PRINSIP KONSISTENSI DAN KECUKUPAN BAHAN AJAR MATERI SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL PADA BUKU TEKS KELAS X DI SMAN 6 SURAKARTA

(1)

commit to user

PRINSIP KONSISTENSI DAN KECUKUPAN BAHAN AJAR MATERI SISTEM HUKUM DAN PERADILAN

NASIONAL PADA BUKU TEKS KELAS X DI SMAN 6 SURAKARTA

SKRIPSI

Oleh :

ENDAH SUHADATI K 6406026

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

PRINSIP KONSISTENSI DAN KECUKUPAN BAHAN AJAR MATERI SISTEM HUKUM DAN PERADILAN

NASIONAL PADA BUKU TEKS KELAS X DI SMAN 6 SURAKARTA

Oleh :

ENDAH SUHADATI K 6406026

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(3)

(4)

commit to user


(5)

commit to user

ABSTRAK

Endah Suhadati. K 6406026. PRINSIP KONSISTENSI DAN KECUKUPAN BAHAN AJAR MATERI SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL PADA BUKU TEKS KELAS X DI SMAN 6 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober, 2010.

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui prinsip konsistensi pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X, (2) untuk mengetahui prinsip kecukupan pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif tunggal terpancang. Tehnik pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara, analisis dokumen, observasi. Untuk menerapkan validitas data digunakan trianggulasi data. Tehnik analisis data yang digunakan adalah Analisis Isi (content analysis)

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga belum sepenuhnya memenuhi prinsip konsistensi dengan indikator yang telah ditentukan pada silabus. Hal ini dibuktikan dengan materi yang disajikan pada kedua buku tersebut belum konsisten dengan silabus yang ada dan terdapat beberapa kesalahan dalam penulisan konsep, misalnya: beberapa peta konsep tentang penggolongan hukum, peta konsep tentang susunan lembaga peradilan, materi pembelajaran pada buku teks yang lebih banyak dibandingkan dengan materi pembelajaran yang ada pada silabus ini menunjukkan bahwa buku tersebut belum sepenuhnya mencakup prinsip konsistensi. (2) Materi Sistem Hukum dan Peradilan Nasional pada buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga belum sepenuhnya memenuhi prinsip kecukupan yaitu prinsip dimana materi yang harus diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Hal ini dibuktikan dengan indikator-indikator yang terdapat pada pada silabus belum sepenuhnya terdapat pada buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga, perlu adanya pengurangan ataupun penambahan materi pada buku terbitan Ganeca maupun Erlangga.


(6)

commit to user

vi

ABSTRAC

Endah Suhadati. K 6406026. THE CONSISTENCY AND SUFFICIENCY

PRINCIPLE OF TEACHING MATERIAL OF LAW SYSTEM AND NATIONAL JUSTICE IN TEXTBOOKS AT THE TENTH GRADE OF SMA NEGERI 6 SURAKARTA. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education

Faculty Sebelas Maret University Surakarta, Oktober, 2010.

The research is aimed (1) to know consistency principle of the law system and national justice material in the textbooks of Civic Education at the tenth grade and (2) to know the sufficiency principle of the law system and national justice material in the textbooks of Civic Education at the tenth grade.

The research used single stake qualitative method. The technique of collecting data was done by focus group discussion (FDG), interviews, document analysis, and observation. To implement the validity of data, it used data triangulation. The technique of analyzing data used was content analysis.

Based on the result of study, it can be concluded that (1) textbooks of Civic Education at the tenth grade published by Ganeca and Erlangga have not met the consistency principle with basic competence which has been determined in the syllabus. It is proven by the presented material in both textbooks have not consistent yet with the syllabus and there are some mistakes in writing concept, for example: some of concept mapping of law division, concept mapping of institution justice formation. Teaching material in the textbooks which is greater than the teaching material existing in the syllabus shows that the textbooks do not fully cover the consistency principle. (2) the material of law system and national justice in the textbooks of Civic Education at the tenth grade published by Ganeca and Erlangga have not met the sufficiency principle which means that teaching materials should de sufficient to help students master the basic competence in teaching learning process. It is proven by indicators that exists in syllabus have not existed in the textbooks of Civic Education at the tenth grade published by Ganeca and Erlangga.


(7)

commit to user

MOTTO

"Books are not to believed but to be subjected to inquiry” (William of Baskerville)

”Allah akan meninggikan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada:

• Bapak dan Ibu tercinta yang telah

memberikan segalanya

• Adik-adik tersayang, Agung dan Tri • Teman-teman PPKn angkatan 2006

• FKIP Universitas Sebelas Maret


(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberikan kenikmatan dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini;

2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si., Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini;

3. Drs. Amir Fuady, M.Hum., Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini;

4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi;

5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UNS memberikan ijin untuk menyusun skripsi;

6. Drs.Suyatno, M.Pd. Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini;

7. Winarno,S.Pd.,M.Si. Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini;

8. Muh. Hendri Nuryadi, S.Pd., Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan;

9. Drs. Makmur Sugeng, M.Pd., Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian;


(10)

commit to user

x

10. Bapak/Ibu guru SMA Negeri 6 Surakarta yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini;

11. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini;

12. Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga dunia pragmatika.

Surakarta, November 2010


(11)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGAJUAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Prinsip Bahan Ajar Konsistensi dan Kecukupan ... 7

a. Pengertian Bahan Ajar ... 7

b. Jenis Bahan Ajar ... 8

c. Prinsip Pemilihan bahan Ajar ... 10

d. Ukuran (Indikator) Prinsip Bahan Ajar Konsitensi dan Kecukupan ... 12

e. Teori Elaborasi dalam Mengorganisasikan Materi Pembelajaran ... 15


(12)

commit to user

xii

f. Urutan Elaborasi Materi Pembelajaran ... 16

g. Langkah-Langkah Pengajaran yang Diorganisasi Dengan Model Elaborasi ... 17

h. Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah 18

2. Bahan Ajar dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 20

a. Pengembangan Bahan Ajar di Sekolah ... 20

b. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ... 22

c. Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Kewarganegaraan ... 26

d. Analisis Penyusunan Bahan Ajar ... 27

3. Materi Sistem Hukum dan Peradilan Nasional ... 27

a. Tinjauan tentang Sistem Hukum ... 27

b. Tinjauan tentang Peradilan Nasional ... 36

B. Kerangka Berfikir... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 45

C. Sumber Data ... 46

D. Teknik Pengambilan Sampel... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Validitas Data ... 50

G. Analisis Data ... 51

H. Prosedur Penelitian... 52

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 61

C. Temuan Studi ... 81

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Implikasi ... 85


(13)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN ... 91


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 44

Tabel 2. Prinsip Kecukupan untuk Buku Ganeca ... 62

Tabel 3. Prinsip Kecukupan pada Buku Erlangga ... 66

Tabel 4. Prinsip Konsistensi pada Buku Ganeca ... 69

Tabel 5. Prinsip Konsistensi pada buku Erlangga... 72

Tabel 6. Silabus PKn Kelas X ... 76

Tabel 7. Materi pada buku PKn Kelas X penerbit Ganeca karangan Sujiyanto ... 77 Tabel 8. Materi Pembelajaran pada Silabus dan pada buku terbitan Erlangga 80


(15)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alur Analisis Penyusunan Bahan Ajar ... 27

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 43

Gambar 3. Struktur Organisasi Perpustakaan SMA Negeri 6 Surakarta ... 61

Gambar 4. Bagan Susunan/lembaga Peradilan yang ada di Indonesia ... 79


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Silabus Kelas X SMAN 6 Surakarta ... 91

Lampiran 2 Buku Paket Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X Penerbit Ganeca ... 94

Lampiran 3 Buku Paket Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X Penerbit Erlangga ... 124

Lampiran 4 Instrumen Penilaian Buku Teks ... 160

Lampiran 5 Deskripsi Penilaian Buku Teks Pelajaran ... 162

Lampiran 6 Hasil Penilaian Buku Teks ... 171

Lampiran 7 Trianggulasi Data ... 183

Lampiran 8 Hasil Wawancara ... 197

Lampiran 9 Hasil Analisis Buku Teks ... 206

Lampiran 10 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP UNS ... 212

Lampiran 11 Surat Keputusan Ijin Penulisan Skripsi Dari Dekan FKIP UNS ... 213

Lampiran 12 Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Rektor UNS ... 215

Lampiran 13 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian di SMA Negeri 6 Surakarta... 216


(17)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak bangsa Indonesia lahir hingga era reformasi ini, seluruh bangsa Indonesia telah menyadari pentingnya peran pendidikan dalam mengembangkan potensi manusia hingga optimal untuk menjadikannya insan pembangunan yang berkualitas.

Insan pembangunan yang berkualitas dapat diperoleh melalui pendidikan dan negara Indonesia telah menyediakan tempat-tempat pembelajaran bagi siswa sekolah dasar hingga ke sekolah yang berjenjang lebih tinggi untuk memperoleh pendidikan.

Menurut Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa. Menurut WS Winkel (1991: 6):

Pendidikan adalah pantauan yang diberikan dari orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar mencapai perubahan-perubahan prinsip dalam diri anak yang sedang menuju pada taraf kedewasaan. Dengan pendidikan maka akan menjadikan peserta didik manusia dewasa yang mampu menjadi seorang individu yang benar-benar berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendapat lain diungkapkan oleh Kevin Carmody and Zane Berge (2005: 3) yaitu “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to effect changes in knowledge, skill, and attitudes of individuals, groups or communities”. Artinya bahwa pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, kemampuan, dan sikap dari individu, kelompok atau komunitas.

Produk yang dihasilkan oleh proses pendidikan adalah berupa lulusan yang memiliki kemampuan melaksanakan peranan-peranannya untuk masa yang akan datang. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka


(18)

commit to user

mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekwat dalam kehidupan masyarakat. Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.

Tenaga kependidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Selain itu tenaga kependidikan harus mempunyai kompetensi yang harus wajib ada. Hal ini terdapat pada pasal 10 ayat (1) Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional”. Di dalam isi pasal tersebut dapat dimaknai bahwa pendidik atau tenaga kependidikan sebagai komponen yang penting dalam pembelajaran harus memiliki empat kompetensi tersebut. Kompetensi profesional merupakan kemampuan seorang tenaga pendidik dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar Standar Nasional Pendidikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kompetensi profesional merupakan kompetensi yang erat hubungannya dengan materi pembelajaran. Maka dari itu muncullah sebuah tuntutan kepada pendidik untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu sesuai dengan bidang yang mereka tekuni agar tercapai sebuah keprofesionalan.

Pencapaian keprofesionalan tersebut perlu dipahami adanya standar kompetensi guru. Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan.

Ruang lingkup standar kompetensi guru meliputi tiga komponen kompetensi, yaitu:


(19)

Pertama, komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran yanng mencakup: 1. penyusuan perencanaan pembelajaran, 2. pelaksanaan interaksi belajar mengajar, 3. penilaian prestasi belajar pesrta didik, 4. pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian. Kedua, komponen kompetensi pengembangan potensi yang diorientasikan pada pengembangan profesi. Ketiga, komponen kompetensi penguasaan akademik yang mencakup: 1. pemahaman wawasan kependidikan, 2. penguasaan bahan kajian akademik. (Depdiknas dalam Abdul Majid 2008: 6)

Berkembangnya keilmuan juga harus diikuti oleh perkembangan materi yang ada di sekolah-sekolah. Menurut Adjat Sudrajat (2009: http: //natalegawa. com) menyatakan bahwa, ”Perkembangan materi atau bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum’’. Artinya bahan belajar yang akan kita kembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, standar kompetensi lulusan telah ditetapkan oleh pemerintah, namun bagaimana untuk mencapainya dan apa bahan ajar yang digunakan diserahkan sepenuhnya kepada para pendidik sebagai tenaga profesional. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri. Untuk mendukung kurikulum, sebuah bahan ajar bisa saja menempati posisi sebagai bahan ajar pokok ataupun suplementer. Bahan ajar pokok adalah bahan ajar yang memenuhi tuntutan kurikulum. Sedangkan bahan ajar suplementer adalah bahan ajar yang dimaksudkan untuk memperkaya, menambah ataupun memperdalam isi kurikulum.

Abdullah Idi (2007: 198) menyatakan bahwa: "Beberapa penulis berpendapat bahwa isi yang diseleksi harus memberikan orientasi yang paling berguna bagi dunia disekeliling kita. Dengan kata lain, isi tersebut harus konsisten dengan realitas sosial’’.

Masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar pada materi sistem hukum dan peradilan nasional adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran tersebut terkadang terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber sering terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku.


(20)

commit to user

Melihat pada kenyataan yang ada, bahwa masih adanya materi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip bahan ajar di SMA Negeri 6 Surakarta ternyata didukung oleh beberapa penemuan studi di SMA dan SMP. Hal ini ditunjukkan pada hasil skripsi oleh Susilo Tri Widodo (2007: 115) memberikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitiannya tentang analisis materi kewarganegaraan di SMA yang menyatakan bahwa “Materi kewarganegaraan yang ada di SMA Negeri 8 Surakarta untuk standar kompetensi Bangsa dan Negara dan Nilai, Norma, dan hukum belum sepenuhnya memenuhi prinsip relevansi, ketepatan dan konsistensi”.

Selain temuan di atas, hal ini ditunjukkan juga pada hasil skripsi oleh Wahyudi (2008: 101) memberikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitiannya tentang analisis materi kewarganegaraan di SMP yang menyatakan bahwa :

Faktor yang mempengaruhi relevansi materi kewarganegaraan di SMP N 16 Surakarta untuk standar kompetensi Norma dalam Masyarakat dan Makna Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Pertama ada beberapa yang mempengaruhinya, yakni kurikulum yang ada di sekolah dan kemampuan guru dalam penyampaian materi pembelajaran.

Dengan adanya temuan mengenai studi analisis materi Kewarganegaraan yang lebih memfokuskan prinsip relevansi sehingga dimungkinkan sudah banyaknya buku yang telah relevan. Kemudian didukung pernyataan yang harus mementingkan prinsip konsistensi maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkenaan dengan materi Kewarganegaraan khususnya pada materi sistem hukum dan peradilan nasional dengan prinsip bahan ajar konsistensi dan kecukupan pada buku teks kelas X yang ada di SMA Negeri 6 Surakarta.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam penelitian ini peneliti mengajukan beberapa perumusan masalah, dengan harapan agar lebih memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini. Adapun beberapa perumusan masalah tersebut sebagai berikut:

1. Bagaimana prinsip konsistensi pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan kewarganegaraan kelas X?


(21)

2. Bagaimana prinsip kecukupan pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan kewarganegaraan kelas X

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah jawaban terhadap permasalahan yang dikaji dalam penelitian. Adapun tujuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prinsip konsistensi pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X. 2. Untuk mengetahui prinsip kecukupan pada materi sistem hukum dan

peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, dapat diambil manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan perbaikan pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks pendidikan kewarganegaraan kelas X.

b. Memberikan sumbangan bagi disiplin ilmu yang bersangkutan dalam upaya mengembangkan prinsip bahan ajar konsistensi dan kecukupan pada buku teks pendidikan kewarganegaraan kelas X.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

1) Untuk menambah pengetahuan dan memperdalam kajian terhadap materi-materi kewarganegaraan sehingga di dalam penyampaian materi-materi nantinya tidak terdapat perluasan materi.

2) Hasil penelitian ini digunakan oleh penulis sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan pada program studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


(22)

commit to user

b. Bagi Pendidik

1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan ilmu bagi pendidik yang mengampu mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam perbaikan materi yang diajarkan.

2) Hasil penelitian ini digunakan sebagai evaluasi bagi guru atau pendidik terhadap perbaikan materi yang akan disampaikan kepada siswa-siswinya.

c. Bagi Pembaca

1) Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut terutama yang berhubungan studi analisis materi kewarganegaraan di Sekolah

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding untuk kajian tentang analisis materi kewarganegaraan.


(23)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Prinsip Bahan Ajar Konsistensi dan Kecukupan

a. Pengertian Bahan Ajar

Menurut National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training menyatakan bahwa:

Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.( Abdul Majid, 2008: 174). Menurut Kemp dalam Abdul Gafur (1982: 86) menjelaskan bahwa bahan ajar adalah ”Materi pelajaran dalam hubungannya dengan proses penyusunan disain instruksioanal merupakan gabungan antara pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat) dan faktor sikap”.

Menurut Oemar Hamalik (2003: 132) menyatakan bahwa:

Bahan pengajaran pada hakikatnya adalah isi kurikulum itu sendiri. Isi kurikulum senantiasa mengacu ke usaha pencapaian tujuan-tujuan kurikulum dan tujuan-tujuan instruksional bidang studi. Bahan pengajaran itu sendiri adalah sebagai rincian dari pada pokok-pokok bahasan dan subpokok-subpokok bahasan dalam GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) atau kurikulum bidang studi bersangkutan.

Menurut Sulikin (2009: http ://blog.unnes.ac.id) menyatakan bahwa: Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.

Sejalan dengan berbagai aspek standar kompetensi, materi pembelajaran dalam bahan ajar juga dapat dibedakan menjadi jenis materi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor).


(24)

commit to user

Pendapat lain diungkapkan oleh Reigeluht (dalam Degeng 1987: 295) nenyatakan bahwa ”Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur”. Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda, dan lain sebagainya. Materi jenis konsep berupa pengertian, definisi, hakekat inti isi. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat, adagium, paradigma, teorema. Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut.

Menurut Bloom, dkk (dalam Aunurrahman, 2009: 49) ”Materi pembelajaran aspek kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: 1) pengetahuan, 2) pemahaman, 3) penerapan, 4) analisis, 5) sintesis, 6) evaluasi”, sedangkan menurut Krathwohl dan Bloom dkk (dalam Aunurrahman, 2009: 51) menyatakan bahwa ”Materi pembelajaran aspek afektif terdiri dari lima jenis perilaku, yaitu: 1) penerimaan, 2) partisipasi, 3) penilaian dan penentuan sikap, 4) organisasi, 5) pembentukan pola hidup”.

Menurut Simpson (dalam Aunurrahman , 2009: 53) menyatakan bahwa ”Materi pembelajaran aspek psikomotorik terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu: 1) persepsi, 2) kesiapan, 3) gerakan terbimbing, 4) gerakan terbiasa, 5) gerakan komplek, 6) penyesuaian, 7) kreativitas”.

Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan bagian yang penting dalam proses belajar mengajar, yang menempati kedudukan yang menentukan keberhasilan belajar mengajar yang berkaitan dengan ketercapaian tujuan pengajaran, serta menentukan kegiatan-kegiatan belajar mengajar.

a. Jenis Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan bagian yang paling penting dalam proses belajar mengajar, selain bahan ajar terdapat juga media pembelajaran yang


(25)

dapat dijadikan sebagai penentu keberhasilan belajar mengajar. Hal ini dipertegas dengan pendapat Basuki Wibawa (2001: 12) menyatakan bahwa:

Dalam suatu proses belajar mengajar, pesan yang disalurkan oleh media dari sumber pesan ke penerima pesan itu ialah isi pelajaran. Dengan perkataan lain, pesan itu ialah isi pelajaran yang berasal dari kurikulum yang disampaikan oleh guru kepada siswa. Pesan ini dapat bersifat rumit dan mungkin harus dirangsang dengan cermat supaya dapat dikomunikasikan dengan baik kepada siswa.

Menurut pendapat Sadiman,dkk (1996: 19) menyatakan bahwa, ”media atau bahan sebagai sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional dan macam-macam pengelompokan media terdiri dari media grafis, media audio dan media proyeksi diam”.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa media atau bahan sebagai sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional di samping pesan, orang, teknik latar dan peralatan. Media atau bahan adalah perangkat lunak (software) berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan mempergunakan peralatan. Sedangkan peralatan atau perangkat keras (hardware) sendiri merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang terkandung pada media tersebut.Macam-macam pengelompokan media:

1. Media grafis, antara lain: gambar / foto, sketsa, diagram, bagan / chart, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan flanel / flanel board, papan buletin / bulletin board.

2. Media Audio, antara lain: radio, alat perekam pita magnetic, laboratorium bahasa.

3. Media proyeksi diam, antara lain: film bingkai (slide), film rangkaian (film strip), overhead proyektor, proyektor opaque, tachitoscope, microprojection dengan mikrofilm.

Menurut Abdul Majid (2008: 174) bentuk bahan ajar paling tidak dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: “bahan cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandang dengar dan bahan ajar interaktif”.


(26)

commit to user

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leafleat, wallchart, foto/gambar, model/maket.

2) Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan, hitam, dan compact disk audio.

3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.

4) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material ) seperti compact disk interaktif.

b. Prinsip Pemilihan Bahan Ajar

Perumusan pemilihan bahan ajar diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh siswa. Standar kompetensi meliputi standar materi atau standar isi dan standar pencapaian. Standar materi berisikan jenis, kedalaman, dan ruang lingkup materi pembelajaran yang harus dikuasi siswa, sedangkan standar penampilan berisikan tingkat penguasaan yang harus ditampilkan siswa. Setelah pokok-pokok materi pembelajaran ditentukan, materi tersebut kemudian diuraikan. Uraian materi pembelajaran dapat berisikan butir-butir materi penting yang harus dipelajari siswa atau dalam bentuk. Urutan perlu diperhatikan agar pembelajaran menjadi runtut. Perlakuan (cara mengajarkan/menyampaikan dan mempelajari) perlu dipilih setepat-tepatnya agar tidak salah mengajarkan atau mempelajarinya .

Menurut Aunurrahman (2009: 79) prinsip pemilihan bahan ajar, yaitu: ”Prinsip relevansi, prinsip konsistensi, dan prinsip kecukupan”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajarn hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan. 2) Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus


(27)

harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah mendeskripsikan pengertian, menganalisis peranan, menunjukkan sikap, menganalisis upaya, maka materi yang harus diajarkan sesuai dengan kompetensi dasar tersebut.

3) Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.

Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru dan harus dipelajari siswa hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Mimin Haryati (2007: 9) bahwa prinsip yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pokok dan uraian materi pokok antara lain :

1) Prinsip relevansi, yaitu adanya kesesuaian antara materi pokok dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai.

2) Prinsip konsistensi, yaitu adanya keajegan antara materi pokok dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi.

3) Prinsip adekuasi, yaitu adanya kecakupan materi ajar yang diberikan untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan.

Uraian diatas dapat peneliti simpulkan selain memperhatikan jenis materi pembelajaran juga harus memperhatikan prinsip relevansi, prinsip konsistensi, dan prinsip kecukupan yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalaman materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, sedangkan kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di dalamnya harus dipelajari/dikuasai oleh siswa.


(28)

commit to user

Adanya temuan yang mengkaji mengenai prinsip relevansi sehingga dimungkinkan telah dihasilkan buku yang relevan. Maka juga perlu diadakan pengkajian mengenai prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan pada bahan ajar agar dapat menghasilkan materi ajar yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Mengkaji bahan ajar yang sesuai dengan prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan perlu digunakan sebuah teori Elaborasi dalam mengorganisasikan materi pembelajaran, karena teori ini mengatur pembelajaran dengan suatu cara untuk memudahkan pengendalian siswa serta dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yang lebih nyata dan bermakna.

c. Ukuran (Indikator) Prinsip Bahan Ajar Konsistensi Dan Kecukupan

Mengukur prinsip bahan ajar, baik konsistensi maupun prinsip kecukupan terdapat indikator-indikator yang berpatokan pada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Ukuran (indikator) prinsip bahan ajar konsistensi adalah:

1) Cakupan materi, memuat sebagai berikut:

(a) Kelengkapan ruang lingkup materi (memuat pengetahuan, sikap, dan keterampilan civic)

(b) Keluasan materi (c) Kedalaman materi

(d) Relevansi/keterkaitan dengan nilai-nilai pancasila (e) Mengembangkan wawasan global

(f) Mengembangkan wawasan demokrasi (g) Mengembangkan wawasan kebhinnekaan

(h) Mendorong pengembangan pengetahuan kewarganegaraan (i) Mendorong pengembangan kecakapan kewarganegaraan (j) Mendorong pengembangan nilai-nilai kewarganegaraan (k) Menyadarkan pentingnya hak asasi manusia (HAM)

(l) Menyadarkan pentingnya kepastian dalam hokum (rule of law) (m)Mengembangkan budaya politik


(29)

(n) Menyadarkan pentingnya sikap positif terhadap konstitusi Negara. 2) Keakuratan materi, terdiri dari:

(a) Kebenaran fakta (b) Kebenaran konsep (c) Kebenaran teori

(d) Kebenaran hokum/prinsip (e) Kebenaran prosedur (f) Ketepatan nilai

Sedangkan ukuran (indikator) prinsip bahan ajar kecukupan adalah: 1) Teknik Penyajian, meliputi:

(a) Sistematika sajian tiap bab utuh/lengkap (b) Kelogisan sajian materi

(c) Keruntutan sajian konsep

(d) Keseimbangan sajian materi (subtansi) antar bab dan antar subbab 2) Penyajian pesan pembelajaran, meliputi:

(a) Menggunakan alat pemusat perhatian (b) Menerapkan prinsip perulangan repetisi (c) Mendorong partisipasi aktif peserta didik (d) Berpusat pada peserta didik

(e) Merangsang berfikir kritis, kreatif, dan inovatif (f) Penyajian bersifat komunikatif dan interaktif (g) Sajian atau pembahasan tidak bias gender (h) Membatasi materi yang tidak relevan

Pada uraian diatas dapat dilihat bahwa penentuan kategori prinsip kecukupan dan prinsip konsistensi terdiri dari beberapa indikator, dimana pada setiap indikatornya guru dan ahli harus menilai berdasarkan sudut pandang mereka apakah buku teks yang mereka nilai sangat sesuai atau sesuai atau cukup sesuai atau kurang sesuai dengan ukran yang diharapkan.

Sangat sesuai diberikan nilai 4, berarti indikator yang di harapkan benar-benar ada dan teraplikasi dengan baik pada buku paket tersebut.


(30)

commit to user

Sesuai diberikan nilai 3, berarti indikator yang diharapkan ada meskipun tidak sangat sesuai.

Cukup sesuai diberikan nilai 2, berarti indikator yang diharapkan masih ada yang kurang, sehingga cenderung satu indikator menutupi indikator yang lain.

Kurang sesuai diberikan nilai 1, berarti indikator yang diharapkan pada masih banyak yang belum tercapai dengan kata lain buku teks tersebut hanya menerangkan kulit luarnya saja tanpa ada pendalaman dan penguasaan seluruh materi yang diajarkan.

Prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan bahan ajar pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam instrument penilaian Badan Standar Penilaian Nasional merupakan penilaian tahap ke II dengan kategori penilaian sebagai berikut:

1) Lolos. Buku teks pelajaran dinyatakan lolos penilaian seleksi tahap ke II berdasarkan profil hasil penilaian dari seluruh empat komponen penilaian apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Komponen kelayakan isi mempunyai rata-rata skor komposit minimal 2,75 pada setiap subkomponen.

b) Komponen kebahasan, penyajian, dan kegrafikan, mempunyai rata-rata skor komposit lebih besar dari 2,50 pada setiap sub komponen. 2) Lolos dengan perbaikan. Buku teks pelajaran dinyatakan lolos dengan

perbaikan, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: komponen kebahasan, penyajian dan kegrafikan mempunyai rata-rata skor komposit kurang dari atau sama dengan 2,50 dengan presentase kurang dari 30% pada setiap sub komponen.

3) Tidak Lolos. Buku teks pelajaran dinyatakan tidak lolos apabila subkomponen mempunyai rata-rata skor 1 dari salah satu penilai pada semua komponen.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penarikan kategori berasal dari rata-rata tiap indikator, sehingga penentuan lolos, lolos dengan perbaikan ataupun tidak lolos adalah berdasarkan hasil rata-rata yang didapat, yang tidak lain disusun


(31)

dari penilaian guru dan ahli terhadap tiap indikator berdasarkan sudut pandang mereka dari ukuran-ukuran buku paket tersebut.

d. Teori Elaborasi dalam Mengorganisasikan Materi Pembelajaran

Teori elaborasi berkaitan dengan cara mengorganisasikan pembelajaran pada tingkat struktur isinya, yang berkaitan dengan cara memilih, menata dan menunjukkan saling hubungan materi pembelajaran.

Menurut Degeng (1988: 296) menyatakan bahwa :

Teori elaborasi mendeskripsikan cara pengorganisasian pengajaran dengan mengikuti urutan umum-ke-rinci. Urutan umum-ke-rinci dimulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.

Menurut Reigeluth dan Stein (dalam Degeng, 1988: 296) ada 7 komponen strategi yang diintegrasikan dalam teori elaborasi adalah sebagai berikut: ”1) urutan elaboratif, 2) urutan prasyarat belajar, 3) rangkuman, 4) sintesis, 5) analogi, 6) pengaktif strategi kognitif, 7) kontrol belajar”.

Menurut E. Mulyasa (2007: 150) ”Tujuan teori elaborasi adalah untuk mengintegrasikan pengetahuan baru tentang pembelajaran dan componen display theory (CDT), teori ini hanya berhubungan dengan domain kognitif , tetapi telah mencakup banyak komponen strategi motivasi”. Teori elaborasi mengatur pembelajaran dengan suatu cara untuk memudahkan pengendalian mahapeserta didik, tetapi pada tingkat makro hal ini berarti pengendalian terhadap pemilihan dan pengurutan sebagaimana sistesis dan reviu. Urutan dari sederhana ke kompleks memungkinkan mahapeserta didik membuat keputusan mengenai gagasan-gagasannya.

Teori elaborasi dapat digunakan untuk mengorganisasikan pembelajaran mulai dari yang berisi satu materi standar sampai kepada serangkaian kompetensi dalam kurikulum. Karena kekuatan teori ini pada penyususnan dan penataan materi pembelajaran, maka makin banyak bagian-bagian materi pembelajaran yang dapat diorganisasikan akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yang lebih nyata dan bermakna.


(32)

commit to user

e. Urutan Elaborasi Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah pokok-pokok materi pelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian kemampuan dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasarkan indikator pencapaian belajar. Materi pembelajaran atau pokok-pokok materi tersebut perlu dirinci atau diuraikan kemudian diurutkan untuk memudahkan kegiatan pembelajaran.

M. Joko Susilo (2006:123) menyatakan bahwa:

Yang harus diperhatikan dalam merinci atau menguraikan materi pelajaran adalah menentukan jenis materi pembelajaran. Terdapat dua jenis klasifikasi materi pembelajaran. Pertama, klasifikasi materi pelajaran menjadi pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, yang berisi informasi, konsep, generalisasi, fakta dan lain sebagainya. Kedua, klasifikasi materi pelajaran yang dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur.”

Menurut E. Mulyasa (2007: 153) menyatakan bahwa: ”Pada pokoknya teori elaborasi memiliki tiga macam urutan penataan pembelajaran, berdasarkan konsep, prinsip, dan prosedur”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, penataan elaborasi berdasarkan konsep, hal ini dilakukan bila materi pokok pembelajaran ditujukan untuk mengetahui konsep-konsep dari pembelajaran yang diberikan. Langkah pertama adalah memilih semua konsep yang akan diajarkan, kemudian merancang urutan materi berdasarkan konsep yang paling umum, paling mudah dan paling dikenal oleh peserta didik, yang selanjutnya dikenal sebagai epitome. Tahapan elaborasi menjabarkan konsep-konsep lain yang lebih rinci dan bermakna. Kedua, penataan elaborasi berdasarkan prinsip, jika tujuan utama pembelajaran untuk mengetahui prinsip-prinsip, maka patokan urutan elaborasi menggunakan acuan prinsip-prinsip yang akan diajarkan. Setelah semua prinsip dipelajari dan dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran, ditetapkan prinsip-prinsip yang paling penting sebagai epitome. Selanjutnya elaborasi menguraikan lebih rinci prinsip-prinsip lain sesuai aturan yang disyaratkan. Ketiga, penataan elaborasi berdasarkan prosedur, penataan ini dilakukan bila tujuan utama pembelajaran ingin memahami


(33)

prosedur-prosedur. Hal ini dipilih dari semua prosedur yang akan diajarkan, yang paling dekat dengan kompetensi dasar, paling umum dan paling sederhana, sebagai epitome. Selanjutnya elaborasi dilakukan berdasarkan upaya menjabarkan prosedur-prosedur lain secara lebih rinci.

Seperti telah dikemukakan, umumnya materi pembelajaran terdiri dari gabungan konsep, prinsip, dan prosedur, bahkan juga seperangkat fakta. Pada pelaksanaan elaborasi, bergantung pada materi yang paling dominan, penataan urutan yang didasarkan pada hanya satu diantara tiga materi pembelajaran tersebut. Dengan demikian, materi pembelajaran lain menjadi struktur pendukung dan melengkapi pokok penetaan yang dikembangkan.

Materi pembelajaran pendukung harus diletakkan sedekat mungkin dengan materi pembelajaran pokok yang menjadi patokan dalam penataan. Misalnya, jika pada elaborasi berdasarkan prosedur yang diperlukan materi pembelajaran konsep dan prinsip, maka konsep dan prinsip disajikan pada tahapan elaborasi prosedur tersebut.

f. Langkah-Langkah Pengajaran Yang Diorganisasi Dengan Model

Elaborasi

Menurut I Nyoman Sudana Degeng (1988: 307) ”Terdapat 7 langkah pengajaran yang diorganisasi dengan model elaborasi”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Penyajian kerangka isi. Pengajaran dimulai dengan menyajikan kerangka isi: struktur yang memuat bagian-bagian yang paling penting dari bidang studi

2) Elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi, mulai dari bagian yang terpenting. Elaborasi tiap-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan pensistesis yang hanya mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan (pensisntesis sederhana)

3) Pemberian rangkuman dan sistesis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap pertama, diberikan rangkuman dan diikuti dengan pensitesis eksternal. Rangkuman berisi pengertian-pengertian singkat mengenai


(34)

konstruk-commit to user

konstruk yang diajarkan dalam elaborasi dan pensitesis eksternal menunjukkan, a) hubungan-hubungan penting yang ada antar bagian yang telah dielaborasi, b) hubungan antara bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan kerangka isi.

4) Elaborasi tahap kedua. Setelah elaborasi tahap pertama berakhir dan diintegrasikan dengan kerangka isi, pengajaran diteruskan ke elaborasi tahap kedua yang mengelaborasi bagian pada elaborasi tahap pertama dengan maksud membawa si belajar pada tingkat kedalaman sebgaimana ditetapkan dalam tujuan pengajaran. Seperti halnya dalam elaborasi tahap pertama, setiap elaborasi tahap kedua disertai rangkuman dan pensitesis internal.

5) Pemberian rangkuman dan sistesis ekternal. Pada akhir elaborasi tahap kedua, diberikan rangkuman dan sintesis eksternal, seperti pada elaborasi tahap pertama.

6) Setelah semua elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan dan diintegrasikan kedalam kerangka isi, pola seperti ini akan berulang kembali untuk elaborasi tahap ketiga, dan seterusnya, sesuai dengan tingkat kedalaman yang diterapkan oleh tujuan pengajaran.

7) Pada tahap akhir pengajaran, disajikan kembali kerangka isi untuk mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan.

g. Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah

Buku teks pelajaran sebagai sumber informasi seyogjanya memiliki kualitas yang baik, yang memenuhi kriteria standar tertentu. Seperti yang ditegaskan dalam Peraturan Menteri Nomor 11 Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih dari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)”.

Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan bagi sebuah buku yang dapat memenuhi syarat untuk terjadinya proses berpikir dan belajar mandiri


(35)

menurut BSNP (2009: http://www.bsnp-indonesia.org) yakni “Strategi pengolahan informasi, tingkat perkembangan psikologi peserta didik, dan proses belajar aktif”.

Hal tersebut dapat dijelaskana sebagai berikut: 1) Strategi pengolahan informasi

Sebuah buku yang baik harus mampu membangkitkan minat dan perhatian anak (atensi) untuk membaca teks bacaan. Hal ini diperlukan agar informasi mampu diserap sebagai rangsangan. Namun segala sesuatu yang diserap ini baru bisa berarti (meaningful) dan diingat bila informasi (tulisan) diolah dalam ingatan jangka panjang, misalnya dikategorisasikan, diberi makna, dan bisa dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (prior knowledge). Informasi yang disimpan dengan organisasi yang baik akan membentuk jaringan pengetahuan yang saling terjalin, tidak sekedar merupakan ingatan asosiatif belaka. Berarti sebuah buku harus tampil dalam“wajah” yang keterbacaannya tinggi, menarik minat dan memikat. Selain itu isi bahasannya harus dapat mengoptimalkan tingkat berolah pikir peserta didik, misalnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, pemecahan masalah, pemberian contoh-contoh konkret, eksperimen, dan penelusuran proses dari pengalamannya.

2) Tingkat Perkembangan Psikososial Peserta Didik

Kesanggupan untuk menerima dan mengolah informasi secara optimal dipengaruhi oleh tingkat perkembangan psikososial seseorang. Artinya penyajian yang baik, bahasa yang baik (readable) saja belum menjamin materi yang disajikan dapat mengoptimalkan proses belajar. Untuk itu, diperlukan kesadaran tentang pentingnya ciri-ciri kematangan kognitif dan sosial emosional pembaca yang akan menjadi sasaran buku pembelajaran. Misalnya, kemampuan kebahasaan seseorang,keakraban bahasan, tingkat kesulitan konsep yang di bahas, menghargai keberagaman, dan kesesuaian konteks.

3) Proses Belajar Aktif Belajar secara bermakna akan mudah terjadi apabila peserta didik terlibat aktif dalam proses belajar secara terus menerus.


(36)

commit to user

Melalui keterlibatan tersebut dapat terjalin komunikasi interaktif yang diperlukan bagi terpeliharanya suasana belajar, dan diperolehnya umpan balik yang diperlukan untuk memacu pembelajaran yang berkelanjutan. Melalui perolehan umpan balik, khususnya yang positif, akan menimbulkan rasa puas yang berfungsi sebagai rewards bagi diri peserta didik, yang pada akhirnya akan membangkitkan motivasi dari dalam diri sendiri untuk menyukai belajar (internal motivation). Dengan demikian, penyajian sebuah buku hendaknya memuat contoh-contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, yang merangsang peserta didik untuk mencoba/mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya, agar peserta didik memiliki peluang untuk menjadi kreatif dan inovatif. Melalui penyajian seperti tersebut di atas, lebih lanjut pada diri peserta didik dapat terbentuk transfer of learning, dari segala sesuatu yang dipelajari dari buku ke dalam kehidupan nyata sehari-hari.

2. Bahan Ajar dalam Pendidikan Kewarganegaraan a. Pengembangan Bahan Ajar di Sekolah

Dalam mengembangkan bahan ajar harus memiilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. Jumlah atau ruang lingkup yang cukup memadai harus diperhatikan sehingga mempermudah siswa dalam mencapai standar kompetensi.

Berpijak dari aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah memilih jenis materi yang sesuai dengan aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut. Materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya. Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya adalah memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan standar


(37)

kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya.

Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan diajarkan adalah dengan jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.

Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita ajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau psikomotorik. Menurut Abdul Gafur (1982: 87) ”Terdapat 6 pertanyaan penuntun untuk mengidentifikasi jenis materi pembelajaran”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa mengingat nama suatu objek, simbol atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya” maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah”fakta”. Contoh: Nama-nama ibu kota kabupaten, peristiwa sejarah, nama-nama organ tubuh manusia.

2) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau mengelompokkan beberapa contoh objek sesuai dengan suatu definisi ? Kalau jawabannya “ya” berarti materi yang diajarkan adalah ”konsep”. Contoh:Seorang guru menunjukkan beberapa tumbuh-tumbuhan kemudian siswa diminta untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan mana yang termasuk tumbuhan berakar serabut dan mana yang berakar tunggang.

3) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa menjelaskan atau melakukan langkah-langkah atau prosedur secara urut atau membuat sesuatu ? Bila “ya” maka materi yang harus diajarkan adalah “prosedur”. Contoh: Langkah-langkah mengatasi permasalahan dalam mewujudkan masyarakat demokrasi; langkah-langkah cara membuat magnit buatan; cara-cara membuat sabun mandi, cara membaca sanjak, cara mengoperasikan komputer, dan sebagainya.


(38)

commit to user

4) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa menentukan hubungan antara beberapa konsep, atau menerapkan hubungan antara berbagai macam konsep ? Bila jawabannya “ya”, berarti materi pembelajaran yang harus diajarkan termasuk dalam kategori ”prinsip”. Contoh: Hubungan hubungan antara penawaran dan permintaan suatu barang dalam lalu lintas ekonomi. Jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga akan naik. Cara menghitung luas persegi panjang. Rumus luas persegi panjang adalah panjang dikalikan lebar. 5) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa memilih

berbuat atau tidak berbuat berdasar pertimbangan baik buruk, suka tidak suka, indah tidak indah? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan berupa aspek afektif,sikap,atau nilai. Contoh: Ali memilih mentaati rambu-rambu lalulintas meskpipun terlambat masuk sekolah setelah di sekolah diajarkan pentingnya mentaati peraturan lalulintas.

6) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa melakukan perbuatan secara fisik? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah aspek motorik. Contoh: Dalam pelajaran lompat tinggi, siswa diharapkan mampu melompati mistar 125 centimeter. Materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah teknik lompat tinggi.

b. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Permendiknas No. 23 Tahun 2006, Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiata bermasyrakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi.

3) Berkembang secara positif dan demokaratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyrakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.


(39)

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Pendapat lain diungkapkan oleh David Kerr (1999: http:// www/imca.org.uk), yaitu ”Citizenship education is a process to encompas the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizen and particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning) in that prepatory process”. Artinya bahwa kewarganegaraan atau pendidikan kewarganegaraan ditafsirkan secara luas untuk mencakup persiapan orang muda untuk mereka dalam peran tanggungjawabnya sebagai warga negara dan khususnya peranan pendidikan (melalui pendidikan, pengajaran dan belajar) dalam proses persiapan.

Berdasarkan tujuan PKn (Civic Education) di atas perlu adanya penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan. Dari sejumlah kompetensi yang diperlukan, yang terpenting adalah penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris, pengembangan karakter dan sikap mental tertentu, dan komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi konstitusional. ”Berdasarkan kompetensi yang diperlukan, terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn, yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions”. (Dasim Budimansyah, 2007: 55).

Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara. Komponen pertama ini harus diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang secara terus menerus harus diajukan sebagai sumber belajar PKn. Civic Skill (Kecakapan Kewarganegaraan) jika warganegara mempraktekkan hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat yang berdaulat, mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan dasar sebagaimana diwujudkan dalam lima pertanyaan sebagaimana diuraikan di muka, namun mereka pun perlu memiliki kecakapan-kecakapan intelektual dan partisipatoris yang relevan. Kecakapan-kecakapan intelektual


(40)

commit to user

kewarganegaraan sekalipun dapat dibedakan namun satu sama lain tidak sama tidak dapat dipisahkan. Kecakapan berpikir kritis tentang isu politik tertentu, misalnya, seseorang harus memahami terlebih dahulu isu itu, sejarahnya, relevansinya dimasa kini, juga serangkaian alat intelektual atau pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan isu itu. Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warganegara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggungjawab, disebut sebagai kemampuan berpikir kritis. Kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh civic education yang bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi dan proses-proses seperti sistem cheks and balance atau judicial review menunjukkan adanya pemahaman. Melihat dengan jelas dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan seperti berpartisipasi dalam kehidupan kewarganegaraan , imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang aktual dalam pola jangka waktu yang lama.

Disamping mensyaratkan pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan untuk warga negara dan masyarakat demokratis harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggungjawab , efektif, dan ilmiah, dalam proses politik dan dalam civil society. Kecakapan-kecakapan tersebut jika meminjam istilah Branson dapat dikategorikan sebagai interacting, monitoring, and influencing. Civic disposition (watak kewarganegaran) mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Karakter privat seperti tanggung jawabmoral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi, dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses.


(41)

Pentingnya watak kewarganegaraan ini jarang sekali ditegaskan. Karakter publik dan privat yang mendasari demokrasi , dalam jangka panjang, mungkin lebih merupakan dampak dari pengetahuan atau kecakapan yang dikuasi oleh negara.

Menurut Facrul Razi (2009: http://blogs.myspace.com) menyatakan bahwa:

Civic education dapat memberikan nilai-nilai demokrasi dengan tujuan : Pertama, Dapat memberikan sebuah gambaran mengenai hak dan kewajiban warga negara sebagai bagian dari integral suatu bangsa dalam upaya mendukung terealisasinya proses transisi menuju demokrasi, dengan mengembangkan wacana demokrasi, penegakan HAM dan civil society dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, Menjadikan warga negara yang baik (good citizen) menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengedepankan semangat demokrasi keadaban, egaliter serta menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Ketiga, Meningkatkan daya kritis masyarakat sipil. Keempat, Menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat sipil secara aktif dalam setipa kegiatan yang menunjang demokratisasi, penegakan HAM dan perwujudan civil society.

Adapun ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan menurut Permendiknas N0. 23 Tahun 2006 meliputi aspek-aspek ”(1)persatuan dan kesatuan; (2)norma, hukum dan peraturan; (3)hak asasi manusia; (4)kebutuhan warga negara; (5)konstitusi negara; (6)kekuasaan dan politik; (7)Pancasila; (8)globallisasi”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.

2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku dimasyarakat, Peraturan-peratuaran daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan Interrnasional.


(42)

commit to user

3) Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan Internasional HAM, Pemajuan, penghoramatan dan perlindungan HAM.

4) Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara.

5) Konstitusi negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dan konstitusi.

6) Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintah desa dan kecamatan, Pemerintah daerah dan otonomi, pemerintah pusat, Demokrasi dan sitem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem Pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.

7) Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

8) Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisas, Dampak globalisasi, Hubungan Internasional dan organisasi Internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

c. Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Permendiknas No. 23 tahun 2006 Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas sebagai berikut:

1) Memahami hakekat bangsa dan Negara Kesatuan Repubilik Indonesia

2) Menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi

3) Menganalisis pola-pola dan partisipasi aktif dalam pemajuan, penghormatan serta penegakan HAM baik di Indonesia maupun di luar negeri

4) Menganalisis peran dan hak warganegara dan sistem pemerintahan NKRI


(43)

5) Menganalisis budaya politik demokrasi, konstitusi, kedaulatan negara, keterbukaan dan keadilan di Indonesia

6) Mengevaluasi hubungan internasional dan sistem hukum internasional

7) Mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

8) Menganalisis peran Indonesia dalam politik dan hubungan internasional, regional, dan kerja sama global lainnya

9) Menganalisis sistem hukum internasional, timbulnya konflik internasional, dan mahkamah internasional.

d. Analisis Penyusunan Bahan Ajar

Analisis penyusunan bahan ajar memiliki alur tersendiri. Berikut ini salah satu contoh alur dalam analisis penyusunan bahan ajar menurut Depdiknas (2007: 7):

Gambar 1. Alur Analisis Penyusunan Bahan Ajar 3. Materi Sistem Hukum dan Peradilan Nasional a. Tinjauan tentang Sistem Hukum

Menurut Lili Rasjidi, dan I.B. Wyasa Putra dalam Ishaq (2008: 181) yaitu:

Satu kesatuan sistem yang tersusun atas integritas sebagai komponen sistem hukum, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan terikat dalam satu kesatuan hubungan yang saling terkait, bergantung, mempengaruhi, bergerak dalam kesatuan proses, yakni proses sistem hukum untuk mewujudkan tujuan hukum.

Pedapat lain tentang sistem hukum diungkapkan oleh Sudikno Mertokusumo dalam Ishaq (2008: 182), bahwa ” sistem hukum itu merupakan

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

Indikator

Materi Pembelajaran Kegiatan

Pembelajaran Bahan Ajar


(44)

commit to user

tatanan, suatu kesatuan yang utuh terdiri atas bagian- bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain”.

Menurut Lawrence M. Friedman, ” sistem hukum itu terdiri atas struktur, substansi, dan budaya hukum”.

Menurut Marwan Mas (2004: 105), menjelaskan bahwa ” sistem hukum adalah susunan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari sejumlah bagian yang dinamakan subsistem hukum, yang secara bersama-sama mewujudkan kesatuan yang utuh”.

Uraian diatas dapat peneliti simpulkan bahwa sistem hukum merupakan satu kesatuam yang utuh dan saling berkaitan untuk mencapai tujuan hukum.

Unsur-unsur atau komponen sistem hukum menurut Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra dalam Ishaq (2008: 182-183), yaitu: ”masyarakat hukum, budaya hukum, filsafat hukum, ilmu pendidikan hukum, konsep hukum, pembentukan hukum, bentuk hukum, penerapan hukum, dan evaluasi hukum”.

Hal tersebut dapat dijelasskan sebagai berikut:

1) Masyarakat hukum, merupakan himpunan kelompok kesatuan hukum, baik individu ataupun kelompok yang strukturnya ditentukan oleh tipenya masing-masing (sederhana, negara, atau masyarakat internasional). 2) Budaya hukum, merupakan pemikiran manusia dalam usahanya mengatur

kehidupannya; dikenal tiga budaya hukum masyarakat hukum, yaitu budaya hukum tertulis, tidak tertulis, kombinatif.

3) Filsafat hukum, merupakan formulasi nilai tentang cara mengatur kehidupan manusia; dapat bersifat umum (universal), dapat bersifat khusus(milik suatu masyarakat hukum terte ntu).

4) Ilmu pendidikan hukum, merupakan media komunikasi antara teori dan praktik hukum; juga merupakan media pengembangan teori-teori hukum, desain-desain, dan for mula-formula hukum praktis (konsep hukum). 5) Konsep Hukum, merupakan formulasi kebijaksanaan hukum yang

ditetapkan oleh suatu masyarakat hukum; berisi tentang budaya hukum, nilai hukum (konsepsi filosofis) yang dianutnya; dan mengenai proses


(45)

pembentukan , penetapan, pengembangan, dan pembangunan hukum yang hendak dilaksananakannya.

6) Pembentukan hukum, merupakan bagian proses hukum yang meliputi lembaga-aparatur- dan sarana pembentukan hukum; menurut konsep hukum yang telah ditetapkan; termasuk prosedur-prosedur yang harus dilaluinya.

7) Bentuk hukum; merupakan hasil proses pembentukan hukum; dapat berupa peraturan perundang-undangan(jika pembentukannya melalui legislatif, atau lembaga-lembaga negara yang melaksanakan fungdi legislatif), dapat berupa keputusan hakim (jika hakim diberi kewe nangan untuk itu).

8) Penerapan hukum, merupakan proses kelanjutan dari proses pembentukan hukum ; meliputi lembaga, aparatur, saran, dan prosedur penerapan hukum.

9) Evaluasi hukum; merupakan proses pengujian kesesuaian antara hukum yang berbentuk dengan konsep yang telah ditetapkan sebelumnya, dan pengujian kesesuaian antara hasil penerapan hukum dengan undang-undang dan tujuan hukum yang telah ditetapkan sebelumnyadalam konsep ataupun dalam peraturan perundangan.

Hukum dapat dibagi dalam sebuah jenis-jenis hukum sebagai berikut, menurut Chainur Arrasjid (2004 : 96) hukum berdasarkan sumbernya dapat dibagi dalam :

1) Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

2) Hukum kebiasaan (adat), yaitu hukum yang dijumpai dalam suatu ketentuan-ketentuan kebiasaan atau ketentuan adat-istiadat yang diyakini atau ditaati oleh anggota dan para penguasa masyrakat.

3) Hukum traktat, yaitu hukum yang diadakan oleh negara-negara berdasarkan sutau perjanjian.

4) Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk oleh keputusan hakim.

5) Hukum ilmu, yaitu hukum yang pada dasarnya ilmu hukum yang terdapat dalam pandangan-pandangan para ahli hukum yang terkenal dan sangat berpengaruh.


(46)

commit to user

Menurut Sri Haryati (1997: 29-31) menyatakan bahwa, ”Hukum dapat dibagi menurut bentuknya, menurut tempat berlakunya, menurut cara mempertahankannya, menurut sifatnya, serta menurut isinya”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :

1) Hukum tertulis, hukum ini dapat pula merupakan hukum tertulis yang dikodifikasikan dan hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan.

2) Hukum tak tertulis

Menurut tempat berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:

1) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.

2) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.

3) Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.

4) Hukum gereja, yaitu kumpulan norma ditetapkan oleh gereja untuk para anggota-anggotanya (hukum kamonik).

Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:

1) Ius constitutum (hukum positif), yaitu hokum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu negara tertentu.

2) Ius constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.

3) Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam waktu dan untuk segala bangsa didunia. Hukum ini tidak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.

Menurut cara mempertahankannya, hukum dapat dibagi dalam:

1) Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh: Hukum pidana dan Hukum Perdata.


(47)

2) Hukum formal (Hukum proses atau Hukum acara), yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melakasanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan-paraturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan suatu perkara pidana ke muka pangadilan dan bagaimana cara hakim memberikan keputusan. Contoh: Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam:

1) Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak.

2) Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan-peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.

Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam:

1) Hukum Obyektif, yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umu dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.

2) Hukum Subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atua lebih. Hukum Subyektif sering disebut dengan hak.

Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam:

1) Hukum privat atau hukum sipil, yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang-oarang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.

2) Hukum publik atau hukum negara, yaitu hukum yang mengatur hubungan antar negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara).

Sumber hukum merupakan suatu tempat dimana dapat ditemukannya dan digalinya suatu hukum. Menurut Chainur Arrasjid (2004 : 48-82) apabila diklasifikasikan, ”Sumber hukum ada dua, yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal”.


(48)

commit to user

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Sumber Hukum Material

Sumber hukum material ialah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya: hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis. Dengan demikian, sumber-sumber hukum secara material dapat ditinjau dari berbagai sudut antara lain sebagai berikut:

a) Sumber Hukum Menurut Ahli Sejarah

Menurut ahli sejarah memakai perkataan sumber hukum dalam dua arti:

(1) Dalam arti sumber pengenalan hukum, yakni semua tulisan, dokumen, inskripsi dan sebagainya. Dari sumber tersebuut dalam mengenal hukum suatu bangsa pada suatu waktu.

(2) Dengan melihat dan mempergunakan dokumen-dokumen dapat diketahui hukum yang berlaku pada masa sekarang.

b) Sumber Hukum Menurut Ahli Filsafat

Bagi seorang ahli filsafat sumber hukum juga dilihat dalam dua arti: (1) Ukuran apakah yang harus dipakai orang untuk mengetahui

benar-benar apakah sesuatu hal bersifat adil atau tidak. (2) Apa sebab orang taat pada hukum.

c) Sumber Hukum Menurut Ahli Sosiologis

Menurut ahli sosiologi sumber hukum adalah masyarakat seluruhnya yang ditinjau adalah keadaan-keadaan ekonomi, pandangan agama, ekonomi, pskologi, dan filsafat.

d) Sumber Hukum Menurut Ahli Ekonomi

Bagi seorang ahli ekonomi maka yang menjadi sumber hukumnya ialah apa yang tampak di lapangan penghidupan ekonomis.

e) Sumber Hukum Menurut Ahli Agama


(49)

2) Sumber Hukum Formal

Sumber hukum formal merupakan bentuk-bentuk perwujudan dari sebuah hukum. Bentuk ini menyatakan kepada kita tentang adanya, isi serta berlakunya peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan. Sumber hukum formal sebagai berikut:

a) Undang-undang

Undang-undang ialah peraturan negara yang diadakan untuk menyelenggarakan pemerintah pada umumnya, yang dibentukberdasarkan UUD dan untuk melaksanakan UUD. Menurut Prof Buys (Chainur Arrasjid 2004 : 51), dalam ilmu pengetahuan hukum undang dapat dibedakan dalam dua arti yaitu undang-undang dalam arti formil dan undang-undang-undang-undang dalam arti materiil. Undang-undang dalam arti formil, yaitu setiap peraturan atau ketetapan yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara yang diberi kekuatan membentuk Undang-undang dan diundangkan sebagaimana mestinya. Undang-undang dalam arti materiil, setiap peraturan atau ketetapan yang yang isinya berlaku mengikat umum (setiap orang). Untuk membedakan undang-undang dalam arti formil dengan undang-undang dalam arti materiil, biasanya digunakan istilah sendiri yaitu untuk undang dalam arti formil dengan sebutan undang-undang, sedang untuk undang-undangdalam arti materiil dengan istilah peraturan.

b) Kebiasaan dan adat

Kebiasaan dan adat tidak sama, maka dari itu ada juga perbedaan antara hukum kebiasaan dengan hukum adat. Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama. Adat adalah sumber kaidah yang sifatnya agak sakral, merupakan tradisi, kadang-kadang juga anggapan-anggapan keagamaan. Hukum kebiasaan adalah himpunan kaidah-kaidah yang meskipun tidak ditentukan oleh badan-badan pembuat peraturan perundang-undangan namun ditaati juga, sebab orang yakin bahwa


(50)

commit to user

kaidah-kaidah itu merupakan hukum. Hukum adat adalah tata hukum Indonesia yang bersumber pada adat istiadat, tidak semua adat merupakan hukum. Adat/kebiasaan dapat diakui sebagai hukum adat/kebiasaan harus dipenuhi dua unsur yaitu:

(1) Unsur kenyataan bahwa adat/kebiasaan itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat.

(2) Unsur psikologis bahwa terdapat adanya keyakinan bahwasanya adat/ kebiasaan mempunyai kekuatan hukum adat (opinion necessitas/kewajiban hukum).

c) Traktat

Traktat disebut juga treaty adalah perjanjian antar Negara. Traktat itu mengikat dan berlaku sebagai peraturan hukum terhadap warga Negara dari masing-masing Negara yang mengadakan perjanjian. Oleh karena itu, traktat dapat dikatakan debagai sumber hukum. Traktat ada beberapa macam sebagai berikut:

(1) Traktat bilateral yaitu traktat yang diadakan antara dua Negara.

(2) Traktat Multilateral yaitu traktat yang diadakan antara lebih dari dua negara.

(3) Traktat Kolektif/traktat terbuka yaitu traktat multilateral, yang memberikan kesempatan kepada Negara-negara yang pada permulaan tidak turut mengadakannya, tetapi kemudian menjadi pihaknya. d) Yurisprudensi

Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dsar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama. Timbulnya yurisprudensi bertolak dari ketentuan pasal 22 AB yang menyatakan bahwa bilamana hakim menolak menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menyebutkan , tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak mengadili.


(51)

e) Pendapat Para Ahli Hukum

Pendapat para ahli hukum yang terkenl juga berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Hal ini terlihat dalam yurisprudensi, dalam penetapan apa yang menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut pendapat seseorang sarjana hukum mengenai soal yang harus dikerjakan.

Dalam definisi hukum, setiap sarjana hukum mempunyai pandangan atau pendapat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam merumuskan tujuan hukum tersebut.

Dalam literatur dikenal beberapa teori tentang tujuan hukum. Menurut Sudikno (1995: 64-68) ”Teori tentang tujuan hukum dibagi menjadi 3, yaitu teori etis, teori utilitas dan teori gabungan”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Teori Etis

Menurut teori etis hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang apa yang adil dan tidak. Pendukung teori ini: Geny, Van Apeldoorn.

2) Teori Utilitas/ Utilitirianisme

Menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest number). Pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak. Pendukung teori ini adalah: Jeremy Bentham, Ted Henderiek.

3) Teori Gabungan

Menurut teori ini adalah tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Pendukung teori ini: Mochtar


(1)

commit to user

Sedangkan skor terendah terdapat pada butir ke-5 yang berisi tentang konsep yang disajikan tidak menimbulkan salah pengertian dan sesuai dengan kajian Kewarganegaraan, dikarenakan konsep yang disajikan tidak kontekstual dan tidak sesuai dengan dinamika yang berkembang selain itu terdapat beberapa kesalahan dalam penulisan dalam peta konsep sehingga dimungkinkan dapat menimbulkan pemahaman yang keliru pada siswa.

Pada buku Ganeca seluruh butir memuat prinsip konsistensi memiliki nilai rata-rata 3,42 yang berarti kategori baik. Dari tabel dapat dilihat skor tertinggi adalah 3,5 dan skor terendah adalah 3,25. Skor tertinggi terdapat pada butir ke- 2 yang berisi tentang materi yang disajikan mencerminkan jabaran substansi materi yang terkandung dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) tiap-tiap satuan pendidikan dan butir ke-3 yang berisi tentang penyajian materi bersifat interaktif dan partisipatif yang memotivasi peserta didik terlibat secara mental dan emosional untuk belajar secara mandiri dan kelompok dalam pencapaian SK dan KD, karena penyajian materi dengan adanya peta konsep, kolom fokus kewarganegaraan dengan cetakan berwarna, dapat menambah keinginan siswa untuk mempelajari materi sistem hukum dan peradilan nasional dan materi yang ditulis dibuku Pendidikan Kewarganegaraan terbitan Ganeca tersebut telah disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan pada tiap-tiap satuan pendidikan.

Sedangkan skor terendah terdapat pada butir ke-1 yang berisi tentang uraian substansi antar subbab proporsional dengan mempertimbangkan SK dan KD dikarenakan uraian substansi antar subbab kurang mencakup konsistensi dan kurang proporsional, sehingga harus disesuaikan dengan kajian kewarganegaraan. Pada buku Erlangga seluruh butir memuat prinsip konsistensi memiliki nilai rata-rata 3,25 yang berarti kategori baik. Dari tabel dapat dilihat skor tertinggi adalah 3,5 dan skor terendah 3,25. Skor tertinggi terdapat pada butir ke-2 yang berisi tentang , materi yang disajikan mencerminkan jabaran substansi materi yang terkandung dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada tiap-tiap satuan pendidikan, karena pada buku Pendidikan Kewarganegaraan terbitan Erlangga materi yang dijabarkan sudah mencakup


(2)

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan pada tiap-tiap satuan pendidikan.

Sedangkan skor terendah terdapat butir ke-1 yang berisi tentang uraian substansi antar subbab proporsional dengan mempertimbangkan SK dan KD kemudian untuk butir ke-3 yang berisi tentang penyajian materi bersifat interaktif dan partisipatif yang memotivasi peserta didik terlibat secara mental dan emosional untuk belajar secara mandiri dan kelompok dalam pencapaian SK dan KD, dikarenakan uraian substansi antar subbab kurang proporsional hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pembahasan tentang KD 1 dan KD 2 dibandingkan dengan KD 3,4,dan 5, selain itu penyajiannya masih bersifat kaku dan monoton hal ini dapat dilihat dari cara bertutur dalam menyajikan materi.

Dari hasil penelitian tersebut di atas, temuan studi yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:

Prinsip kecukupan pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X penerbit Ganeca dan Erlangga di SMA Negeri 6 Surakarta berkategori baik. Dapat dilihat dari rata-rata hasil penilaian pada buku Ganeca adalah 3,22 dan pada buku Erlangga adalah 3,49, yang dimana jika nilai rata-rata di atas 3 maka berkategori baik. Namun disamping itu masih terdapat beberapa kesalahan dalam penulisan dan penjabaran materi pada kedua buku tersebut, sehingga buku teks Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga ini belum sepenuhnya memuat prinsip kecukupan.

Prinsip konsistensi pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga di SMA Negeri 6 Surakarta berkategori baik. Dapat dilihat dari rata-rata hasil penilaian pada buku terbitan Ganeca adalah 3,42 dan pada buku Erlangga adalah 3,25, yang dimana jika nilai rata-rata di atas 3 maka berkategori baik. Namun belum sepenuhnya memenuhi prinsip konsistensi. Hal ini dibuktikan dengan indikator-indikator yang terdapat pada silabus belum sepenuhnya terdapat pada buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga.


(3)

commit to user

Penelitian mengenai prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan pada buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Erlangga pada materi sistem hukum dan peradilan nasional menunjukkan bahwa belum sepenuhnya mencakup kedua prinsip tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa materi sistem hukum dan peradilan nasional tersebut tidak mendukung teori elaborasi tentang pengorganisasian materi pembelajaran dan prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan, karena dalam menyajikan materi yang ada di dalam kedua buku tersebut belum diorganisasikan sesuai dengan teori elaborasi. Dimana dalam teori elaborasi menekankan bahwa dalam mengorganisasikan materi pembelajaran dimulai dari umum ke rinci berdasarakan teori keilmuan, sedangkan kedua buku teks tersebut mengorganisasikan materi pembelajaran dari khusus ke umum berdasarkan silabus.


(4)

commit to user

85

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi permasalahan yang telah diuraikan di depan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, Materi Sistem Hukum dan Peradilan Nasional pada buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga belum sepenuhnya memenuhi prinsip konsistensi yaitu keajegan/taat asas, dimana materi yang harus diajarkan siswa harus sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditentukan pada silabus. Hal ini dibuktikan dengan materi yang disajikan pada kedua buku tersebut belum konsisten dengan silabus yang ada dan terdapat beberapa kesalahan dalam penulisan konsep, misalnya: beberapa peta konsep tentang penggolongan hukum, peta konsep tentang susunan lembaga peradilan, materi pembelajaran pada buku teks yang lebih banyak dibandingkan dengan materi pembelajaran yang ada pada silabus ini menunjukkan bahwa buku tersebut belum sepenuhnya mencakup prinsip konsistensi.

Kedua, Materi Sistem Hukum dan Peradilan Nasional pada buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga belum sepenuhnya memenuhi prinsip kecukupan yaitu prinsip dimana materi yang harus diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Hal ini dibuktikan dengan indikator-indikator yang terdapat pada silabus belum sepenuhnya terdapat pada buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga, perlu adanya pengurangan ataupun penambahan materi pada buku tersebut.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti dapat memberikan implikasi sebagai berikut:


(5)

commit to user

1. Implikasi Teoritis

Penelitian mengenai prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan pada buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Erlangga pada materi sistem hukum dan peradilan nasional menunjukkan bahwa belum sepenuhnya mencakup kedua prinsip tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kedua buku tersebut tidak mendukung teori elaborasi tentang pengorganisasian materi pembelajaran dan prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan.

2. Implikasi Praktis

Penelitian mengenai prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan pada buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas X terbitan Erlangga pada materi sistem hukum dan peradilan nasional menunjukkan bahwa belum sepenuhnya mencakup kedua prinsip tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kedua buku tersebut belum layak digunakan sebagai bahan ajar karena dapat mengakibatkan pembelajaran pada materi sistem hukum dan peradilan nasional yang dilakukan oleh guru dan siswa kurang maksimal, maka guru mata pelajaran di SMA/SMK/MA tidak boleh hanya mendasarkan pengajarannya pada buku-buku tersebut tetapi harus merujuk pada perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung oleh fenomena yang nyata.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang ada maka saran yang diberikan oleh peneliti yaitu:

1. Bagi Guru

Untuk menghasilkan materi kewarganegaraan khususnya pada materi sistem hukum dan peradilan nasional agar memenuhi prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan dan berdasarkan hasil penelitian bahwa materi sistem hokum dan peradilan nasional pada buku teks kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga belum sepenuhnya memenuhi prinsip konsistensi dan prinsip


(6)

kecukupan maka guru harus melakukan kajian terhadap materi yang akan diberikan sehingga materi yang diberikan kepada siswa merupakan kualitas yang maksimal.

2. Bagi Penulis Buku Teks

Buku teks pelajaran sebagai sumber informasi seyogjanya memiliki

kualitas yang baik, yang memenuhi kriteria standar tertentu. Namun demikian

berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa materi sistem hukum dan peradilan nasional pada buku teks Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga belum sepenuhnya memenuhi prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan Untuk mendapatkan kualitas yang baik penulis buku harus memperhatikan prinsip pemilihan bahan ajar yang ada khususnya prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan. Disarankan pada buku terbitan Ganeca dan Erlangga dalam penyajian materi kewarganegaraan pada materi sistim hukum dan peradilan nasional dapat dikemas sedemikian rupa sehingga tidak hanya bersifat abstrak, tetapi selalu ada kesesuaian antara teori dan fakta.

3. Bagi Peneliti Lain

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa materi sistem hukum dan peradilan nasional pada buku teks Kewarganegaraan kelas X terbitan Ganeca dan Erlangga belum sepenuhnya memenuhi prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk kompetensi-kompetensi yang lain, sehingga bisa dievaluasi pengembangan silabus dari kurikulum yang ada maupun buku mata pelajaran yang beredar dipasaran.