Konseptual Variabel ... 69

E. Definisi Operasional Variabel ... 70

F. Teknik Pengambilan Data ... 73

G. Uji Persyaratan Instrumen ... 74

1. Uji Validitas... 74

2. Uji Reliabilitas ... 75

3. Taraf Kesukaran ... 76

4. Daya Pembeda ... 77

H. Uji Persyaratan Analisis Data ... 78

1. Uji Normalitas ... 78

2. Uji Homogenitas ... 79

I. Teknik Analisis Data ... 79

1. T-test Dua Sampel Independen ... 79

2. Analisis Data Indeks Gain ... 81

3. Pengujian Hipotesis ... 82

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 84

1. Sejarah Berdirinya Sekolah ... 84

2. Visi, Misi, Tujuan SMP N 28 Bandar Lampung ... 85

a. Visi ... 85

b. Misi ... 85

c. Tujuan ... 85


(7)

5. Struktur Organisasi Sekolah ... 88

6. Kegiatan Ekstrakulikuler ... 88

7. Situasi Pengolahan Kelas ... 89

B. Deskripsi Data ... 89

1. Data Hasil Pretes ... 90

2. Data Hasil Posttes ... 94

C. Pengujian Persyaratan Instrumen ... 98

1. Uji Validitas... 98

2. Uji Reliabilitas ... 98

3. Taraf Kesukaran ... 98

4. Daya Beda ... 99

D. Pengujian Persyaratan Analisis Data... 99

1. Uji Normalitas ... 99

2. Uji Homogenitas ... 100

E. Peningkatan Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 100

F. Pengujian Hipotesisi ... 104

G. Pembahasan ... 105

H. Keterbatasan Penelitian ... 113

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 114

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Halaman

1. Denah Ruang Kelas SMP Negeri 28 Bandar Lampung ... 117

2. Data Guru dan Staf TU SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014 ... . ... 118

3. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen/VIIIF (Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT)... 120

4. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol/VIIIH (Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT)... . ... 121

5. Daftar Pembagian Kelompok ... 122

6. Silabus ... 123

7. RPP Kelas Eksperimen ... 125

8. RPP Kelas Kontrol ... 141

9. Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar/Postes ... 159

10. Soal Pretes dan Postes ... 161

11. Kunci Jawaban Pretes dan Postes ... 168

12. Hasil Belajar IPS Terpadu Kelas Eksperimen ... 169

13. Hasil Belajar IPS Terpadu Kelas Kontrol ... 170

14. Hasil Uji Coba Soal ... 171

15. Uji Realibilitas ... 173

16. Uji Tingkat Kesukaran ... 174

17. Daya Beda ... 176

18. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal ... 178

19. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 180

20. Hasil Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 181

21. Hasil Uji Homogenitas ... 182

22. Hasil Uji Hipotesis ... 183

23. Form Pengajuan Judul ... 188

24. Surat Penelitian Pendahuluan ... 189

25. Surat Izin Penelitian ... 190

26. Surat Keterangan Judul ... 191


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Ulangan MID Semester IPS Siswa Kelas VIII

Semester Ganjil SMP Negeri 28 Bandar Lampung ... 6

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 35

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII Semester I ... 49

4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII Semester II ... 50

5. Penelitian yang Relevan ... 51

6. Definisi Operasional Variabel ... 72

7. Interprestasi Koefisien Korelasi ... 75

8. Daftar Sarana dan Prasarana SMP Negeri 28 ... 87

9. Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Mata Pelajaran IPS Terpadu KelasEksperimen... 90

10. Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Mata pelajaran IPS Terpadu Kelas Kontrol ... 92

11. Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test (Tahap Akhir) Kelas Eksperimen ... 94

12. Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test (Tahap Akhir) Kelas Kontrol ... 96

13. Uji Normalitas Sampel Hasil Belajar IPS Terpadu Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 99

14. Hasil Uji Homogenitas Varian pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 100

15. Peningkatan Hasil Belajar IPS TerpaduKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 101


(10)

(11)

(12)

MOTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(QS: 94,5-6)

“kaki yang akan berjalan lebih jauh, tangan yang akan berbuat lebih

banyak, mata yang akan menatap lebih lama, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari

baja, dan hati yangakan bekerja lebih keras, serta mulut yang akan selalu berdoa...”

(5cm)

Bahagia bukan berarti segalanya sempurna. Bahagia adalah ketika kamu memutuskan untuk konsisten dalam melihat segala sesuatu

secara sempurna. (Yuri Andriyadi)

“Mencoba walau kemudian gagal akan selalu lebih baik daripadatidak mencoba dan akhirnya menyesal”


(13)

(14)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan, limpahan rahmat dan karunia yang Engkau berikan selama

ini. Seiring doa, rasa syukur dan segala kerendahan hati. Dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang

akan selalu berharga dalam hidupku:

Papaku tercinta dan Mamaku tersayang, yang sangat menyayangiku, mendoakan keberhasilanku, dan memberikan segalanya yang terbaik untukku.

Kakak-adikku dan seluruh keluarga besarku, yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan untuk keberhasilanku hingga saat ini. Para pendidikku, atas bimbingan dan ajarannya, serta limpahan ilmu-ilmu yang bermanfaat.

Seluruh sahabat-sahabatku dan teman-teman Pendidikan Ekonomi 2010, yang telah menemaniku saat suka dan duka, memberikan pengalaman serta kebersamaan.

Seluruh guru kehidupan yang pada mereka aku belajar tentang arti kehidupan.


(15)

Penulis di lahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 20 November 1991 dengan nama lengkap Jenni Ayuningtyas. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, Putri dari pasangan Bapak Jon Isman dan Ibu Gusniar.

Pendidikan formal yang diselesaikan penulis yaitu:

1. TK Dharma Wanita Unila diselesaikan pada tahun 1998 2. SD Negeri 4 Kemiling Permai diselesaikan pada tahun 2004 3. SMP Negeri 28 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007

4. SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2010

Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Negeri Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pada bulan Januari 2013, penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Jakarta-Semarang-Solo-Bali-Jogjakarta-Bandung. Pada bulan Juli-September, penulis mengikuti Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan PPL (Program Pengalaman Lapangan) di Desa Gunung Agung, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung.


(16)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan, limpahan rahmat dan karunia yang Engkau berikan selama

ini. Seiring doa, rasa syukur dan segala kerendahan hati. Dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang

akan selalu berharga dalam hidupku:

Papaku tercinta dan Mamaku tersayang, yang sangat menyayangiku, mendoakan keberhasilanku, dan memberikan segalanya yang terbaik untukku.

Kakak-adikku dan seluruh keluarga besarku, yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan untuk keberhasilanku hingga saat ini. Para pendidikku, atas bimbingan dan ajarannya, serta limpahan ilmu-ilmu yang bermanfaat.

Seluruh sahabat-sahabatku dan teman-teman Pendidikan Ekonomi 2010, yang telah menemaniku saat suka dan duka, memberikan pengalaman serta kebersamaan.

Seluruh guru kehidupan yang pada mereka aku belajar tentang arti kehidupan.


(17)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah

menjelaskan kepada manusia tentang isi kandungan Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan menuju kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.

Skripsi dengan judul “ Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dan Make A Match Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014" adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan kritik yang telah diberikan oleh semua pihak.Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih seluruhnya kepada :


(18)

2. Bapak Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S., selaku pembantu Dekan I FKIP Unila. 3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si., selaku pembantu Dekan II FKIP Unila. 4. Bapak Drs. Iskandarsyah, M.H., selaku pembantu Dekan III FKIP Unila. 5. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial FKIP Unila.

6. Bapak Drs. Hi. Nurdin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis.

7. Bapak Drs. Yon Rizal, M.Si., selaku Pembimbing Akademik (PA) dan Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas segala arahan ilmu pengetahuan yang telah Bapak berikan kepada penulis.

8. Ibu Dr. Pujiati, M.Pd., selaku penguji yang telah membantu mengarahkan serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen FKIP Universitas Lampung khususnya Program Studi Pendidikan Ekonomi terima kasih atas bantuan dan bimbingannya serta tiada henti-hentinya mengingatkan Penulis untuk terus belajar dan belajar.

10. Kepala SMP Negeri 28 Bandar Lampung Bapak Drs. M. Hutasoit, M.M., dan Bapak Drs. Sepriyanto., selaku Waka Kurikulum yang telah menerima saya dengan baik.

11. Ibu Turyati, S.Pd., selaku guru mata pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 28 Bandar Lampung, terima kasih atas bimbingan, nasehat dan motivasi serta


(19)

dan seluruh dewan guru SMP Negeri 28 Bandar Lampung yang telah mengizinkan dan membantu dalam proses penelitian.

12. Seluruh Siswa-siswi SMP Negeri 28 Bandar Lampung yang telah

berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih atas kerjasama dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. 13. Papa Jon Isman tercinta dan Mama Gusniar tersayang terimakasih untuk

seluruh doa, cinta, kasih sayang, motivasi yang selalu menjadi penyemangat dalam hidupku dan atas segala pengorbanan untukku yang tiada pernah bisa dinilai dari segi apapun.

14. Kakakku Irwan Sasmita dan adikku tercinta Ade Silvinia terima kasih atas doa, dukungan dan canda kalian yang selalu membuatku semangat untuk menyelesaikan studiku.

15. Yuri Andriyadi terimakasih atas doa, dukungan dan motivasinya yang senantiasa memberikan semangat dalam menyelesaikan studi.

16. Sahabat foreverku Ajeng, Nuhay, Selvita (JANS) terimakasih atas

kebersamaannya selama ini. Suka duka kita lalui untuk mencari ilmu demi masa depan kita kelak dan tentunya untuk mencapai Ridho Allah SWT. 17. Sahabat-sahabat seperjuanganku Pendidikan Ekonomi 2010, Asnur Vevy,

Heni Wiji Astuti, Fitri Ahadiyah , Dwi Asti A, Luftia Armanda Sari, Agtifah Sari, Sukma Wati, Rika Aprilliana, Gabriela Sabatini, Vivien Barcellena V, Tria Agustina, Leni Asnawati, Kusworo, Ardi Tri Saputra, Eka S, Arnold Rama A, Ali Yanto, Rendi Alkafi, Anggoro Yoga P, M. Burhan, Hardian Kurniawan, Paulus Tendy, Wirawan Dwi A, Chindy Permata Sari, Purwati


(20)

Mutiara Annisa T, Rizka Aminy, Astika Kusni W, Ditha Novita S, Leni Asnawati, Reda Hardianti, Novia Nalom L, Feb T Utari, Vivien Datania, dan Pendidikan Ekonomi Kelas Genap Anggi Mutiara P, Renni Suryani,

Nurhayati, Pemi Zurriyatina, dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

18. Kakak-kakak tingkatku Program Studi Pendidikan Ekonomi 2009, 2008, 2007, serta adik-adik tingkat 2011, 2012, 2013, Kak Dani dan Om Herdi terimakasih atas semangat, bantuan serta ilmu dan waktunya.

19. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas semuanya.

Semoga segala sesuatu yang telah diberikan secara tulus kepada penulis, baik semangat, bimbingan, dan doa yang diberikan kepada penulis mendapat Ridho dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bandarlampung, Mei 2014 Penulis


(21)

I. PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian. Pembahasan secara rinci beberapa sub bab tersebut dikemukakan sebagai berikut.

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi saat ini menimbulkan persaingan di berbagai bidang kehidupan antar negara semakin ketat. Menghadapi persaingan tersebut diperlukan sumber daya manusia berkualitas tinggi yang mampu menciptakan dan mengembangkan ilmu dan teknologi modern sebagai sarana mewujudkan masyarakat yang maju. Pembangunan sumber daya manusia tersebut perlu dilakukan agar dapat berpartisipasi aktif terhadap pelaksanaan program-program pembangunan yang telah direncanakan sehingga dapat bersaing dengan negara lain. Usaha mengembangkan sumber daya manusia berkualitas harus melalui pendidikan yang berkualitas pula. Bagi Indonesia hal ini

menjadi tantangan dalam meningkatkan mutu sistem pendidikan.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar para siswa atau sering disebut peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki


(22)

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tugas dan tanggung jawab penuh dalam menjalankan amanat pendidikan. Sekolah merupakan suatu institusi yang dirancang untuk membawa siswa pada proses belajar, di bawah pengawasan guru atau tenaga pendidik professional. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Setiap proses, apapun bentuknya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai hasil yang memuaskan. Begitu pula proses pembelajaran yang diselenggarakan dengan tujuan agar siswa mencapai pemahaman yang optimal terhadap materi yang diajarkan.

Namun kenyataannya pendidikan yang ditujukan pada sekolah-sekolah di Indonesia saat ini masih belum seutuhnya melahirkan generasi-generasi muda yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang, mampu berfikir kreatif, tidak bersifat individualis dan memiliki solidaritas yang kuat. Penyebab proses belajar yang dialami siswa belum optimal mungkin salah satunya adalah strategi pembelajaran yang digunakan kurang sesuai. Karena selama ini metode pengajaran yang diberikan oleh seorang guru masih menggunakan model pengajaran yang bersifat teacher centered dimana guru lebih dominan dalam proses belajar mengajar.


(23)

Guru dalam menerapkan pembelajaran lebih menekankan pada model yang mengaktifkan guru, kurang melibatkan peserta didik, pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, dan kurang mengoptimalkan media

pembelajaran. Hal ini mengakibatkan siswa lebih banyak pasif dan merasa jenuh atau bosan dalam mengikuti pembelajaran dan tidak bisa lebih banyak aktif untuk mengeksplorasi kemampuannya dalam belajar. Siswa hanya sebagai objek pasif yang fungsinya hanya menerima pegetahuan dengan mendengarkan, mencatat dan mudah bosan dalam pembelajaran sehingga dapat menyebabkan menurunnya minat belajar.

Pembelajaran berpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau guru dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang bisa bekerja sama dalam kelompok diskusi dan dalam pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cendrung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahamannya sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Model mengajar yang bersifat teacher centered salah satunya adalah model pembelajaran konvensional. Pendekatan konvensional ditandai dengan guru melakukan pembelajaran lebih banyak tentang konsep-konsep bukan

kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.


(24)

Model pengajaran konvensional memposisikan guru sebagai pemilik ilmu atau otoritas pengetahuan. Sedangkan siswa menjadi obyek pasif, hanya sebagai penerima ilmu sehingga siswa menjadi tidak kritis. Dalam

pembelajaran konvensional guru hanya memikirkan bagaimana materi yang akan diberikan dapat tersampaikan seluruhnya, bagaimana konsep-konsep dari pembelajaran dapat dipahami dan dihapal oleh siswa, tanpa berfikir bagaimana siswa itu dapat berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dikelas.

Guru sebagai fasilitator yang berperan dalam keberhasilan siswa atau perserta didik. Untuk itu, guru harus tepat dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan agar hasil belajarnya tercapai. Hasil belajar dapat tercapai apabila guru dalam menyampaikan pelajaran tidak menjadikan siswa hanya sebagai obyek belajar, tetapi siswa dijadikan sebagai subyek, sehingga siswa bisa terlibat langgsung dalam proses pembelajaran. Selain itu juga, guru tidak hanya menggunakan model pembelajaran yang monoton tetapi, guru harus bisa mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan

menyenangkan agar siswa senang dalam mengikuti pelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Guna memperbaiki hal tersebut perlu disusun pendekatan dalam

pembelajaran yang komprehensif dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada dilingkungan sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut, perlu digunakan model pembelajaran kooperatif dalan kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang


(25)

mengutamakan adanya kelompo-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Guru mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam belajar. Upaya dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya hasil belajar mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial sangat dibutuhkan kemampuan dari guru untuk mengembangkan kreasi mengajar, mampu menarik minat peserta didik untuk belajar IPS Terpadu. Dengan demikian guru tidak hanya mentransfer ilmu yang dimiliki melainkan juga mempertimbangkan aspek intelegensi dan kesiapan belajar peserta didik, sehingga tidak mengalami depresi mental seperti kebosanan, mengantuk, frustasi bahkan antipati terhadap mata pelajaran IPS Terpadu.

Ilmu Pengetahuan Sosial adalah sekelompok disiplin ilmu yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, ekonomi, geografi, politik, hokum, dan budaya (Trianto, 2010 : 171). Tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.


(26)

Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya

dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai strategi, metode dan model pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan, agar pembelajaran IPS benar-benar mampu

mengondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi peserta didik untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan.

Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada bulan Oktober 2013 diperoleh hasil belajar siswa SMP Negeri 28 Bandar Lampung yang

menunjukkan bahwa hasil belajar IPS Terpadu siswa masih tergolong rendah jika dilihat dari Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah, yaitu sebesar 70. Sebagai ilustrasi dibawah ini disajikan data hasil belajar mata pelajaran IPS terpadu yang diperoleh siswa pada ulangan MID Semester Ganjil pada siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bandar Lampung, seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Ulangan MID Semester IPS Terpadu Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014

No Kelas Interval Nilai Jumlah Siswa

Keterangan < 70 ≥ 70

1 VIII A 10 14 24 Kriteria

Ketentuan Minimum yang ditetapkan adalah 70

2 VIII B 9 16 25

3 VIII C 12 13 25

4 VIII D 10 14 24

5 VIII E 14 10 24


(27)

Tabel 1 lanjutan

No Kelas Interval Nilai Jumlah Siswa

Keterangan < 70 ≥ 70

7 VIII G 14 10 24

8 VIII H 8 14 22

Jumlah

Siswa 92 100 192

Presentase (%)

47,92% 52,08% 100%

Sumber : Daftar nilai guru mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII

Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa hasil belajar IPS terpadu yang diperoleh siswa pada ulangan MID Semester Ganjil kurang baik. Hal ini terlihat jumlah siswa yang memperoleh nilai 70 keatas atau yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum sebesar 52,08%,berarti siswa yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan guru sebesar 47,92%. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa kurang baik. Sedangkan menurut Djamarah dan Zain, (2006 : 128) apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah. Model pembelajaran yang digunakan dalam mata pelajaran IPS di SMP Negeri 28 Bandar Lampung selama ini adalah model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan pemikiran di atas serta melihat hasil belajar siswa yang belum optimal, maka perlu upaya perubahan dalam proses pembelajaran untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar sudah seharusnya mulai diterapkan di sekolah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk menciptakan proses pembelajaran tersebut adalah dengan mengubah model pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran


(28)

kooperatif telah menjadi salah satu pembaharuan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara kelompok kecil supaya siswa dapat bekerjasama dalam kelompok untuk mempelajari isi materi pelajaran dengan berbagai keahlian sosial.

Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan suasana belajar penuh dengan kerjasama dalam menyelesaikan persoalan, diskusi, mencari informasi dari berbagai sumber dan masih banyak lagi kegiatan positif lain yang diterapkan sehingga suasana pembelajaran sesuai dengan prinsip pembelajaran saat ini yaitu pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Pembelajaran kooperatif menghadirkan suasana baru dalam proses pembelajaran mulai dari penyampaian materi yang biasanya dominan dilakukan oleh guru diubah dengan melibatkan peran siswa baik dengan memberikan tugas kelompok ataupun individu. Guru dalam pembelajaran kooperatif lebih berperan sebagai fasilitator, menggerakkan siswa untuk menggali informasi dari berbagai sumber sehingga wawasan yang diperoleh siswa lebih luas. Adanya unsur-unsur permainan yang bermakna dalam proses pembelajaran dapat membuat siswa merasa senang dan tidak jenuh. Perubahan-perubahan ini menimbulkan tantangan baru dalam proses pembelajaran yang dapat menyemangati siswa dalam belajar.

Model pembelajaran kooperatif beragam jenisnya. Hal ini lebih memudahkan guru untuk memilih tipe yang paling sesuai dengan pokok bahasan, tujuan pembelajaran, suasana kelas, sarana yang dimiliki dan kondisi internal peserta didik seperti minat belajar. Model pembelajaran yang cukup menarik dan


(29)

sesuai untuk dicoba oleh guru mata pelajaran IPS Terpadu khususnya kelas VIII SMP salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT) dan Make a Match.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2004: 35). Tipe ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide ide dan menimbang jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga

mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama mereka. Tipe NHT lebih banyak melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran untuk mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Setelah semua siswa dari tiap kelompok memberikan jawabannya dan saling menanggapi, guru kemudian menuntun siswa untuk menarik kesimpulan tentang materi pembelajaran yang telah dipelajari. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match memiliki karakteristik adanya

permainan ”mencari pasangan”. Permainan ”mencari pasangan”

menggunakan kartu yang berisi soal dan jawaban soal dari kartu lain. Siswa mencoba menemukan jawaban dari soal dalam kartunya yang terdapat pada kartu yang dipegang siswa lain. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Melalui kedua model tersebut diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru dan dapat mencapai indikator dari kompetensi dasar


(30)

serta hasil belajar siswa dapat memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditetapkan oleh sekolah.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dan Make A Match Pada Siswa Kelas VIII

Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2013/2014.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Masih rendahnya hasil belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII SMP Negeri 28 Bandar Lampung. Hal ini tampak dari banyaknya siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.

2. Model pembelajaran konvensional masih banyak digunakan dan disukai oleh guru.

3. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (Teacher Centered). Peran guru sangat dominan, sehingga partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran masih sangat rendah.

4. Guru tidak menerapkan model-model pembelajaran kooperatif yang menarik dan dapat disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Hal itu menyebabkan proses belajar mengajar menjadi monoton sehingga siswa mengalami kejenuhan belajar di kelas.


(31)

5. Tidak adanya pola pembelajaran khusus dalam mencapai tujuan pembelajaran IPS Terpadu.

6. Kurangnya semangat dan kreativitas siswa dalam belajar.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka ruang lingkup masalah dalam peneliti ini dibatasi pada kajian hasil kognitif belajar IPS Terpadu siswa yang pengajarannya menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan siswa yang pengajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match pada siswa kelas VIII semester genap di SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014. Pada pokok bahasan ‘Memahami pranata dan penyimpangan sosial’.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu antar siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Make a Match pada siswa kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014?


(32)

2. Model pembelajaran manakah yang lebih efektif antara model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match pada mata pelajaran IPS Terpadu siswa kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe Make a Match pada mata pelajaran IPS Terpadu siswa kelas VIII

Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014.

2. Untuk mengetahui model pembelajaran manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match pada mata pelajaran IPS Terpadu siswa kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis


(33)

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara lengkap mengenai penelitian yang menekankan pada perbandingan penerapan model pembelajaran IPS Terpadu.

b. Sumbangan pemikiran bagi guru mata pelajaran IPS terpadu tentang alternative strategi pembelajaran yang lain yaitu pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan tipe Make a Match untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

c. Sebagai bahan atau referensi bagi para peneliti-peneliti lainnya yang ingin mengembangkan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat menimbulkan gairah belajar,

membangkitkan keinginan, dan minat baru serta memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan sumber belajar. b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi agar para guru mata pelajaran IPS terpadu dapat berinovasi dalam menggunakan model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kompetensi guru dalam proses pembelajaran.

c. Bagi Sekolah

Dapat menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat guna memperbaiki mutu pembelajaran.


(34)

d. Bagi peneliti sebagai bentuk praktik dan pengabdian terhadap ilmu yang telah diperoleh serta sebagai syarat menyelesaikan studi di Universitas Lampung.

e. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain dalam bidang pembelajaran.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII. 2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 28 Bandar Lampung. 4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap pada bulan Januari sampai Februari Tahun Pelajaran 2013/2014.

5. Disiplin Ilmu

Disiplin ilmu yang berhubungan dengan penelitian ini adalah ilmu pendidikan, manajemen pendidikan, dan manajemen sumber daya manusia.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

Bab kedua akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan tinjauan pustaka, kerangka pikir, dan diakhiri dengan hipotesis. Pembahasan secara rinci beberapa sub bab tersebut dikemukakan sebagai berikut.

A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Belajar

Belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri (Trianto, 2009 : 17). Hal ini senada juga disampaikan oleh Slameto (2008 : 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Hamalik (2008:29) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses. Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku yang kompleks sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak


(36)

terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Belajar adalah suatu kegiatan yang kita lakukan untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan (Djamarah, 2006: 15).

Dalyon (2005: 49) mengatakan bahwa ”Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya”. Belajar juga merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mempelajari sesuatu yang belum

diketahui. Seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (2006 : 7) belajar merupakan tindakan dan prilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

Sementara menurut Jarvis dalam Trianto (2010 : 178) bahwa belajar adalah: (1) ada tidaknya perubahan perilaku permanen sebagai hasil dari pengalaman; (2) perubahan relative sering terjadi yang merupakan hasil dari praktek pembelajaran; (3) proses di mana pengetahuan itu digali melalui transformasi pengalaman; (4) proses transformasi pengalaman yang menghasilkan pengetahuan, skill, dan attitude; (5) mengingat informasi.


(37)

Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman (2007: 24) adalah sebagai berikut.

1. Kemampuan belajar seorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pembelajaran.

2. Perkembangan pengalaman anak didik akan banyak mempengaruhi kemampuan belajar yang bersangkutan.

3. Belajar melalui praktek atau mengalami secara langsung akan lebih efektif membina sikap, keterampilan, cara berpikir keritis dan lain-lain, dibandingkan dengan belajar hafalan saja.

4. Belajar sedapat mungkin diubah ke dalam bentuk aneka ragam tugas, sehingga anak-anak melakukan dialog dalam dirinya atau

mengalaminya sendiri.

Menurut Gagne dalam Dimiyati dan Mudjiono (2006: 10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengtahuan, sikap dan nilai. Perubahan keterampilan, sikap dan nilai tersebut haruslah kearah yang lebih baik.

Rogers dalam Dimiyati dan Mudjiono (2006: 10) mengemukakan belajar dengan pendekatan prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu:

1. menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.

2. siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi siswa.

3. pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

4. belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerjasama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus. 5. belajar yang optimal akan terjadi bila siswa berpartisipasi secara

bertanggung jawab dalam proses belajar.

6. belajar mengalami (exsperiental learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder.

7. belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.


(38)

Menurut Slameto (2008 : 54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:

1. faktor-faktor internal

a. jasmani (kesehatan, cacat tubuh)

b. psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan)

c. kelelahan

2. faktor-faktor eksternal

a. keluarga (cara orang tua mendidik, relasi anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan)

b. sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah)

c. masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, belajar adalah suatu proses menemukan dan merubah, baik tingkah laku, keterampilan, maupun pengetahuan hasil interaksi dengan lingkungannya yang akan

menciptakan hasil yang disebut hasil belajar yang dapat diukur melalui sistem penilaian tertentu.

2. Teori Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi di dalam pikiran siswa. Berdasarkan teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar.

Menurut Gagne dalam Dimiyati dan Mudjiono (2006: 10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan


(39)

nilai. Perubahan keterampilan, sikap dan nilai tersebut haruslah kearah yang lebih baik. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Seorang guru hendaknya memahami teori belajar yang melandasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas agar model pembelajaran yang diberikan sesuai dengan materi pelajaran, perkembangan kognitif siswa, serta sesuai dengan situasi sekolah. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan Make a Match dilandasi oleh teori-teori belajar sebagai berikut.

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)

pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Teori konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan


(40)

sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa harus benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-idenya (Slavin dalam Trianto, 2010 : 74).

Menurut teori ini, pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan

masalah-masalah itu dengan temannya, Slavin dalam Trianto (2010 : 74).

Prinsip-prinsip yang sering diambil dari kontsruktivisme menurut Suparno dalam Trianto (2010 : 75-76), antara lain:

1. pengetahuan dibangun siswa secara aktif,

2. tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, 3. mengajar adalah membantu siswa belajar,

4. tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir,

5. kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan 6. guru sebagai fasilitator.

Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu


(41)

mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.

Berikut ini akan dikemukakan dua teori yang melandasi pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran yaitu teori Perkembangan Kognitif Piaget dan Teori Perkembangan Mental Vygotsky.

b. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu

memperjelas pemikiran, yang pada akhhirnya, membuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur dalam Trianto 2010 : 72-73).

Implikasi teori kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Memfokuskan pada proses berfikir anak, tidak sekedar pada produknya. Disamping itu dalam pengecekkan kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sampai pada jawaban tersebut.

b. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiati-diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

c. Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan. Bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya khusus


(42)

untuk lebih menata kegiatan kelas untuk individu-individu dan kelompok-kelompok kecil anak-anak daripada kelompok klasikal. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan implikasi teori Piaget diatas, jelaslah bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Selain itu, guru harus mampu menciptakan keadaan pebelajar yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya, guru tidak sepenuhnya mengajarkan suatu bahan ajar kepada pebelajar, tetapi guru dapat membangun pebelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar.

c. Teori Vygotsky

Vygotsky berpendapat seperti piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri, melalui bahasa. Meskipun kedua ahli memperhatikan pertumbuhan pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia sekitar, Piaget lebih memberikan tekanan pada proses mental dan Vygotsky lebih menekankan pada peran pembelajaran, interaksi sosial, dan


(43)

Menurut Vygotsky dalam Trianto (2010 : 76) bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari manun tugas-tugas itu masih berada dalam

jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone of proximal development (ZPD).

ZPD adalah perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scaffolding yakni memberikan sejumlah bantuan besar kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung-jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri (Slavin dalam Trianto, 2010 : 76).

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar ksrena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan hasil belajar merupakan hal yang diperoleh dari proses belajar. Sudjana (2004 : 22) Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Dimiyati dan Mudjiono (2006 ; 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar


(44)

dan tindak mengajar. Sedangkan menurut Suprijono (2013: 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne dalam Suprijono (2013 : 5) hasil belajar berupa:

a. informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.

b. keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambing.

c. strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

d. keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa. Hasil tes ini berupa data kuantitatif (Slameto, 2008:30). Selanjutnya Sudjana dalam Jihad dan Haris (2008:15) berpendapat, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Senada dengan pendapat di atas, Gagne dalam Dimiyati dan Midjiono (2006:10) menyatakan bahwa hasil belajar diperoleh seseorang setelah belajar berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

Menurut Benyamin Bloom dikutip dari Sudjana (2005:22), hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga ranah, yakni: ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar

intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut


(45)

kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah kemampuan itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam ranah konitif ini terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

1) Pengetahuan

Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya tanpa mengarapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini adalah merupakan proses berpikir yang paling rendah.

2) Pemahaman

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan


(46)

memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang suatu hal dengan

menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

3) Aplikasi

Aplikasi adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya dalam situasi yang baru dan kongkret. Aplikasi atau penerapan ini merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi dibanding pemahaman.

4) Analisis

Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor lainnya. Kemampuan berpikir analisis setingkat lebih tinggi dibanding dengan

pemahaman. 5) Sintesis

Sintesis merupakan kemampuan berpikir yang berkebalikan dengan proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur secara logis, sehingga menjadi suatu pola baru.


(47)

6) Evaluasi

Evaluasi merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Evaluasi merupakan

kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan atau kriteria yang sudah ada.

Sememtara menurut Lindgren dalam Suprijono (2013:7) hasil

pembelajaran meliputi kecakapan informasi, pengertian, dan sikap. Yang harus diingat hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan dalam proses belajar mengajar.

Menurut Sudjana (2004:56) hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut:

1. kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa.

2. menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.

3. hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainnya. 4. kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan

mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang

dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa yaitu faktor yang berasal dari luar siswa (faktor eksternal) meliputi: suasana rumah,


(48)

orang tua, motivasi, keadaan ekonomi keluarga dan juga faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) meliputi: kesehatan intelegensi, bakat, motivasi, minat, dan lain-lain. Selain itu penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan (Slameto, 2008 : 54-64).

Cara untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa diperlukan penilaian. Penilaian bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan hasil mengajar guru. Informasi hasil belajar atau hasil mengajar berupa kompetensi dasar yang dikuasai dan yang belum dikuasai siswa. Hasil belajar digunakan untuk memotivasi siswa, dan untuk perbaikan serta peningkatan kualitas pembelajaran oleh guru (Uno, 2009 : 140).

Hasil belajar memerlukan suatu penilaian. Menurut Uno (2009 : 131), penilaian itu sendiri tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi siswa. Penilaian juga bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat pencapaian kompetensi siswa, (2) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, (3) mendiagnosis kesulitan belajar siswa, (4) mengetahui hasil pembelajaran, (5) mengetahui

pencapaian kurikulum, (6) mendorong siswa belajar, dan (7) mendorong guru agar mengajar dengan lebih baik.


(49)

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi belajar dan tindak mengajar yang dijadikan tolak ukur keberhasilan dan ketercapaian tujuan

pembelajaran. Seseorang siswa dikategorikan barhasil dalam belajar jika setelah mengikuti proses pembelajaran maka tingkat pengetahuan yang dimiliki akan bertambah, serta siakp dan tingkah lakunya menjadi lebih baik.

Hasil belajar tersebut berupa kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk hasil belajar. Hasil belajar menunjukkan berhasil tidaknya suatu kegiatan pengajaran yang dicerminkan dalam bentuk poin atau angka setelah mengikuti tes.

4. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan teknik yang digunakan oleh guru kepada siswa dalam menyajikan materi pembelajaran dalam sebuah proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang sudah dirancang dapat tercapai. Dengan model pembelajaran, guru dapat melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan pola, tujuan, tingkah laku, lingkungan dan hasil belajar yang direncanakan.

Menurut Joyce dalam Trianto (2009 : 5) model pembelajaran adalah suatu perencana atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial


(50)

dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Sedangkan menurut Suprijono (2013 : 46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Sedangkan menurut Sagala (2009:175) model diartikan sebagai kerangka konseprual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.

Menurut Arens dalam Suprijono (2013 : 46) model pembelajaran

mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,

lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Selanjutnya Joyce dan Weil dalam Sagala (2009:176) mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar yakni: model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi metode atau prosedur, menurut Trianto (2009:6) model pembelajaran mempunya empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri tersebut adalah :

a. rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau penggemarnya.

b. landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).

c. tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model dapat dilaksanakan dan berhasil.


(51)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

5. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson dalam Ismail, 2002:12). Sementara menurut Sholehatin (2008:4) cooperative learning merupakan sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Menurut Sanjaya dalam Rusman (2011 : 203) mengungkapkan bahwa cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sementara menurut Suprijono (2013:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.


(52)

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu tugas atau memecahkan suatu masalah, dimana setiap anggota kelompok saling membantu. Kelompok

beranggotakan 4-5 siswa dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok yang heterogen terdiri dari tingkat kemampuan akademik dan jenis kelamin siswa.

Sanjaya (2008 : 239) model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu: adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai.

Karakteristik pembelajaran kooperatif menurutnya ialah sebagai berikut. 1. Pembelajaran secara tim, pembelajaran kooperatif merupakan

pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif, dalam pembelajaran koperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran secara efektif.

3. Kemauan untuk bekerjasama, keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip kerjasama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif.

4. Keterampilan bekerjasama, kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerjasama.


(53)

Pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya (Rusman, 2011 : 206) akan efektif digunakan apabila:

1. guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha individual;

2. guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar; 3. guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman

sendiri;

4. guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa; 5. guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai

permasalahan.

Menurut Hasan dkk dalam Solihatin (2008 : 6 ) Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif. Suasana blajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok yang memberikan

kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan member masukan diantara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri: 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok

secara kooperatif;

2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah;

3) jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompok pin terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula;

4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.


(54)

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai yaitu sebagai berikut.

1. Hasil belajar akademik

pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. banyak ahli yang berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.

2. Penerimaan adanya keragaman

model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temanya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.

3. Pengembangan keterampilan social

pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan

keterampilan social siswa. keterampilan social yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain. mau menjelaskan idea tau pendapat, dan bekerja sama dalam kelompok.

(Jihad dan Haris 2008 : 30)

Menurut Roger dan David Johnson (Rusman, 2011 : 212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (Cooperave Learning), yaitu sebagai berikut.

1. Prinsip ketergantungan (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. 2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu

keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompok.

3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling member dan menerima informasi dari kelompok lain.

4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.


(55)

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada table berikut.

Tabel 2. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Tahap-2

Menyajikan informasi

Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai pada pembelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau melalui bahan bacaan.

Tahap-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Tahap-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap-5 Evaluasi

Tahap-6

Memberikan penghargaan

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajat individu dan kelompok.

Sumber: Rusman (2011 : 211)

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa manfaat. Menurut Zamroni (Trianto, 2009 : 57) manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Disamping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan


(56)

solidaritas sosial dikalangan siswa. Dengan belajar kooperatif diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi yang cemerlang dan memiliki solidaritas yang kuat.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan proses pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai pencari ilmu sehingga bisa memecahkan dan merumuskan sendiri hasilnya. Intervensi dari orang lain dalam hal ini guru diberikan dalam rangka memotivasi siswa. Perumusan dan konseptualisasi juga dilakukan oleh siswa sendiri. Posisi guru dalam proses pembelajaran bukan sebagai informatory dan penyuap materi, akan tetapi sebagai organisator program pembelajaran, sebagai fasilitator bagi pembelajaran siswa dan sebagai evaluator keberhasilan pembelajaran mereka.

6. Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Number Head Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dengan rasa tanggung jawab dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan didepan kelas. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagen (1993). Menurut Kagen model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.


(57)

Langkah-langkah pembelajaran tipe NHT menurut Huda (2011 : 138) sebagai berikut.

1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

2. Guru memberikan tugas atau pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok

mengetahui jawaban tersebut.

4. Guru memanggil salah satu nomor tanpa memberitahu terlebih dahulu nomor berapa yang akan dipanggil. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

Langkah-langkah di atas menunjukan model NHT bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagen menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Adanya penomoran dalam langkah-langkah tersebut merupakan bagian pembeda dari pembelajaran kooperatif lainya, sehingga sangat cocok untuk dijadikan alternatif pembelajaran yang sesuai dengan materi dan siswa.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu:

a. pembentukan kelompok (penomoran) b. diskusi masalah

c. tukar jawaban antar kelompok

Adanya penomoran pada langkah-langkah pembelajaran NHT membuat model kooperatif ini dikatakan sebagai model kooperatif tambahan yang


(58)

digunakan untuk memodifikasi model kooperatif pokok seperti STAD. Pemberian nomor pada model NHT akan membuat aktivitas siswa lebih terstruktur baik dalam diskusi maupun saat mengungkapkan hasil diskusi. Metode struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa.

Setiap siswa dalam kelompok mempunyai sebuah nomor, sehingga untuk mewakili presentasi di depan kelas guru hanya memanggil nomor-nomor tersebut. Salah satu nomor yang dipanggil untuk mewakili kelompoknya memberikan jawaban secara bergantian, tetapi siswa yang akan mewakili kelompoknya tidak diberitahukan terlebih dahulu. Giliran dalam

mewakili kelompok untuk mempresentasikan atau memberikan jawaban hasil diskusi kelompoknya dilakukan untuk memastikan keterlibatan seluruh siswa.

Berdasarkan pendapat tersebut, dengan pembelajaran NHT banyak kemampuan siswa yang dilatihkan, siswa dilatih untuk dapat mengelola informasi yang diperoleh, mengembangkan pemikiran,

mengkomunikasikan berbagai pemikiran, serta kemampuan dalam

merangkum ide yang lain. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor, siswa diajak bekerja dalam kelompoknya, saling bertukar pikiran, mengemukakan pendapat dan saling mengemban tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa seluruh anggota kelompoknya harus memiliki kemampuan menguasai seluruh jawaban dari pertanyaan yang diajukan guru. Sehingga pada proses pembelajaran yang aktif


(59)

adalah siswa. Pada proses penomoran dapat digunakan sebagai kontrol agar seluruh siswa terlibat dalam pembelajaran, karena seluruh nomor yang terdapat pada setiap kelompok dapat seketika dipanggil oleh guru untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas.

Ibrahim (2000: 22), mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:

1) hasil belajar akademik stuktural.

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2) pengakuan adanya keragaman.

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

3) pengembangan keterampilan sosial.

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :

a. rasa harga diri menjadi lebih tinggi. b. memperbaiki kehadiran.

c. penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar. d. perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

e. konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, meningkatkan kebaikan budi.

f. kepekaan dan toleransi.

Kebaikan dan kelemahan penerapan pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor adalah:

Kebaikan NHT:

a. melibatkan seluruh siswa dalam pemecahan pertanyaan atau masalah. Setiap siswa dalam kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat berbagi ide sehingga dapat menghindari


(60)

kemungkinan terjadinya satu siswa mendominasi pembelajaran dalam kelompoknya.

b. setiap siswa memiliki kesiapan diri untuk memperentasikan hasil diskusi kelompok.

c. meningkatkan pribadi yang bertanggung jawab. Setiap siswa dapat saling berbagi ide dengan sesama anggota kelompok atau anggota kelompok yang lain.

d. meningkatkan pembelajaran bersama, dalam proses pembelajaran untuk dapat meningkatkan hasil belajar setiap siswa harus

bekerjasama. Setiap siswa harus memeriksa bahwa setiap anggota kelompoknya dapat mengerti dan menjawab pertanyaan.

e. diskusi dapat berjalan dengan sungguh-sungguh. f. meningkatkan semangat dan kepuasan kelompok.

g. siswa pandai dapat mengajarkan siswa yang kurang pandai, dan siswa kurang pandai tidak merasa segan untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat.

Kelemahan NHT adalah:

a. adanya kemungkinan nomor yang telah dipanggil akan dipanggil kembali atau terjadi pengulangan.

b. tidak semua (siswa) anggota kelompok dipanggil untuk presentasi. c. suasana kelas sulit dikontrol oleh guru

d. pelaksanaan pembelajaran berlangsung lama.

Pembelajaran NHT dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan yang ada di sekolah sehingga dapat mencapai pembelajaran yang maksimal, selain itu pada pembelajaran ini haruslah diulang-ulang agar dapat menemukan sintak mandiri yang sesuai dengan keadaan siswa dan juga disesuaikan dengan kemampuan guru matapelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, bahwa NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Selain itu, model pembelajaran ini secara tidak langsung dapat melatih siswa untuk saling berbagi informasi, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.


(61)

7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

Model pemebelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan

pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Model Make a Match adalah model pembelajaran aktif untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajari. Setiap siswa menerima satu kartu. Kartu itu bisa berisi pertanyaan, bisa berisi jawaban. Selanjutnya mereka mencari pasangan yang cocok sesuai dengan kartu yang

dipegang. Perkembangan berikutnya, para pengguna model ini berusaha memodifikasi dan mengembangkannya. Salah satu keuntungan teknik ini adalah siswa mencari pasangan smbil belajar mengenai konsep atau topik dalam susunan yang menyenangkan. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik ( Lie, 2004 : 55).

Karakteristik model pembelajaran kooperati tipe Make a Match adalah

adanya permainan “mencari pasangan”. Permainan “mencari pasangan”

menggunakan kartu yang berisi soal dan jawaban soal dari kartu lain. Siswa mencoba menemukan jawaban dari soal dalam kartunya yang terdapat pada kartu yang dipegang siswa lain. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match cocok digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa karena pada model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa lain, suasana belajar di kelas dapat diciptakan sebagai permainan, ada kompetisi antar siswa untuk memecahkan masalah yang terkait dengan topik pelajaran serta adanya


(62)

penghargaan (reward) sehingga siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan.

Langkah-langkah pembelajaran model Make a Match (Rusman, 2011 : 223-224) adalah sebagai berikut :

a. guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban.

b. setiap siswa mendapatkan sebuah kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

c. setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban).

d. siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

e. setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

f. kesimpulan.

Langkah-langkah pembelajaran diatas dapat dikembangkan lagi menjadi lebih rinci. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Make a Match tersebut adalah sebagai berikut:

1. guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

3. tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 4. setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.

Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

5. setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6. jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu

yemannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama.

7. setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8. siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.


(63)

9. guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Pemanfaatan dan penggunaan model pembelajaran Make a Match juga mempunyai kelemahan dan kelebihan diantaranya sebagai berikut. 1. Kelebihan pembelajaran model Make a Match yaitu:

a. mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan. b. materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian

siswa.

c. mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal 87,50%.

2. Kelemahan pembelajaran dengan model Make a Match yaitu: a. diperlukan bimbingan guru untuk melakukan kegiatan.

b. waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.

c. guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

Berdasarkan keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan keuntungan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah mengajak siswa untuk lebih aktif dengan

memberikan kesempatan untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang lainnya. Adapun kelemahannya adalah menggunakan waktu yang cukup lama.

8. Pembelajaran IPS Terpadu

Menurut Joni dalam Trianto (2010 : 56) pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara

individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Hal ini senada dengan pendapat Hadisubroto dalam Trianto (2010 : 56)


(64)

pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang atau lebih, dan

dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna. Ujang Sukandi, dkk dalam Trianto (2010 : 56)

mengatakan pengajaran terpadu pada dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar dengan cara ini dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa materi pelajaran disajikan tiap pertemuan.

Menurt Trianto (2010 : 59) pembelajaran terpadu memiliki arti penting dalam kegiatan belajar mengajar. Beberapa alasan yang mendasari hal tersebut, antara lain sebagai berikut.

a. Dunia anak adalah dunia nyata

Tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dengan tahap berpikir nyata.

b. Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu peristiwa/objek lebih terorganisir.

Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu objek sangat bergantung pada pengetahuan yang sudah dimiliki anak sebelumnya.

c. Pembelajaran akan lebih bermakna

Pembelajaran akan lebih bermakna kalau pelajaran yang sudah dipelajari siswa dapat memanfaatkan untuk mempelajari materi berikutnya. Pembelajaran terpadu sangat berpeluang untuk memanfaatkan pengetahuan sebelumnya.

d. Memberi peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan diri Pengajaran terpadu memberi peluang siswa untuk mengembangan tiga ranah sasaran pendidikan secara bersamaan yang meliputi sikap, keterampilan dan ranah kognitif.


(65)

e. Memperkuat kemampuan yang diperoleh

Kemampuan yang diperoleh dari satu mata pelajaran akan saling memperkuat kemampuan yang diperoleh dari mata pelajaran lain. f. Efisiensi waktu

g. Guru dapat lebih menghemat waktu dalam menyusun persiapan mengajar.

Pembelajaran terpadu dikembangkan dengan landasan pemikiran Progresivisme, Konstruktivisme, Developmentally Appropriate Practice (DAP), landasan Normatif dan Landasan Praktis.Dekdikbud dalam Trianto (2010 : 69). Pembelajaran terpadu dikembangkan menurut paham Konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan

mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. Mengalami sendiri merupakan kunci untuk kebermaknaan, (Trianto 2010 : 69).

Istilah pendidikan IPS dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosial Studies yang mengembangkan kurikulum di AS. IPS merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Sosial. Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang disiplin ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya (Trianto, 2010 : 171). Disiplin ilmu tersebut


(66)

wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sejarah memberikan wawasan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, ekonomi memberikan wawasan tentang berbagai macam kebutuhan manusia dan sosiologi/antropologi memberikan wawasan yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur soSial dan sebagainya.

Konsep IPS yaitu (1) interaksi, (2) saling ketergantungan, (3) keseimbangan dan perubahan, (4) konsep persamaan perbedaan (5) konflik dan konsesus, (6) pola (patron), (7) tempat, (8) kekuasaan (power), (9) nilai kepercayaan, (10) keadilan dan pemerataan, (11) kelangkaan (scarcity), (12) kekhususan, (13) budaya (culture), dan (14) nasionalisme (Trianto, 2010 : 173).

Menurut Trianto (2010 : 174) pada ada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat,

kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Karateristik mata pelajaran IPS di SMP/MTS menurut Trianto (2010 : 174-175) antara lain sebagai berikut.

1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama . 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur

keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.


(67)

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.

5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan.(Trianto, 2010 : 175). Tutujuan IPS pembelajaran IPS adalah sebagai berikut.

1. Tujuan umum dari pembelajaran IPS adalah sebagai berikut: 1) memahami bahwa lingkungan fisik menentukan bila dan

bagaimana manusia hidup.

2) memahami bahwa perubahan adalah kondisi masyarakat manusia.

3) terlibat dalam kekuatan yang membawa perubahan dan juga masalah-masalah perubahan budaya.

4) mengenal dan menghargai keseluruhan individu sebagai kesatuan yang terkecil dalam masyarakat.

5) Mengerti struktur dasar sebagaimana halnya fungsi-fungsi yang prinsip dari pemerintah yang berbentuk demokratis.

6) Mengerti sasaran dan fungsi sistem ekonomi dan

mengembangkan kopetensi sebagai produsen dan konsumen. 7) Mengembangkan kompetensi yang lebih besar dan pengarahan

diri sendiri.

8) Menyadari bahwa pengertian kita dari masa lampau berubah dengan adanya penemuan fakta baru dan interprestasi baru. 2. Sedangkan tujuan khusus dari pembelajaran IPS adalah sebagai

berikut:

1) anak didik harus dilatih mampu berfikir kritis dihubungkan dengan pengetahuan yang dimilikinya.

2) training independent study.

3) Mengetahui dan menerima tanggung jawab menerima dan mengolah sumber daya.

4) memahami prinsip ekonomi yang berkaitan dengan hidupnya sendiri serta orang lain di negaranya dan bangsanya.

5) dapat bergaul dengan orang lain secara efektif dan dalam suasana saling menghormati.

6) memberi sumbangan yang berharga pada sekolah dan masyarakatnya.


(1)

187

Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas

No Kategori Kelas

Asymp. Sig.

(2-tailed) Kondisi Kesimpulan

1 Eksperimen 0,200 0,200 > 0,05 Normal


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

Pengaruh metode Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 4 177

Effect of Method Numbered Head Together (NHT) to the Student Results on Subjects of Fiqh at Al-Zahra Indonesian Junior Pamulang.

0 25 177

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) (Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 16 Bandar Lampung 2013/2014)

1 11 80

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHARE (TPS) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP

0 5 93

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL SMP NEGERI 2 WAY KENANGA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 6 90

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150