Klasifikasi Diagnosis Golongan Xantin :

14 membelah menjadi tipe yang lain dengan peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa akibat iritasi asap rokok dan zat terinhalasi lainnya. Beberapa mediator dan protease akan merangsang hipersekresi mukus. Sejumlah protease berasal dari sel inflamasi dan sel epitel jumlahnya meningkat pada pasien COPD. Protease memerantai kerusakkan dan elastin, komponen jaringan konektif utama, yang merupakan bagian penting terjadinya empisema dan bersifat ireversibel PDPI, 2011.

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan Gold 2010 klasifikasi COPD terdiri dari beberapa jenis Tabel 2.2. Tabel 2.2 Klasifikasi COPD Derajat Gambaran klinis Nilai faal paru Derajat 1: COPD ringan gejala batuk kronik dan sputum ada tetapi tidak sering VEP 1 volume ekspirasi paksa pertamaKVP kapasitas vital paksa 70. VEP 1 ≥ 80 prediksi Derajat 2: COPD sedang Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. VEP 1 KVP 70. 50 VEP 1 80 prediksi Derajat 3: COPD berat gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering VEP 1 KVP 70. 30 VEP 1 50 prediksi Derajat 4: COPD sangat berat adanya tanda – tanda gagal napas dan kualitas hidup memburuk VEP 1 KVP 70. VEP 1 30 prediksi atau VEP 1 50 Sumber :Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011

2.4 Diagnosis

Gejala dan tanda COPD sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan tetapi ditinjau dari paru ditemukan inflasi paru. Diagnosis COPD dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala Tabel 2.3. Universitas Sumatera Utara 15 Tabel 2.3 Diagnosis pada pasien COPD Gejala Keterangan Sesak Progresif sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu Persisten Sepanjang hari Pasien mengeluh berupa perlu berusaha untuk bernapas seperti merasa berat, terengah - engah Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasi COPD Riwayat terpajan faktor risiko Asap rokok Debu Bahan kimia di tempat kerja Sumber : Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011

2.5 Pengelolaan COPD

Menurut Gold 2011, tujuan pngobatan COPD mencakup beberapa komponen yaitu: a. Mengurangi gejala b. Mencegah progresivitas penyakit c. Meningkatkan toleransi latihan d. Meningkatkan status kesehatan e. Mencegah dan menangani komplikasi f. Mencegah dan menangani eksaserbasi

2.5.1 Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada COPD stabil. Edukasi pada COPD berbeda dengan edukasi asma, karena COPD adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukkan faal paru PDPI, 2011. Universitas Sumatera Utara 16 Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut: a. Berhenti merokok, disampaikan pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis COPD ditegakkan. b. Penggunaan obat – obatan c. Penggunaan oksigen. d. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen. e. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya. f. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi. g. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas Riyanto, 2006.

2.5.2 Pelaksanaan Pengobatan a. Bronkodilator :

Diberikan tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Macam – macam bronkodilator : i. Golongan antikolinergik : Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi mukus. ii. Golongan agonis β-2 : Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. iii. Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2 : Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda

b. Golongan Xantin :

dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Universitas Sumatera Utara 17 Adapun cara menilai derajat dan rekombinasi pengobatan COPD dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Derajat dan rekombinasi pengobatan COPD Derajat Karakteristik Rekombenasi dan pengobatan Derajat I COPD ringan VEP 1 KVP 70 VEP 1 ≥ 80 prediksi dengan atau tanpa gejala Bronkodilator kerja singkat SABA, Antikolinergik kerja cepat, xantin bila perlu Derajat II COPD sedang VEP 1 KVP 70 50 ≤ VEP 1 80 prediksi dengan atau tanpa gejala a. Pengobatan regular dengan bronkodilator: i. Agonis β-2 kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan ii. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan b. Rehabilitasi edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi Derajat III COPD Berat VEP 1 KVP 70 30 ≤ VEP 1 50 prediksi dengan atau tanpa gejala a. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: i. Agonis β-2 kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan ii. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau atau eksaserbasi berulang 2. Rehabilitasi edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi Derajat IV COPD sangat berat VEP 1 KVP 70 VEP 1 30 Prediksi gagal napas a. Pengobatan regular dengan 1 atau lebih bronkodilator: i. Agonis β-2 kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan ii. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan iii. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang b. Rehabilitasi edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi c. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas d. pertimbangan terapi pembedahan Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2010. Universitas Sumatera Utara 18

2.6 Rekam Medis