EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI REAKSI REDOKS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI REAKSI REDOKS DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

Oleh

ERIKA MIRNA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Juruasan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI REAKSI REDOKS DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

Oleh

ERIKA MIRNA SARI

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SMA Yadika Bandar Lampung diketahui bahwa pada proses pemebelajarannya belum sesuai dengan KTSP yang proses pembelajarannya harus berpusat pada siswa. Oleh karena itu, perlu dite-rapkan suatu model pembelajaran yang mampu membimbing siswa dalam mene-mukan konsep dan mengembangkan keterampilan proses sains siswa yaitu model pembelajaran problem solving.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran problem solving pada materi reaksi redoks dalam meningkatan keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Yadika Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan diperoleh kelas X5 sebagai kelas eksperimen dan kelas X3 sebagai kelas kontrol. Penelitian


(3)

Erika Mirna Sari ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan Nonequivalent Control Group Design dan analisis data menggunakan N-gain dan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan rerata N-gain keterampilan siswa dalam mengko-munikasikan kelas kontrol dan kelas eksperimen berturut-turut adalah 0,44 dan 0,62; dan rerata N-gain keterampilan siswa dalam menyimpulkan untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen berturut-turut adalah 0,45 dan 0,60. Kemudian setelah dilakukan, analisis data menggunakan uji t. Diketahui bahwa siswa di kelas yang diterapkan model pembelajaran problem solving memiliki keteram-pilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan lebih tinggi daripada siswa di ke-las yang diterapkan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving pada materi reaksi redoks efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan daripada pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Model pembelajaran problem solving, keterampilan mengkomunika-sikan, keterampilan menyimpulkan.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN . ... . 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……… 5

C. Tujuan Penelitian ………...……….. 5

D. Manfaat Penelitian …...……… 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ……… 6

II. TINJAUAN PUSTAKA .………... 8

A. Efektivitas Pembelajaran ... 8

B. Pembelajaran Konstruktivisme ... 9

C. Pembelajaran Problem solving ... 11

D. Keterampilan Proses Sains ... 15

E. Konsep ... 21

F. Kerangka Pemikiran ... 26

G. Anggapan Dasar ... 27

H. Hipotesis ... 28

III. METODOLOGI PENELITIAN …...……….. 29


(7)

vii

B. Jenis dan Sumber Data ……….……… 29

C. Metode dan Desain Penelitian ... 29

D. Variabel Penelitian ……….……….. 30

E. Instrumen Penelitian dan Validitas... 30

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian..………. 31

G. Teknik Analisis Data ……… 33

1. Uji N-gain ……… 34

2. Uji normalitas ……….. 34

3. Uji kesamaan dua varians (homogenitas) ……… 35

4. Pengujian hipotesis statistik ……….……… 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …….………... 39

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ……….. 39

B. Pembahasan ………. 45

V. SIMPULAN DAN SARAN ……….. 55

A. Simpulan ………. 55

B. Saran ……… 55

DAFTAR PUSTAKA ………. 57

LAMPIRAN A. Silabus kelas eksperimen ………. 59

B. Rencana pelaksanaan pembelajaran kelas eksperimen ……… 67

C. Lembar kerja siswa ……….. 85

D. Kisi-kisi soal pretest dan posttest ……….... 108

E. Soal pretest - posttes ……….………... 111

F. Pedoman penskorann pretest dan posttest……….……….. 113

G. Perhitungan dan analisis data penelitian ….…….………. 117


(8)

viii

b) Analisis data penelitian……… 121

H. Lembar aktivitas siswa kelas eksperimen ……….….. 139

I. Lembar aktivitas siswa kelas kontrol ……….….. 149


(9)

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam seca-ra sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengem-bangan lebih lanjut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006).

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai perubahan materi. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk dan ki-mia sebagai proses. Oleh karena itu, pembelajaran kiki-mia harus memperhatikan ka-rakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. Untuk dapat memahami hakikat kimia secara utuh, yakni kimia sebagai proses dan produk, siswa harus memiliki Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS merupakan suatu tindakan instruksional untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa, sehingga konsep yang diperoleh siswa akan lebih bermakna karena kemampuan berpikir siswa akan lebih berkembang. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan


(10)

2

kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prin-sip ilmu atau pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan keterampilan proses berarti memberi ke-sempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar mencerita-kan atau mendengarmencerita-kan cerita tentang ilmu pengetahuan. Menurut Funk (Dimiyati dan Mudjiono, 2002) keterampilan proses sains dasar terdapat enam keterampilan, yaitu mengamati, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.

Keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan dan menyimpulkan yang dimiliki oleh siswa masih rendah. Hal ini seperti diungkapkan oleh Dasna dan Sutrisno da-lam Sulastri (2012) bahwa gejala umum yang terjadi pada siswa saat ini adalah malas berpikir. Siswa terkadang diam saat guru meminta untuk menjelaskan suatu data atau menjawab pertanyaan. Demikian halnya ketika siswa diminta untuk menyimpulkan dari materi yang diberikan, mereka cenderung mengutip dari buku, tidak menggunakan hasil pemikirannya sendiri. Rendahnya keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan dan menyimpulkan menunjukkan bahwa guru belum mengembangkan kedua keterampilan tersebut kepada siswa.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia di SMA Yadika Bandar Lampung. Proses pembelajaran kimia masih menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran yang hanya didominasi dengan metode ceramah dise-lingi tanya jawab, latihan soal dan terkadang disedise-lingi kegiatan praktikum yang hanya untuk membuktikan teori. Siswa hanya menerima dan mendengarkan materi dari guru dan tidak dibimbing dalam menemukan konsep pembelajarannya sendiri,


(11)

3

pembelajaran ini menyebabkan aktivitas siswa rendah. Proses pembelajaran hanya mengacu pada teacher centered (berpusat pada guru), hal ini belum sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang proses pembelajarannya harus mengacu pada student centered (berpusat pada siswa). Sehingga, selain aktivitas siswa rendah, keterampilan proses sains siswa juga tidak berkembang terutama kete-rampilan mengkomunikasikan dan ketekete-rampilan menyimpulkan. Oleh karena itu, guru perlu memperbaiki proses pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas siswa dari teacher centered menjadi student centered dan mengembangkan kedua keteram-pilan tersebut dengan menerapkan model pembelajaran yang menekankan pada me-tode pemecahan masalah dan lebih berorientasi kepada siswa aktif dalam proses pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran problem solving. Model pembelajaran problem solving adalah rangkaian aktivitas pembela-jaran yang menekankan kepada proses penyelesaaian secara ilmiah. Model ini tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran akan tetapi melalui metode problem solving siswa lebih aktif berpi-kir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan (Sanjaya, 2010).

Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu untuk mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan mengko-munikasikan dan menyimpulkan, karena dimulai oleh adanya masalah (dapat dimun-culkan oleh guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang


(12)

4

mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut.

Dengan kata lain, pembelajaran problem solving menuntut kemampuan memproses informasi untuk menemukan suatu konsep. Menurut Sanjaya (2010) tujuan peng-gunaan pembelajaran problem solving dalam kegiatan belajar mengajar yaitu me-ngembangkan kemampuan berfikir siswa, terutama dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu permasalahan, memberikan pengetahuan dan kecakapan praktis yang bernilai atau bermanfaat bagi keperluan kehidupan sehari-hari dan belajar bekerja sistematis dalam memecahkan masalah.

Keberhasilan penerapan model pembelajaran problem solving dibuktikan dengan hasil penelitian oleh Basori (2011) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Bandung bahwa model kegiatan laboratorium berbasis problem solving pada pembelajaran konsep cahaya secara signifikan dapat meningkatkan keterampilan proses sains. Penelitian lainnya yang mengkaji tentang penerapan pembelajaran model problem solving dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah hasil penelitian Utari (2012), yang dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Pringsewu, menun-jukkan bahwa model pembelajaran problem solving pada materi larutan nonelektrolit dan elektrolit serta redoks efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompok-kan dan penguasaan konsep siswa.

Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas X semester genap ada-lah menjelaskan perkembangan konsep reaksi reduksi oksidasi dan hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya. Untuk mencapai kompetensi tersebut siswa diajak untuk menghubungkan keeratan antara konsep yang dipelajari dengan


(13)

5

fakta dalam kehidupan sehari-hari, misalnya terjadinya perkaratan besi dan pemba-karan kertas.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving pada Materi Redoks dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Menyimpulkan ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Apakah model pembelajaran problem solving pada materi reaksi redoks efektif

dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan?

2. Apakah model pembelajaran problem solving pada materi reaksi redoks efektif dalam meningkatkan keterampilan menyimpulkan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendes-kripsikan:

1. Efektivitas model pembelajaran problem solving pada materi reaksi redoks dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan.

2. Efektivitas model pembelajaran problem solving pada materi reaksi redoks dalam meningkatkan keterampilan menyimpulkan.


(14)

6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pem-belajaran kimia, dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengkomuni-kasikan dan menyimpulkan dan melatih kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam pemilihan dan penerapan model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

3. Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif apabila apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbe-daaan yang signifikan antara pemahaman awal sebelum pembelajaran dan pemahaman setelah pembelajaran (N-gain yang signifikan) .

2. Model pembelajaran problem solving dengan langkah-langkah sebagai berikut: orientasi masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji


(15)

7

3. Keterampilan mengkomunikasikan dapat diartikan mengubah dari bentuk narasi menjadi data dalam bentuk tabel, menjelaskan secara tertulis informasi apa yang terdapat dalam tabel maupun data.

4. Keterampilan menyimpulkan dapat diartikan suatu keterampilan untuk membuat suatu kesimpulan dari suatu fakta atau fenomena yang ditemui/dikumpulkan.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesu-atu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dica-nangkan (Satria, 2005).

Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pema-haman setelah pembelajaran.

Kriteria keefektifan menurut Wicaksono (2008), mengacu pada:

a. Ketuntasan belajar, pembelajaran, dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar.

b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang signifikan).

c. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan


(17)

9

Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya (Suryosubroto, 2002) bahwa keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui efektivitas mengajar, dengan memberikan tes sebagai hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran. Hail tes mengungkapkan kelemahan belajar siswa dan kelemahan pengajaran secara menyeluruh.

B. Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri. Teori pembelajaran konstruktivisme menurut Slavin merupakan teori pembela-jaran kognitif yang baru dalam psikolog pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar –benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha susah payah dengan ide-ide (Trianto,2010).

Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, dkk (2001) konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:


(18)

10

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengala-man, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa de-ngan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan menge-nai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul pe-nilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;

(2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar;

(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;

(6) guru adalah fasilitator.

Secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru.


(19)

11

C. Pembelajaran Problem Solving

Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakikatnya adalah suatu pertanyaan yang mengandung jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Hakikat masalah dalam metode problem solving juga merupakan kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja,akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 2001). Pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklasifikasi, menafsir-kan, mengkritik, meramalmenafsir-kan, menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan diolah. Untuk memecahkan masa-lah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari ingatan lalu mempro-sesnya dengan maksud untuk mencari hubungan, pola, atau pilihan baru. Dengan kata lain, pembelajaran problem solving menuntut kemampuan memproses infor-masi untuk menemukan suatu konsep.


(20)

12

Menurut Sukarno (1981) dengan menggunakan pembelajaran problem solving, anak dapat dilatih untuk memecahkan masalah secara ilmiah, melatih mengemu-kakan hipotesis, melatih merencanakan suatu eksperimen untuk menguji hipotesis itu, melatih mengambil suatu kesimpulan dari sekumpulan data yang diperoleh anak-anak dari pelajaran sains itu, juga segi-segi lainnya yang terdapat pada sains.

Adapun tujuan utama penggunaan metode problem solving dalam kegiatan belajar mengajar yaitu:

a. Mengembangkan kemampuan berfikir, terutama dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu permasalahan.

b. Memberikan pengetahuan dan kecakapan praktis yang bernilai atau bermanfaat bagi keperluan kehidupan sehari-hari.

c. Belajar bekerja sistematis dalam memecahkan masalah.

Terdapa tiga ciri utama dari pembelajaran Problem solving. Pertama, pembelaja-ran Problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi pembelajaran problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pembelajaran problem solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran problem solving siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga,


(21)

13

pemecahan masalah dilakukan dengan pendekatan berfikir secara ilmiah (Sanjaya, 2010).

Langkah-langkah pemecahan masalah (problem solving) dalam proses pembela-jaran menurut Hamalik (2010) yaitu:

1. Menyadari dan merumuskan masalah

2. Mengajukan berbagai alternatif jawaban (Hipotesis)

3. Mengumpulkan keterangan-keterangan dari berbagai sumber 4. Mengetes kemungkinan-kemungkinan jawaban dengan

keterangan-keterangan yang telah dikumpulkan. 5. Menarik suatu kesimpulan

Menurut John Dewey dalam Sanjaya (2010) seorang ahli pendidikan berkebang-saan Amerika menjelaskan langkah pembelajaran berbasis masalah yang kemu-dian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving ), yaitu:

1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.


(22)

14

Langkah-langkah model pembelajaran problem solving menurut Sanjaya (2010) yaitu meliputi :

1. Menyadari masalah

Pada tahap ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat menentu-kan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.

2. Merumuskan Masalah

Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan de-ngan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dede-ngan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Siswa dapat memanfaatkan penegtahuannya untk mengkaji, memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul masalah yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.

3. Merumuskan Hipotesis

Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir de-duktif dan inde-duktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dapat menentukan sebab akibat dari massalah yang ingin diselesaikan. Melalui analisis sebab akibat inilah pada akhirnya siswa diharapkan dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.

4. Mengumpulkan Data

Keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah merupakan hal sangat penting. Sebab, menentukan cara penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan data yang ada. Dalam hal ini, siswa didorong untuk mengumpulkan dan memilah data.

5. Menguji Hipotesis

Berdasarkan data atau informasi yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentu-kan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji.

6. Menentukan Pilihan Penyelesaian

Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses pembelajaran strategi pembelajaran problem solving.


(23)

15

Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:

1. Keunggulan pembelajaran problem solving menurut Dzamarah dan Zain (2010)

a. Pembelajaran ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.

b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c. Pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa

secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

2. Kelemahan pembelajaran problem solving menurut Sanjaya (2010):

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

b. Keberhasilan pembelajaran problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan dan saat proses belajar mengajarnya.

c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Pada saat proses belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran problem solving untuk menanggulangi kelemahan tersebut maka proses belajar mengajar sebaiknya dipersiapkan dengan sebaik mungkin, dan masalah yang diberikan dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari atau fakta-fakta, dan sebelum pembe-lajaran dimulai sampaikan kepada siswa indikator pembepembe-lajaran atau tujuan pembelajaran yang akan dipelajari saat itu .

D. Keterampilan Proses Sains

Hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses dan produk. Dalam pembe-lajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan hanya memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain bila seseorang telah


(24)

16

memiliki Keterampilan Proses Sains (KPS), IPA sebagai produk akan mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains.

Menurut Semiawan (1992) KPS adalah keterampilan - keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam bangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengem-bangkan pengetahuan yang telah dimiliki. KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. tetapi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.

Menurut Funk (Dimayati dan Mudjiono, 2002) ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses sains, keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari kete-rampilan dasar (basic skills) dan keterampilan terintegrasi (integrated skills). Keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan yaitu mengamati (mengobser-vasi), mengklasifikasi(mengelompokkan), mengukur, memprediksi, menyimpul-kan, dan mengkomunikasikan. Sedangkan yang termasuk dalam keterampilan ter-integrasi yaitu mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen.


(25)

17

Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999) dalam Efendi (2012) keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi, mengelompokkan, pengukuran, bkomunikasi dan menarik kesimpulan.

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar Keterampilan dasar Indikator Observasi Mampu menggunakan semua indera

(penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kuali-tatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan peruba-han suatu satuan pengukuran ke satuan pengu-kurang lain.

Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, me-nyusun dan menyampaikan laporan secara siste-matis, menjelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masa-lah atau suatu peristiwa.

Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi.


(26)

18

Menurut Mahmuddin (2010) dalam Efendi (2012) keterampilan proses dasar diuraikan oleh sebagai berikut

1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek

3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran. 4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara

lain untuk berbagi temuan.

5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan. Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa..

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), tiap-tiap keterampilan proses dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengamati

Melalui kegiatan mengamati, kita belajar tentang dunia sekitar kita yang fan-tastis. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan panca-indra: penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa/pence-cap. Informasi yang kita peroleh, dapat menuntut keingintahuan, memperta-nyakan, memikirkan, melakukan interpretasi tentang lingkungan kita, dan meneliti lebih lanjut. Selain itu, kemampuan mengamati merupakan kete-rampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal ter-penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampil-an proses yketerampilan-keterampil-ang lain. Mengamati memiliki dua sifat yketerampilan-keterampil-ang utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaannya hanya menggunakan pancaindra untuk memperoleh infor-masi. Mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya selain menggunakan pancaindra, juga menggunakan peralatan lain yang membe-rikan informasi khusus dan tepat.


(27)

19

2. Mengklasifikasikan

Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga di dapatkan golongan/ kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengklasifikasikan adalah meng-klasifikasikan makhluk hidup selain manusia menjadi dua kelompok: binatang dan tumbuhan , mengklasifikasikan cat berdasarkan warna dan kegiatan lain yang sejenis.

3. Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan mempero-leh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomuni-kasikan adalah mendiskusikan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta dan kegiatan lain yang sejenis.

4. Mengukur

Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh-contoh kegiatan yang menampakkan ketermpilan mengukur antara lain: mengukur panjang garis, mengukur berat badan, mengukur temperature kamar, dan kegiatan sejenis yang lain.

5. Memprediksi

Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fak-ta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.

6. Menyimpulkan

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutus-kan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarmemutus-kan fakta, konsep dan prin-sip yang diketahui.

Keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak didik me-nyadari, memahami, dan menguasai rangkaian bentuk kegiatan yang berhubungan dengan hasil belajar yang telah dicapai anak didik. Keterampilan proses sebagai-mana disebutkan di atas merupakan KPS yang diaplikasikan pada proses pembe-lajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian


(28)

ter-20

hadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

Salah satu KPS adalah keterampilan mengkomunikasikan. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Adapun keterampilan komunikasi menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) adalah sebagai berikut:

Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram, persa-maan matematik, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Komunikasi efektif yang jelas, tepat, dan tidak samar-samar menggunakan keterampilan-keterampilan ya-ng perlu dalam komunikasi, hendaknya dilatih dan di-kembangkan pada diri siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua orang

mempunyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, pearasaan, dan kebutuhan lain pada diri kita. Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah.

Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.

Sedangkan menurut Semiawan (1992) keterampilan berkomunikasi merupakan ketrampilan untuk menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dapat berupa penyusunan laporan, pembuatan paper, penyusunan karangan, pembuatan gambar, tabel, diagram, dan grafik.

Kemampuan berkomunikasi ilmiah, terutama dalam mengkomunikasikan hasil penelitian ilmiah sangat penting dalam suatu kerja ilmiah. Setiap ahli dituntut agar mampu menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain.


(29)

21

E. Konsep

Berdasarkan definisi menurut Gagne dalam Faridach, konsep merupakan suatu abstarksi yang melibatkan hubungan antar konsep dan dapat dibentuk oleh indi-vidu dengan mengelompokkan objek, merespon objek tersebur dan kemudian memberinya label. Oleh karena itu, suatu konsep mempunyai karakteristik berupa hierarki konsep dan definisi konsep. Selain itu, karakteristik lain yang dimiliki konsep diantaranya meliputi label konsep, atribut konsep (atribut kritis dan atribut variabel) dan jenis konsep (Walijah, 2012).

a. Label Konsep

Label konsep adalah nama konsep atau subkonsep yang dianalisis. Contoh unsur, senyawa, atom, larutan, dan lain-lain.

b. Atribut kritis dan atribut variabel

Atribut kritis merupakan cirri-ciri utama konsep yang merupakan penjabaran definisi konsep, sedangkan atribut variabel menunjukkan ciri-ciri konsep yang nilainya dapat berubah, namun besaran dan satuannya tetap

c. Jenis Konsep

Umumnya jenis konsep dikelompokkan menjadi dua yaitu konsep konkret dan konsep abstrak. Namun dalam ilmu kimia, terdapat banyak konsep yang sukar dikelompokkan dengan jelas ke dalam konsep konkret ataupun abstrak. Oleh karena itu, Herron dalam Faridach mengembangkan jenis-jenis konsep men-jadi delapan jenis konsep, yaitu sebagai berikut konsep konkret, abstrak, abs-trak dengan contoh konkret, berdasarkan prinsip, yang menyatakan symbol, yang mneyatakan sifat dan nama atribut, dan yang menyatakan ukuran atribut (Walijah, 2012).


(30)

Tabel 2. Analisis Konsep Materi Reaksi Redoks No Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1. Reaksi Oksidasi berdasarkan oksigen

Reaksi yang terjadi antara suatu zat dengan oksigen sehingga membentuk senyawa yang mengandung oksigen. Konsep yang menyatakan nama proses Reaksi oksidasi Reaksi antara zat dengan oksigen Membentuk senyawa mengandung oksigen Zat senyawa Reaksi redoks berdasarkan pelepasan dan penggabungan oksigen Reaksi reduksi berdasarkan oksigen

Oksidator 4 Fe(s) + 3O2 (g)

2Fe2O3(S)

(Perkaratan besi)

CuO(s) + H2(g)

Cu(s) + H2O(g)

2. Reaksi Reduksi berdasarkan oksigen

Reaksi pelepasan oksigen dari suatu zat yang mengandung oksigen Konsep yang menyatakan nama proses Reaksi reduksi Reaksi pelepasan oksigen pelepasan dari zat yang mengandung oksigen zat senyawa Reaksi redoks berdasarkan pelepasan dan penggabungan oksigen Reaksi oksidasi berdasarkan oksigen

Reduktor CuO(s) + H2(g)

Cu(s) + H2O(g)

4 Fe(s) + 3O2 (g)

2Fe2O3(S)

(Perkaratan besi)

3. Reaksi Oksidasi berdasarkan elektron Reaksi yang mengalami pelepasan elektron dari suatu zat Konsep yang menyatakan nama proses Rekasi oksidasi Pelepasan elektron Elektron Zat Reaksi redoks berdasarkan pelepasan dan penerimaan electron Reaksi reduksi berdasarkan elektron

Reduktor Mg(s)

Mg2+(s) + 2e

½ O2(s) + 2e

-O2-(S)

2


(31)

No Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

4. Reaksi Reduksi berdasarkan elektron Reaksi yang mengalami penerimaan elektron dari suatu zat Konsep yang menyatakan nama proses Rekasi reduksi Penerimaan elektron Elektron Zat Reaksi redoks berdasarkan pelepasan dan penerimaan electron Reaksi oksidasi berdasarkan elektron

Oksidator ½ O2(s) + 2e

-O2

-(S)

Mg(s)

Mg2+(s) + 2e

-5. Reaksi Oksidasi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Reaksi yang mengalami pertambahan bilangan oksidasi Konsep yang menyatakan nama proses Reaksi oksidasi Pertambah an bilangan oksidasi Bilangan oksidasi Senyawa Atom

Reaksi redoks berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Reaksi reduksi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Reduktor Bilangan oksidasi

C (s) + O2(g)

0 0

CO2(g) +4 -2

(Dari 0 menjadi +4 oksidasi)

C (s) + O2(g)

0 0

CO2(g) +4 -2

(Dari 0 menjadi - 2

reduksi) 6. Reaksi

reduksi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Reaksi yang mengalami penurunan bilangan oksidasi Konsep yang menyatakan nama proses Reaksi oksidasi Penurunan bilangan oksidasi Bilangan oksidasi Senyawa Atom

Reaksi redoks berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Reaksi oksidasi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Oksidator Bilangan oksidasi

C (s) + O2(g)

0 0

CO2(g) +4 -2

(Dari 0 menjadi - 2 reduksi)

C (s) + O2(g)

0 0

CO2(g) +4 -2 (Dari 0 menjadi +4 oksidasi) 2 3


(32)

No Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

7. Reaksi autoredoks

Reaksi redoks di mana perekasi yang sama mengalami oksi-dasi sekaligus reduksi. Konsep yang menyatakan nama proses Reaksi autoredoks Reaksi redoks Pereaksi mengalami oksidasi sekaligus reduksi Bilangan oksidasi Atom Senyawa

Reaksi redoks berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Reaksi oksidasi Reaksi reduksi Bilangan oksidasi Cl2(g)+2NaOH(aq)

NaCl(aq)+

NaClO(aq)+H2O(l)

2H2S + SO2

3S + 2H2O

8. Bilangan oksidasi

Muatan yang diemban oleh atom unsur jika semua electron ikatan didistribusikan kepada unsur yang lebih elektronegatif Konsep yang menyatakan sifat dan nama atribut Bilangan oksidasi Muatan yang diemban Jika semua electron ikatan didistribusi kan Elektron /muatan Reaksi redoks berdasarkan perubahan bilangan oksidasi

- Aturan menentukan bilangan oksidasi

C (s) + O2(g)

0 0

CO2(g) +4 -2

-

9. Oksidator Suatu zat yang dapat menyebab-kan zat lain mengalami reaksi oksidasi Konsep yang menyatakan nama proses Oksidator Menyebab kan zat lain mengalami reaksi oksidasi Zat Unsur/ ion

Reaksi redoks Reduktor - Zn + Cu2+

Zn2+ + Cu Cu2+ bertindak sebagai oksidator

Zn + Cu2+

Zn2+ + Cu Zn bertindak sebagai reduktor


(33)

No Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

10. Reduktor Suatu zat yang dapat menyebab-kan zat lain mengalami reaksi reduksi Konsep yang menyatakan nama proses Reduktor Menyebab kan zat lain mengalami reaksi reduksi Zat Unsur/ ion

Reaksi redoks Oksidator - Zn + Cu2+

Zn2+ + Cu Zn bertindak sebagai reduktor

Zn + Cu2+

Zn2+ + Cu Cu2+ bertindak sebagai oksidator 11. Tata Nama

IUPAC berdasarkan bilangan oksidasi

Suatu tata nama yang

menyertakan bilangan oksidasi dari unsur dalam senyawanya. Konsep yang menyatakan symbol Tata nama IUPAC Menyertak an bilangan oksidasi dalam penamaan Senyawa Bilangan oksidasi Bilangan oksidasi

- Senyawa biner Senyawa poliatomik

CucS :

Tembaga(I) sulfida N2O :

Nitrogen(I) oksida

-

2


(34)

26

F. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan anak agar dapat berkem-bang secara optimal. Pengemberkem-bangan yang diorientasikan dalam pembelajaran tidak hanya saja menekankan penguasaan konsep, tetapi juga diorientasikan pada kemampuan berproses, bernalar, dan termasuk juga bagaimana anak tersebut da-pat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran pada masa sekarang ini lebih berorientasi kepada siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran sehingga mereka akan mendapatkan pengalaman yang dapat mengembangkan kemampuan berproses. Keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengem-bangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya tentang model pem-belajaran problem solving, siswa dihadapkan pada masalah yang erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan dengan bimbingan dari guru, ke-mudian siswa berdiskusi untuk memecahkan masalah dari suatu hipotesis yang mereka buat sendiri sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses ber-pikir, biasanya siswa akan mudah menerima konsep dalam pembelajaran jika me-reka bekerja bersama (berdiskusi) karena meme-reka akan lebih mudah berkomuni-kasi, lebih percaya diri mengutarakan pendapatnya. Lalu, proses pemecahan masalah dapat membimbing penemuan konsep yang dilakukan oleh siswa dengan


(35)

27

melakukan pengumpulan dari data hasil percobaan maupun memperoleh data. Keterlibatan siswa secara langsung dalam proses memecahkan masalah memper-mudah siswa memahami materi pelajaran dan lebih aktif, sehingga pada tahap akhir siswa dapat menyimpulkan materi pembelajaran.

Dengan demikian, dalam penelitian ini model pembelajaran Problem solving yang diduga efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan me-nyimpulkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan dan menyimpulkan pada materi reaksi siswa kelas X SMA Yadika Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012-2013,

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keterampilan siswa dalam mengkomu-nikasikan dan menyimpulkan pada materi reaksi redoks siswa kelas X SMA Yadika Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012-2013 semester genap pada kedua kelas diusahakan sekecil mungkin sehingga dapat diabaikan.

2. Perbedaan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan dan menyimpul-kan pada materi reaksi redoks terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.


(36)

28

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving pada materi reaksi redoks efektif dalam meningkatkan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan dan menyimpulkan.


(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Yadika Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013 yang berjumlah 187 siswa dan tersebar dalam lima kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu dua kelas dengan latar belakang mempunyai kemam-puan akademik yang sama. Dua kelas tersebut yaitu kelas X5 dan kelas X3, kemudian ditentukan kelas X5 sebagai kelas eksperimen dan kelas X3 sebagai kelas kontrol.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif yaitu data hasil tes siswa sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest). Data ini bersumber dari seluruh siswa kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain Nonequi valent Control Group Design. Desain penelitian tersebut dapat dijelaskan pada


(38)

30

Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3 . Desain penelitian.

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Kelas kontrol O1 X1 O2

Kelas eksperimen O1 X2 O2

Keterangan:

X1: Pembelajaran kimia menggunakan pembelajaran konvensional

X2: Pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran problem solving O1 : Kelas kontrol dan kelas eksperimen diberi pretest

O2 : Kelas kontrol dan kelas eksperimen diberi posttest

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Se-bagai variabel bebas adalah pembelajaran yang menggunakan model pembelaja-ran problem solving dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan pada materi reaksi redoks siswa kelas X SMA Yadika Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013.

E. Instrumen Penelitian dan Validitas

Pada penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah :

1. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).


(39)

31

3. Soal pretest dan posttest yang masing-masing berisi 6 soal yaitu 3 soal untuk keterampilan mengkomunikasikan dan 3 soal keterampilan menyimpulkan. Materi soal pretes dan postest yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi reaksi redoks.

Pengujian instrumen pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Ada-pun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Pengujian dilaku-kan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk menelaah kesesuaian tersebut.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin kepada Kepala SMA Yadika Bandar Lampung untuk melak-sanakan penelitian.

b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

c. Menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan karakteristik materi yang cocok untuk diterapkan pembelajaran dengan model problem solving .


(40)

32

d. Menentukan populasi dan sampel, yaitu kelas X SMA Yadika Bandar-lampung.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

1)Menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen tes.

2)Validasi instrumen yang dilakukan oleh seorang ahli untuk melaku-kannya. Dalam penelitian ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk mengujinya.

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap pelaksanaan penelitian, kelas X5diterapkan model pembelajaran problem solving, sedangkan pada kelas X3diterapkan pembelajaran

konvensional. Adapun prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :

1)Melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2)Pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar pada materi redoks dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas.

3)Melakukan postest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

4)Tabulasi dan menganalisis data berdasarkan data hasil penelitian. 5)Membahas hasil analisis data penelitian dan menarikan kesimpulan.


(41)

33

Secara umum langkah-langkah penelitian dapat digambarkan melalui alur berikut:

a.

\

Gambar 1. Alur penelitian

G. Teknik Analisis Data

Setelah proses penelitian dan pengumpulan data selesai maka tahap selanjutnya adalah pengolahan dan analisis data. Proses analisis data dilaksanakan dengan tujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpetasikan sehingga dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Observasi pendahuluan

Mempersiapkan instrumen penelitian

Menentukan populasi dan sampel

Pembelajaran konvensional pada

kelas kontrol

Pretest Pembelajaran

Probem solving pada kelas eksperimen Posttest

Tabulasi dan Analisis data

Pembahasan dan kesimpulan Validasi instrumen penelitian


(42)

34

Nilai akhir pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Akhir = ∑

X 100

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji N-gain dan uji dua rata-rata.

1. Uji N-gain

Rumus N-gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut :

N- gain (g) = ( )

( )

2. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

Ho : data berdistribusi normal H1 : data tidak berdistribusi normal

Kenormalan data dihitung dengan menggunakan uji chi kuadrat (χ2) dengan rumus:

=

= K

i Ei

Ei Oi 1

2

2 ( )

χ

Keterangan:

χ2 = uji Chi- kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan

Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤χ2 tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2002).


(43)

3. Uji kesamaan dua

Uji homogenitas dua v kelompok sampel mem dilakukan langkah-lang

a. Rumusan hipotesis

H0 (Samp

H1 (Sampe Keterangan:

varians skor k varians skor k dimana dk1 = (n1-1) b. Rumus statistik yang

Keterangan : varians terbesa varians terkeci x = N-gain siswa

= rata-rata N-gain n = jumlah siswa c. Kriteria uji

Terima H0 jika Fhitung (Sudjana, 2002).

ua varians (homogenitas)

a varians digunakan untuk mengetahui apakah dua empunyai varians yang homogen atau tidak, maka angkah sebagai sebagai berikut:

pel mempunyai varian yang homogen) pel mempunyai varian yang tidak homogen)

r kelompok I r kelompok II 1) dan dk2 = (n2-1)

ang digunakan adalah uji-F:

dengan

esar ecil

ng < Ftabel pada taraf nyata 5% dan tolak sebaliknya

35

ua ka


(44)

36

4. Pengujian hipotesis statistik

Pengujian hipotesis disini dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji kesamaan dua rata-rata uji satu pihak, yakni uji pihak kanan. Rumusan hipote-sisnya adalah sebagai berikut :

b. Hipotesis satu (keterampilan mengkomunikasikan)

H0 : µ1x ≤ µ 2x : Rata-rata N-gainketerampilan siswa dalam

mengkomunikasi-kan yang diterapmengkomunikasi-kan pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan rata-rata N-gainketerampilan siswa dalam mengkomunikasikan yang diterapkan pembelajaran konvensional.

H1: µ 1x > µ 2x : Rata-rata N-gain keterampilan siswa dalam

mengkomunikasi-kan yang diterapmengkomunikasi-kan pembelajaran problem solving lebih tinggi daripada rata-rata N-gainketerampilan siswa dalam mengkomunikasikan yang diterapkan pembelajaran konvensional.

b. Hipotesis dua (keterampilan menyimpulkan)

H0 : µ1y ≤ µ2y : Rata-rata N-gainketerampilan siswa dalam menyimpulkan

yang diterapkan pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan dengan rata-rataN-gainketerampilan siswa dalam menyimpulkan yang diterapkan pembelajaran konven-sional.

H1: µ1y > µ2y: Rata-rata N-gainketerampilan siswa dalam menyimpulkan


(45)

37

daripada rata-rata N-gainketerampilan siswa dalam menyimpulkan yang diterapkan pembelajaran konvensional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata N-gain(x,y) pada materi reaksi redoks yang diterapkan

pembelaja-ran problem solving.

µ2 : Rata-rata N-gain(x,y) pada materi reaksi redoks yang diterapkan

pembelaja-ran konvensional

x: keterampilan mengkomunikasikan y : keterampilan menyimpulkan Langkah-langkah pengujian statistik :

a. Jika varians kedua kelas sama atau 2 2 2 1 σ

σ = , maka statistik yang digunakan ialah uji-t 2 1 2 1 1 1 n n S X X t g hitung + −

= , dengan

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 − + − + − = n n s n s n sg (Sudjana, 2002) Kriteria uji : terima H0 jika thitung< t1-α dengan dk = (n1+n2−2)

b. Jika varians kedua kelas tidak sama atau 2 2 2 1 σ

σ ≠ , maka rumus statistik yang

digunakan mengacu pada Sudjana (2002)

2 2 2 1 2 1 2 1 ' n S n S X X t + −

= , dengan

(

(

)

)

1 n n x x n s i i 2 i 2 i i 2 i ∑ − ∑ =


(46)

Keterangan: t' = Koefisien t

1

X = Rata-rata N-g menyimpulkan

2

X = Rata-rata N-g menyimpulkan i

x = N-gain kelas k Sg = simpangan bak S1 = Simpangan ba = Simpangan ba 2

i

s = Varians kelas 2

1

s = Varians kelas 2

2

s = Varians kelas 1

n = Jumlah siswa 2

n = Jumlah siswa Kriteria yang digunakan

Dan terima jika se

t'

1

=

t

( )(1-α 'n1−1)

;

c. Membandingkan har

gain keterampilan mengkomunikasikan/ keteram kan yang diterapkan pada kelas eksperimen.

gain keterampilan mengkomunikasikan/ keteram kan yang diterapkan pada kelas konvensional. s kontrol/eksperimen

baku gabungan

baku N-gain siswa yang diterapkan pada kelas eks baku N-gain siswa yang diterapkan pada kelas ko as eksperimen/kontrol

las eksperimen las kontrol

a pada kelas yang diterapkan pada kelas eksperim wa pada kelas yang diterapkan pada kelas kontrol

an adalah tolak hipotesis H0 jika:

a sebaliknya, dengan keterangan:

( ) (

1- ' n 1

)

2

t

2

t'

=

α

(Sudjana, 2002) harga t hitung dengan t tabel dan menarik kesimpu

38 ampilan ampilan eksperimen. kontrol. rimen. ol pulan.


(47)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1.

Model pembelajaran

problem solving

pada materi reaksi redoks efektif dalam

meningkatkan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan.

2.

Model pembelajaran

problem solving

pada materi reaksi redoks efektif dalam

meningkatkan keterampilan siswa dalam menyimpulkan.

B.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1.

Bagi calon peneliti lain agar lebih memahami karakteristik setiap siswa agar

proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

2.

Model pembelajaran

problem solving

dapat digunakan sebagai alternatif model

pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi reaksi redoks dan materi

pokok lain yang memiliki karakteristik yang sama.


(48)

56

3.

Bagi calon peneliti yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih

memper-hatikan pengelolan waktu terutama pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) dan saat proses pembelajaran

sehingga semua tahap dalam model


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.

Basori, H. 2011. Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving pada Pembelajaran Konsep Cahaya untuk Mengembangkan Keterampilan Proses Sains.Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Volume 5, No 3 November 2011. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Dzamarah, B.S. dan A. Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.

Jakarta.

Efendi, D., A. 2012. Efektivitas Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Asam Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Pencapaian Kompetensi Siswa. Skripsi. Universitas Lampung.

Bandarlampung. Tidak Dipublikasikan.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Nur, M. 2011. Modul Keterampilan- Keteranpilan Proses Sains. Universitas

Negeri Surabaya. Surabaya.

Pannen, dkk. 2001. Konstruktivisme dalamPembelajaran. Dikti. Jakarta. Purba, M. 2006. Kimia untuk SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta.

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta. Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Gramedia. Jakarta. Sudjana, N. 2002. Metode Statistika Edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung.


(50)

Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta Sulastri, 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi

Reaksi Redoks Dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan dan Menarik Kesimpulan serta Penguasaan Konsep Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung. Tidak Dipublikasikan.

Sukarno, dkk. 1981. Dasar-dasar Pendidikan Sains. Graha Ilmu. Yogyakarta. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta Utari, H.R,. 2012. Efektivitas Model Problem Solving Pada Materi Larutan

Nonelektrolit dan Elektrolit Serta Redoks Dalam Meningkatkan

Keterampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak Dipublikasikan.

Walijah, I. 2012. Efektivitas Model Siklus Hipotesis Deduktif Dalam

Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa pada Pembelajaran Larutan Penyangga. Diakses tanggal 12 Desember 2012 dari

http://repository.upi.edu/s_kim_0800012_chapter2.pdf Wicaksono, A. 2008. Efektitivitas Pembelajaran. Agung (Ed).

Diakses tanggal 10 Desember 2012 dari http://agung.smkn1pml.sch.id/ wordpress/?p=119.


(1)

37 daripada rata-rata N-gainketerampilan siswa dalam

menyimpulkan yang diterapkan pembelajaran konvensional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata N-gain(x,y) pada materi reaksi redoks yang diterapkan pembelaja-ran problem solving.

µ2 : Rata-rata N-gain(x,y) pada materi reaksi redoks yang diterapkan pembelaja-ran konvensional

x: keterampilan mengkomunikasikan y : keterampilan menyimpulkan Langkah-langkah pengujian statistik :

a. Jika varians kedua kelas sama atau 2 2 2 1 σ

σ = , maka statistik yang digunakan ialah uji-t 2 1 2 1 1 1 n n S X X t g hitung + −

= , dengan

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 − + − + − = n n s n s n sg (Sudjana, 2002) Kriteria uji : terima H0 jika thitung< t1-α dengan dk = (n1+n2−2) b. Jika varians kedua kelas tidak sama atau 2

2 2 1 σ

σ ≠ , maka rumus statistik yang digunakan mengacu pada Sudjana (2002)

2 2 2 1 2 1 2 1 ' n S n S X X t + −

= , dengan

(

(

)

)

1 n n x x n s i i 2 i 2 i i 2 i ∑ − ∑ =


(2)

Keterangan: t' = Koefisien t

1

X = Rata-rata N-g menyimpulkan

2

X = Rata-rata N-g menyimpulkan i

x = N-gain kelas k Sg = simpangan bak

S1 = Simpangan ba

= Simpangan ba

2 i

s = Varians kelas

2 1

s = Varians kelas

2 2

s = Varians kelas

1

n = Jumlah siswa

2

n = Jumlah siswa Kriteria yang digunakan

Dan terima jika se

t'

1

=

t

( )(1-α 'n1−1)

;

c. Membandingkan har

gain keterampilan mengkomunikasikan/ keteram kan yang diterapkan pada kelas eksperimen.

gain keterampilan mengkomunikasikan/ keteram kan yang diterapkan pada kelas konvensional. s kontrol/eksperimen

baku gabungan

baku N-gain siswa yang diterapkan pada kelas eks baku N-gain siswa yang diterapkan pada kelas ko as eksperimen/kontrol

las eksperimen las kontrol

a pada kelas yang diterapkan pada kelas eksperim wa pada kelas yang diterapkan pada kelas kontrol

an adalah tolak hipotesis H0 jika:

a sebaliknya, dengan keterangan:

( ) (

1- ' n 1

)

2

t

2

t'

=

α

(Sudjana, 2002) harga t hitung dengan t tabel dan menarik kesimpu

38 ampilan ampilan eksperimen. kontrol. rimen. ol pulan.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1.

Model pembelajaran

problem solving

pada materi reaksi redoks efektif dalam

meningkatkan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan.

2.

Model pembelajaran

problem solving

pada materi reaksi redoks efektif dalam

meningkatkan keterampilan siswa dalam menyimpulkan.

B.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1.

Bagi calon peneliti lain agar lebih memahami karakteristik setiap siswa agar

proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

2.

Model pembelajaran

problem solving

dapat digunakan sebagai alternatif model

pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi reaksi redoks dan materi

pokok lain yang memiliki karakteristik yang sama.


(4)

56

3.

Bagi calon peneliti yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih

memper-hatikan pengelolan waktu terutama pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) dan saat proses pembelajaran

sehingga semua tahap dalam model

pem-belajaran

problem solving

dapat terlaksana dengan baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.

Basori, H. 2011. Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving pada Pembelajaran Konsep Cahaya untuk Mengembangkan Keterampilan Proses Sains.Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Volume 5, No 3 November 2011. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Dzamarah, B.S. dan A. Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.

Jakarta.

Efendi, D., A. 2012. Efektivitas Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Asam Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Pencapaian Kompetensi Siswa. Skripsi. Universitas Lampung.

Bandarlampung. Tidak Dipublikasikan.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Nur, M. 2011. Modul Keterampilan- Keteranpilan Proses Sains. Universitas

Negeri Surabaya. Surabaya.

Pannen, dkk. 2001. Konstruktivisme dalamPembelajaran. Dikti. Jakarta. Purba, M. 2006. Kimia untuk SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta.

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta. Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Gramedia. Jakarta. Sudjana, N. 2002. Metode Statistika Edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung.


(6)

Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta. Jakarta Sulastri, 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi

Reaksi Redoks Dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan dan Menarik Kesimpulan serta Penguasaan Konsep Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung. Tidak Dipublikasikan.

Sukarno, dkk. 1981. Dasar-dasar Pendidikan Sains. Graha Ilmu. Yogyakarta. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta Utari, H.R,. 2012. Efektivitas Model Problem Solving Pada Materi Larutan

Nonelektrolit dan Elektrolit Serta Redoks Dalam Meningkatkan

Keterampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak Dipublikasikan.

Walijah, I. 2012. Efektivitas Model Siklus Hipotesis Deduktif Dalam

Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa pada Pembelajaran Larutan Penyangga. Diakses tanggal 12 Desember 2012 dari

http://repository.upi.edu/s_kim_0800012_chapter2.pdf Wicaksono, A. 2008. Efektitivitas Pembelajaran. Agung (Ed).

Diakses tanggal 10 Desember 2012 dari http://agung.smkn1pml.sch.id/ wordpress/?p=119.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN

3 29 52

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

1 24 261

ANALISIS KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

0 7 47

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENGELOMPOKKAN

0 9 33

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS

1 22 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

0 6 42

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERTANYA DAN MENJAWAB PERTANYAAN

1 5 42

EFEKTIVITAS MODEL PLGI PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

1 14 49

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN SISWA PADA MATERI KOLOID

0 5 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI ASAM BASA

0 6 46