ANALISIS PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, LABA USAHA DAERAH SERTA PENDAPATAN LAIN-LAIN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BELANJA PUBLIK KOTA METRO
ANALISIS PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, LABA USAHA DAERAH SERTA PENDAPATAN LAIN-LAIN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP BELANJA PUBLIK KOTA METRO
ABSTRAK
Oleh Audi Kurniawan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah dan pendapatan lain-lain terhadap belanja publik di Kota Metro. Obyek penelitian ini adalah pendapatan asli daerah Kota Metro yang tercatat pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Metro selama kurun waktu 14 tahun (periode 1999 – 2012). Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dan pengolahan data menggunakan teknik analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian membuktikan bahwa Pajak Daerah di Kota Metro berpengaruh terhadap belanja publik Kota Metro yang dinyatakan dalam koefisien determinasi sebesar 94,4% menunjukkan bahwa variasi belanja publik Kota Metro dapat diterangkan oleh Pajak Daerah sebesar 94,4%, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.
Kata Kunci : pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah dan pendapatan lain-lain, belanja publik.
(2)
ANALISIS PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, LABA USAHA
DAERAH SERTA PENDAPATAN LAIN-LAIN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP BELANJA PUBLIK KOTA METRO
TESIS
Oleh :
AUDI KURNIAWAN
0720003063
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2 0 1 4
(3)
ANALISIS
PAJAK
DAERAH, RETRIBUSI DAERAH,LABA
USAHADAERAH SERTA PENDAPATAN
IAIN.LAIN DAN
PENGARUHNYATERHADAP BELANJA PUBLIK KOTA METRO
Oleh
,Ndt
Qnnicnttan
NPM:0720003063
Tesis
Sebogoisoloh
Sotu Syorot untukMencopoi
GelorMAGTSTER MANAJEMEN Podo
Progro m Poscosorjono Mogister
Monojemen
Fokultos Ekonomidon
Bisnis Universitos LompungPROGRAM PASCASARJANA
MAGISTERMANAJEMEN
FAKUTTAS EKONOMTDAN
BISNISUNIVERSITAS TAMPUNG
BANDAR
TAMPUNG2014
(4)
Judul Tesis
I(onsentrasi Piogram Studi
Nama Mahasiswa
:
{td{ftnniawct
l{omorPolotMahasiswa
:
O7X)0O3O63:
Analisis Poiok.Doeroh, Relrlbusi Eloerah,Lobo Usoho Doeroh Serto
Pendopoton
tsin-loin
Don Pengoruhnyolerhodop
Belonlro Pubilik Ko[o m'efr0
Manajemen KegangaJr
Magister ManaiEmen ':,
Prqrarn P?sesarjana Fakuftes fkonomi
dan Bisnis Univelsihs Lampung
TIffiNYETT'ruI Kom,isi Pembimbing"
Pernbimbingl,
A/r,r,,^
* ,J"-
LiltaR,S.E., M.5[.NtP 19590!'06,1986031 . 3
Pembimhingll,
ffi
NtP. 19710405 1!Xr512I
OO2Prqgmm Studi Magisten ManajelneR
Program Paseasariana Sakultas Ekonomi dan Bisnis
Unlversitas Lampuag
lGtuaPr.ogramStudi,
/v/,,r^
D; lrftam [ihan,S.E,ttSi;
(5)
MEI{GSAI{I(A]I
Xomlsiknguii:
1.t
Ketua Kornisi. Penguji(Pembirnbingl|
:
Dr. lrham Uhan,S,E.*M.Si1.3 Panbimbinglt
:
Renaldi BursarU S.E,lil.S[.FakulBs Elqoaomi dan Bisnis Unlyersit"s
taffine
,yd
z
1.2 Anggota
tbmisifenguji
: srcfi Dr. Hi.ftia
gangsawan, s,E, i,l.si' {PbngujiUtama}
'
'-r.
-..',
t{tv
t
ffi;\P
Program Pascasarjana" Universitas tampung
(6)
Sayapngberhnda trrgen
ebeluh
int
Nama NIM
: AudiKurniawan, ST
:0720fi)3063
l
I I
i
t Jurusan/Prograrn Studi : Magister Manajemen
: Ekonomidan Bisnis
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis ini bemr+enar menrpakan hasil
karJ'a saya sndiri, bebos
dri
penirum Edradap kar},a dari orang tain Krr[oanpendapat dan tulisan orang lain dituqiuk sesuai dengan car:a-cara penulisan kar;ra
ilmiah yang berlaku.
Apabila di kemudihn hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam tesis
iri
terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk{entuk pennnran tain yang diargap melangar peratum& malta mya bersefia menerima sant<si dss p€6uatan. :'
tersebul
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta 12 Agustus 1982 dari pasangan ayah Hi. Zubaidi Makki, Ak. dan ibu Hj. Martini Suralaga. Menikah dengan Artha Selvia Syafitri, SE, MM pada tahun 2012 dan dikaruniai seorang orang putri.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Xaverius Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tahun 1995. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMP Negeri 1 Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tahun 1997. Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMU Negeri 1 Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pendidikan Strata Satu diselesaikan di Fakultas Teknik Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung pada tahun 2006. Pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan strata dua pada Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Sejak tahun 2010 penulis bekerja di Pemerintah Kota Metro dan saat ini ditempatkan di Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Kota Metro.
(8)
PERSEMBAHAN
Tesis ini Kupersembahkan kepada
Kedua orangtua tercinta, ayah H. Zubaidi Makki, Ak, ibu Hj. Martini Suralaga dan istriku Artha Selvia Syafitri, SE, MM yang tanpa kata henti & tanpa pernah lelah memberikan semangat berjuang menyelesaikan thesis walaupun dibarengi kesibukan
tugas pekerjaan serta Anakku Tersayang Nayyara Qaireen Shanum Makki karena Ayahmu akan terus memberikan motivasi dalam belajar berjuang & berjuang belajar
agar dalam mengejar cita-cita bangsa Indonesia karena kalian harus merupakan bagian dalam perubahan bangsa dimasa mendatang
(9)
MOTO
"Lebih Baik Mengingat Kebaikan Orang Lain Pada Diri Kita
Daripada Mengingat Kebaikan Kita Pada Orang Lain"
(10)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas taufik dan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Magister Manajemen pada Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung dengan judul "
ANALISIS PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, LABA USAHA DAERAH SERTA PENDAPATAN LAIN-LAIN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BELANJA PUBLIK KOTA METRO ".
Keberhasilan penulisan tesis ini tidak terlepas dari partisipasi dan bantuan berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih setulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing Tesis.
(11)
4. Bapak Renaldi Bursan, S.E., M.Si, selaku Dosen Pembimbing Tesis.
5. Seluruh dosen dan staf administrasi di lingkungan Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
6. Pimpinan dan staf Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Kota Metro yang selalu mengingatkan, memotivasi dan membantu penulis menyelesaikan Program Pascasarjana ini..
7. Rekan-rekan mahasiswa Angkatan VII MM FE Unila.
8. Seluruh keluarga besar Hi. Zubaidi Makki, Ak dan Setuju M.yus yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan Program Pascasarjana ini dengan baik.
9. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang turut serta dalam membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Bandarlampung, Januari 2014
(12)
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP MOTO
PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
(13)
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7
1.4 Kerangka Pemikiran ... 8
1.5 Hipotesis ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Otonomi Daerah ... 10
2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 12
2.3 Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 14
2.3.1 Pajak Daerah ... 15
2.3.2 Retribusi Daerah ... 17
2.3.3 Laba Usaha Daerah ... 17
2.3.4 Pendapatan Lain-lain ... 18
2.4 Belanja daerah ... 19
III. METODE PENELITIAN ... 23
3.1 Objek Penelitiana ... 23
3.2 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 23
3.2.1 Jenis Data ... 23
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 24
3.3 Variabel Penelitian ... 24
3.4 Metode Analisis Data ... 25
3.5 Uji Asumsi Klasik ... 26
(14)
3.5.2 Hasil Uji Asumsi Heteroskedastitas ... 27
3.5.3 Hasil Uji Asumsi Normalitas... 29
3.6 Uji Regresi Berganda ... 29
3.7 Pengujian Hipotesis ... 30
IV. PEMBAHASAN ... 32
4.1 Analisis Perkembangan Belanja Pembangunan di Kota Metro... 32
4.2 Analisis Perkembangan PAD Kota Metro ... 35
4.3 Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Publik ... 39
4.3.1 Hasil Perhitungan Regresi ... 39
4.3.2 Pengujian Hipotesis ... 39
4.4 Implikasi Manajerial ... 41
4.4.1 Pajak Daerah ... 41
4.4.2 Retribusi Daerah... 43
4.4.3 Laba Usaha Daerah ... 45
4.4.4 Pendapatan Lain-Lainnya... 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Total Belanja Pembangunan Kota Metro Tahun 1999 – 2012 ... 3
2. Komposisi Pendapatan Asli Daerah Kota Metro Tahun 1999 – 2012 ... 5
3. Hasil Uji Autokorelasi... 27
4. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ... 29
5. Total Belanja Pembangunan Kota Metro Tahun 1999-2012 ... 33
6. Deskripsi Statistik Belanja Pembangunan Kota Metro Tahun 1999-2012 ... 34
7. Deskripsi Statistik Komponen PAD Kota Metro Tahun 1999-2012 ... 38
8. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 39
(16)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Model Penelitian ... 8
2. Scetter Plot Data Penelitian ... 28
3. Perkembangan Belanja Pembangunan Kota Metro Tahun 1999-2012 ... 32
4. Komposisi Belanja Pembangunan Kota Metro Tahun 1999-2012 ... 33
5. Perkembangan Komponen Pembentuk PAD Kota Metro Tahun 1999-2012 . 35 6. Kontribusi Komponen Pembentuk PAD Terhadap PAD Tahun 1999-2012.. 36
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan pemerintah antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik diubah menjadi sistem desentralisasi/otonomi. Era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri dengan ditandai kekuatan fiskal daerah atau pendapatan asli daerah (PAD).
Kehadiran paket undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah, menjanjikan sejumlah harapan dan sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah, karena diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, akan terjadi perluasan wewenang pemerintah daerah. Secara teoritis dengan adanya perluasan wewenang pemerintah daerah ini dapat menciptakan Local Accountability yaitu meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakat, terutama pada penyediaan barang publik. Namun pada sisi lain diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuagan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, akan membuka peluang bagi daerah agar daerah mampu melaksanakan otonomi daerah.
(18)
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu melaksanakan otonomi : 1. Kemampuan keuangan daerah ; artinya daerah harus mampu memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.
2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD), harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.
Sebagai konsekunensi menjalankan otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001 maka masing-masing daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber pendapatan asli daerah agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Upaya peningkatan pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan ekstensifikasi maupun intensifikasi yang salah satunya adalah dengan meningkatkan efisiensi sumber daya dan sarana yang terbatas serta meningkatkan efektivitas pemungutan yaitu dengan mengoptimalkan potensi yang ada serta terus diupayakan menggali sumber-sumber pendapatan baru yang potensinya memungkinan sehingga dapat dipungut pajak atau retribusinya.
Sumber PAD didapat daerah melalui pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daera dan pendapat daerah lainnya yang sah. Semua komponen yang membentuk
(19)
PAD memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Salah satu kompenen tersebut adalah pajak daerah. Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, memang benar bahwa pajak adalah kewajiban masyarakat untuk memberikan sebagian daya belinya kepada pemerintah tanpa pemerintah memberikan imbalan secara langsung. Meskipun demikian sebagai imbalan kepada masyarakat, pemerintah berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa pandang bulu. Selain pajak daerah, retribusi daerah juga dapat dikembangkan berdasarkan potensi suatu daerah. Sumber lainnya adalah bagian dari laba usaha daerah. Bagian ini dapat ditinggkatkan dengan mengoptimalkan BUMD untuk menghasilkan keuntungan sehingga pembagiannya menjadi lebih besar. Komponen terakhir yang membentuk PAD adalah pendapatan daerah lainnya yang dianggap sah. Pendapatan dari komponen ini dapat berasal dari pendapatan jasa giro dan optimalisasi penjualan aset daerah.
Untuk mendapatkan gambaran perkembangan total belanja pembangunan Pemerintah Kota Metro selama kurun waktu 1999 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini
Tabel 1. Total Belanja Pembangunan Kota Metro Tahun 1999 – 2012
Tahun Target (Rp)
Realisasi (Rp)
Pencapaian Target (%)
1999 5,390,423,128 3,889,354,138 72,15
2000 5,296,947,824 4,436,206,537 83,75
2001 5,389,185,754 4,949,428,176 91,84
(20)
Tabel 1. Total Belanja Pembangunan Kota Metro Tahun 1999 – 2012 ...(lanjutan)
Tahun Target (Rp)
Realisasi (Rp)
Pencapaian Target (%)
2003 66,620,694,819 67,847,894,398 101,84
2004 113,271,649,943 94,390,958,516 82,33
2005 110,068,720,138 101,120,524,135 91,87
2006 227,235,155,859 219,105,965,787 96,42
2007 286,504,500,809 278,137,643,368 97,08
2008 365,661,624,589 359,397,618,599 98,29
2009 362,139,550,233 368,985,447,247 101,89
2010 393,519,345,922 411,681,662,993 104,62
2011 567,594,509,197 498,613,211,594 95,03
2012 646,952,907,345 666,557,841,673 103,03
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Metro, 2013
Dari data yang disajikan pada Tabel 1 diatas terlihat hanya tahun 2003, 2009, 2010 dan 2012 realialisasi anggaran yang melebihi target yang ditetapkan. Pencapaian realisasi anggaran tertinggi pada tahun 2012 sebesar 103,03%. Selama kurun waktu 1999 – 2012 rata-rata pencapaian realisasi anggaran sebesar 95%. Hal ini menunjukan kinerja pemerintah yang belum optimal dalam menggali potensi daerah. Tidak tercapainya realisasi belanja pembangunan menyebabkan daerah kesulitan untuk mencari dana guna membiaya pembangunan daerah untuk tahun-tahun berikutnya.
Sumber PAD berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah
dan pendapatan asli daerah lainnya. Tabel 2 menyajikan realisasi PAD Kota Metro .
(21)
Tabel 2. Komposisi Pendapatan Asli Daerah Kota Metro Tahun 1999 – 2012
Tahun
Komponen PAD (dalam rupiah) Pajak Daerah Retribusi Daerah Laba Usaha
Daerah
PAD Lain-Lain
1999 4,763,800,000 829,126,000 59,028,000 241,000,000
2000 5,556,080,000 1,035,166,250 74,959,000 249,550,000 2001 6,223,080,000 1,710,716,250 95,690,000 302,000,000 2002 6,392,068,750 2,214,398,750 131,290,000 692,000,000 2003 7,723,000,000 2,892,895,000 95,325,000 828,086,250 2004 8,255,000,000 1,577,493,000 47,999,500 22,000,000 2005 7,782,250,000 1,436,237,500 76,000,000 152,000,000 2006 9,100,000,000 2,979,571,000 150,000,000 183,351,000 2007 9,275,000,000 3,977,999,500 360,000,000 245,227,050 2008 10,312,000,000 4,698,270,400 468,957,844 257,423,000 2009 11,822,000,000 5,398,521,320 487,000,000 279,000,000 2010 12,156,900,000 5,495,413,627 526,487,000 296,423,000 2011 13,749,730,350 5,802,709,948 549,603,209 325,000,000 2012 14,399,693,750 5,960,225,560 667,899,303 332,081,450 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Metro , 2013
Tabel 2 menunjukan sumber pendapatan asli daerah kota Metro untuk komponen pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah dan PAD lain-lain selama kurun waktu 1999 - 2012 relatif mengalami peningkatkan. Secara rata-rata proporsi masing-masing komponen pajak daerah terhadap total PAD sebesar 72,03 %, proporsi retribusi daerah sebesar 23,42 % terhadap total PAD, proporsi laba usaha daerah sebesar 1,78 % dan proporsi PAD lain-lain sebesar 2,78 % terhadap total PAD Metro .
Bertitik tolak dari hal-hal diatas, maka penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian terhadap pengelolaan PAD Kota Metro dengan judul penelitian ”
(22)
Analisis pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah serta pendapatan lain-lain dan pengaruhnya terhadap belanja publik Kota Metro”.
1.2 Perumusan Masalah
Tabel 1 menunjukan pencapaian realisasi belanja pembangunan Kota Metro selama kurun waktu 1999 - 2012 mencapai sebesar 83,43 %. Pencapaian realisasi anggaran tertinggi pada tahun 2012 sebesar 103,03 %. Selama kurun waktu 1999
– 2012 rata-rata pencapaian realisasi anggaran sebesar 95%.
Komponen PAD yang terdiri dari komponen pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah dan PAD lain-lain selama kurun waktu 1999 - 2012 relatif mengalami peningkatkan. Secara rata-rata proporsi masing-masing komponen pajak daerah terhadap total PAD sebesar 72,03 %, proporsi retribusi daerah sebesar 23,42 % terhadap total PAD, proporsi laba usaha daerah sebesar 1,78 % dan proporsi PAD lain-lain sebesar 2,78 % terhadap total PAD Metro . Berdasarkan latar belakang dan uraian masalah maka permasalahan dalam tesis ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan belanja pembangunan di Kota Metro ?
2. Bagaimana perkembangan komponen pembentuk PAD dan kontribusinya terhadap belanja pembangunan di Kota Metro ?
(23)
3. Berapa besar pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah serta pendapatan lain-lain terhadap belanja publik di Kota Metro ?
C.Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui perkembangan belanja pembangunan di Kota Metro.
2. Mengetahui perkembangan komponen pembentuk PAD dan kontribusinya terhadap belanja pembangunan di Kota Metro.
3. Mengetahui besarnya pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah serta pendapatan lain-lain terhadap belanja publik di Kota Metro.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi:
1. Pemerintah Kota Metro sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan target yang realisitis pada komponen pembentuk PAD.
2. Sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu khususnya perencanaan keuangan daerah.
D. Kerangka Pemikiran
Dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan pemerintahan daerah memiliki sumber penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli
(24)
daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Dari keempat macam sumber penerimaan tersebut yang berasal dari daerah dan dikelola langsung oleh daerah adalah pendapatan asli daerah. Kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan akan menentukan tingkat kemandirian keuangan daerah. Semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan menunjukkan semakin tinggi pula kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi. Oleh karenanya upaya peningkatan pendapatan asli daerah perlu dilaksanakan. Upaya peningkatan dapat dilakukan melalui intensifikasi komponen-komponen pembentuk PAD, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha perusahaan daerah, dan pendapatan lain-lain.
Dilihat dari pendapatan, pengelolaan keuangan daerah yang berhasil adalah keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian. Keberhasilan pengelolaan keuangan daerah dapat ditinjau dari sudut efektivitas pemungutan yaitu dengan mengoptimalkan potensi yang ada dan meningkatkan efisiensi melalui meminimalisasi biaya pengelolaan dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Gambar 1 berukut ini merupakan gambar model penelitian:
Gambar 1. Model Penelitian : Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba Usaha Daerah Serta Pendapatan Lain-Lain Terhadap Belanja Publik Kota Metro .
1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Laba Usaha Daerah
4. Pendapatan Lain-Lain Daerah
(25)
E. Hipotesis
Berdasarkan perumusan permasalahan dan kerangka pemikiran dari uraian terdahulu maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
1. Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja publik Kota Metro.
2. Pajak daerah merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi belanja publik Kota Metro .
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya dapat diaplikasikan. Selanjutnya sesuai dengan perkembangan, maka telah terjadi penyempurnaan yakni dengan adanya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-undang tersebut disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupeten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti dengan peraturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal-hal yang mendasar dalam Undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas,
(27)
peningkatan peran serta masyarakat dan pengembanagn peran dan fungsi DPRD. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya.
Dalam menghadapi era globalisasi, salah satu strategi pemerintah dalam meningkatkan daya saing adalah dengan mengoptimalkan efisiensi dan efektifitas pemerintah, yakni dengan meningkatkan dan memantapkan otonomi daerah khususnya di kabupaten dan kota. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana pengganti dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah, maka makna dari pada otonomi daerah adalah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah, sehingga daerah diberi peluang yang leluasa untuk mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.
Pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota adalah merupakan salah satu tuntutan reformasi total, tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk dua alasan; Pertama, intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar dimasa lalu telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan
(28)
efektifitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah. Arahan dan statutory requirement yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati, sehingga pemerintah daerah sering kali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kedua, tuntutan pemberian itujuga muncul sebagai jawaban untuk memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan manusia di masa yang akan datang. Di era seperti ini, dimana era globalisasi sudah semakin luas pemerintah akan semakin kehilangan kendali pada banyak persoalan, seperti pada perdagangan internasional, informasi dan ide, serta transaksi keuangan. Di masa depan pemerintah sudah terlalu besar untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kecil tetapi terlalu kecil untuk dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah adalah kemampuan keuangan daerah yang memadai. Semakin besar keuangan daerah semakin besar pula kemampuan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Tjokroamidjojo (1993) menyatakan bahwa pemerintah daerah akan dapat menjalankan fungsinya dalam rangka otonomi daerah atau desentralisasi secara baik, bila sumber-sumber keuangan yang diterima oleh daerah mencukupi. Dengan kata lain, daerah yang memiliki sumber
(29)
pendapatan asli daerah yang cukup, akan berhasil menjalankan otonomi daerahnya.
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah masih rendahnya penerimaan PAD pada masing-masing daerah otonom di Indonesia. Rendahnya PAD suatu daerah diidentifikasi oleh Santoso (1995) dikarenakan beberapa hal, yaitu:
1. Sumber pendapatan yang besar yang digali suatu daerah Dati II tetapi berada diluar wewenang pemda yang bersangkutan untuk memungutnya. 2. BUMD pada umumnya belum menjadi sumber penerimaan yang handal. 3. Kurangnya kesadaran masyarakat membayar pajak dan retribusi.
4. Kurangnya kemampuan aparatur Pemda dalam menggali sumber PAD. 5. Rendahnya tingkat hidup dan ekonomi masyarakat.
Hasil penelitian Ichsan (1996) menyatakan bahwa ketidakefektifan pengelolaan PAD dikarenakan ketidakmampuan penerapan manual administrasi pendapatan daerah. Kendala yang dihadapi adalah organisasi, sarana dan prasarana, perizinan serta pelaporan pembukuan.
Untuk mendorong kemampuan keuangan daerah yang lebih besar untuk membiayai seluruh urusan rumah tangga daerah diperlukan kebijakan di bidang pengembangan institusi dan pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan ini diartikan sebagai usaha penyempurnaan lembaga keuangan daerah, penerapan
(30)
sains dan teknologi, sistem dan prosedur serta kekayaan daerah ((Halim dan Nasir, 2006).
2.3 Sumber Pendapatan Asli Daerah
Sebagaimana diatur di dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari :
1. Pajak Daerah; 2. Retribusi Daerah;
3. Hasil pengelolan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah adalah bagian dari sumber penerimaan pendapatan daerah yang pemungutannya harus selalu diupayakan agar lebih efektif dan efisien sehingga dapat mendukung pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Selain itu PAD yang dihasilkan harus terus meningkat setiap tahunnya agar keberlangsungan pembangunan suatu daerah dapat berkesinambungan.
Dalam upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah, daerah dilarang untuk :
(31)
a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan ekspor.
2.3.1 Pajak Daerah
Pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta (dalam pengertian luas) kepada sektor pemerintah (kas negara) berdasarkan Undang-undang atau peraturan, sehingga dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang langsung dan seimbang yang dapat ditunjukkan secara individual dan hasil penerimaan pajak tersebut merupakan sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Dari pengertian tersebut di atas paling tidak terdapat 4 (empat) karakteristik atau ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak tersebut, yakni;
1. Pajak adalah pengalihan sumber-sumber dari sektor swasta ke sektor negara, artinya bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah negara. 2. Berdasarkan Undang-undang, artinya bahwa walaupun negara mempunyai hak
untuk memungut pajak namun pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari wakil-wakil rakyat.
(32)
3. Tanpa imbalan dari negara yang langsung dapat ditunjuk secara individual, artinya bahwa imbalan tersebut tidak diperuntukkan bagi rakyat secara individual dan tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan besarnya pajak, imbalan tersebut sifatnya tidak langsung.
4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut, sedangkan yang dimaksud daerah adalah daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Di Indonesia daerah yang berhak memungut pajak dibagi menjadi Daerah tingkat.I dan Daerah tingkat.II untuk dapat membiayai dan memajukan daerah antara lain dapat ditempuh suatu kebijakan yang mewajibkan tiap-tiap orang untuk membayar pajak sesuai dengan kewajibannya.
Dalam pelaksanaannya pajak daerah yang antara lain adalah ; pajak Hotel dan Restoran. Adapun yang dimaksud dengan hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap / istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran. Restoran atau rumah makan adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran.
(33)
2.3.2 Retribusi Daerah
Yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah; pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian atau karena memperoleh jasa suatu pekerjaan, usaha atau milik daerah yang berkepentingan atau jasa yang diberikan daerah. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa retribusi dipungut karena adanya suatu balas jasa yang dapat disediakan oleh pemerintah daerah pemungut retribusi, dalam arti bahwa retribusi tidak akan dipungut tanpa adanya balas jasa yang dapat ditunjuk. Kalau dibandingkan dengan pajak, maka retribusi lebih merupakan pembelian jasa dari pemerintah dan bukannya pembayaran tanpa jasa baik. Pungutan retribusi daerah harus ditetapkan sesuai dengan pemakaian atas pekerjaan, usaha dan milik daerah atau dengan jasa yang diberikan oleh daerah. Retribusi seperti halnya pajak tidak langsung dapat dihindari oleh masyarakat, artinya masyarakat dapat tidak membayar dengan menolak atau tidak mengambil manfaat terhadap jasa yang disediakan pemerintah (Mulyadi; 1990), sedangkan retribusi adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar seperti retribusi parkir.
2.3.3 Laba Usaha Daerah
Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan kecuali jika ditentukan lain dengan
(34)
atau berdasarkan UU. Sebagian laba perusahaan daerah merupakan salah satu sumber PAD yang disebut bagian laba BUMD. BUMD dibentuk oleh pemerintah daerah, terdiri dan perusahaan yang bergerak di Bidang jasa keuangan dan perbankan (bank pembangunan daerah dan bank pasar) dan dibidang lain, seperti jasa air bersih (PDAM), jasa disektor industri, pertanian, perkebunan dan lain-lain.
2.3.4 Pendapatan Lain-Lainnya
Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan penerimaan lain-lain yang bukan berasal dari klasifikasi Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Menurut jenisnya lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah mencakup :
a. Hibah yang berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali;
b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam;
c. Dana bagi hasil pajak dari pemerintah propinsi kepada pemerintah kabupaten/kota;
(35)
e. Bantuan keuangan dari pemerintah propinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
2.3 Belanja Daerah
Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006 pasal 23, belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten atau kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan. Di dalam APBD belanja digolongkan menjadi lima kelompok berikut ini.
a. Belanja administrasi umum.
Belanja Administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja administrasi umum terdiri atas empat jenis.
i. Belanja pegawai.
Belanja pegawai merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk orang/personal yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.
(36)
ii. Belanja barang.
Belanja barang merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik. iii. Belanja perjalanan dinas.
Belanja perjalanan dinas merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik.
iv. Belanja pemeliharaan.
Belanja pemeliharaan merupukan pengeluaran pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang darah yang tidak berhubugan secara langsung dengan pelayanan publik.
b. Belanja operasi, pemeliharaan sarana, dan prasarana publik.
Belanja operasi, pemeliharaan sarana, dan prasarana publik merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja terdiri atas sebagai berikut ini.
i. Belanja pegawai.
Belanja Pegawai merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk orang/personal yang berhubungan langsung dengan suatu aktivitas atau dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.
ii. Belanja barang.
Belanja barang merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.
(37)
iii. Belanja perjalanan.
Belanja perjalanan merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.
iv. Belanja pemeliharaan.
Belanja pemeliharaan merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang darah yang mempunyai hubungan langsung dengan pelayanan publik.
c. Belanja Modal
Belanja Modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal terdiri atas berikut ini.
i. Belanja publik.
Belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.
ii. Belanja aparatur.
Belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur.
(38)
d. Belanja Transfer.
Belanja Transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut.
Belanja ini terdiri atas sebagai berikut. i. Angsuran pinjaman.
ii. Dana bantuan. iii. Dana cadangan.
e. Belanja Tak Tersangka
Belanja Tak Tersangka merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa.
(39)
BAB III
METODE PENELITIAN
Setiap penelitian didasarkan pada kerangka tertentu dalam pengumpulan data, sehingga penelitian ini bisa dilakukan terarah dan tidak mengambang sehingga hasil yang diperoleh valid dan tidak bias.
3.1. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah pendapatan asli daerah Kota Metro yang tercatat pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Metro selama kurun waktu 14 tahun (periode 1999
– 2012).
3.2. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data A. Jenis Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung atau melalui media perantara, data ini didapat dari daftar pustaka atau literatur yang terdahulu. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Metro Tahun 1999 – 2012.
(40)
B. Teknik Pengumpulan Data
Data mengenai objek penelitian dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan data yang digunakan melalui studi pustaka yaitu pengumpulan data dengan mempelajari buku atau bahan bacaan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel yang diukur dan definisi operasional dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Variabel Independent
Variabel independent (X) adalah variabel yang mendasari pendugaan. Yang menjadi variabel independent dalam penelitian ini adalah
a. Pajak daerah adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta (dalam pengertian luas) kepada sektor pemerintah (kas negara) berdasarkan Undang-undang atau peraturan, sehingga dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang langsung dan seimbang yang dapat ditunjukkan secara individual
b. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian atau karena memperoleh jasa suatu pekerjaan, usaha
(41)
atau milik daerah yang berkepentingan atau jasa yang diberikan daerah.
2. Variabel Dependent (Y)
Variabel dependent adalah variabel yang diperkirakan atau diduga hasilnya. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah belanja publik. Belanja publik adalah Belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.
3.4. Metode Analisis Data
1. Analisis Kualitatif
Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap masing-masing variabel komponen pembentuk PAD yang diteliti.
2. Proses Eliminasi
Proses eliminasi terhadap variabel komponen pembentuk PAD dengan melihat perkembangan dan kontribusi masing-masing komponen pembentuk PAD terhadap total keseluruhan PAD. Variabel komponen pembentuk yang terpilih PAD kemudian diregresikan dengan variabel dependent.
3. Analisis Kuantitatif
Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independent) terhadap variabel terikatnya (dependent).
(42)
3.5. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik atas model regresinya. Uji asumsi tersebut adalah:
1. Tidak ada autokorelasi antar variable. Uji asumsi yang harus dipenuhi oleh sebuah model regresi adalah uji asumsi autokorelasi. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahaan penganggu pada periode sebelumnya (t-1).
2. Residual berdistibusi normal. Uji asumsi lainnya yang harus dipenuhi oleh sebuah model regresi adalah uji normalitas. Uji normalitas ini menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov (K-S). 3. Tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang varience dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain tetap. Pengujian asumsi ini dengan melihat sebaran data pada scetter plot. Data yang tersebar tanpa membentuk pola, maka data dikatakan bahwa asumsi heteroskedastisitas terpenuhi.
(43)
3.5.1 Hasil Uji Asumsi Autokerelasi
Uji asumsi yang harus dipenuhi oleh sebuah model regresi adalah uji asumsi autokorelasi. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahaan penganggu pada periode sebelumnya (t-1). Hasil uji ini terlihat pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary(b)
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .972(a) .946 .936 23301052498
.175 1.032
a Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b Dependent Variable: Belanja Publik
Sumber : Lampiran 2
Kriteria yang dipakai dalam penelitian ini adalah apabila nilai Durbin-Watson (dw) berada antara nilai -2 sampai 2, maka dapat dikatakan model regresi tidak ada autokorelasi baik positif ataupun negatif (Singgih Santoso, 2001). Berdasarkan Tabel 9 diketahui nilai dw sebesar 1,038. Dengan demikian nilai dw berada diantara -2 sampai 2. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif.
3.5.2 Hasil Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang varience dari residual satu pengamatan
(44)
kepengamatan yang lain tetap. Pengujian asumsi ini dengan melihat sebaran data pada scetter plot. Data yang tersebar tanpa membentuk pola, maka data dikatakan bahwa asumsi heteroskedastisitas terpenuhi. Gambar 2 berikut ini menunjukan hasil sebaran data.
-1 0 1 2
Regression Standardized Predicted Value -1
0 1 2
Regressi
on S
tand
ardiz
ed R
esidu
al
Dependent Variable: Belanja Publik Scatterplot
Sumber : Lampiran 3
Gambar 2 Scetter Plot Data Penelitian
Berdasarkan gambar 2 terlihat data tersebar tanpa membentuk pola tertentu. Dengan demikian model regresi memenuhi asumsi tidak terdapat heteroskedastisitas.
(45)
3.5.3 Hasil Uji Asumsi Normalitas
Uji asumsi lainnya yang harus dipenuhi oleh sebuah model regresi adalah uji normalitas. Uji normalitas ini menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hasil uji K-S terdapat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize d Residual
N 14
Normal Parameters(a,b)
Mean .0000082
Std. Deviation 21433850873.9
9016000 Most Extreme
Differences
Absolute .173
Positive .173
Negative -.103
Kolmogorov-Smirnov Z .645
Asymp. Sig. (2-tailed) .799
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Sumber : Lampiran 4
Tabel 4 menunjukan bahwa seluruh signifikan uji Kolmogorov-Smirnov nilai variabel bebas maupun variabel terikatnya lebih besar dari nilai 0,05. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan seluruh variabel berdistribusi normal (Ghozali, 2009).
3.6. Uji Regresi Berganda
Pengujian statistik yang digunakan adalah dengan menggunakan uji statistik regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk menghitung dan memperoleh gambaran bagaimana pengaruh antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Model regresi disini memasukkan dua variabel independen yaitu :
(46)
pajak daerah dan retribusi daerah terhadap variabel belanja publik (dependen) yang dapat disusun sebagai berikut :
Dimana:
Y = Total belanja publik Kota Metro a = Konstanta
X1 = Variabel Bebas Pajak daerah
X2 = Variabel Bebas Retribusi daerah
et = Galat Baku
b1 = Slope Variabel Bebas Pajak daerah
b2 = Slope Variabel Bebas Retribusi daerah
3.7. Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis secara keseluruhan di lakukan dengan uji F, pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05%) dengan derajat kebebasan df1 = (k-1) dan df2 (n-k).
Ha : pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap total belanja publik Kota Metro.
Jika signifikansi F hitung < dari 0,05; Ha diterima Jika signifikansi F hitung > dari 0,05; Ha ditolak
(47)
Pengujian terhadap masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adalah
dengan menggunakan uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05%), dengan
derajat kebebasan df (n-k). Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai t hasil perhitungan dengan nilai t tabel.
Ha : pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap total belanja publik Kota Metro .
Kriteria pengujian:
Jika signifikansi t hitung < 0,05; Ha diterima Jika signifikansi t hitung > 0,05; Ha ditolak
(48)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan hasil perhitungan serta pembahasan didapat beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Selama kurun waktu 1999 – 2012 rata-rata pencapaian realisasi anggaran sebesar 95 %. Hanya pada tahun 2003, 2009, 2010 dan 2012 pencapaian realialisasi anggaran yang melebihi target yang ditetapkan.
2. Belanja pembangunan di Kota Metro Selama 14 tahun periode penelitian rata-rata mengalami peningkatan sebesar 25,49 % setiap tahunnya, dimana peningkatan belanja pembangunan tertinggi terjadi di tahun 2003 yaitu sebesar 90,25 % apabila dibandingkan tahun 2002.
3. Rata-rata Pendapatan Asli daerah Kota Metro mengalami pertumbuhan rata selama 14 tahun periode penelitian sebesar 13,23 % dengan rata-rata pertumbuhan terbesar berasal dari penerimaan PAD lain-lain sebesar 64,65 %, kemudian disusul penerimaan dari Laba Usaha Daerah dengan rata-rata peningkatan sebesar 38,93%. Adapun Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masing-masing tumbuh rata-rata 23,81% dan 9,86%.
(49)
4. Sementara dilihat bahwa secara komposisi, kontribusi penerimaan dari Pajak Daerah sangat mendominasi keseluruhan PAD Kota Metro dengan angka rata-rata kontribusi sebesar 72,03%.
5. Dengan menggunakan analisis statistik, dapat diketahui bahwa hubungan antara Pajak Daerah di Kota Metro dengan belanja publik Kota Metro menunjukkan hubungan yang sangat kuat dengan koefisien korelasi sebesar 0,972. Angka ini signifikan pada tingkat alpha 5%. Dengan menggunakan uji-t dapat diketahui bahwa Pajak Daerah di Kota Metro berpengaruh signifikan terhadap belanja publik Kota Metro selama periode 1999-2012. Besarnya angka koefisien determinasi sebesar 94,4% menunjukkan bahwa variasi belanja publik Kota Metro dapat diterangkan oleh Pajak Daerah sebesar 94,4%, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.
6. Hipotesis yang menyatakan pajak daerah merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi belanja publik Kota Metro secara statistik dapat diterima. Hal ini berdasarkan angka koefisien regresi sebesar 25,731 dengan nilai signifikasi sebesar 0.003.
7. Hasil ini menunjukkan bahwa Pajak Daerah di Kota Metro telah cukup efektif mempengaruhi nilai belanja publik Kota Metro. Namun demikian efektivitas Pajak Daerah dapat lebih ditingkatkan lagi dalam upaya mendongkrak belanja publik Kota Metro ke tingkat yang lebih baik.
(50)
5.2 Saran
Berdasarkan latar belakang dan kesimpulan, beberapa saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Metro perlu memperhatikan faktor pajak daerah. Hal ini disebabkan komponen ini memiliki nilai pengaruh terbesar terhadap dana pembangunan daerah. Pajak daerah yang ada selama ini dapat diintensifkan dengan meningkatkan pendapatan yang berasal dari pengintensifkan pemungutan terhadap pajak hotel dan restoran. Selain itu Pemerintah Kota Metro dapat meningkatan pajak dari pajak penerangan daerah.
2. Faktor lainnya yang harus ditingkatkan penerimaannya sehingga mampu meningkatkan dana pembagunan daerah adalah retrebusi daerah. Komponen yang harus ditingkatkan adalah adalah retrebusi pasar-pasar yang ada di Metro. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan merevitalisasi pasar-pasar yang berada di Metro sehingga diharapkan dapat menarik lebih banyak orang yang berdagang. Dengan demikian pendapat yang berasal dari retrebusi pasar meningkat.
3. Faktor lainnya yang perlu diperhatikan adalah laba usaha daerah. Pendapatan dari faktor ini dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan pendapatan yang berasal dari BUMD daerah seperti bak pasar dan PDAM.
(51)
Peningkatan kedua BUMD ini dapat dilakukan dengan mengundang investor sehingga volume usaha dapat meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kontribsusi kepada laba usaha daerah.
(52)
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Mokhamad dkk, “Identifikasi Sektor Industri dan Peranannya Dalam Peningkatan PAD Kabupaten Garut”, Laporan Penelitian Unpad, Bandung, 2007
Astuti, Ester Sri dan Joko Tri Haryanto, “ Kemandirian Darah: Sebuah Prespektif Dengan Metode Path Analysis”, Usahawan, No. 04 April 2006
Halim, Abdul dan Jamal Abdul Nasir,” Kajian Tentang Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang”, Usahawan No. 06 Juni 2006.
Honein, Asri,” Evaluasi Perda Pajak dan retribusi”, Jakarta 2003
Ichsan, Chairul,” Pengembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)”, UP3R – Fakultas
Ekonomi, Universitas Syah Kuala, 1996
Ismail, Munawar, “ Pendapatan Asli daerah Dalam Otonomi Daerah”, 2002
Mulyadi, “ Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”, www.otda.or.id
Panggabean, Henri, “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerahdi Kabupaten Toba Samosir”, Tesis S2 USU, Medan, 2009
Rejo, Ibnu,” Intesifikasi dan Ekstensifikasi Peningklatan PAD”, Mimeo, Makalah pada Seminar Otonomi Dati II Bangkalan Riau, 1995.
Sidik, Machfud, “Implementasi UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”, Jakarta 2002.
Tjokroamidjojo, Bintoro, “Pengantar Adiministrasi Pembangunan”, LP3ES, Jakarta 1993. ---, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 108 tahun 2000
tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
---, Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1999 T entang Pemerintah Daerah.
---, Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Rosjidi, 2001, Akuntansi Sektor Publik Pemerintah : Kerangka, Standard an Metode, Aksara Satu : Surabaya.
(1)
Pengujian terhadap masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adalah dengan menggunakan uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05%), dengan derajat kebebasan df (n-k). Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai t hasil perhitungan dengan nilai t tabel.
Ha : pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap total belanja publik Kota Metro .
Kriteria pengujian:
Jika signifikansi t hitung < 0,05; Ha diterima Jika signifikansi t hitung > 0,05; Ha ditolak
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan hasil perhitungan serta pembahasan didapat beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Selama kurun waktu 1999 – 2012 rata-rata pencapaian realisasi anggaran sebesar 95 %. Hanya pada tahun 2003, 2009, 2010 dan 2012 pencapaian realialisasi anggaran yang melebihi target yang ditetapkan.
2. Belanja pembangunan di Kota Metro Selama 14 tahun periode penelitian rata-rata mengalami peningkatan sebesar 25,49 % setiap tahunnya, dimana peningkatan belanja pembangunan tertinggi terjadi di tahun 2003 yaitu sebesar 90,25 % apabila dibandingkan tahun 2002.
3. Rata-rata Pendapatan Asli daerah Kota Metro mengalami pertumbuhan rata selama 14 tahun periode penelitian sebesar 13,23 % dengan rata-rata pertumbuhan terbesar berasal dari penerimaan PAD lain-lain sebesar 64,65 %, kemudian disusul penerimaan dari Laba Usaha Daerah dengan rata-rata peningkatan sebesar 38,93%. Adapun Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masing-masing tumbuh rata-rata 23,81% dan 9,86%.
(3)
4. Sementara dilihat bahwa secara komposisi, kontribusi penerimaan dari Pajak Daerah sangat mendominasi keseluruhan PAD Kota Metro dengan angka rata-rata kontribusi sebesar 72,03%.
5. Dengan menggunakan analisis statistik, dapat diketahui bahwa hubungan antara Pajak Daerah di Kota Metro dengan belanja publik Kota Metro menunjukkan hubungan yang sangat kuat dengan koefisien korelasi sebesar 0,972. Angka ini signifikan pada tingkat alpha 5%. Dengan menggunakan uji-t dapat diketahui bahwa Pajak Daerah di Kota Metro berpengaruh signifikan terhadap belanja publik Kota Metro selama periode 1999-2012. Besarnya angka koefisien determinasi sebesar 94,4% menunjukkan bahwa variasi belanja publik Kota Metro dapat diterangkan oleh Pajak Daerah sebesar 94,4%, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.
6. Hipotesis yang menyatakan pajak daerah merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi belanja publik Kota Metro secara statistik dapat diterima. Hal ini berdasarkan angka koefisien regresi sebesar 25,731 dengan nilai signifikasi sebesar 0.003.
7. Hasil ini menunjukkan bahwa Pajak Daerah di Kota Metro telah cukup efektif mempengaruhi nilai belanja publik Kota Metro. Namun demikian efektivitas Pajak Daerah dapat lebih ditingkatkan lagi dalam upaya mendongkrak belanja publik Kota Metro ke tingkat yang lebih baik.
(4)
5.2 Saran
Berdasarkan latar belakang dan kesimpulan, beberapa saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Metro perlu memperhatikan faktor pajak daerah. Hal ini disebabkan komponen ini memiliki nilai pengaruh terbesar terhadap dana pembangunan daerah. Pajak daerah yang ada selama ini dapat diintensifkan dengan meningkatkan pendapatan yang berasal dari pengintensifkan pemungutan terhadap pajak hotel dan restoran. Selain itu Pemerintah Kota Metro dapat meningkatan pajak dari pajak penerangan daerah.
2. Faktor lainnya yang harus ditingkatkan penerimaannya sehingga mampu meningkatkan dana pembagunan daerah adalah retrebusi daerah. Komponen yang harus ditingkatkan adalah adalah retrebusi pasar-pasar yang ada di Metro. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan merevitalisasi pasar-pasar yang berada di Metro sehingga diharapkan dapat menarik lebih banyak orang yang berdagang. Dengan demikian pendapat yang berasal dari retrebusi pasar meningkat.
3. Faktor lainnya yang perlu diperhatikan adalah laba usaha daerah. Pendapatan dari faktor ini dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan pendapatan yang berasal dari BUMD daerah seperti bak pasar dan PDAM.
(5)
Peningkatan kedua BUMD ini dapat dilakukan dengan mengundang investor sehingga volume usaha dapat meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kontribsusi kepada laba usaha daerah.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Mokhamad dkk, “Identifikasi Sektor Industri dan Peranannya Dalam Peningkatan PAD Kabupaten Garut”, Laporan Penelitian Unpad, Bandung, 2007
Astuti, Ester Sri dan Joko Tri Haryanto, “ Kemandirian Darah: Sebuah Prespektif Dengan
Metode Path Analysis”, Usahawan, No. 04 April 2006
Halim, Abdul dan Jamal Abdul Nasir,” Kajian Tentang Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang”, Usahawan No. 06 Juni 2006.
Honein, Asri,” Evaluasi Perda Pajak dan retribusi”, Jakarta 2003
Ichsan, Chairul,” Pengembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)”, UP3R – Fakultas Ekonomi, Universitas Syah Kuala, 1996
Ismail, Munawar, “ Pendapatan Asli daerah Dalam Otonomi Daerah”, 2002
Mulyadi, “ Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”, www.otda.or.id
Panggabean, Henri, “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerahdi Kabupaten Toba Samosir”, Tesis S2 USU, Medan, 2009
Rejo, Ibnu,” Intesifikasi dan Ekstensifikasi Peningklatan PAD”, Mimeo, Makalah pada
Seminar Otonomi Dati II Bangkalan Riau, 1995.
Sidik, Machfud, “Implementasi UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”, Jakarta 2002.
Tjokroamidjojo, Bintoro, “Pengantar Adiministrasi Pembangunan”, LP3ES, Jakarta 1993.
---, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 108 tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
---, Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1999 T entang Pemerintah Daerah.
---, Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Rosjidi, 2001, Akuntansi Sektor Publik Pemerintah : Kerangka, Standard an Metode, Aksara Satu : Surabaya.