EFEK HEPATOPROTEKTIF SARANG BURUNG WALET PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DENGAN ALKOHOL

(1)

EFEK HEPATOPROTEKTIF SARANG BURUNG WALET PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI

DENGAN ALKOHOL

(Skripsi)

Oleh

KGS. MAHENDRA EFFENDY

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRACT

HEPATOPROTECTIVE EFFECT OF EDIBLE BIRD NEST IN Sprague dawley STRAIN WHITE RATS (Rattus norvegicus) THAT INDUCED BY

ALCOHOL

By:

KGS. MAHENDRA EFFENDY

Excessive alcohol consumption can damage various organs, one of which is the liver. Liver damage caused by alcohol can be fatty liver, hepatitis or even cirrhosis hepatic. There are many natural ingredients that can protect the liver, one of which is edible bird nest. Edible bird nest has various effects, one of which is as an antioxidant. This study aimed to determine hepatoprotective effect of edible bird nest in sprague dawley strain white rats that induced by alcohol.

In this study, 25 sprague dawley strain male white rats (Rattus norvegicus) 15-16 weeks old and weighing between 250-390 g were divided randomly into 5 groups and treated for 14 days. Each rat except K N given alcohol at a dose of 10ml/kg body weight with KI, K II and K III given edible bird nest with 13,5 mg/kg body weight, 27 mg/kg body weight and 54 mg/kg body weight.

The results showed that the average scoring of liver damage Manja Roenigk on K N: 4.8; K (-): 226; K I: 185.6; K II: 91.2; K III: 19.8. The obtained data were tested by Kruskal Wallis and it significantly different with p<0,001 (p<0,05). So it can be concluded that there is hepatoprotective effect of edible bird nest in sprague dawley strain white rat (Rattus norvegicus) that induced by alcohol.


(3)

ABSTRAK

EFEK HEPATOPROTEKTIF SARANG BURUNG WALET PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI

DENGAN ALKOHOL

Oleh:

KGS. MAHENDRA EFFENDY

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat merusak berbagai macam organ salah satunya adalah hepar. Kerusakan hepar yang disebabkan oleh alkohol dapat berupa perlemakan hepar, hepatitis hingga sirosis hepar. Terdapat banyak bahan alami yang dapat melindungi hepar, salah satunya adalah sarang burung walet. Sarang burung walet memiliki berbagai macam efek, salah satunya adalah sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif sarang burung walet pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol. Pada penelitian ini, 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 15-16 minggu dengan berat berkisar antara 250-390 gram dibagi dalam 5 kelompok secara acak dan diberi perlakuan selama 14 hari. Setiap tikus kecuali K N diberikan alkohol dengan dosis 10ml/kgBB dengan K I, K II, dan K III diberikan sarang burung walet dengan dosis 13,5mg/kgBB, 27 mg/kgBB dan 54 mg/kgBB.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata skoring kerusakan hepar Manja Roenigk pada K N: 4,8; K (-): 226; K I: 185,6; K II: 91,2; K III: 19,8. Data yang diperoleh diuji dengan Uji Kruskal Wallis didapatkan perbedaan bermakna dengan nilai p<0,001(p<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat efek hepatoprotektif sarang burung walet terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol.


(4)

EFEK HEPATOPROTEKTIF SARANG BURUNG WALET PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI

DENGAN ALKOHOL

Oleh

KGS. MAHENDRA EFFENDY

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang, Jawa Barat pada tanggal 9 November 1994, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Bapak Kgs. Eddy Effendy dan Ibu Yatty Supriyatty. Penulis memiliki satu orang kakak perempuan yang bernama N. Novianty Effendy dan dua orang adik laki-laki, yaitu Kgs. Jimmy Januar Effendy dan Kgs. Rizky Wijaya Effendy.

Pendidikan penulis dimulai dari pendidikan TKIT Al-Ukhuwah pada tahun 1998, SDN Majasari pada tahun 1999-2005, SMPN 1 Pagaden pada tahun 2005-2008 dan SMAN 1 Subang pada tahun 2008-2011.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Unuversitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis. Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi asisten laboratorium CSL pada tahun 2014. Penulis aktif dalam Lembaga Kemahasiswaan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina FK Unila sebagai Kardiak pada tahun 2011/2012 dan sebagai Kepala Bidang Akademik pada tahun 2012/2013. Penulis juga aktif dalam Lembaga Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FK Unila sebagai EA BEM pada tahun 2011/2012, sebagai anggota Dinas Pendpro pada tahun 2012/2013 dan sebagai Gubernur BEM pada tahun 2013/2014. Selain


(8)

itu, penulis juga aktif pada organisasi di luar Universitas, Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran (FULDFK) Dewan Eksekutif Wilayah 1 sebagai Staf Departemen Kajian Kedokteran Islam dan Advokasi (KKIA) pada tahun 2013.


(9)

(10)

“Allah menganugerahkan Al Hikmah kepada

siapa yang dikehendaki-Nya. dan

Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia

benar-benar telah dianugerahi karunia yang

banyak. dan hanya orang-orang yang

berakallah yang dapat mengambil pelajaran.”

(Q.S. Al Baqarah : 269)

"Khairunnas anfa’uhum linnas"

"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah

yang paling banyak manfaatnya bagi orang

lain."


(11)

Segala puji hanyalah milik Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman,

nikmat islam, hidayah dan rahmat kepada penulis. Shalawat serta salam

semoga tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW beserta

keluarganya.

Dengan syukur kupersembahkan

lembaran-lembaran sederhana ini untuk

Mama, Papa, Nyaih, Yaih,

Teteh, Jimmy, dan Dede


(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa terhaturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Sarang Burung Walet pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Galur Sprague Dawley yang Diinduksi dengan Alkohol” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedoketran Universitas Lampung sekaligus selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penulisan skripsi ini.

3. Ibu dr. Susianti, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua sekaligus Pembimbing Akademik pada semester tiga, lima, enam, dan tujuh atas kesediaan


(13)

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. dr. Asep Sukohar, M.Kes., selaku Penguji Utama atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA., selaku Pembimbing Akademik pada semester dua dan empat atas nasehat dan bimbingannya selama berada di FK Unila.

6. Bapak dr. Rizki Hanriko, selaku Pembimbing Akademik pada semester satu atas nasehat dan bimbingannya selama berada di FK Unila.

7. Mama (Yatty Supriyatty), atas kasih sayang, perhatian dan segala sesuatu yang telah dan akan selalu diberikan kepada penulis.

8. Papa (Kgs. Eddy Effendy) yang selalu memberikan do’a, semangat, motivasi yang kuat, dan kasih sayangnya.

9. Saudara-saudara sekandung saya N. Novianty Effendy, Kgs. Jimmy Januar Effendy dan Kgs. Rizky Wijaya Effendy, yang selalu menghibur serta menemani penulis setiap kali penulis pulang ke rumah.

10. Marullfa atas semangat, kesabaran, do’a, perhatian, dan kasih sayang baik pada sebelum, selama dan setelah penilitian ini.

11. Pak Samsu dan Bu Nunung beserta pihak-pihak lain dari Jurusan Tekhnologi Hasil Pertanian yang telah membantu dalam uji pendahuluan yang telah saya lakukan.

12. Mbak Susi yang telah membantu saya dan memberikan saran beserta masukannya dalam uji pendahuluan yang telah saya lakukan.


(14)

13. Taufiqurrohman selaku sahabat terdekat saya dari awal PROPTI hingga saat ini atas canda tawa, kebersamaan, persahabatan, dan bantuan dalam penelitian ini baik secara langsung ataupun tidak.

14. Topaz dan Gusti, sahabat terdekat saya di Kost Sumber Jaya atas canda tawa, kebersamaan, persahabatan, dan bantuan dalam penelitian ini baik secara langsung ataupun tidak.

15. Angga, sahabat yang telah banyak memberikan saya inspirasi dalam menulis skripsi saya.

16. Sahabat-sahabat BEM FK UNILA Kabinet Neural: Ara, Tiwi, Lian, Ani, Gede, Putri, Vivi, Belinda, Jeanna, Sandra, Bulan, Aryati, Ayu, Yolanda beserta adik-adik seperjuangan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

17. Teman-teman Kost Sumber Jaya, baik yang masih kost maupun yang sudah pindah, satria, dika, stevan, fadil, anwar, ferli, filla, gede, yudo, erot, okta, adit, yang atas canda tawa, kebersamaan dan persahabatan selama ini.

18. Sahabat-sahabat angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan kerja sama dalam mengemban ilmu. 19. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (angkatan 2002-2014) yang sudah

memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

20. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita.


(15)

21. Seluruh Staf TU, Administrasi dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian skripsi ini.

22. Mas Bayu Putra yang sudah banyak membantu dalam proses pembuatan preparat histopatologi dan nasehat-nasehat yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap proposal ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari Allah SWT. Terima kasih.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis


(16)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Penelitian ... 6

1. Kerangka Teori ... 6

2. Kerangka Konsep ... 8

F. Hipotesis ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Hepar ... 9

B. Tikus Putih Galur Sprague Dawley ... 12

C. Radikal Bebas, Stres Oksidatif dan Antioksidan ... 15

D. Etanol ... 18


(17)

ii

F. Sarang Burung Walet ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 33

A. Rancangan Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu ... 33

C. Populasi dan Sampel ... 34

D. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 35

1. Identifikasi Variabel... 35

2. Definisi Operasional ... 35

E. Prosedur Penelitian ... 37

1. Alat dan Bahan ... 37

2. Prosedur Penelitian ... 38

F. Pengolahan dan Analisis Data... 48

G. Etika Penelitian ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Hasil Penelitian ... 51

1. Hasil Uji Antioksidan DPPH ... 51

2. Karakteristik Hewan Coba ... 52

3. Analisis Univariat ... 56

4. Analisis Bivariat ... 57

B. Pembahasan ... 59

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Simpulan ... 64

B. Saran ... 64


(18)

iii

LAMPIRAN ... 71

Keterangan Lolos Kaji Etik ... 72

Analisis Statistik... 73


(19)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ... 7

2. Kerangka konsep ... 8

3. Hepar dilihat dari anterior ... 9

4. Hepar dilihat dari posterior ... 10

5. Lobulus hepar ... 11

6. Lambung Rattus norvegicus ... 14

7. Hepar Rattus norvegicus ... 15

8. Metabolisme etanol dan metanol ... 22

9. Diagram alir penelitian... 47

10.Histologi hepar normal kelompok K N dengan perbesaran 400x. ... 53

11.Histopatologi hepar patologis kelompok K (-) dengan perbesaran 400x... 53

12.Histopatologi hepar kelompok K I dengan perbesaran 400x ... 54

13.Histopatologi hepar kelompok K II dengan perbesaran 400x... 55

14.Histopatologi hepar kelompok K III dengan perbesaran 400x ... 55


(20)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data biologis tikus putih sprague dawley ... 13

2. Fungsi arginin pada metabolisme ... 25

3. Identifikasi variabel dan definisi operasional ... 36

4. Hasil Uji Antioksidan DPPH ... 51

5. Skor Manja Roenigk ... 56


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014), dari 241.000.000 orang penduduk Indonesia, Prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol adalah 0,8% dan prevalensi ketergantungan alkohol adalah 0,7% pada laki-laki maupun perempuan. Apabila dilihat dari persentasenya, prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol dan prevalensi ketergantungan alkohol sangatlah kecil. Namun, apabila angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, sebanyak 1.928.000 orang penduduk Indonesia mengalami gangguan karena penggunaan alkohol dan sebanyak 1.180.900 orang penduduk Indonesia mengalami ketergantungan alkohol.

Bahaya mengkonsumsi alkohol termasuk dalam lima besar faktor resiko untuk penyakit, kecacatan dan kematian di seluruh dunia (WHO, 2011). Mengkonsumsi alkohol meningkatkan resiko dalam masalah kesehatan seperti ketergantungan alkohol, sirosis hepar, kanker dan luka-luka (WHO, 2004; Baan et al., 2007; Shield et al., 2013).


(22)

2 Saat alkohol dikonsumsi, alkohol akan merusak berbagai macam organ, salah satunya adalah hepar. Alkohol yang diminum akan masuk ke pembuluh darah melalui usus dan lambung. Seluruh darah dari usus dan lambung pertama-tama akan melewati hepar sebelum disirkulasikan ke seluruh tubuh. Sehingga, konsentrasi alkohol yang tertinggi adalah di dalam darah yang melewati hepar (Kenny, 2012).

Alkohol dalam hepar akan dimetabolisme oleh hepar, namun, apabila terlalu berlebihan, sel hepar akan menimbun lemak yang berasal dari pemecahan alkohol. Jaringan lemak tersebut akan kembali seperti semula apabila konsumsi alkohol dihentikan. Namun, pada beberapa orang, jaringan lemak tersebut dapat berkembang menjadi hepatitis (Kenny, 2012). Terdapat banyak bahan alami yang bersifat protektif terhadap hepar akibat alkohol, salah satunya adalah sarang burung walet.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat sarang burung walet, namun belum banyak yang telah dipublikasikan secara internasional dengan akses bebas sehingga informasi tentang sarang burung walet ini masih tertutup. Walaupun demikian, informasi tentang nutrisi dalam sarang burung walet telah ditemukan. Sarang burung walet mengandung karbohidrat, protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi dan air (Nugroho dan Budiman, 2009). Protein terdiri dari berbagai macam asam amino. Sarang burung walet mengandung berbagai asam amino seperti leusin, valin, treonin, fenilalanin,


(23)

3 lisin, isoleusin, metionin, tirosin, serin, arginin, glisin, histidin, sistein, asam aspartat, asam glutamat, prolin dan alanin (Roh et al., 2011).

Dalam obat tradisional Cina, sarang burung walet dipercaya dapat meningkatkan kesehatan dari berbagai organ dan sistem (Hobbs 2004). Riset yang dilakukan oleh Kong et al. (1987), menunjukkan bahwa epidermal growth factor (EGF) yang diekstrak dari sarang burung walet dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan proliferasi sel. Selain itu, riset yang dilakukan oleh Abidin et al. (2011), menunjukan bahwa sarang burung walet aman digunakan untuk kornea dan dapat meningkatkan aktivitas proliveratif dari corneal keratocytes. Dalam riset yang dilakukan oleh Chua et al. (2013), menunjukan bahwa sarang burung walet dapat mengurangi aktivitas katabolik dan meningkatkan sintesis cartilage extracellular matrix.

Hingga saat ini, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa sarang burung walet dapat digunakan untuk melindungi hepar. Peneliti yakin bahwa sarang burung walet dapat menjadi antioksidan sehingga dapat menangkal radikal bebas yang dihasilkan akibat konsumsi alkohol dan membantu dalam perbaikan sel hepar. Untuk melihat aktivitas antioksidan pada sarang burung walet dan menentukan dosis yang diberikan pada hewan coba, peneliti melakukan uji antioksidan diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) terhadap sarang burung walet sebelum melakukan penelitian. Adapun dosis yang digunakan dalam uji antioksidan tersebut adalah berdasarkan penelitian Ma et al. (2012)


(24)

4 yaitu dengan kadar 1 mg/ml, 3 mg/ml dan 9 mg/ml dengan tambahan 27 mg/ml.

Berdasakan pemaparan di atas, peneliti ingin meneliti apakah pemberian sarang burung walet dapat mengurangi kerusakan hepar tikus putih yang diinduksi dengan alkohol.

B. Perumusan Masalah

Peneliti ingin meneliti tentang efek hepatoprotektif dan antioksidan dari sarang burung walet terhadap kerusakan hepar yang diakibatkan oleh alkohol sehingga peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat efek hepatoprotektif sarang burung walet pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol?

2. Apakah terdapat perbedaan efek hepatoprotektif sarang burung walet dengan peningkatan dosis pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif sarang burung walet pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol.


(25)

5

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui efek hepatoprotektif sarang burung walet pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol.

b. Mengetahui pengaruh peningkatan dosis sarang burung walet terhadap efek hepatoprotektif pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Peneliti

Mengetahui bahwa sarang burung walet dapat mencegah terjadinya kerusakan hepar yang diinduksi dengan alkohol dan menjadi bahan untuk diteliti lebih lanjut.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipublikasikan secara luas sehingga masyarakat mengetahui efek sarang burung walet terhadap hepar tikus yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk kesehatan pada manusia dan memperluas pandangan masyarakat terhadap sarang burung walet. 3. Bagi Ilmu Kedokteran

Memberikan tambahan informasi tentang sarang burung walet dalam bidang kedokteran.


(26)

6 E. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

Alkohol, apabila dikonsumsi, akan meningkatkan radikal bebas dan merusak berbagai macam organ, salah satunya adalah hepar (Wiria, 2009). Alkohol akan dimetabolisme menjadi acetaldehyde melalui jalur alkohol dehidrogenase dan melalui jalur Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS). Acetaldehyde lalu dioksidasi menjadi asetat oleh proses metabolisme yang ketiga. Salah satu hasil dari metabolisme alkohol adalah radikal bebas (Katzung et al., 2012).

Sebagian besar radikal bebas yang merusak sistem biologis adalah radikal bebas derivat oksigen, yang dikenal sebagai Reactive Oxygen Species (ROS). ROS dapat dinetralisir oleh antioksidan (Rahman, 2007). Banyak bahan alam yang dapat dijadikan sebagai bahan yang bersifat protektif, salah satunya adalah sarang burung walet.

Sarang burung walet mengandung glisin, sistein dan asam glutamat (Roh et al., 2011). Glutathione adalah antioksidan tripeptide yang terdiri dari tiga asam amino yaitu sistein, glisin dan glutamat (Fitzpatrick et al., 2012). Methionin dan prekursornya, sistein, juga merupakan asam amino yang dapat menjadi antioksidan (Dröge, 2005). Peneliti berasumsi bahwa dengan konsumsi sarang burung walet, produksi glutathione akan meningkat dan dapat menangkal radikal bebas. Selain itu salah satu


(27)

7 pembentuk glutathione, sistein dapat menjadi antioksidan dan menangkal radikal bebas.

Gambar 1. Kerangka teori

Etanol

Acetaldehyde

NAD+

NADH

NADPH + O2

NADP+ + H 2O

MEOS (CYP2E1, CYP1A2, CYP3A4)

Peningkatan ROS Kerusakan Jaringan

Saluran

Pencernaan Hepar

Ginjal Otak Gambaran Kerusakan Hepar:

1. Degenerasi parenkimatosa 2. Degenerasi hidropik 3. Nekrosis


(28)

8 2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep

F. Hipotesis

Berdasarkan paparan di atas, peneliti membuat hipotesis sebagai berikut. 1. Terdapat efek hepatoprotektif sarang burung walet pada tikus putih galur

sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol.

2. Terdapat perbedaan efek hepatoprotektif sarang burung walet dengan peningkatan dosis pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol.

K N

Variabel Independent

K (-) K I

K II

K III

Alkohol

Alkohol +

Sarang

Burung Walet

Gambaran

Histopatologi Hepar

Gambaran Hepar:

1. Normal

2. Degenerasi parenkimatosa

3. Degenerasi hidropik


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hepar

Hepar (gambar 1 dan gambar 2) adalah kelenjar yang terbesar di dalam tubuh dan organ tunggal terbesar setelah kulit. Berat hepar adalah sekitar 1500 gram dan menyumbangkan sekitar 2,5% dari berat badan orang dewasa (Moore, 2010). Hepar melakukan banyak fungsi yang berbeda namun saling berhubungan satu sama lain. Hepar memiliki banyak fungsi, yaitu sebagai penyaring sekaligus penyimpan darah, metabolisme karbohidrat, protein, lemak, hormon, zat kimia asing, pembentukan empedu, penyimpanan vitamin dan besi, serta pembentukan faktor koagulasi. Apabila terdapat kelainan pada hepar, maka banyak fungsinya yang terganggu secara bersamaan (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 3. Hepar dilihat dari anterior (Putz dan Pabst, 2006).


(30)

10 Hepar melakukan berbagai macam aktivitas metabolik yang diperlukan untuk homeostasis, nutrisi dan kekebalan tubuh. Contohnya, hepar penting untuk pengeluaran dan pemecahan toksik ataupun bahan yang berpotensi sebagai toksik, bahan-bahan yang berasal dari darah dan melalui regulasi darah seperti glukosa dan lemak, penyimpanan vitamin tertentu, zat besi dan mikronutrien lainnya, serta dalam memecah atau memodifikasi asam amino (Standring, 2008).

Gambar 4. Hepar dilihat dari posterior (Putz dan Pabst, 2006).

Selain lemak, semua nutrisi dari saluran penceranaan pada mulanya dibawa ke hepar melalui vena porta. Sebagai tambahan dari aktivitas metaboliknya, hepar menyimpan glikogen dan mensekresikan empedu, cairan berwarna kuning kecoklatan atau hijau yang membantu emulsifikasi lemak. Empedu melewati lemak melalui duktus hepatika communis yang bergabung dengan cystic duct menjadi duktus biliaris communis. Hepar terus memproduksi empedu dan disimpan di kantong empedu. Saat makanan sampai di


(31)

11 duodenum, cairan empedu akan dibawa ke duodenum melalui duktus biliaris (Moore, 2010).

Sel hepar atau hepatosit adalah sel epitel yang dikelompokkan dalam lempengan yang saling berhubungan. Hepatosit disusun menjadi ribuan sel yang membentuk polyhedral hepatic lobules yang merupakan struktur klasik dan unit fungsional dari hepar (gambar 3). Setiap lobules memiliki tiga sampai enam area portal di pinggirnya dan sebuah venule yang disebut vena sentral di tengahnya. Zona porta yang berada di sudut lubulus berisi jaringan ikat yang dibentuk oleh sebuah venule yang merupakan cabang dari vena portal, sebuah arteriole yang merupakan cabang dari arteri hepatika dan sebuah duktus yang berepitel kuboid yaitu cabang dari sistem duktus biliaris. Ketiga struktur tersebut disebut portal triad (Mescher, 2010).

Gambar 5. Lobulus hepar (Mescher, 2010).


(32)

12 Gambaran histopatologi hepar dapat dilihat dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop dan dinilai berdasarkan sistem skoring Manja Roenigk. Cara penilaian skoring Manja Roenigk adalah dengan membaca tiap preparat jaringan hepar dalam lima lapangan pandang yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan pembesaran 400x. Lalu setiap lapangan pandang dihitung 20 hepatosit dan dikalikan dengan skor masing-masing sel. Dengan skor masing-masing sel sebagai berikut.

0 : Normal

1 : Degenerasi parenkimatosa 2 : Degenerasi hidropik 3 : Nekrosis

Kemudian dicari rerata skor untuk semua lapang pandang pada setiap sampel (Tamad et al., 2011).

B. Tikus Putih Galur Sprague Dawley

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur sprague dawley berjenis kelamin jantan dewasa yang berumur 3-4 bulan. Tikus sprague dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Tikus putih galur ini mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner, 1983).


(33)

13 Berikut adalah data biologis tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley.

Tabel 1. Data biologis tikus putih sprague dawley (Harlan Laboratories, 2014)

Parameter Satuan

Jantan umur 6 minggu

Jantan umur 12 minggu

Betina umur 6 minggu

Umur umur 12 minggu

rata-rata ± sd

rata-rata ± sd

rata-rata ± sd

rata-rata ± sd Berat

Berat badan g 16,8 ± 10,0 359,8 ± 11,5 152,3 ± 10,2 224,4 ± 17,8 Jantung g 0,834 ± 0,085 1,470 ± 0,145 0,816 ± 0,064 0,848 ± 0,088 Paru-paru g 1,165 ± 0,116 1,648 ± 0,116 1,105 ± 0,195 1,080 ± 0,081 Hepar g 9,135 ± 0,728 16,143 ± 1,683 7,531 ± 0,787 8,016 ± 0,656 Ginjal g 1,449 ± 0,091 2,278 ± 0,195 1,322 ± 0,137 1,526 ± 0,173

Hematologi

Eritrosit 1012/l 5,99 ± 0,29 8,10 ± 0.28 7,08 ± 0,22 7,77 ± 0,16

Trombosit 109/l 448 ± 123 444 ± 96 461 ± 165 634 ± 152

Leukosit 109/l 8,9 ± 1,4 8,6 ± 1,6 7,6 ± 1,3 7,0 ± 1,3

Limfosit % 87,7 ± 3,9 87,5 ± 5,6 89,7 ± 6,2 80,4 ± 6,9 Neutrofil % 10,5 ± 3,9 9,5 ± 5,1 9,0 ± 5,9 13,6 ± 5,4 Monosit % 1,6 ± 1,0 2,3 ± 1,6 0,9 ± 0,7 2,0 ± 0,5 Eosinofil % 0,1 ± 0,3 0,6 ± 1,0 0,4 ± 0,7 3,2 ± 2,5 Basofil % 0,1 ± 0,3 0,1 ± 0,3 0,0 ± 0,0 0,9 ± 0,3

Biokimia

Sodium Mmol/l 144 ± 1 144 ± 1 144 ± 1 143 ± 1 Potassium Mmol/l 4,2 ± 0,2 4,5 ± 0,3 4,0 ± 0,4 4,0 ± 0,1 Kalsium mmol/l 2,77 ± 0,06 2,71 ± 0,06 2,76 ± 0,07 2,63 ± 0,13 Fosfat mmol/l 3,16 ± 0,22 2,44 ± 0,21 3,05 ± 0,19 1,65 ± 0,25 Ureum mmol/l 4,9 ± 0,5 7,3 ± 0,6 6,0 ± 1,4 6,3 ± 0,8 Kreatinin µmol/l 36 ± 2 44 ± 2 41 ± 2 49 ± 2 Bilirubin µmol/l <10 ± <10 ± <10 ± <10 ± Kolesterol mmol/l 3,1 ± 0,2 2,6 ± 0,3 3,2 ± 0,3 2,5 ± 0,2 Trigliserid mmol/l 0,74 ± 0,17 1,22 ± 0,16 0,53 ± 0,14 0,85 ± 0,46 Glukosa mmol/l 6,7 ± 0,4 6,4 ± 0,7 7,7 ± 2,5 8,5 ± 3,4 AP U/l 327 ± 51 180 ± 24 193 ± 21 124 ± 11 ASAT U/l 81 ± 9 90 ± 19 80 ± 21 93 ± 15 ALAT U/l 90 ± 6 76 ± 10 63 ± 10 66 ± 8 LD U/l 197 ± 53 229 ± 101 295 ± 136 292 ± 114 Hemoglobin mmol/l 7,9 ± 0,4 9,8 ± 0,5 9,2 ± 0,3 9,2 ± 0,2 Hematokrit l/l 0,41 ± 0,02 0,47 ± 0,03 0,46 ± 0,02 0,45 ± 0,01

Klasifikasi tikus (Rattus novergicus) dalam taksonomi adalah sebagai berikut. Kingdom: Animalia Phylum: Chordata Class: Mamalia Ordo: Rodentia Subordo: Myomorpha Family: Muridae


(34)

14 Genus: Rattus

Species: Rattus norvegicus (Vinerean, 2014).

Galur sprague dawley ditemukan oleh R.W. Dawley pada tahun 1925, yang merupakan gabungan dari seekor tikus hooded hybrid jantan yang asalnya tidak diketahui dan seekor tikus betina albino (kemungkinan Wistar) kemudian dikawinsilangkan dengan keturunan betina selama tujuh generasi. Tikus sprague dawley adalah tikus albino outbred dengan kepala yang memanjang dan ekor yang lebih panjang dari badannya sendiri. Merupakan tikus yang tumbuh dengan cepat, jinak dan mudah dirawat. Tikus sprague dawley biasanya digunakan untuk bedah eksperimental, studi umum, metabolisme, nutrisi, neurologi, onkologi, farmakologi, fisiologi, proses penuaan, teratologi dan toksikologi (Janvier Lab, 2014).

Gambar 6. Lambung Rattus norvegicus (Vinerean, 2014).


(35)

15 Pada tikus putih (Rattus norvegicus), esofagus memasuki lambung melalui limiting ridge (gambar 4). Oleh karena itu, tikus putih tidak dapat melakukan refleks muntah (Vinerean, 2014). Menurut Ofusori et al. (2008), volume lambung tikus putih (Rattus norvegicus) adalah 2,96 ± 0,12 ml atau dapat dibulatkan menjadi 3 ml. Selain itu, pada tikus putih (Rattus norvegicus), hepar (gambar 5) terbagi menjadi empat lobus, yaitu lobus median atau lobus sistik (A), lobus lateral dekstra (B), lobus lateral sinistra (C) dan lobus caudate (D). Tikus putih juga memiliki kemampuan untuk meregenerasi hepar setelah hepatektomi parsial (Vinerean, 2014).

Gambar 7. Hepar Rattus norvegicus (Vinerean, 2014).

C. Radikal Bebas, Stres Oksidatif dan Antioksidan

Radikal bebas adalah senyawa kimia dengan satu elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya. Senyawa kimia tersebut sangat tidak stabil dan mudah


(36)

16 bereaksi dengan bahan kimia organik maupun anorganik. Ketika dihasilkan dalam sel, radikal bebas akan menyerang asam nukleat serta berbagai protein seluler dan lipid. Selain itu, radikal bebas melakukan reaksi autocatalytic. Molekul yang bereaksi dengan radikal bebas akan diubah menjadi radikal bebas, sehingga menyebabkan serangkaian rantai kerusakan (Kumar et al., 2007).

Sebagian besar radikal bebas yang merusak sistem biologis adalah radikal bebas derivat oksigen, yang dikenal sebagai Reactive Oxygen Species (ROS). ROS adalah byproducts utama yang terbentuk di dalam sel-sel organisme aerob dan dapat memulai reaksi autocatalytic sehingga molekul yang bereaksi dengan ROS akan diubah menjadi radikal bebas untuk menyebarkan rantai kerusakan. ROS dapat dihasilkan pada radiasi sinar UV, sinar-X dan sinar gamma, reaksi yang dikatalis oleh logam, polutan di atmosfer, diproduksi oleh neutrofil maupun makrofag selama proses peradangan dan merupakan hasil dari mitokondria yang dikatalis oleh reaksi transpor elektron, serta berbagai mekanisme lain. Jumlah produksi radikal bebas ditentukan oleh keseimbangan berbagai faktor dan ROS diproduksi baik oleh faktor endogen maupun faktor eksogen. Sumber ROS endogen antara lain mitokondria, metabolisme sitokrom P450, peroksisom dan aktivasi sel radang. Sumber ROS eksogen antara lain xenobiotic, chlorinated compounds, environmental agents, logam (redoks dan nonredoks), ion dan radiasi (Rahman, 2007).


(37)

17 Stres oksidatif dapat didefinisikan sebagai jumlah ROS yang berlebihan, yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi dan penghancuran ROS. Stres oksidatif merupakan akibat dari peningkatan produksi radikal bebas dan/atau penurunan aktivitas fisiologis pertahanan antioksidan terhadap radikal bebas. Semua makhluk hidup mempertahankan reducing environment dalam sel mereka. Reducing environment ini dipertahankan oleh enzim yang mempertahankan reduced state melalui input konstan energi metabolik. Gangguan pada keadaan redoks yang normal ini dapat menimbulkan efek toksik melalui produksi peroksida dan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan komponen sel. Stres oksidatif yang berat dapat menyebabkan kematian sel. Tingkat stres oksidatif yang dialami oleh sel akan menjadi fungsi dari aktivitas ROS menghasilkan reaksi dan aktivitas scavenging system ROS. Dalam kondisi fisiologis, keseimbangan antara zat prooksidan dan antioksidan disimpan sedikit untuk produksi prooksidan, sehingga mendukung stres oksidatif ringan (Poljsak et al., 2013).

Antioksidan merupakan molekul yang dapat menetralkan radikal bebas dengan menerima atau menyumbangkan elektron untuk menghilangkan ion yang tidak berpasangan pada radikal bebas. Molekul-molekul antioksidan dapat langsung bereaksi dengan radikal bebas yang reaktif dan menghancurkannya, sementara antioksidan mungkin menjadi radikal bebas baru yang kurang aktif, berumur panjang dan kurang berbahaya daripada yang radikal bebas telah dinetralkan. Radikal bebas dapat dinetralkan oleh antioksidan lain atau mekanisme lain untuk mengakhiri status radikalnya.


(38)

18 Banyak antioksidan dapat langsung bereaksi dengan ROS dan/atau residu radikal bebas yang disebabkan oleh ROS dan mengakhiri reaksi berantai, sehingga menghentikan kerusakan yang diinduksi oleh ROS (Lu et al., 2010).

Uji α, α-diphenyl-β-picrylhydrazyl (DPPH) merupakan metode yang dikembangkan oleh Blois pada tahun 1958 untuk menentukan aktivitas antioksidan suatu komponen dengan menggunakan radika bebas stabil α, α -diphenyl-β-picrylhydrazyl. Awalnya, larutan DPPH berwarna ungu tua. Setelah mengalami oksidasi oleh antioksidan, DPPH akan berubah warna menjadi kekuningan. Untuk menilai aktivitasnya, larutan DPPH yang telah dicampurkan dengan antioksidan harus dibaca pada spektrofotometri dengan absorbansi 517nm. Hal ini dikarenakan absorbansi yang paling kuat pada DPPH berada pada absorbansi 517nm (Kedare dan Singh, 2011).

D. Etanol

Alkohol, umumnya dalam bentuk ethyl alcohol (etanol), memiliki peran penting dalam sejarah manusia paling tidak selama 8000 tahun. Pada kebudayaan barat, beer dan wine merupakan minuman utama dalam kehidupan sehari-hari sampai abad ke- 19 (Katzung et al., 2012). Di beberapa negara, alkohol merupakan minuman yang mudah didapatkan sehingga cenderung banyak disalahgunakan. Alkohol mengganggu pengaturan eksitasi atau inhibisi di otak, sehingga mengkonsumsi alkohol dapat mengakibatkan terjadinya disinhibisi, ataksia dan sedasi (Wiria, 2009).


(39)

19 Sifat farmakologis etanol meliputi efek pada proses penyakit, efek pada perkembangan prenatal, efek pada sistem gastrointestinal, sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat (SSP). Etanol menganggu keseimbangan halus antara pengaruh eksitasi dan inhibisi di otak, yang menyebabkan disinhibisi, ataksia dan sedasi. Toleransi terhadap etanol berkembang setelah penggunaan kronis dan terlihat ketergantungan fisik bila alkohol dihentikan tiba-tiba (Brunton et al., 2006).

Etanol adalah molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat di saluran pencernaan. Puncak konsentrasi etanol dalam darah dapat dicapai dalam waktu 30 menit setelah ingesti etanol bila lambung kosong. Volume distribusi untuk etanol mendekati total air dalam tubuh (0,5-0,7 l/kg). Karena absorpsi dari usus halus lebih cepat dibandingkan dari lambung, penundaan pengosongan lambung (misalnya, karena adanya makanan di lambung) dapat memperlambat absorpsi etanol. Dengan dosis alkohol secara oral yang setara, perempuan memiliki konsentrasi puncak yang lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki total kadar air tubuh yang lebih rendah dari laki-laki dan karena perbedaan dalam first-pass metabolism (Brunton et al., 2006; Katzung et al., 2012).

Meskipun masyarakat sering menganggap minuman beralkohol sebagai penstimulasi, etanol pada dasarnya merupakan depresan SSP. Sama dengan depresan lain seperti barbiturat dan benzodiazepin, minum alkohol dalam jumlah sedang dapat memiliki efek antiansietas dan menyebabkan kehilangan


(40)

20 inhibisi perilaku dalam suatu rentang dosis yang luas. Tanda intoksikasi pada tiap individu bervariasi, mulai dari efek eksitasi dan meluap-luap hingga perubahan mood yang tidak terkontrol dan gejolak emosi yang dapat disertai kekerasan. Pada intoksikasi yang lebih parah, fungsi SSP secara umum terganggu dan kondisi anestesi umum pada akhirnya terjadi. Akan tetapi, batas antara kerja anestetik dan efek letalnya kecil (Brunton et al., 2006).

Terdapat dua jalur metabolisme alkohol (gambar 6) menjadi acetaldehyde, yaitu melalui jalur alkohol dehidrogenase dan melalui jalur Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS). Acetaldehyde lalu dioksidasi menjadi asetat oleh proses metabolisme yang ketiga (Katzung et al., 2012).

Jalur utama untuk metabolisme alkohol melibatkan alkohol dehidrogenase (ADH), golongan cytosolic enzyme yang mengkatalisis konversi alkohol menjadi acetaldehyde (Gambar 9, kiri garis hitam). Enzim ini terletak terutama di hepar, namun sejumlah kecil ditemukan di organ lain seperti otak dan lambung. Selama konversi etanol oleh ADH menjadi acetaldehyde, ion hidrogen ditransfer dari etanol ke kofaktor nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) untuk membentuk NADH. Oksidasi alkohol yang dihasilkan melebihi reducing equivalents di hepar. Kelebihan produksi NADH muncul untuk berkontribusi pada gangguan metabolisme yang menyertai alkoholisme kronis dan untuk asidosis laktat maupun hipoglikemia yang sering menyertai keracunan alkohol akut (Brunton et al., 2006).


(41)

21 Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS) disebut juga mixed function oxidase system, menggunakan NADPH sebagai kofaktor dalam metabolisme etanol (Gambar 9, kanan) dan terdiri dari sitokrom P450 atau disebut juga sebagai CYP seperti CYP2E1, CYP1A2 dan CYP3A4. Konsumsi alkohol kronis akan menginduksi aktivitas MEOS. Akibatnya, konsumsi alkohol kronis tidak hanya menimbulkan peningkatan yang signifikan dalam metabolisme etanol tetapi juga dalam metabolisme obat lain yang dilakukan oleh sitokrom P450 dalam sistem MEOS dan dalam pembentukan produk sampingan beracun dari reaksi sitokrom P450 seperti toksin, radikal bebas, H2O2 (Lu dan Cederbaum, 2008).

Sebagian besar acetaldehyde yang terbentuk dari alkohol dioksidasi di hepar dengan reaksi yang dikatalis oleh mitochondrial NAD-dependent aldehyde dehydrogenase (ALDH). Produk dari reaksi ini adalah asetat (Gambar 9), yang akan dimetabolisme lebih lanjut menjadi CO2 dan air atau digunakan

untuk membentuk asetil KoA (Katzung et al., 2012). Kombinasi NADH yang meningkat dan asetil KoA yang lebih tinggi mendukung sintesis asam lemak serta penyimpanan dan akumulasi triasilgliserida. Badan keton bertambah sehingga memperparah asidosis laktat. Metabolisme etanol melalui jalur CYP2E1 menyebabkan peningkatan NADP. Hal ini membatasi ketersediaan NADPH untuk regenerasi glutathione (GSH) yang tereduksi sehingga meningkatkan stres oksidatif (Brunton et al., 2006).


(42)

22

Gambar 8. Metabolisme etanol dan metanol (Brunton et al., 2006).

Etanol menyebabkan sejumlah efek merugikan terkait dosis pada hepar. Efek utamanya adalah infiltrasi lemak di hepar, hepatitis dan sirosis. Sebagai akibat toksisitas intrinsiknya, alkohol dapat melukai hepar tanpa adanya defisiensi makanan. Akumulasi lemak di hepar merupakan kejadian awal dan dapat terjadi pada individu normal setelah ingesti alkohol dalam jumlah yang relatif sedikit. Akumulasi ini diakibatkan oleh inhibisi siklus asam trikarboksilat dan inhibisi oksidasi lemak, yang sebagian disebabkan oleh pembentukan NADH berlebih yang dihasilkan oleh kerja ADH dan ALDH (Katzung et al., 2012).

Fibrosis yang ditimbulkan oleh nekrosis jaringan dan inflamasi kronis merupakan penyebab utama terjadinya sirosis alkoholik. Alkohol dapat mempengaruhi stellate cells pada hepar secara langsung. Pengkonsumsian alkohol kronis menyebabkan transformasi dari stellate cells menjadi sel-sel


(43)

23 yang mirip miofibroblas yang memproduksi kolagen sehingga terjadi penumpukan kolagen di sekitar venula hepatik terminal. Tanda histologis sirosis alkoholik adalah pembentukan badan Mallory, yang diduga diakibatkan oleh suatu sitokeratin, intermediet sitoskeleton, yang berubah. Mekanisme molekuler sirosis alkoholik belum dipahami dengan baik, tetapi kemungkinan disebabkan oleh berbagai efek etanol dan metabolit etanol pada peroksidasi fosfolipid, metabolisme GSH, produksi radikal bebas dan sitokin proinflamasi. Selain itu, faktor lain dapat mempercepat atau meningkatkan perkembangan sirosis hepar (Brunton et al., 2006).

E. Walet

Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna coklat tua kehitaman dengan bagian dada berwarna cokelat muda, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang atau kecil. Sayapnya berbentuk sabit yang sempit dan runcing. Sayap walet ini sangat kuat. Kakinya sangat kecil dan lemah sehingga burung ini tidak pernah hinggap di pohon. Paruhnya sangat kecil (Nugroho dan Budiman, 2009).

Walet memiliki taksonomi sebagai berikut. Kingdom: Animalia

Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class: Aves


(44)

24 Family: Apodidae

Genus: Aerodamus

Species: Aerodamus fuciphagus (Nugroho dan Budiman, 2009).

F. Sarang Burung Walet

Sarang burung walet memiliki 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial. Asam amino esensial yang terdapat dalam sarang burung walet adalah arginin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, treonin dan valin. Asam amino non esensial yang terdapat dalam sarang burung walet adalah alanin, asam aspartat, asam glutamat, glisin, prolin, serin, sistein dan tirosin (Roh et al., 2011). Selain itu, sarang burung walet juga mengandung karbohidrat, protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi dan air (Nugroho dan Budiman, 2009). Menurut Kong et al. (1987) sarang burung walet mengandung epidermal growth factor (EGF) yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan proliferasi sel.

Arginin (Arginine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-amino-5-guanidinopentanoic acid dengan rumus kimia H2


(45)

25 Tabel 2. Fungsi arginin pada metabolisme (Wu et al., 2009)

Fungsi Efek Mediator

BAT growth and energy-substrate oxidation

Meningkatkan cGMP, PA, cAMP dan NO

Cell signaling (AMPK,

mTOR dan cGMP)

Meningkatkan NO dan Arg Pertumbuhan dan

perkembangan neonatus, serta laktogenesis

Meningkatkan Arg, NO, mTOR, PA dan proline

Fungsi dan biogenesis mitokondria

Meningkatkan cGMP, PA dan NO Sintesis protein dan

perkembangan otot

Meningkatkan mTOR dan PA Detoksifikasi amonia

melalui siklus urea

Meningkatkan NAG dan ornithine

Obesitas, resistensi insulin dan dislipidemia

Menurunkan atau menghambat

AMPK signaling, Arg dan NO

Orotic aciduria dan gout Menurunkan atau

menghambat

NAG dan ornithine

Produksi ROS dan stres oksidatif

Menurunkan atau menghambat

Arg, kreatin, PA dan NO Degradasi protein dan

apoptosis

Menurunkan atau menghambat

mTOR, NO dan

autophagy

Keterangan: BAT: brown adipose tissue, AMPK: AMP-activated protein kinase, mTOR:

mammalian target of rapamycin, cGMP: cyclic guanosine monophosphate, PA: polyamines,

cAMP:cyclic adenosine monophosphate , NO: nitric oxide, Arg: L-Arginine

Fenilalanin (Phenylalanine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-amino-3-phenylpropanoic acid. Fenilalanin juga memiliki rumus kimia C6H5-CH2-CH(NH2)-COOH (IUPAC, 1983).

Histidin (Histidine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-amino-3-(1H-imidazol-4-yl)-propanoic acid dengan rumus kimia sebagai berikut (IUPAC, 1983).


(46)

26 Side-chain dari histidin terdiri dari cincin imidazole dan memiliki aromatic properties. Histidin adalah satu-satunya asam amino yang side-chain-nya bisa berubah dari kondisi unprotonated menjadi protonated pada pH netral. Hal ini dikarena kan oleh nilai pKa side-chain dari histidin adalah 6,0. Karakteristik ini membuat residu histidin dapat bertindak sebagai penerima proton maupun sebagai pendonor proton pada berbagai reaksi enzimatik seluler (Horn et al., 2014).

Isoleusin (Isoleucine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-amino-3-methylpentanoic acid. Selain itu, isoleusin juga memiliki rumus kimia C2H5-CH(CH3)-CH(NH2)-COOH (IUPAC, 1983).

Leusin (leucine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-amino-4-methylpentanoic acid dengan rumus kimia (CH3)2CH-CH2-CH(NH2

)-COOH (IUPAC, 1983). Leusin memegang peranan penting dalam mengontrol sintesis protein dan meregulasi metabolisme sel pada berbagai macam sel (Yang et al., 2010). Leusin meningkatkan sintesis protein otot dengan memodulasi aktivasi dari mammalian target of rapamycin complex 1 (mTORC1) dan signaling components dari inisiasi translasi (Suryawan et al., 2011). Pada sel pancreas, leusin menstimulasi sekresi insulin yang bekerja sebagai bahan bakar metabolik dan aktivator allosteric dari glutamate dehydrogenase untuk meningkatkan glutaminolysis (Yang et al., 2010).


(47)

27 Lisin (Lysine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2,6-diaminohexanoic acid. Lisin juga memiliki rumus kimia H2N-[CH2]4

-CH(NH2)-COOH (IUPAC, 1983).

Metionin (Methionine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-amino-4-(methylthio)butanoic acid dengan rumus kimia CH3-S-[CH2]2

-CH(NH2)-COOH (IUPAC, 1983). Metionin merupakan prekursor dari

glutathione. Glutathione adalah organosulfur tri-peptide ( -glutamyl-cysteinyl-glycine) yang diproduksi dari metabolisme dari metionin. Glutathione juga dibentuk dari penggabungan tiga asam amino, yaitu sistein, glutamat dan glisin (Fitzpatrick et al., 2012). Glutathione adalah thiol non protein yang paling banyak berada pada sel mamalia. Glutathione bertindak sebagai agen reduktor utama dan pertahanan antioksidan dengan mempertahankan tight control dari status redoks (Franco dan Cidlowski, 2012).

Treonin (Threonine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-amino-3-hydroxybutanoic acid. Treonin juga memiliki rumus kimia CH3

-CH(OH)-CH(NH2)-COOH (IUPAC, 1983). Valin (valine) adalah suatu asam

amino yang diberi nomenklatur 2-amino-3-methylbutanoic acid. Valin juga memiliki rumus kimia (CH3)2CH-CH(NH2)-COOH (IUPAC, 1983).

Alanin (Alanine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-aminopropanoic acid dengan rumus kimia CH3-CH(NH2)-COOH (IUPAC,


(48)

28 1983). Pada hepar, alanin dideaminasi menjadi piruvat, yang bertindak sebagai substrat untuk gluconeogenesis (Bordbar et al., 2011). Asam aspartat (Aspartic acid) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-Aminobutanedioic acid dengan rumus kimia HOOC-CH2-CH(NH2)-COOH

(IUPAC, 1983).

Asam glutamat (Glutamic acid), disebut juga sebagai glutamat, adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-Aminopentanedioic acid dengan rumus kimia HOOC-[CH2]2-CH(NH2)-COOH (IUPAC, 1983). Glutamat

adalah prekursor dari antioksidan glutathione (Fitzpatrick et al., 2012). Glutamat adalah asam amino fungsional yang memiliki peram seperti menjadi mediator untuk cell signaling, regulator untuk reaksi oksidatif dan memiliki fungsi sebagai barrier sekaligus respon imun (Wu et al., 2014). Glutamat juga berperan sebagai neurotransmitter dan antikanker (Dutta et al., 2013).

Glisin (Glycine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur Aminoethanoic acid dengan rumus kimia CH2(NH2)-COOH (IUPAC, 1983).

Glisin adalah asam amino yang paling sederhana, dengan hanya satu grup amino, satu grup karboksil dan dua atom hydrogen yang semuanya berikatan pada satu atom karbon. Karena ukurannya yang kecil, glisin adalah sangat mudah beradaptasi. Selain sebagai pembentuk berbagai macam protein, glisin merupakan prekursor dari antioksidan glutathione (Fitzpatrick et al., 2012).


(49)

29 Selain itu, glisin adalah substrat penting untuk sintesis dari berbagai biomolekul seperti kreatin, porfirin dan nukleotida purin (Petrat et al., 2011).

Prolin (Proline) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur Pyrrolidine-2-carboxylic acid. Prolin juga memiliki rumus kimia sebagai berikut (IUPAC, 1983).

Serin (Serine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-Amino-3-hydroxypropanoic acid. Serin juga memiliki rumus kimia HO-CH2

-CH(NH2)-COOH (IUPAC, 1983).

Sistein (Cysteine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-Amino-3-mercaptopropanoic acid dengan rumus kimia HS-CH2-CH(NH2

)-COOH (IUPAC, 1983). Sistein adalah prekursor dari antioksidan glutathione (Fitzpatrick et al., 2012). Sistein dapat bersifat sebagai antioksidan. Sistein mudah teroksidasi menjadi sistin. Rasio thiol/disulfide dalam sitoplasma menentukan status redoksnya (Dröge, 2005). Namun, peningkatan sistein pada plasma total berhubungan dengan peningkatan massa lemak dan obesitas (Elshorbagy et al., 2012; Badaloo et al., 2012).

Tirosin (Tyrosine) adalah suatu asam amino yang diberi nomenklatur 2-Amino-3-(4-hydroxyphenyl)-propanoic acid. Tirosin juga memiliki rumus kimia sebagai berikut (IUPAC, 1983).


(50)

30

Kalsium adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh manusia. Gigi dan tulang mengandung sebagian besar kalsium dan sisanya terdapat dalam sel-sel saraf, jaringan tubuh, darah dan cairan tubuh lainnya. Kalsium merupakan salah satu mineral yang paling penting bagi tubuh manusia. Kalsium membantu membentuk dan memelihara kesehatan gigi dan tulang. Kadar kalsium yang tepat dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu mencegah osteoporosis. Kalsium memiliki peran dalam tubuh seperti membentuk tulang dan gigi yang kuat, pembekuan darah, mengirim dan menerima sinyal saraf, kontraksi dan relaksasi otot-otot, pelepasan hormon dan bahan kimia lainnya dan menjaga detak jantung normal (Evert, 2013a).

Fosfor adalah mineral yang membentuk 1% dari berat total tubuh seseorang. Hal ini hadir dalam setiap sel tubuh. Sebagian besar fosfor dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Fungsi utama fosfor adalah dalam pembentukan tulang dan gigi. Fosfor mememgang peranan penting dalam bagaimana tubuh menggunakan karbohidrat dan lemak. Fosfor juga diperlukan bagi tubuh untuk membentuk protein yang berguna dalam pertumbuhan, pemeliharaan, serta perbaikan sel dan jaringan. Fosfor juga membantu tubuh membuat ATP, molekul yang digunakan tubuh untuk menyimpan energi. Fosfor bekerja dengan vitamin B. Fosfor memiliki peran dalam fungsi ginjal, kontraksi otot, detak jantung normal dan nerve signaling. Adapun kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut.


(51)

31 1. Usia 0-6 bulan: 100 mg/hari

2. Usia 7-12 bulan: 275 mg/hari 3. Usia 1-3 tahun: 460 mg/hari 4. Usia 4-8 tahun: 500 mg/hari 5. Usia 9-18 tahun: 1.250 mg/hari 6. Orang dewasa: 700 mg/hari 7. Wanita hamil atau menyusui:

a. Usia kurang dari 18 tahun: 1.250 mg/hari

b. Usia lebih dari 18 tahun: 700 mg/hari (Evert, 2013c).

Zat besi adalah mineral yang ditemukan pada setiap sel tubuh. Zat besi dianggap sebagai mineral penting karena dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah. Tubuh manusia membutuhkan zat besi untuk membuat oxygen-carrying protein, hemoglobin dan mioglobin. Hemoglobin dapat ditemukan dalam sel-sel darah merah dan mioglobin dapat ditemukan dalam otot. Zat besi juga membentuk banyak protein dalam tubuh (Evert, 2013b).

Epidermal Growth Factor (EGF) seperti semua growth factor, berikatan dengan reseptor spesifik pada permukaan sel responsif. Aktivitas pada reseptor EGF merupakan aktivitas tirosin kinase, yang diaktifkan untuk merespon ikatan EGF. Kinase domain dari reseptor EGF adalah memfosforilasi reseptor EGF itu sendiri (autofosforilasi) serta protein lain, dalam transduksi sinyal cascade, yang berasosiasi dengan reseptor setelah aktivasi tersebut. EGF memiliki efek proliferatif pada sel-sel yang berasal


(52)

32 dari lapisan mesoderm dan ektoderm, terutama pada keratinosit dan fibroblast. EGF menunjukkan efek pertumbuhan negatif pada karsinoma tertentu serta sel-sel folikel rambut (King, 2013).


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only control group design. Sebanyak 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur sprague dawley berumur 3-4 bulan yang dipilih secara acak dan dibagi menjadi 5 kelompok, dengan pengulangan sebanyak 5 kali, digunakan sebagai subjek penelitian.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sedangkan persiapan sarang burung walet dan persiapan etanol dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, uji antioksidan DPPH untuk menentukan dosis sarang burung walet dilakukan di Laboratorium Analisis Jurusan Tekhnologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan pembuatan preparat beserta pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan


(54)

34 Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan selama 14 hari pada tanggal 25 Desember 2014 - 7 Januari 2015.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur sprague dawley berumur 3-4 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Fakultas Peternakan IPB. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 25 ekor tikus yang dipilih secara acak dan dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali (n=5), sesuai dengan rumus Frederer. Menurut Frederer, rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah:

(t–1) (n–1)>15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:

(5–1) (n–1)>15 4n–4>15

4n>19 n>4,75

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor (n>4,75) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih dari populasi yang ada.


(55)

35

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Aktif bergerak.

b. Berjenis kelamin jantan.

c. Memiliki berat badan 250-400 gram. d. Berusia 3-4 bulan.

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Tampak sakit (penampakan rambut kusam, rontok, atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, genital).

b. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.

c. Mati selama masa pemberian perlakuan.

D. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel independen adalah sarang burung walet.

b. Variabel dependen adalah gambaran histopatologi hepar.

2. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional yang digunakan untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas yaitu sebagai berikut.


(56)

36 Tabel 3. Identifikasi variabel dan definisi operasional

Variabel Definisi Skala

Sarang burung walet

Sarang burung walet dalam penelitian ini adalah patahan sarang burung walet yang dilarutkan dalam air. Untuk mendapatkan dosis sarang burung walet, digunakan uji antioksidan α, α-diphenyl-β -picrylhydrazyl (DPPH). Kemudian dicari kadar efektifnya menggunakan spektrofotometri pada absorbansi 517nm (Kedare dan Singh, 2011; Umayah dan Amrun, 2007).

Dosis sarang burung walet

Dosis I : ½x dosis efektif uji antioksidan DPPH.

Dosis II : 1x dosis efektif uji antioksidan DPPH.

Dosis III : 2x dosis efektif uji antioksidan DPPH.

Numerik

Gambaran histopatologi hepar

Gambaran histopatologi hepar tikus dilihat dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi menggunakan mikroskop dan dinilai berdasarkan sistem skoring Manja Roenigk.

Tiap preparat jaringan hepar dibaca dalam lima lapangan pandang yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan pembesaran 400x.

Setiap lapangan pandang dihitung 20 hepatosit dan dikalikan dengan skor masing-masing sel. Dengan skor masing-masing sel sebagai berikut. 1 : Normal

2 : Degenerasi parenkimatosa 3 : Degenerasi hidropik 4 : Nekrosis

Kemudian dicari rerata skor untuk semua lapang pandang pada setiap tikus (Tamad et al., 2011).


(57)

37 E. Prosedur Penelitian

1. Alat dan Bahan Penelitian

Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, peneliti menggunakan alat dan bahan, sebagai berikut.

a. Alat Penelitian

1) Timbangan TANITA dengan berat maksimal 2,25 kg dan tingkat ketelitian 10 gram untuk mengukur berat tikus.

2) Neraca analitik AND dengan berat maksimal 230 gram tingkat ketelitian 0,01 mg untuk menimbang berat sarang burung walet. 3) Spuit oral 1 cc.

4) Mikropipet.

5) Gunting minor set, untuk membedah perut mencit (laparotomi). 6) Kapas dan alkohol.

b. Alat Uji Antioksidan DPPH

Adapun alat untuk uji antioksidan DPPH adalah tabung reaksi, pipet 1 ml, Neraca analitik AND dengan berat maksimal 230 mg tingkat ketelitian 0,01 mg, kuvet, spektrofotometer dan aluminium foil. c. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan ada dua yaitu etanol dengan dosis 10 ml/kgBB dan sarang burung walet dengan dosis ½x, 1x dan 2x dosis efektif hasil uji antioksidan DPPH. Bahan yang dilakukan untuk uji antioksidan DPPH adalah Difenilpikril Hidrazil Hidrat (DPPH), Etanol 96%, dan sarang burung walet dengan kadar 1 mg/ml, 3 mg/ml, 9 mg/ml dan 27 mg/ml Bahan yang digunakan


(58)

38 untuk pembuatan preparat histologi dengan metode paraffin meliputi: Larutan Formalin 10% untuk fiksasi, garam fisiologis NaCl (0,9%), alkohol teknis, tolulol, xylol, paraffin dengan titik cair 50-55o C, pewarnaan Haematoxylin dan eosin Y, akuades, Meyer’s albumin, enthelen.

d. Alat Pembuatan Preparat Histopatologi

Adapun alat pembuat preparat histopatologi adalah mikrotom, waterbath, embedding cassette, cover glass dan kaca preparat.

2. Prosedur Penelitian

a. Prosedur Uji Antioksidan α, α-diphenyl-β-picrylhydrazyl (DPPH) Pertama-tama, siapkan larutan DPPH 0,004 %. Pipet 600 µl etil asetat ke dalam kuvet, tambahkan larutan DPPH 3 ml, aduk rata dengan pipet dan segera dibuat spektra sinar tampak (360-720 nm). Dicatat absorban pada 497-517-537 nm.

Pengukuran antiradikal bebas untuk bahan uji dilakukan dengan pipet 600 µl larutan uji ke dalam kuvet, tambahkan larutan DPPH ad 3 ml, aduk rata dengan pipet, segera dibuat spektra sinar tampak (360-720 nm) di kertas yang sama untuk dianalisis apakah masih ada jelas kurva puncak normal (sigmoid) antara 497-537 nm. Pada menit ke-5 setelah pereaksian dibaca absorban pada 497-517-537 nm dan sekali lagi pada menit ke-60.


(59)

39 Perhitungan kapasitas antiradikal bebas DPPH diukur dari peredaman warna ungu merah DPPH, yaitu puncak 517 nm dengan perhitungan seperti pada persamaan berikut ini.

Sedangkan kapasitas antiradikal bebas sebagai prosen peredaman absorban pada puncak 517 nm menggunakan perhitungan seperti pada persamaan berikut ini.

Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas antiradikal bebas atau antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi aktivitasnya.

b. Prosedur Persiapan Sarang Burung Walet

Persiapan sarang burung walet dilakukan di laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Sarang burung walet sebelumnya dibersihkan dahulu dari bulu burung walet yang masih menempel pada sarang. Kemudian sarang burung walet yang telah dibersihkan ditumbuk hingga berbentuk serbuk.

Dosis pemberian sarang burung walet dalam penelitian ini berdasarkan pada uji antioksidan DPPH yang peneliti lakukan


(60)

40 sebelum pemberian perlakuan pada hewan coba. Dalam uji tersebut dicari berapa dosis yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling efektif. Setelah dosis tersebut diketahui, dosis tersebut akan dibagi menjadi 3 dosis yaitu ½x, 1x dan 2x dosis efektif uji antioksidan DPPH.

Penelitian ini menggunakan patahan sarang burung walet yang dilarutkan dalam air sehingga akan mirip dengan bubur sarang burung walet yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat namun dengan konsentrasi air yang lebih tinggi. Perbandingan sarang burung walet dan air dalam penelitian ini adalah dosis sarang burung walet : 1 ml. Setelah serbuk sarang burung walet larut dalam air, sarang burung walet disimpan pada suhu -18oC agar komponennya tidak rusak hingga sarang burung walet akan digunakan.

c. Prosedur Persiapan Etanol

Dosis dalam penelitian ini berdasarkan kepada penelitian Chen (2010), yaitu etanol 50% (v/v) diberikan dengan dosis 5 g/kgBB terbukti dapat menyebabkan nekrosis sel, fibrosis dan inflammatory infiltration.

Perhitungan volume pemberian etanol yaitu 1 gram etanol sama dengan 1 mL alkohol 100%. Jadi jika konsentrasi etanol dibuat 50%


(61)

41 maka dalam 50% v/v 100 ml terdapat 50 gram etanol. Maka volume etanol 5 g/kgBB = 5 g / 50 g x 100mL = 10 ml/kgBB.

d. Prosedur Perlakuan pada Tikus

1) Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok. 2) Selama satu minggu setiap kelompok tikus diadaptasikan

sebelum diberi perlakuan.

3) Mengukur berat badan tikus sebelum perlakuan.

4) Melakukan perlakuan pada masing-masing kelompok sebagai berikut.

a) Kelompok 1 sebagai kontrol normal yang berikutnya disebut K Normal atau K N, diberikan aquades (minum) dan pakan standar selama 14 hari.

b) Kelompok 2 sebagai kontrol negatif yang berikutnya disebut K (-), diberikan aquades (minum) dan pakan standar ditambah etanol 50% dosis 10 ml/kgBB selam 10 hari dimulai pada hari ke-5.

c) Kelompok 3 sebagai perlakuan coba I yang berikutnya disebut K I, diberikan aquades (minum) dan pakan standar ditambah sarang burung walet dosis ½x dosis efektif uji antioksidan DPPH kemudian setelah 2 jam (hal ini dikarenakan 2 jam adalah waktu untuk pengosongan lambung) diinduksi etanol 50% dosis 10 ml/kgBB. Masing-masing diberikan peroral selama 14 hari untuk sarang burung


(62)

42 walet dan selama 10 hari dimulai pada hari ke-5 untuk etanol 50%.

d) Kelompok 4 sebagai perlakuan coba II yang berikutnya disebut K II, diberikan aquades (minum) dan pakan standar ditambah sarang burung walet 1x dosis efektif uji antioksidan DPPH kemudian setelah 2 jam diinduksi etanol 50% dosis 10 ml/kgBB. Masing-masing diberikan peroral selama 14 hari untuk sarang burung walet dan selama 10 hari dimulai pada hari ke-5 untuk etanol 50%.

e) Kelompok 5 sebagai perlakuan coba III yang berikutnya disebut K III, diberikan aquades (minum) dan pakan standar ditambah sarang burung walet ½x dosis efektif uji antioksidan DPPH kemudian setelah 2 jam diinduksi etanol 50% dosis 10 ml/kgBB. Masing‒masing diberikan peroral selama 14 hari untuk sarang burung walet dan selama 10 hari dimulai pada hari ke-5 untuk etanol 50%.

5) Setelah 14 hari, perlakuan diberhentikan.

6) Lima tikus jantan dari tiap kelompok dinarkosis.

7) Dilakukan laparotomi, hepar tikus diambil untuk sediaan mikroskopis. Pembuatan sediaan mikroskopis dengan metode paraffin dan pewarnaan Hematoksilin eosin.

8) Sampel hepar ditimbang untuk membandingkan berat hepar masing-masing tikus.


(63)

43 10)Dilakukan pengamatan terhadap preparat dengan parameter

skoring Manja Roenigk.

e. Prosedur Pengambilan Organ Hepar

Tikus dikeluarkan dari kandang dan ditempat terpisah dengan tikus lainnya kemudian ditunggu beberapa saat untuk mengurangi penderitaan pada tikus akibat aktivitas antara lain, pemindahan, penanganan, gangguan antar kelompok dan penghapusan berbagai tanda yang pernah diberikan. Setelah itu, tikus dianestesi dengan ketamine-xylazine 75-100 mg/kgBB + 5-10 mg/kgBB secara IP kemudian tikus dieuthanasia menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher di dasar tengkorak atau batang ditekan ke dasar tengkorak. Dengan tangan lainnya, pada pangkal ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang leher dan tengkorak (Leary, 2013). Setelah itu dilakukan laparotomi, hepar tikus diambil untuk sediaan mikroskopis.

f. Prosedur Pembuatan Preparat 1) Fixation

a) Menfiksasi spesimen berupa potongan organ lambung yang telah dipilih segera dengan larutan pengawet formalin 10% b) Mencuci dengan air mengalir


(64)

44 2) Trimming/sampling

a) Membuat irisan potongan lambung dengan ketebalan sebesar 3-5mm.

b) Memasukkan potongan organ lambung tersebut ke dalam embedding cassette.

c) Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette pada kertas tisu.

3) Dehidrasi

Berturut-turut melakukan perendaman organ lambung dalam alkohol bertingkat 80% selama 2 jam, 90% selama 2 jam, 95% selama 1 jam, alkohol absolut I selama 2 jam, alkohol absolut II selama 1 jam.

4) Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I, II, III masing-masing selama 30 menit.

5) Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan paraffin I dan II masing-masing selama 1 jam di dalam inkubator dengan suhu 65,1oC.

6) Embedding

a) Menuangkan paraffin cair dalam pan.

b) Memindahkan satu persatu dari embedding cassette ke dasar pan.

c) Melepaskan paraffin yang berisi potongan lambung dari pan dengan memasukkan ke dalam suhu 4-6o C beberapa saat.


(65)

45 d) Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan yang ada

dengan menggunakan scapel/pisau hangat.

e) Meletakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit meruncing.

f) Memblok paraffin siap dipotong dengan mikrotom. 7) Cutting

a) Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu. b) Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan

pemotongan halus dengan ketebalan 4‒5 mikron.

c) Memilih lembaran potongan yang paling baik, mengapungkan pada air dan menghilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing.

d) Memindahkan lembaran jaringan ke dalam waterbath selama beberapa detik sampai mengembang sempurna

e) Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan menempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan.

f) Mengeringkan slide. Jika sudah kering, slide dipanaskan untuk merekatkan jaringan dan sisa paraffin mencair sebelum pewarnaan.


(66)

46 8) Staining (pewarnaan) dengan harris Hematoxylin Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya lakukan pewarnaan menggunakan xilol I, II, III masing-masing selama 5 menit. Kemudian gunakan aquadest selama 1 menit. Kemudian potongan organ dimasukkan dalam zat warna harris Hematoxylin Eosin selama 20 menit. Lalu memasukkan potongan organ dalam fosin selama 2 menit. Secara berurutan memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 96%, alkohol absolut III dan IV masing-masing selama 3 menit. Terakhir, memasukkan dalam xilol IV dan V masing-masing 5 menit.

9) Mounting

Setelah pewarnaan selesai menempatkan slide diatas kertas tisu pada tempat datar, menetesi dengan mounting yaitu kanada balsam dan tutup dengan cover glass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.


(67)

47

Gambar 9. Diagram alir penelitian.

Timbang Berat Badan Tikus

Adaptasikan selama 7 hari lalu timbang berat badan tikus

K (+) K (-) K I K II K III

Aquades 1x/hari Alkohol 10ml/kgBB 1x/hari mulai hari ke-5 Alkohol 10ml/kgBB 1x/hari mulai

hari ke-5 + sarang burung walet ½x dosis efektif uji antioksidan DPPH /hari Alkohol 10ml/kgBB 1x/hari mulai

hari ke-5 + sarang burung walet 1x dosis efektif uji antioksidan DPPH /hari Alkohol 10ml/kgBB 1x/hari mulai

hari ke-5 + sarang burung walet 2x dosis efektif uji antioksidan DPPH /hari Setelah 14 hari, perlakuan dihentikan

Tikus dieuthanasia dengan metode cervical dislocation

Tikus dilaparatomi untuk pengambilan organ hepar Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10% lalu dikirim ke

Laboratorium Patologi Anatomi FK Universitas Lampung untuk pembuatan preparat histopatologi hepar Pengamatan preparat histopatologi hepar dengan mikroskop


(68)

48 F. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data penelitian diproses dengan program SPSS versi 22.0 for windows dengan tingkat signifikansi p=0,05, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

a. Uji normalitas Data (p>0,05)

Pengujian normalitas data menggunakan Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil uji normalitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data berdistribusi normal atau non parametrik bila data tidak berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas data (p>0,05)

Pengujian homogenitas data menggunakan uji Levene untuk mengetahui data homogen atau tidak homogen. Hasil uji homogenitas ini untuk menentukan analisis berikutnya. Analisis parametrik dilakukan bila data homogen. Analisis non parametrik dilakukan bila data tidak homogen. c. Uji parametrik (One Way ANOVA)

Untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok I, kelompok II, kelompok III, kelompok IV dan kelompok V.

d. Uji non parametrik (Kruskal Wallis)

Untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok I, kelompok II, kelompok III, kelompok IV, kelompok V dan merupakan uji alternatif dari One Way ANOVA.

e. Analisis Post Hoc


(69)

49 f. Uji Mann Whitney

Bila pada uji Kruskal Wallis menghasilkan nilai p<0,05 atau sebagai uji non parametrik uji T tidak berpasangan.

G. Etika Penelitian

Penelitian ini telah lolos kaji etik oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor surat 048/UN26/8/DT/2015. Adapun rincian surat keterangan lolos kaji etik oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung terdapat pada lampiran. Implikasi etik pada hewan, pengelolaan binatang coba pada penelitian ini mengikuti animal ethics. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai dengan etik antara lain megikuti prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu replacement, reduction dan refinement. Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Dalam hal ini, peneliti tetap menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley dan tidak digantikan dengan hewan coba lainnya. Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini, peneliti menghitung jumlah minimum menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1)>15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan. Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara


(70)

50 manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip refinement berarti membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi. Yang pertama adalah bebas dari rasa lapar dan haus, dengan memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dengan jumlah yang memadai baik jumlah dan komposisi nutrisi untuk kesehatannya.


(71)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Sarang burung walet memiliki efek hepatoprotektif pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol.

2. Pada peningkatan dosis sarang burung walet terdapat peningkatan efek hepatoprotektif pada tikus putih galur sprague dawley yang diinduksi dengan alkohol.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti mencoba memberikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Peneliti berikutnya disarankan meneliti lebih lanjut mengenai penggunaan sarang burung walet seperti pencarian dosis efektif dan uji toksisitas.

2. Peneliti berikutnya disarankan untuk meneliti lebih lanjut potensi sarang burung walet yang dapat dimanfaatkan pada kesehatan


(1)

65 3. Sarang burung walet dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin FZ, Hui CK, Luan NS, Ramli ESM, Hun LT, Ghafar NA. 2011. Effects of edible bird’s nest (EBN) on cultured rabbit corneal keratocytes. BMC Complementary and Alternative Medicine. 11(94): 1-10.

Baan R, Straif K, Grosse Y, Secretan B, El Ghissassi F, Bouvard V, Altieri A, Cogliano V. 2007. Carcinogenicity of alcoholic beverages. Lancet Oncol. 8(4): 292-293.

Badaloo A, Hsu JW, Bryan CT, Green C, Reid M, Forrester T, Jahoor F. 2012. Dietary cysteine is used more efficiently by children with severe acute malnutrition with edema compared with those without edema. Am J Clin Nutr. 95(1): 84-90.

Bordbar A, Feist AM, Black RU, Woodcock J, Palsson BO, Famili I. 2011. A multi-tissue type genome-scale metabolic network for analysis of whole-body systems physiology. BMC Systems Biology. 5(180): 1-17.

Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. 2006. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th Edition. New York: McGraw-Hill.

Chan SW. 2004. Review of scientific research on edible bird’s nest. Hong Kong Food Science and Technology Association 7th Anniversary Commemorative Publication. 39-43.

Chen X. 2010. Protective effects of quercetin on liver injury induced by ethanol. Pharmacogn Mag. 6(22): 135-141.

Chua KH, Lee TH, Nagandran K, Yahaya NHM, Lee CT, Tjih ETT, Aziz RA. 2013. Edible Bird’s nest extract as a chondro-protective agent for human chondrocytes isolated from osteoarthritic knee: in vitro study. BMC Complementary and Alternative Medicine. 13(19): 1-10.

Dröge W. 2005. Oxidative stress and ageing: is ageing a cysteine deficiency syndrome. Phil Trans R Soc B. 360(1464): 2355-2372.

Dutta S, Ray S, Nagarajan K. Glutamic acid as anticancer agent: An overview. Saudi Pharm J. 21(4): 337-343.


(3)

Elshorbagy AK, Garcia MV, Refsum H, Butte N. 2012. The Association of Cysteine with Obesity, Inflammatory Cytokines and Insulin Resistance in Hispanic Children and Adolescents. PLoS One. 7(9): 1-8.

Evert A. 2013a. Calcium in Diet. Terdapat dalam: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002412.htm [diakses pada 16 September 2014].

Evert A. 2013b. Iron in diet. Terdapat dalam: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002422.htm [diakses pada 16 September 2014].

Evert A. 2013c. Phosphorus in Diet. Terdapat dalam: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002424.htm [diakses pada 16 September 2014].

Fitzpatrick AM, Jones DP, Brown LAS. 2012. Glutathione Redox Control of Asthma: From Molecular Mechanisms to Therapeutic Opportunities. Antioxid Redox Signal. 17(2): 375-408.

Franco R dan Cidlowski JA. 2012. Glutathione Efflux and Cell Death. Antioxid Redox Signal. 17(12): 1694-1713.

Guyton AC dan Hall JE. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran Edisi Ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Harkness JE dan Wagner JE. 1983. Biology and Medicine of Rabbits and Rodents. Philadelphia: Lea and Fabriger.

Harlan Laboratories. 2014. Sprague Dawley Rat – Harlan Laboratories. Terdapat dalam: http://www.harlan.com/download.axd/117b20f991764a5e98e32d3 66d83e876.pdf [diakses pada 16 September 2014].

Hobbs JJ. 2004. Problems in harvest of edible bird’s nest in Sarawak and Sabah, Malaysian Borneo. Biodivers Conserv. 13(12): 2209-2226.

Horn RKK, Persicke M, Kalinowski J. 2014. Histidine biosynthesis, its regulation and biotechnological application in Corynebacterium glutamicum. Microb Biotechnol. 7(1): 5-25.

IUPAC. 1983. Nomenclature and Symbolism for Amino Acids and Peptides. Terdapat dalam: http://www.chem.qmul.ac.uk/iupac/AminoAcid/ [diakses pada 16 September 2014].

Janvier Labs. 2014. Sprague Dawley. Terdapat dalam: http://www.janvier-


(4)

lab.com/rodent-research-models-services/research-models/per-species/outbred-rats/product/sprague-dawley.html [diakses pada 16 September 2014].

Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2012. Basic & Clinical Pharmacology 12th Edition. New York: McGraw-Hill.

Kedare SB dan Singh RP. 2011. Genesis and development of DPPH method of antioxidant assay. J Food Sci Technol. 48(4): 412–422.

Kenny T. 2012. Alcohol and liver disease. Yeadon: Egton Medical Information Systems Limited. Terdapat dalam: http://www.patient.co.uk/health/alcohol-and-liver-disease [diakses pada 28 Agustus 2014].

King MW. 2013. Growth Factors. Terdapat dalam: http://themedicalbiochemistrypage.org/growth-factors.php [diakses pada 16 September 2014].

Kong YC, Keung WM, Yip TT, Ko KM, Tsao SW, Ng MH. 1987. Evidence that epidermal growth factor is present in Swiftlets (Collocalia) nest. Comparative Biochemistry and Physiology Part B. Biochemistry and Molecular Biology. 87(2): 221-226.

Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell R. 2007. Robbins Basic Pathology 8th Edition. Philadelphia: Elsevier.

Leary SL. 2013. AVMA Guidelines for the Euthanasia of Animals: 2013 Edition. Terdapat dalam: https://www.avma.org/KB/Policies/Documents/ euthanasia.pdf [diakses pada 20 September 2014].

Lu Y dan Cederbaum AI. 2008. CYP2E1 and Oxidative Liver Injury by Alcohol. Free Radic Biol Med. 44(5): 723-738.

Ma FC, Liu DC, Dai MX. 2012. The Effects of the Edible Bird’s Nest on Sexual Function of Male Castrated Rats. Afr J Pharm Pharmacol. 6(41): 2875-2879.

Maffi SK, Rathinam ML, Cherian PP, Pate W, Mason RH, Schenker S, Henderson GI. 2008. Glutathione Content as a Potential Mediator of the Vulnerability of Cultured Fetal Cortical Neurons to Ethanol-Induced Apoptosis. J Neurosci Res. 86(5): 1064–1076.

McVicker BL, Tuma PL, Kharbanda KK, Lee SML, Tuma DJ. 2009. Relationship between oxidative stress and hepatic glutathione levels in ethanol-mediated apoptosis of polarized hepatic cells. World J Gastroenterol. 15(21): 2609-2616

Mescher AL. 2009. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas 12th Edition. New York: McGraw-Hill.


(5)

Moore KL. 2010. Clinically Oriented Anatomy 6th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Nugroho HK dan Budiman A. 2009. Panduan lengkap walet. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ofusori DA, Enaibe BU, Falana BA, Adeeyo OA, Yusuf UA, Ajayi SA. 2008. A comparative morphometric analysis of the stomach in rat Rattus norvegicus, Bat Eidolon helvum and pangolin Manis tricuspis. Journal of Cell and Animal Biology. 2(3): 79-83.

Petrat F, Boengler K, Schulz R, de Groot H. 2011. Glycine, a simple physiological compound protecting by yet puzzling mechanism(s) against ischaemia-reperfusion injury: current knowledge. Br J Pharmacol. 165: 2059-2072. Poljsak B, Suput D, Milisav I. 2013. Achieving the Balance between ROS and

Antioxidants: When to Use the Synthetic Antioxidants. Oxidative Medicine and Cellular Longevity. 2013: 1-11.

Putz R dan Pabst R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi Ke-22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rahman K. 2007. Studies on free radicals, antioxidants, and co-factors. Clinical Interventions in Aging. 2(2): 219-236.

Roh KB, Lee J, Kim YS, Park J, Kim JH, Lee J, Park D. 2012. Mechanisms of edible bird’s nest extract-induced proliferation of human adipose-derived stem cells. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2012: 1-11.

Shield KD, Parry C, Rehm J. 2013. Chronic diseases and conditions related to alcohol use. Alcohol Research Current Reviews. 35(2): 155-171.

Song BJ, Moon KH, Olsson NU, Salem N. 2008. Prevention of alcoholic fatty liver and mitochondrial dysfunction in the rat by long-chain polyunsaturated fatty acids. J Hepatol. 49(2): 262-273.

Standring S. 2008. Gray's Anatomy 40th Edition. Cambridge: Elsevier.

Suryawan A, Orellana RA, Fiorotto ML, Davis TA. 2011. Leucine acts as a nutrient signal to stimulate protein synthesis in neonatal pigs. J Anim Sci. 89(7): 2004-2016.

Tamad FSU, Hidayat ZS, Sulistyo H. 2011. Gambaran Histopatologi Hepatosit Tikus Putih Setelah Pemberian Jintan Hitam Dosis 500mg/Kgbb, 1000mg/Kgbb, san 1500mg/Kgbb Selama 21 Hari (Subkronik). Mandala of Health. 5(3): 379-383.


(6)

Umayah E dan Amrun M. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Naga (Hylocereus undatus (Haw.) Britt. & Rose). Jurnal ILMU DASAR. 8(1): 83-90.

Vinerean HV. 2014. Rats - Biology & Husbandry. Terdapat dalam: http://research.fiu.edu/facilities/acf/documents/rats-biology-husbandry.pdf [diakses pada 16 September 2014].

Yang J, Chi Y, Burkhardt BR, Guan Y, Wolf BA. 2010. Leucine metabolism in regulation of insulin secretion from pancreatic beta cells. Nutr Rev. 68(5): 270-279.

Wiria MSS. 2009. Hipnotik – Sedatif dan Alkohol. Dalam: Gunawan, S.G. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 139-160.

WHO. 2004. Neuroscience of psychoactive substance use and dependence. Geneva: WHO Press.

WHO. 2011. The global status report on alcohol and health 2011. Geneva: WHO Press.

WHO. 2014. Global status report on alcohol and health 2014. Luxembourg: WHO Press.

Wu G, Bazer FW, Davis TA, Kim SW, Li P, Rhoads JM, Satterfield MC, Smith SB, Spencer TE, Yin Y. 2009. Arginine metabolism and nutrition in growth, health and disease. Amino Acids. 37(1): 153-168.

Wu M, Xiao H, Ren W, Yin J, Tan B, Liu G, Li L, Nyachoti CM, Xiong X, Wu G. 2014. Therapeutic Effects of Glutamic Acid in Piglets Challenged with Deoxynivalenol. PLoS One. 9(7): 1-12.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Walet Putih (Collocalia fuciphago) dengan Menggunakan SDS-PAGE dan KCKT

3 21 68

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg, 1821). Terhadap Aktivitas SGPT & SGOT Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

0 23 107

EFEK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) YANG DIEKSTRAKSI ETANOL 40% TERHADAP AKTIVITAS AST DAN ALT PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ISONIAZID

2 10 69

EFEK EKSTRAK KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminata) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ASPIRIN

4 31 82

EFEK PROTEKTIF THYMOQUINONE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 12 70

EFEK PROTEKTIF THYMOQUINONE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

2 35 76

Ragam jenis ektoparasit pada hewan uji coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley

2 11 47

Ragam jenis ektoparasit pada hewan uji coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley

1 9 94