PELAKSANAAN MANAJEMEN PLANNING ORGANIZING ACTUATING CONTROLLING (POAC) BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI BAHAYA BANJIR (Studi Pada Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung)

(1)

(2)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF PLANNING ORGANIZING ACTUATING CONTROLLING (POAC) ON REGIONAL DISASTER MANAGEMENT

AGENCY (BPBDs)

BANDAR LAMPUNG IN ADDRESSING FLOOD HAZARD (Studies at Tanjung Karang Pusat District in Bandar Lampung City)

By Yusiana AS

Flood is one of the disasters that frequently hit urban areas. Flooding in Bandar Lampung City occur due to natural factors and non-natural factors. One district that became the victim when the floods hit in 2013 is Tanjung Karang Pusat District. Efforts to tackle flooding in Bandar Lampung City require performance Regional Disaster Management Agency (BPBD) Bandar Lampung who have duties in flood prevention efforts. This study aims to determine how the POAC Management Implementation Regional Disaster Management Agency (BPBD) Bandar Lampung in Addressing Flood Hazards.

This type of research is a descriptive study using a qualitative approach. Data collection techniques with interviews and documentation. Determination informant purposive sampling, four informants came from BPBDs and five informants from Tanjung Karang Pusat District community.

The results showed BPBDs still not optimal in performing management functions Planning, Organizing, Actuating and Controlling. On Planning management functions, river cleaning by sending 10 workers, training/simulation conducted routinely every year just done with agencies/other sector but does not involve any element of society, post-flood just focus to the data collection program. At Organizing management functions, BPBDs coordination with the SAR team. At Actuating management functions, BPBDs yet invites the public of Tanjung Karang Pusat District to participate actively in cleaning the river, BPBDs


(3)

directly in Tanjung Karang Pusat District, supervision conducted by BPBDs post-flood is to receive a report from the SAR team .


(4)

ABSTRAK

PELAKSANAAN MANAJEMEN PLANNING ORGANIZING ACTUATING CONTROLLING (POAC) BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

DAERAH (BPBD) KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI BAHAYA BANJIR

(Studi Pada Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung) Oleh

YUSIANA AS

Banjir merupakan salah satu bencana yang kerap melanda wilayah perkotaan. Banjir di Kota Bandar Lampung terjadi diakibatkan oleh faktor alam dan faktor non-alam. Salah satu kecamatan yang menjadi korban saat banjirmelanda tahun 2013 adalah Kecamatan Tanjung Karang Pusat. Upaya menanggulangi banjir di Kota Bandar Lampung membutuhkan Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung yang memiliki tupoksi dalam upaya penanggulangan banjir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanaPelaksanaan Manajemen POAC BadanPenanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung dalam Menanggulangi Bahaya Banjir.

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Penentuan informan purposive sampling, diperoleh empat informanberasal dari BPBD dan lima informan dari masyarakat Kecamatan Tanjung Karang Pusat.

Hasil penelitian menunjukkan BPBD masih belum optimal dalam melaksanakan fungsi manajemenPlanning, Organizing, Actuating dan Controlling. Pada fungsi manajemen Planning, bersih-bersih sungai dengan menerjunkan 10 orang buruh, pelatihan/simulasi yang dilaksanakan rutin setiap tahunnya hanya dilakukan bersama instansi/sektor lain tetapi tidak melibatkan adanya unsur masyarakat, pasca banjir lebih memfokuskan program pendataan. Pada fungsi manajemen Organizing, BPBD berkoordinasi dengan Tim SAR, namun Tim SAR gagal. Pada fungsi manajemen Actuating, BPBD


(5)

belummengajak masyarakat Kecamatan Tanjung Karang Pusat untuk berpartisipasi aktif dalam membersihkan sungai, BPBD koordinasi dengan Tim SAR saat tanggap darurat sertaberkoordinasi dengan Dinas Sosial dan pihak Kelurahan/Kecamatan untuk menyalurkan bantuan materiil. Pada fungsi manajemen Controlling, dikarenakan BPBD tidak terjun secara langsung di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, pengawasan yang dilakukan oleh BPBD pasca bencana banjir adalah dengan menerima laporan yang berasal dari Tim SAR. Kunci : Planning Organizing Actuating Contolling (POAC), BPBD


(6)

(7)

(8)

(9)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah... 8

C.Tujuan Penulisan... 8

D.Manfaat Penulisan... 9

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Manajemen...10

1. Pengertian Manajemen...10

2. Fungsi Manajemen... 11

3. Manajemen Pelayanan Umum...15

B. Tinjauan Kinerja...18

C. Tinjauan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)... 21

1. BPBD... 21

2. Tugas Pokok dan Fungsi BPBD... 23

D. Tinjauan Tentang Bencana... 25

1. Bencana...25

2. Faktor-Faktor Penyebab Bencana... 27

3. Daerah Aliran Sungai (DAS)... 28

4. Banjir... 31

a. Faktor Alam... 32

b. Faktor Manusia... 32

5. Program Kali Bersih (Prokasih)... 36

6. Dampak Bencana... 40


(10)

ii

B.Fokus Penelitian... 49

C.Informan... 52

D.Lokasi Penelitian... 53

E. Sumber Data... 54

1. Data Primer...54

2. Data Skunder... 54

F. Teknik Pengumpulan Data... 55

1. Wawancara Mendalam (In-depht interview)... 55

2. Dokumentasi... 55

G.Teknik Pengolahan Data... 56

1. Editing... 56

2. Interpretasi... 57

H.Teknik Analisis Data... 58

1. Reduksi Data... 58

2. Penyajian Data (Display data)... 58

3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)... 59

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.BPBD Kota Bandar Lampung... 63

B.Kota Bandar Lampung... 69

C.Kecamatan Tanjungkarang Pusat... 70

D.Ancaman/Potensi Banjir Kecamatan Tanjung Karang Pusat... 73

V.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Manajemen BPBD... 80

B. Pelaksanaan Manajemen POAC BPBD Kota Bandar Lampung dalam Menanggulangi Bahaya Banjir... 86

C.Penilaian Pelaksanaan Manajemen POAC BPBD Kota Bandar Lampung dalam Menanggulangi Bahaya Banjir... 116

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan...131

B. Saran...132

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan kondisi masyarakat akibat bencana. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN) dan Institute for Social and Environmental Transition (ISET, 2010: iv) menyatakan bahwa Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah di Indonesia yang terindikasi sangat rawan terhadap bencana alam. Jenis bencana alam yang melanda Kota Bandar Lampung meliputi tanah longsor, air pasang yang menyebabkan rob, tsunami, gempa bumi dan kekeringan serta banjir. Resiko lainnya adalah abrasi yang terjadi di wilayah pesisir.


(12)

Data titik rawan bencana dan area evakuasi Kota Bandar Lampung yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota menyebutkan bahwa Kota Bandar Lampung paling rentan mengalami bencana banjir.

“Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal sehingga melimpas dari pulung sungai yang menyebabkan genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Lazimnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal. Akibatnya, sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan sehingga meluap. Kemampuan/daya-tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, akan tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena dan ulah-manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.” Nurjanah dkk (2012: 24).

Banjir merupakan salah satu permasalahan dan bencana yang kerap melanda wilayah perkotaan. Banjir di Kota Bandar Lampung terjadi diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti faktor alam yaitu dikarenakan sistem drainase yang tidak terintegrasi dengan baik, rusaknya wilayah tangkapan air seperti gunung dan bukit, perubahan fungsi guna lahan, serta tingkat curah hujan yang tinggi dengan intensitas waktu yang panjang. Pada saat tingkat curah hujan tinggi dan sistem drainase tidak mampu menampung curah hujan ditambah lagi banyaknya sampah dan sedimen di gorong-gorong serta kurangnya kawasan hijau (penghijauan) yang dapat menyimpan air akhirnya mengakibatkan run off air lebih cepat. (ACCCRN, 2011: 29).

Selain faktor alam, banjir yang melanda Kota Bandar Lampung juga disebabkan oleh faktor manusia yaitu dikarenakan berkurangnya luas daerah aliran sungai (DAS), memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) pada area pemukiman di bantaran sungai dan royalnya Pemerintah Kota dalam


(13)

memberikan izin pengembangan pembangunan kawasan komersil sehingga mengakibatkan kawasan terbuka hijau menjadi hancur. Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah secara sembarangan merupakan penyebab banjir yang cukup kompleks, manajemen pengelolaan sampah yang buruk dan rencana tata ruang wilayah tidak mematuhi aturan. Akibatnya, Kota Bandar Lampung tumbuh menjadi kota yang sporadis dan awut-awutan (suarakomunitas.net, Bandar Lampung, Kota Banjir - 3 Februari 2009).

Banjir yang terjadi pada tanggal 25 Januari 2013 (Lampung.co, Drainase Tersumbat, Awal Banjir Bandar Lampung – 26 Januari 2013) dikarenakan tingkat curah hujan dengan intensitas besar terjadi hampir disepanjang hari. Banjir tersebut merendam sebagian wilayah Kota Bandar Lampung, sehingga mengakibatkan kerusakan yang tersebar di 20 kecamatan dan 80 kelurahan, ± 13.122 pemukiman kepala keluarga (KK) menjadi korban kerusakan akibat bencana banjir dengan skala ringan, sedang dan berat.

Banjir terparah di Kecamatan Tanjung Karang Pusat yang merendam enam Kelurahan, yaitu Kelurahan Kelapa Tiga, Pasir Gintung, Kaliawi, Palapa, Durian Payung dan Kaliawi Persada kecuali Kelurahan Gotong Royong. Kerugian kerusakan akibat banjir diperkirakan mencapai Rp 9,2 milyar (Rekapitulasi korban banjir per-kecamatan di Kota Bandar Lampung, BPBD Kota Bandar Lampung).

Berdasarkan data rekapitulasi korban banjir per-kecamatan, Kelurahan Pasir Gintung terdapat 1.089KK, Kelurahan Kelapa Tiga 273KK, Kelurahan Palapa 256KK, Kelurahan Kaliawi Persada 64KK, Kelurahan Kaliawi 218KK dan


(14)

Kelurahan Durian Payung 266KK yang mengalami kerusakan akibat banjir. Berarti ada total 2.166 KK yang terendam banjir akibat hujan lebat tersebut.

Secara teori, daerah yang berada di ketinggian 100 meter di atas permukaan laut (mdpl) akan terbebas dari bencana banjir. Namun, teori itu tidak berlaku bagi Kota Bandar Lampung. Kota Bandar Lampung berada di ketinggian 110 mdpl, namun sering tergenang air dan terendam banjir. (suarakomunitas.net, Bandar Lampung, Kota Banjir - 3 Februari 2009).

Bencana banjir memberikan dampak buruk pada lingkungan, juga terhadap kesehatan masyarakat, air minum, perumahan, perikanan, pekerjaan umum dan pertumbuhan ekonomi, menelan banyak korban jiwa, merusak fasilitas drainase dan infrastruktur umum. Sehingga permasalahan banjir tidak dapat diremehkan begitu saja dan memerlukan penanganan dengan melakukan suatu pencegahan guna meminimalisir bencana yang akan terjadi.

Sebagai bentuk implementasi penanggulangan bencana yang diberikan oleh pihak Pemerintah Daerah dalam rangka memberikan perlindungan bagi masyarakat dari ancaman bencana adalah dengan membuat program/kegiatan pencegahan, tanggap darurat dan pemulihan. Harapannya layanan yang diupayakan tersebut dapat memberikan dan menjamin perlindungan bagi masyarakat.

Secara khusus penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), hal ini dikarenakan BPBD merupakan unsur pelaksana yang mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintah Daerah


(15)

dan sebagai unsur pelaksana penyelenggara penanggulangan bencana yang ada didaerah. Ketentuan mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi dan tata kerja lembaga BPBD diatur dalam Peraturan Daerah masing-masing.

Pembentukan BPBD Kota Bandar Lampung sendiri diatur dalam Peraturan Walikota Nomor 47 Tahun 2009 yang kemudian diperbaharui menjadi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2010 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung dan Peraturan Walikota Nomor 70 tahun 2010 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung, dengan payung hukum tertinggi pembentukan BPBD adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

BPBD memiliki tanggung jawab besar dalam kegiatan pencegahan bencana baik mulai tahap kesiapsiagaan, mitigasi, tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi agar dapat dijadikan sebagai organisasi yang berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya Penanggulangan Bencana secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu (Perda Nomor 5 Tahun 2010). Upaya mengantisipasi dan mencegah potensi bencana banjir di Kota Bandar Lampung agar tidak terulang kembali membutuhkan peran dan sikap yang ditangani bersama olehPemerintah, Lembaga/Organisasi Kemasyarakatan, Dunia Usaha, dan Masyarakat karena pada hakekatnya setiap pihak dapat memberikan kontribusi pelayanan terhadap ancaman bencana.

Terutama dalam hal ini yang sangat dibutuhkan perannya adalah pihak Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung yang bertanggung jawab upaya


(16)

penanggulangan bencana yang secara khusus ditangani oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung. Namun dalam perjalanannya BPBD Kota Bandar Lampung sejak 2012 sampai 2013 awal BPBD masih minim program kerja. Komisi D DPRD Bandar Lampung yang menyoroti kinerja BPBD bahwa BPBD miskin program ditanggapi santai satuan kerja tersebut. Kepala BPBD Bandar Lampung Eddy Heriyanto mengatakan, pihaknya tidak menanggapi tudingan tersebut karena memang tak banyak program yang dilaksanakan di tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2013 ini, banyak program yang tidak dianggarkan oleh badan anggaran/banang. (radarlampung.co.id, dituding miskin program, BPBD santai - 21 Maret 2013).

Permasalahan diatas menunjukkan bahwa BPBD masih belum memberikan pelayanan dan masih belum berperan secara optimal, baik secara langsung maupun tidak langsung dan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, berbagai kalangan menilai kinerja BPBD masih belum maksimal. Hal ini juga dapat dilihat pada banjir yang melanda pada 18 Desember 2008, yang merusak hampir 1/3 kawasan kota dengan kerugian material hingga ratusan milyar rupiah. Namun, Pemkot Bandar Lampung tetap tidak peduli dan sensitif terhadap banjir. Proses tanggap darurat dan pasca banjir bandang tidak dijalankan. Tidak juga melaksanakan perbaikan infrastruktur.

Akibatnya tahun 2013 Kota Bandar Lampung masih belum terbebas dari banjir. Hal ini cukup menjelaskan bahwa Pemerintah Kota dan BPBD Kota Bandar Lampung gagal dalam mengelola tetesan air. sehingga, wajar apabila


(17)

Bandar Lampung dinobatkan sebagai "Kota Banjir". (suarakomunitas.net, Bandar Lampung, Kota Banjir - 3 Februari 2009).

Keberhasilan program dalam sebuah pekerjaan tidak akan menjadi efektif dan efesien apabila tidak ditunjang dan diimbangi dengan pelayanan yang diberikan berdasarkan tugas pokok dan fungsi. Sekretaris BPBD, Bapak Erwin menyatakan bahwas fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BPBD Kota Bandar Lampung saat ini jumlahnya masih minim dan masih belum memadai dikarenakan minimnya dukungan kebijakan berupa anggaran dari Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung sendiri.

Selain dukungan fasilitas sarana dan prasarana, dukungan sumber daya manusia (SDM) diperlukan untuk mencapai tujuan dan menunjang pelaksanaaan tugas pokok dan fungsinya dalam menentukan tugas-tugas kebencanaan yang telah ditetapkan (Pra-riset, 26 Maret 2013). Hal ini dimaksudkan agar BPBD dapat menunjukkan dan memaksimalkan kinerja dan perannnya sebagai penyelenggara penanggulangan bencana sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah.

Studi yang serupa pernah dilakukan dikota Medan oleh Marbun Y.C Marino dengan judul Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan yang menggambarkan bahwa BPBD Kota Medan belum melakukan koordinasi sesuai dengan tupoksi, karena anggaran yang diberikan dari pemerintah pusat mengalami keterlambatan. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pelaksanaan manajemen


(18)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung dalam menanggulangi bahaya banjir. Teori manajemen yang digunakan adalah manajemen POAC dari George R. Terry, yang dianggap cukup memahami fungsi-fungsi fundamental manajemen. Berdasarkan fungsi tersebut dapat dilihat Bagaimana BPBD merencanakan (Planning), mengorganisasikan atau melakukan koordinasi (Organizing), melaksanakan kerja (Actuating), dan melakukan pengawasan (Controlling) dalam menanggulangi bahaya banjir di Kota Bandar Lampung.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalahnya

adalah untuk melihat “Bagaimana Pelaksanaan Fungsi Manajemen POAC yang

dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Menanggulangi Bahaya Banjir?”

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Fungsi Manajemen POAC yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Menanggulangi Bahaya Banjir.


(19)

D.Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran, masukan-masukan bagi Instansi BPBD Kota Bandar Lampung dalam pengelolaan dan penanganan bencana yang dilakukan BPBD Kota Bandar Lampung dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana banjir. 2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

pemikiran, informasi dan pengetahuan dalam khasanah Ilmu Pemerintahan khususnya yang berkaitan dengan konsep Manajemen POAC Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung dalam Menanggulangi Bahaya Banjir.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Manajemen 1. Pengertian Manajemen

John D. Millet (Sukarna, 2011: 2), dalam buku Management In The Public Service menyatakan Management Is The Process Oif Directing And Facilitating The Work Of People In Formal Group To Achieve A Desired End. (Manajemen adalah proses pembimbingan dan pemberian fasilitas terhadap pekerjaan orang-orang yang terorganisir dalam kelompok formil untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki).

Manajemen menurut Hasibuan, 2000 (Torang, 2013: 165) adalah ilmu dan seni untuk mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan tertentu. Sejalan dengan pendapat diatas, Miller (Torang, 2013:166) menyatakan bahwa manajemen adalah proses memimpin dan melancarkan pekerjaan bagi orang-orang yang terorganisir secara formal sebagai kelompok untuk memperoleh tujuan yang diinginkan.

Selain itu, George R. Terry dalam buku Principles of Management (Sukarna, 2011:3), juga menyatakan bahwa management is the accomplishing of a predetemined obejectives through the efforts of other


(21)

people atau manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan melalui atau bersama-sama usaha orang lain.

Manajemen sangat penting bagi setiap aktivitas individu atau kelompok dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen berorientasi pada proses (process oriented) yang berarti bahwa manajemen membutuhkan sumber daya manusia, pengetahuan, dan keterampilan agar aktivitas menjadi lebih efektif atau dapat menghasilkan tindakan dalam mencapai kesuksesan. Oleh sebab itu, tidak akan ada organisasi yang akan sukses apabila tidak menggunakan manajemen yang baik. (Torang, 2013: 165). Berdasarkan pengertian diatas, menurut pendapat penulis yang dimaksud dengan Manajemen adalah ilmu mengatur proses untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya guna mencapai hasil yang sesuai.

2. Fungsi Manajemen

George R. Terry,1958 dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 10) membagi empat fungsi dasar manajemen, yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pelaksanaan) dan Controlling (Pengawasan). Keempat fungsi manajemen ini disingkat dengan POAC.

a. Planning (Perencanaan)

George R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 10) mengemukakan tentang Planning sebagai berikut, yaitu


(22)

“Planning is the selecting and relating of facts and the making and using of assumptions regarding the future in the visualization and formulation to proposed of proposed activation believed necesarry to accieve desired result”.

“....Perencanaan adalah pemilih fakta dan penghubungan fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan-perkiraan atau asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.”

b. Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada hubungan dengan yang lain dan tanpa menetapkan tugas-tugas tertentu untuk masing-masing unit. George R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 38) mengemukakan tentang organizing sebagai berikut, yaitu

Organizing is the determining, grouping and arranging of the various activities needed necessary forthe attainment of the objectives, the assigning of the people to thesen activities, the providing of suitable physical factors of enviroment and the indicating of the relative authority delegated to each respectives activity.

“...Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan, dan

penyusunan macam-macam kegiatan yang dipeelukan untuk mencapai tujuan, penempatan orang-orang (pegawai), terhadap kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor physik yang cocok bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan wewenang, yang dilimpahkan terhadap setiap orang dalam hubungannya dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang diharapkan.

Terry (Sukarna, 2011: 46) juga mengemukakan tentang azas-azas organizing, sebagai berikut, yaitu :

1. The objective atau tujuan.

2. Departementation atau pembagian kerja.

3. Assign the personel atau penempatan tenaga kerja.

4. Authority and Responsibility atau wewenang dan tanggung jawab.


(23)

c. Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)

Menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sukarna, 2011: 82) mengatakan bahwa

Actuating is setting all members of the group to want to achieve and to strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning and organizing efforts.

“....Penggerakan adalah membangkitkan dan mendorong semua anggota kelompok agar supaya berkehendak dan berusaha dengan keras untuk mencapai tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan.

Definisi diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan tergantung kepada bergerak atau tidaknya seluruh anggota kelompok manajemen, mulai dari tingkat atas, menengah sampai kebawah. Segala kegiatan harus terarah kepada sasarannya, mengingat kegiatan yang tidak terarah kepada sasarannya hanyalah merupakan pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan materi atau dengan kata lain merupakan pemborosan terhadap tools of management. Hal ini sudah barang tentu merupakan mis-management.

Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada planning dan organizing yang baik, melainkan juga tergantung pada penggerakan dan pengawasan. Perencanaan dan pengorganisasian hanyalah merupakan landasan yang kuat untuk adanya penggerakan yang terarah kepada sasaran yang dituju. Penggerakan tanpa planning tidak akan berjalan efektif karena dalam perencanaan itulah ditentukan tujuan, budget, standard, metode kerja, prosedur dan program. (Sukarna, 2011: 82-83).


(24)

Faktor-faktor yang dierlukan untuk penggerakan yaitu: 1. Leadership (Kepemimpinan)

2. Attitude and morale (Sikap dan moril) 3. Communication (Tatahubungan) 4. Incentive (Perangsang)

5. Supervision (Supervisi) 6. Discipline (Disiplin). d. Controlling (Pengawasan)

Control mempunyai perananan atau kedudukan yang penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik, tetapi apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dengan demikian control mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegaiatan agara tertuju kepada sasarannya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Untuk melengkapi pengertian diatas, menurut George R. Terry (Sukarna, 2011: 110) mengemukakan bahwa Controlling, yaitu:

Controlling can be defined as the process of determining what is to accomplished, that is the standard, what is being accomplished. That is the performance, evaluating the performance, and if the necessary applying corrective measure so that performance takes place according to plans, that is conformity with the standard. “...Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standard, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan bilaman perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standard (ukuran).


(25)

Terry (Sukarna, 2011: 116), mengemukakan proses pengawasan sebagai berikut, yaitu:

1. Determining the standard or basis for control (menentukan standard atau dasar bagi pengawasan)

2. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)

3. Comparing performance with the standard and ascerting the difference, it any (bandingkan pelaksanaan dengan standard dan temukan jika ada perbedaan)

4. Correcting the deviation by means of remedial action (perbaiki penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat).

3. Manajemen Pelayanan Umum

Manajemen pelayanan merupakan suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan rencana, mengkoordinasikan, dan menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan (Ratminto dan Winarsih, 2012: 4). Berdasarkan keputusan Kemenpan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, Pelayanan umum (publik) adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah (pusat/daerah) dan dilingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Moenir, 2002: 204 menyatakan manajemen pelayanan umum adalah manajemen proses yang kegiatannya diarahkan secara khusus pada terselenggaranya pelayanan guna memenuhi kepentingan umum/kepentingan perorangan, melalui cara-cara yang tepat dan memuaskan pihak yang dilayani. Agar manajemen pelayanan umum dapat


(26)

berhasil baik, unsur pelaku sangat menentukan. Pelaku dapat berbentuk badan/organisasi yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan manusianya selaku pegawai baik secara kelompok sebagai korps maupun sebagai individual.

Moenir menambahkan bahwa badan atau organisasi yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pelayanan kepentingan umum di Indonesia adalah Pemerintah. Adapun cakupan tanggung jawab tersebut, tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, beserta peraturan pelaksanaannya. Dikarenakan luasnya cakupan tugas Pemerintah dalam melayani kepentingan umum, maka agar pelaksanaanya dapat cepat dan lancar sebagian tugas tersebut didelegasikan atau diserahkan kepada badan/organisasi seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan organisasi usaha lain yang ditunjuk. Namun, tanggung jawab terakhir tentang penyelenggaraan layanan tetap berada di tangan Pemerintah.

Pelaku pelayanan umum di Indonesia adalah Pegawai Republik Indonesia yang didalamnya terdapat kelompok yang dominan baik dalam hal peran layanannya maupun dalam hal jumlahnya, yaitu Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dinyatakan dengan tegas oleh Moenir (2002:205) bahwa Pegawai Negeri Sipil disamping selaku unsur Aparatur Negara, juga Abdi Negara dan Abdi Masyarakat.

Layanan yang diberikan oleh Pemerintah melalui Aparatnya (pegawai/petugas) untuk memenuhi kepentingan umum/kepentingan


(27)

perorangan yang bertumpu pada hak dasar sebagai warga negara, bentuknya adalah layanan lisan, layanan dalam bentuk tulisan, dan layanan dalam bentuk perbuatan. Ketiga bentuk layanan saling terkait, yang hasilnya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan memuaskan bagi mereka yang dilayani. Layanan lisan haruslah sesuai dengan norma, budaya dan tingkah laku yang berlaku di Indonesia, baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Layanan tulisan, ada 2 jenis yaitu layanan dalam bentuk petunjuk yang harus dan perlu diketahui umum dan layanan dalam bentuk surat menyurat.

Layanan bentuk surat-menyurat hendaknya mengikuti pedoman yang berlaku dalam tata persuratan baik yang bersifat umum maupun khusus. Adapun layanan dalam bentuk perbuatan, perlu disertai kesungguhan, keterampilan dalam pelaksanaan pekerjaan dan disiplin agara hasilnya memenuhi syarat dan memuaskan mereka yang berkepentingan. Sasaran manajemen pelayanan umum adalah bersifat tunggal, yaitu kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan itu terdiri atas dua hal yaitu layanan dan produk kegiatan pelayanan. Keduanya harus dapat memenuhi beberapa syarat atau ketentuan agar supaya dapat memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan. (Moenir, 2002: 205).

Berdasarkan pengertian diatas, menurut pendapat penulis yang dimaksud dengan manajemen pelayanan umum adalah proses penerapan kegiatan pelayanan demi memenuhi kepentingan kelompok/perorangan atau publik untuk mencapai sebuah tujuan pelayanan dan dapat memuaskan kepentingan kelompok/perorangan atau publik tersebut.


(28)

B.Tinjauan Kinerja

Pencapaian tujuan setiap organisasi dipengaruhi perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap para pelaku yang terdapat dalam organisasi. Kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi adalah kinerja pegawai, yakni bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan dalam organisasi (Sinambela, 2006: 137)

Pada umumnya, kinerja diberi batasan sebagai kesukaan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Miner, 1990 (Sutrisno, 2011: 170) menyatakan, kinerja adalah bagaimana seseorang yang diharapkan dapat berfungsi dan berprilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berprilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam organisasi.

Prawirosentono (1999: 2), mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika. Suatu organisasi, baik organisasi privat dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku (actors) dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi bersangkutan Prawisentono, 1999 (Sutrisno, 2011: 171).


(29)

Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena para pelaku yang terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau organisasi juga baik. Kinerja seorang pegawai akan baik bila dia mempunyai keahlian yang tinggi, bersedia bekerja keras, diberi gaji sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan masa depan lebih baik.

Rumusan di atas menjelaskan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau lembaga dalam melaksanakan pekerjaannya. Dari definisi di atas, terdapat setidaknya empat elemen yaitu:

a. Hasil kerja yang dicapai secara individual atau secara institusi, yang berarti bahwa kinerja tersebut adalah “hasil akhir” yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau berkelompok.

b. Dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan untuk bertindak sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik. Meskipun demikian orang atau lembaga tersebut tetap harus dalam kendali, yakni mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada pemberi hak dan wewenang, sehingga dia tidak akan menyalahgunakan hak dan wewenangnya tersebut.

c. Pekerjaan haruslah dilakukan secara legal, yang berarti dalam melaksanakan tugas-tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, dan

d. Pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai dengan moral dan etika yang berlaku umum.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, menurut pendapat penulis yang dimaksud dengan kinerja adalah gambaran atau hasil pencapaian pelaksanaan sebuah program atau kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan serta


(30)

visi misi sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan oleh lembaga atau organsisasi yang bersangkutan tersebut.

Mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan, pimpinan melakukan tugas-tugasnya dibantu oleh pimpinan yang lain bersama dengan pegawai mereka. Keberhasilan pimpinan melaksanakan tugasnya akan dipengaruhi oleh kontribusi pihak lain. Artinya kinerja pimpinan akan dipengaruhi oleh kinerja individu, jika kinerja individu baik akan mempengaruhi kinerja pimpinan dan kinerja organisasi. Untuk mengetahui kinerja organisasi perlu dilakukan pengukuran. Adapun indikator kinerja organisasi ini antara lain adalah efektivitas dan efesiensi. Kast, Rozensweig, 1974: 174 (Sinambela 2012: 6)”.

Terdapat dua aspek penting yang perlu diperhatikan dalam mencapai kinerja kelompok yaitu: pertama, hubungan antara keterpaduan dengan kinerja kelompok; kedua, perbedaan antara pemecah masalah dengan pengambilan keputusan secara individu dan kelompok. Oleh sebab itu keberhasilan atau kegagalan pegawai dalam tujuan-tujuan organisasi ditentukan oleh sebaik mana mereka memimpin kelompok secara terpadu. Untuk mengelola kelompok, kedua aspek tersebut perlu diperhatikan oleh pimpinan.

Suatu organisasi atau dalam masyarakat, para individu menyumbangkan kinerjanya pada kelompok, selanjutnya kelompok akan menyumbangkan kinerjanya kepada organisasi atau masyarakat. Organisasi yang efektif, manajemen selalu menciptakan sinergi yang positif, yang menghasilkan satu keseluruhan menjadi lebih besar dari jumlah seluruh komponen bagiannya. Gibson, Ivancevich dan Donelly, 1985 (Sinambela, 2012: 6).


(31)

Seiring dengan pendapat diatas, Withmore mengemukakan kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawabnya dengan menetapkan standar tertentu (Withmore, 1997: 107). Untuk meningkatkan kinerja yang optimum perlu ditetapkan standar yang jelas, yang dapat menjadi acuan bagi seluruh pegawai. Kinerja pegawai akan tercipta jika pegawai dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Untuk mengetahui terlaksana atau tidak tanggung jawabnya sudah barang tentu memerlukan standar. Oleh sebab itu, sebelum melaksanakan tugas dan tanggung jawab perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria berhasil tidaknya pekerjaan yang akan dilaksanakan.

C.Tinjauan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) 1. BPBD Kota Bandar Lampung

BPBD adalah Perangkat daerah yang dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi untuk penanggulangan bencana dan segala akibat yang dimunculkannya. Merupakan lembaga yang menangani penanggulangan bencana pada tingkat daerah, baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, fungsi BPBD adalah merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, efektif dan efisien, termasuk mengkoordinasikan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. Pembentukan BPBD diatur dalam Peraturan Walikota Nomor 47 Tahun 2009 yang kemudian diperbaharui


(32)

menjadi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2010 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung dan Peraturan Walikota Nomor 70 tahun 2010 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung, dan payung hukum tertinggi pembentukan BPBD adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

BPBD Kota Bandar Lampung adalah perangkat daerah Kota Bandar Lampung yang dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi untuk penanggulangan bencana dan segala akibat yang dimunculkannya. Kepala BPBD secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung.

Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disebut Pelaksana BPBD adalah Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung dan BPBD merupakan satuan kerja perangkat daerah yang melaksanakan urusan penanggulangan bencana yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota.

Unsur pelaksana BPBD sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (4) dipimpin oleh seorang kepala pelaksana yang membantu kepala BPBD dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi unsur pelaksana BPBD sehari-hari, berada dibawah dan bertanggung jawab Kepada Kepala BPBD mempunyai tugas melaksanakan penanggulangan bencana secara terintegrasi meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. Susunan organisasi Unsur Pelaksana terdiri atas:


(33)

1. Kepala pelaksana

2. Sekretariat Unsur Pelaksana

3. Bidang/seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan 4. Bidang/seksi Kedaruratan dan Logistik 5. Bidang/seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung memiliki Visi dan Misi yaitu sebagai berikut :

Visi :

“Terwujudnya Kota Bandar Lampung yang aman dari bencana-bencana yang terjadi seperti tanah longsor, pohon tumbang, banjir, kebakaran, gempa bumi, angin puting beliung, dan gelombang pasang tsunami dengan peran serta masyarakat”.

Agar Visi tersebut dapat diwujudkan dan dapat mendorong efektivitas dan efisiensinya penanggulangan bencana yang profesional maka rumusan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2010-2015 adalah sebagai berikut :

Misi :

1. Mengupayakan kepedulian masyarakat Kota Bandar Lampung terhadap bencana.

2. Menggalang peran serta masyarakat dalam bentuk barisan sukarelawan tanggap darurat bencana dan dukungan operasional lainnya.

3. Menekan sekecil mungkin frekuensi bencana dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang ancaman bencana

4. Membentuk tenaga operasional yang handal dan profesional dalam rangka penanggulangan bencana secara cepat dan tepat (BPBD Kota Bandar Lampung).

2. Tugas Pokok dan Fungsi BPBD Kota Bandar Lampung

Selain visi dan misi, BPPD mempunyai tugas pokok dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Walikota Nomor 70 tahun 2010 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung, yaitu:


(34)

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, restrukturisasi, serta rekontruksi secara adil dan setara;

b. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;

c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana;

d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; e. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada

wilayahnya;

f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Walikota setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang; h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima

dari anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan

i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, BPBD menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanggulangan pengungsi dengan bertindak cepat tepat, efektif dan efisien;

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

Guna melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta program yang dimiliki oleh BPBD secara efektif dan efesien perlu adanya dukungan dengan memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang memadai. Adapun fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung, yaitu sebagai berikut:

1. Kendaraan operasional lapangan, antara lain : a. Mobil tangki berikut kelengkapannya,

b. Mobil pemadam tipe snorkel (sebagai pengganti mobil tangga) c. Mobil komando,

d. Mobil pick up, e. Mobil patrol, f. Mobil rescue,


(35)

g. Motor roda 3 dan motor rescue, h. Perahu karet dan mesin,

i. Tenda pleton, tenda regu, j. Selang semprot, selang isap, k. Mobil angkut pasukan (satgas),

l. Mobil pompa pengangkut air dan foam berikut dengan kelengkapannya seperti selang, kopling, dan nozzle.

2. Peralatan teknik operasional, antara lain :

a. Peralatan pendobrakan, antara lain : kapak, dongkrak, mesin gergaji, mesin las, linggis, mesin chain saw, kompresor dan alat cat, selling dan rol, mesin pompa alkon, mesin pompa air, tali, genset, life jacket, ring ball, bor tangan/garenda, dan lain-lain,

b. Peralatan alat pemadam kebakaran dan kelengkapannya,

c. Peralatan penyelamatan (rescue) antara lain: alat pernapasan buatan, usungan dan kelengkapannya.

3. Sarana dan fasilitas perorangan, antara lain : a. Pakaian dan sepatu tahan api,

b. Helmet (helm),

c. Alat pernapasan jinjing,

d. Peralatan komunikasi (sumber: BPBD Kota Bandar Lampung)

D.Tinjauan Tentang Bencana 1. Bencana

International Strategy for Disaster Reduction UN-ISDR, 2002: 24 (Nurjanah dkk, 2012: 10) menyatakan Bencana adalah

“A Serious disruption of the functioning of a community or a society causing widespread human, material, economic or environmental losses which exeed the ability of the affected community/society to cope using its own resources”.

“...Suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi diluar kemampuan masyarakat dengan sumber dayanya.”


(36)

Sedangkan bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 Pasal 1 angka 1 :

“Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.”

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disebutkan diatas, menurut penulis dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan bencana adalah rangkaian peristiwa yang dapat disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan, serta kehilangan harta benda dan berdampak psikologis pada masyarakat. Peristiwa atau rangkaian peristiwa sebagaimana didefinisikan oleh undang-undang tersebut dapat dijelaskan bahwa peristiwa bisa bersifat tunggal (peristiwa/fenomena alam) atau bisa berupa lebih dari satu peristiwa (rangkaian peristiwa/fenomena alam) dalam waktu hampir bersamaan. Contoh peristiwa adalah gempa tektonik.

Apabila gempa tektonik tersebut diikuti tsunami, hal ini disebut rangkaian peristiwa. Atau banjir misalnya. Ketika banjir sudah surut/selesai dan kita mulai membersihkan kotoran/sampah didalam rumah atau dihalaman rumah atau di halaman rumah yang terkena banjir, tiba-tiba banjir datang lagi. Ini juga dapat disebut rangkaian peristiwa (Nurjanah dkk, 2012: 11).

Berdasarkan definisi bencana dari UN-ISDR, 2002 (Nurjanah dkk, 2012: 11), kriteria/kondisi bencana dapat digeneralisasikan bahwa untuk dapat


(37)

disebut bencana harus dipenuhi beberapa kriteria/kondisi sebagai berikut, yaitu:

a. Ada peristiwa,

b. Terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia,

c. Terjadi secara tiba-tiba (sudden) akan tetapi dapat juga terjadi secara perlahan-lahan/bertahap (slow),

d. Menimbulkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial-ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain,

e. Berada di luar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya. 2. Faktor-Faktor Penyebab Bencana

Terdapat tiga faktor penyebab terjadinya bencana (Nurjanah dkk, 2012: 21), yakni :

a. Faktor alam (natural disaster), karena fenomena alam dan tanpa ada campur tangan manusia.

b. Faktor non-alam (non- natural disaster), yaitu bukan karena fenomena alam dan juga bukan akibat perbuatan manusia, dan c. Faktor sosial/ manusia (man-made disaster) yang murni akibat

perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konfik vertikal, dan terorisme.

Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena adanya interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Ancaman bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah suatu kejadian atau peristiwa yang menimbulkan bencana. Kerentanan terhadap dampak atau risiko bencana adalah kondisi atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat disuatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. (MPBI, 2004:5).


(38)

3. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai

“Suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan”.

Pengelolaan DAS menurut Departemen Kehutanan (Dephut, 2008: 1), adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antar sumber daya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumber daya manusia di DAS dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS.

Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran (outlet) DAS. Jadi salah satu karakteristik suatu DAS adalah adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu dengan daerah hilir melalui daur hidrologi.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air DAS didefinisikan secara rinci dan kemudian DAS menjadi bagian dari Wilayah Sungai (WS) yaitu kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih DAS dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari


(39)

atau sama dengan 2.000 km2. Undang-undang sumber daya air tersebut dan peraturan turunannya lebih banyak mengatur tentang konservasi, pembangunan, pendayagunaan/ pemanfaatan, distribusi dan pengendalian daya rusak air serta kelembagaan sumber daya air.

Pusat perhatiannya lebih kepada pengaturan air di sungai dan badan air (instream & water bodies) termasuk tindakan konservasi air di sekitar sumber-sumber air, tetapi kurang mengatur komponen DAS lainnya seperti perilaku dan aktivitas orang dan makhluk hidup lain yang saling berinteraksi di dalam DAS, atau dinamika penggunaan lahan. Tujuan-tujuan pengelolaan DAS tersebut menurut Dephut (2008: 6-7), meliputi:

a. Lahan yang produktif dan berkelanjutan sesuai dengan daya dukungnya;

b. DAS yang mempunyai tutupan vegetasi tetap yang memadai dan aliran (debit) air sungai stabil dan jernih tanpa ada pencemaran air; c. Kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak termasuk

masyarakat di dalam pengelolaan DAS semakin lebih baik; d. Kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu banyak kegiatan yang dilakukan di dalam DAS, namun secara garis besar ruang lingkup kegiatan pengelolaan DAS Dephut (2008: 7), meliputi :

a. Penatagunaan lahan (landuse planning) untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa serta kelestarian lingkungan;

b. Penerapan konservasi sumberdaya air untuk menekan daya rusak air dan untuk memproduksi air (water yield) melalui optimalisasi penggunaan lahan;

c. Pengelolaan lahan dan vegetasi di dalam dan luar kawasan hutan (pemanfaatan, rehabilitasi, restorasi, reklamasi dan konservasi); d. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya buatan terutama yang

terkait dengan konservasi tanah dan air;

e. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS.


(40)

Kegiatan pengelolaan DAS tersebut di atas mencakup aspek-aspek perencanaan, pengorganisasian, implementasi kegiatan di lapangan, pengendalian dan aspek pendukung yang melibatkan berbagai pihak pemangku kepentingan (stakeholders), baik unsur pemerintah, swasta maupun masyarakat.

Tabel 1. Panjang Sungai dan Daerah Aliran di Kota Bandar Lampung Tahun 2009

No. Nama Sungai Panjang Sungai (km)

Daerah Aliran (km2)

1. Way Awi 9,00 1,151

2. Way Penengahan 5,00 0,14

3. Way Simpur 5,00 0,421

4. Way Kuala 9,00 6,782

5. Way Galih 5,00 0,79

6. Way Kupang 6,00 0,335

7. Way Lunik 6,00 0,875

8. Way Kunyit 5,00 0,449

9. Way Kuripan 8,00 8,698

10. Way Kedamaian 5,00 0,337

11. Anak Way Kuala 2,30 0,33

12. Way Kemiling 8,00 1,273

13. Way Halim 10,00 0,914

14. Way Langkapura 8,00 0,393

15. Way Sukamaju 9,25 1,73

16. Way Keteguhan 5,00 0,28

17. Way Simpang Kanan 6,00 1,695

18. Way Simpang Kiri 9,50 1,49

19. Way Betung 14,00 3,49

Sumber : Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung (Bandar Lampung dalam Angka 2010)


(41)

4. Banjir

Dalam Nurjanah dkk (2012: 24) yaitu:

“Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal sehingga melimpas dari pulung sungai yang menyebabkan genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Lazimnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal. Akibatnya, sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan sehingga meluap. Kemampuan/daya-tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, akan tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena dan ulah-manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya”.

Pengudulan hutan didaerah tangkapan air hujan (catchmen area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi, melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya sedimentasi sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Selain itu berkurangnya daerah resapan air juga merupakan konstribusi terhadap meningkatnya debit banjir. Pada daerah pemukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga tingkat resapan air ke dalam tanah berkurang. Jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk ke dalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Nurjanah dkk, 2012: 24)

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa banjir terjadi dikarenakan tinggi hujan yang mengakibatkan terjadinya genangan air yang tidak sesuai dengan daya-tampung sistem drainase yang ada. Akibatnya, sistem pengaliran air tidak mampu menampung akumulasi air hujan


(42)

sehingga meluap dikarenakan adanya penyempitan sungai akibat ulah-manusia dan juga dikarenakan drainase yang tersumbat oleh sampah.

Bencana banjir dapat dikategorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dipicu oleh beberapa faktor penyebab, yaitu :

a. Faktor Alam

Faktor kondisi alam penyebab banjir adalah kondisi alam (misalnya letak geografis wilayah), kondisi topografi, geometri sungai (misalnya maendering, penyempitan ruas sungai, sedimentasi dan adanya ambang atau pembendungan pada ruas sungai. Peristiwa alam yang menjadi penyebab banjir (Promise Indonesia: 3) adalah :

1. Curah hujan yang tinggi dan lamanya hujan

2. Air laut pasang yang mengakibatkan pembendungan dimuara sungai

3. Air/arus balik (back water) dari sungai utama 4. Penurunan muka tanah (land subsidance)

5. Pembendungan aliran sungai akibat longsor, sedimentasi dan aliran lahar dingin.

b. Faktor Manusia ( Perilaku Manusia)

Aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksplotasi alam yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan menjadi rusak lainnya (Promise Indonesia: 3), yaitu :

1. Pembudidayaan didaerah dataran banjir

2. Peruntukan tata ruang di dataran banjir yang tidak sesuai

3. Belum adanya pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir 4. Pemukiman dibantaran sungai

5. Sistem drainase yang tidak memadai 6. Terbatasnya tindakan mitigasi banjir

7. Kurangnya kesadaran masyarakat disepanjang alur sungai 8. Penggundulan hutan didaerah hulu

9. Terbatasnya upaya pemeliharaan bangunan pengendali banjir 10.Elevasi bangunan tidak memperhatiakan peil banjir.


(43)

Perilaku masyarakat yang terbiasa membuang sampah disungai secara sembarangan adalah faktor dari penyebab banjir, selain itu perilaku manusia yang melakukan penggundulan hutan, membangun pembangunan atau pemukiman dibantaran sungai dan pembangunan diluar tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sikap dan perilaku manusia yang negatif ini seperti ini membuat lingkungan menjadi lebih cepat mengalami banjir.

Perilaku manusia merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respons atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial. Salah satu katrakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respons yang sama (Azwar, 2012: 9-10).

Karakteristik individu yang meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi termasuk di dalamnya berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan yang kemudian menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan yang besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Keadaan ini yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks (Azwar, 2012: 11).

Untuk tidak sekedar memahami, akan tetapi juga agar dapat memprediksi perilaku, Icek Ajzen & Martin Fishbein mengemukakan Teori Tindakan


(44)

Beralasan (Theory of Reasoned Action). Ajzen dan Martin Fishbein (Azwar, 2012: 11) menjelaskan Teori Tindakan Beralasan melihat anteseden penyebab perilaku volisional bahwa perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri berdasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal, bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada dan secara eksplisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka.

Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan oleh orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. (Azwar, 2012: 12).

Perilaku, secara luas, tentu tidak hanya dapat ditinjau dalam kaitannya dengan sikap manusia. Pembahasan perilaku dari sudut teori motivasi, dari sisi teori belajar dan dari sudut pandang lain akan memberikan penekanan yang berbeda-beda. Namun satu hal selalu dapat disimpulkan, yaitu bahwa perilaku manusia tidaklah sederhana untuk dipahami dan diprediksikan. Begitu banyak faktor-faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat ini, dan masa datang yang ikut mempengaruhi perilaku manusia (Azwar, 2012: 13).


(45)

Selain berbagai faktor penting seperti hakikat stimulus, latar belakang pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan sebagainya, sikap individu ikut memegang peranan dalam menentukan bagaimanakah perilaku dilingkungannya. Pada gilirannya, lingkungan secara timbal balik akan mempengaruhi sikap dan prilaku. Interaksi antara situasi lingkungan dan sikap, dengan berbagai faktor didalam maupun akhirnya menentukan bentuk perilaku seseorang (Azwar, 2012: 14).

Dari berbagai faktor penyebab bencana banjir tersebut, maka banjir dapat dikategorikan menjadi :

1. Banjir akibat sungai

Terjadi karena luapan air sungai dimana kapasitas penyimpanan air disungai ini terlampaui akibat curah hujan yang tinggi selama beberapa hari dengan intensitas rendah (hujan siklonik atau frontal). Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di Indonesia.

2. Banjir Bandang (flash flood)

Banjir bandang disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang curam dibagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap daerah yang dilaluinya.


(46)

3. Banjir Pantai

Disebabkan oleh air pasang laut akibat angin laut yang bertiup ke arah darat dengan kencang sehingga menimbulkan gelombang laut yang menyapu ke arah daratan sehingga terjadi banjir di wilayah pantai.

4. Banjir Lokal

Banjir lokal ini terjadi karena curah hujan yang tinggi disuatu wilayah, genangan yang terjadi disebabkan karena aliran air permukaan tidak cepat diserap atau saluran pembuangan yang ada kurang dapat menampung aliran air hujan yang ada. Banjir lokal ini bisa terjadi diwilayah perkotaan karena berkurangnya lahan kosong yang dapat berfungsi sebagai daerah penyerap air hujan. Lahan kosong tersebut umumnya sudah berubah menjadi rumah, gedung, jalan, tempat parkir, dan lain sebagainya (Promise Indonesia: 4).

5. Program Kali Bersih (Prokasih)

Kali atau sungai merupakan sumber daya air yang penting bagi kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Namun dewasa ini, kualitas air sungai cenderung menurun sebagai akibat meningkatnya beban pencemaran yang bersumber dari kegiatan di sepanjang daerah aliran sungai. Untuk meningkatkan kualitas air sungai agar tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya, pemerintah telah mencanangkan Program Kali Bersih (Keputusan Menteri LH No. 35/1995) .


(47)

Program Kali Bersih tersebut telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah di beberapa Propinsi/Kabupaten/Kota pada beberapa sungai dengan melibatkan berbagai instansi terkait di daerah termasuk sungai yang berada di wilayah Kota Bandar Lampung. Untuk memantapkan keberadaan Program Kali Bersih sebagai program nasional dan untuk meningkatkan kelancaran serta pengembangan kegiatan Program Kali Bersih, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1995 Tentang Program Kali Bersih.

Program Kali Bersih (Prokasih) adalah salah satu program yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas air sungai sehingga memenuhi fungsi peruntukkannya (Keputusan Menteri LH No. 35/1995). Tujuan pelaksanaan Prokasih, yaitu:

1. Tercapainya kualitas air sungai yang baik, sehingga dapat meningkatkan fungsi sungai dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

2. Terciptanya sistem kelembagaan yang mampu melaksanakan pengendalian pencemaran air secara efektif dan efisien;

3. Terwujudnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam pengendalaian pencemaran air.

4. Dalam rangka mewujudkan tujuan Prokasih sebagaimana dimaksud, pelaksanaan Prokasih dilakukan dengan pendekatan: a. pengendalian sumber pencemaran yang strategis, dan dilakukan

secara bertahap dalam suatu program kerja;

b. pelaksanaan program kerja sesuai dengan tingkat kemampuan kelembagaan yang ada;

c. pelaksanaan dan hasil program kerja harus dapat terukur dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat;

d. penerapan pentaatan dan penegakan hukum dalam pengendalian pencemaran air.

Sungai dan anak sungai yang melewati sebagian besar di Kota Bandar Lampung kondisinya cukup memperihatinkan. Penyempitan, banyaknya sampah yang apabila terus dibiarkan akan berimplikasi pada rentannya


(48)

sebuah wilayah terkena bencana banjir dan air sungai yang mulai berubah kecoklatan dan menghitam cukup menjelaskan permasalahan sungai-sungai yang ada.

Sehingga sangat membutuhkan tindak lanjut dari Pemerintah Daerah serta seluruh masyarakat. Upaya untuk melestarikan sungai yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Melestarikan Hutan di Hulu Sungai. Agar tidak menimbulkan erosi tanah di sekitar hulu sungai sebaiknya pohon-pohon atau pepohonan tidak digunduli atau ditebang atau merubahnya menjadi areal pemukiman penduduk. Dengan adanya erosi otomatis akan mambawa tanah, pasir, dan sebagainya ke aliran sungai dari hulu ke hilir yang sehingga menyebabkan pendangkalan sungai.

2. Tidak Membuang Sampah Ke Sungai. Sampah yang dibuang secara sembarangan ke kali akan menyebabkan aliran air menjadi mampet. Selain itu sampah juga menyebabkan sungai cepat dangkal dan akhirnya memicu terjadinya banjir di musim penghujan. Sampah juga membuat sungai tampak kotor, tidak terawat, terkontaminasi, dan lain sebagainya.

3. Tidak Membuang Limbah Rumah Tangga dan Industri. Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri yang berupa limbah cair adalah dengan membuangnya ke sungai. Namun apakah limbah itu aman dan layak untuk dibuang ke sungai? Hal itu membutuhkan penelitian dan proses perubahan secara kimia yang tentu saja akan menambah biaya operasional perusahaan (guru.or.id)

Selain adanya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1995, Kota Bandar Lampung memiliki Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan Keapikan dalam wilayah Kota Bandar Lampung secara khusus juga mencakup mengenai peraturan mengenai larangan membuang sampah di sungai, jalan atau yang bukan pada tempatnya.


(49)

Kota Bandar Lampung sendiri juga merupakan wilayah yang sudah sejak lama menerapkan prokasih di Kota Bandar Lampung, hal ini dikarenakan rendahnya kesadaran masyarakat Kota Bandar Lampung dalam menjaga lingkungan yang kemudian berdampak pada kebersihan sungai dan hal tersebut akhirnya mendorong Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Bandar Lampung untuk memulai menerapkan prokasih yang dimulai sejak tahun 2001.

Data penelitian BPLH per Desember 2006 menunjukkan 21 sungai di Bandar Lampung hampir keseluruhannya sudah tercemar berat oleh limbah rumah tangga dan industri. Baik limbah padat ataupun cair sudah mencemari sungai-sungai yang melintasi pemukiman padat penduduk di Kota Bandar Lampung. Limbah yang dibuang secara sembarangan, akan menimbulkan berbagai gangguan masyarakat mulai dari bau yang tidak sedap, pencemaran terhadap air tanah, gangguan kulit, serta masih banyak lagi gangguan kesehatan lain yang merugikan. (ulunlampung.blogspot.com/ semua sungai di Bandar Lampung Tercemar- 22 Juli 2008).

Namun sejak tahun 2001 Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui BPLH dan Dinas Tata Kota setiap tahunnya melakukan program kali bersih (prokasih) dengan dukungan dana APBD. Hanya saja, upaya pembersihan yang diberlakukan sejak 2001 itu masih belum berhasil. Warga Kota Bandar Lampung masih membuang sampah dan mencemari sungai (ulunlampung.blogspot.com/ semua sungai di Bandar Lampung Tercemar- 22 Juli 2008).


(50)

Selain itu, saat ini upaya yang terus dilakukan Pemerintah agar masyarakat dapat mengurangi perilaku dan kebiasaan membuang sampah disungai adalah dengan memagar dan memberikan pemberitahuan larangan membuang sampah di sungai, jalan atau yang bukan pada tempatnya. Apabila hal tersebut dilanggar maka sanksi yang diberikan adalah kurungan selama 6 (enam) bulan kurungan atau denda sebesar 5.000.000.

6. Dampak Bencana

Menurut (Nurjanah dkk, 2012: 32), yaitu :

“Dampak bencana adalah akibat yang timbul dari kejadian bencana. Dampak bencana dapat berupa korban jiwa, luka, pengungsian, kerusakan pada infrastruktur/aset, lingkungan/ekosistem, harta benda, penghidupan, gangguan pada stabilitas sosial, ekonomi, politik, hasil-hasil pembangunan, dan dampak lainnya yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat”.

Besar-kecilnya dampak bencana tergantung pada tingkat ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas/kemampuan (capacity) untuk menanggulangi bencana. Semakin besar ancaman akibat bencana, maka akan semakin besar peluang dampak yang ditimbulkan akibat bencana dan semakin tinggi tingkat kerentanan terhadap bencana, semakin besar peluang dampak yang dituimbulkan bencana. Demikian pula, semakin rendah kemampuan dalam menanggulangi bencana, semakin besar peluang dampak yang akan timbul akibat bencana.

UNDRO,1992 (Nurjanah dkk, 2012: 32-34) mengemukakan, bencana secara serius dapat menganggu inisiatif-inisiatif pembangunan dalam beberapa cara, termasuk: (a) hilangnya sumber-sumber daya, (b) gangguan terhadap


(51)

program-program, (c) pengaruh pada iklim investasi (d) pengaruh pada sektor non-formal, dan (e) destabilisasi politik.

a. Hilangnya sumber-sumber daya

Sumber-sumber daya pembangunan hilang ketika suatu bencana menghapus produk-produk investasi, hal itu juga memperpendek umur pembangunan investasi. Bencana mempengaruhi pembangunan melalui:

1. Pengaruh pada investasi dan cadangan modal, 2. Kerugian produksi dan penyediaan pelayanan, 3. Pengaruh-pengaruh skunder,

4. Kerugian-kerugian secara tidak langsung 5. Hilangnya pertumbuhan ekonomi

6. Pergeseran dalam sumberdaya manusia yang terampil, dan lain-lain.

b. Gangguan terhadap program

Bencana dapat menganggu program-program yang sedang berlangsung dan membelokkan sumber daya dari penggunaan-penggunaan yang direncanakan sebelumnya.

c. Pengaruh pada iklim investasi

Bencana, khususnya pada saat hal itu telah terjadi secara berulang-ulang dalam suatu periode yang pendek, memiliki pengaruh negatif pada insentif untuk investasi lebih lanjur. Para investor membutuhkan iklim yang stabil dan kepastian untuk mendorong menginvestasikan uangnya. Bencana lebih lanjut menutupi gambar investasi ketika bencana tersebut menyebabkan hilangnya pekerjaan, dan oleh karena itu memberi tekanan pada tuntutan pasar, dan mengakibatkan stagnasi yang membatasi pertumbuhan secara keseluruhan.


(52)

Bencana mempuyai pengaruh-pengaruh negatif yang khusus pada sektor non-formal dimana perkiraan biaya-biaya dari bencana sering kali dianggap rendah. Bencana menekan ekonomi non-formal melalui biaya-biaya langsung dari hilangnya peralatan dan perumahan (yang sering juga berfungsi tempat-tempat bisnis). Biaya-biaya tidak langsung dari bencana termasuk hilangnya pekerjaan, dan hilangnya pendapatan. Adakalanya pemasukan barang-barang bantuan pemulihan menciptakan disinsetif kepada produsen.

e. Destabilisasi Politik

Tekanan pada suatu negara disebabkan oleh bencana menyebabkan destabilitas pemerintah. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan. Menurut Dede Kuswanda (Nurjanah dkk 2012: 34), akibat bencana dalam suatu komunitas dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu:

1. Bagi manusia, berupa meninggal dunia, hilang, cedera atau luka, sakit, cacat, trauma dan gangguan sosial psikologis lainnya, pengungsian, bercerai-berai (berpisahnya anggota keluarga), dan kehilangan pekerjaan;

2. Kerusakkan lingkungan, berupa kerusakan pada tanah, udara, dan air;

3. Kerusakan sarana dan prasarana umum, seperti: perkantoran, sekolah, tempat ibadah, pasar, jalan, jembatan, sarana penerangan, sarana komunikasi, sarana air bersih, dan lain-lain

4. Terganggunya pelayanan umum, seperti: pelayanan pendidikan, kesehatan, pemerintahan, ekonomi, dan sebagainya;

5. Kerusakan dan/atau kehilangan harta benda, seperti rumah, perabotan rumah tangga, surat-surat berharga, dan sebagainya Suhendar dan Tukino, 2009: 7 (Nurjanah dkk, 2012: 35)

Sedangkan menurut Siwange Dharma Negara dan Pakasa Bary, dalam majalah Masyarakat Indonesia, yang mengupas tentang bencana alam:


(53)

Dampak dan penanganan sosial ekonomi, dampak bencana menurut Benson and clay, 2000 – 2004 (Nurjanah dkk, 2012: 35), dibagi menjadi tiga bagian, yakni:

1. Dampak Langsung (direct impact), meliputi kerugian finansial dari kerusakan aset ekonomi, misalnya rusaknya bangunan seperti tempat tinggal dan tempat usaha, infrastruktur, lahan pertanian dan lain-lain, yang dalam istilah ekonomi disebut stock value.

2. Dampak tidak langsung (indirect impat) meliputi berhentinya proses produksi, hilangnya output dan sumber penerimaan, yang dalam istilah ekonomi disebut flow value.

3. Dampak sekunder (secondary impact) atau dampak lanjutan.

E.Kerangka Pikir

Sistem drainase yang tidak baik, rusaknya wilayah tangkapan air seperti gunung dan bukit, perubahan fungsi guna lahan, serta tingkat curah hujan yang tinggi dengan intensitas waktu yang panjang. Pada saat tingkat curah hujan tinggi dan sistem drainase tidak mampu menampung curah hujan ditambah lagi banyaknya sampah dan sedimen di gorong-gorong serta kurangnya kawasan hijau (penghijauan) yang dapat menyimpan air akhirnya mengakibatkan run off air lebih cepat dan berkurangnya luas daerah aliran sungai (DAS) dan perilaku buruk serta kebiasaan masyarakat yang membuang sampah secara sembarangan adalah penyebab bencana banjir dikota-kota besar.

Bencana banjir tidak hanya memberikan dampak buruk pada lingkungan, tetapi juga terhadap kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, menelan banyak korban jiwa dan juga merusak fasilitas umum. Upaya mengantisipasi dan mencegah terjadinya bencana banjir di Kota Bandar Lampung adalah dibutuhkannya kinerja dan tanggung jawab Pemerintah Kota yang untuk


(54)

kemudian ditangani secara khusus oleh lembaga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bernama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2010 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung.

BPBD Kota Bandar Lampung merupakan unsur pelaksana yang mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah daerah yang secara khusus memberikan pelayanan publik dalam hal penyelenggaraan penanggulangan bencana, hal ini dikarenakan Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah di Indonesia yang terindikasi sangat rawan terhadap bencana banjir. BPBD memiliki tanggung jawab besar dalam upaya mengurangi atau bahkan meghilangkan adanya ancaman bencana banjir dengan melakukan kegiatan pencegahan bencana baik tahap kesiapsiagaan, mitigasi, tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekontruksi. Hal-hal tersebut dimaksudkan agar BPBD dapat dijadikan sebagai organisasi yang berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya Penanggulangan Bencana secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu.

BPBD mempunyai kinerja yang sangat kompleks, baik dari segi manajemen perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun sebagai pengawasan seperti pada kesiapsiagaan dan mitigasi, tanggap darurat dan rehabilitasi dan rekonstruksi. Langkah-langkah yang diupayakan harus sesuai dengan tupoksi yang telah ada dan hal ini termasuk bagian tanggung jawab dari kinerja BPBD. Mengingat tugas dari aparatur adalah melakukan penyelenggaraan dan memberikan pelayanan yang terbaik agar masyarakat yang merasakan pelayanan


(55)

dari aparat tersebut dapat merespon dengan baik, karena masyarakat adalah konsumen yang akan merasakan dan menilai pelayanan dari BPBD itu sendiri.

Pada penelitian ini penulis menggunakan fungsi manajemen yang dikembangkan oleh George R. Terry untuk mempermudah penulis melihat bagaimana Pelaksanaan Manajemen POAC BPBD dalam Menanggulangi Bahaya Banjir. Fungsi Manajemen yang dikemukakan oleh George R. Terry memandang Pelaksanaan manajemen POAC BPBD dalam menanggulangi bahaya banjir terdapat empat pencapaian tujuan organisasi yang harus dilaksanakan oleh BPBD agar pelaksanaan manajemen POAC BPBD dalam penanggulangan bencana banjir menjadi efektif dan efesien. Untuk lebih memudahkan memahami dapat dilihat pada gambar 1. Gambar kerangka pikir dibawah ini.


(56)

Gambar 1. Kerangka Pikir Banjir Kota Bandar

Lampung Faktor Alam

Faktor Manusia

Program :

1. Pencegahan dan Kesiapsiagaan 2. Tanggap Darurat dan Logistik 3. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Tugas Pokok dan Fungsi BPBD

Fungsi Manajemen POAC di BPBD BPBD

“POAC” 1. Planning (Perencanaan)

2. Organizing (Pengorganisasian)

3. Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan) 4. Controlling (Pengawasan)

Kinerja BPBD dalam Manajemen POAC


(1)

132

Karang Pusat untuk membantu masyarakat saat bencana banjir melanda Kecamatan Tanjung Karang Pusat dan BPBD juga memberikan dan menyalurkan bantuan materiil yaitu berupa uang santunan ganti rugi dan pemberian pengobatan gratis.

d. Pada fungsi manajemen tahap Controlling/Pengawasan, dikarenakan BPBD tidak terjun secara langsung di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, pengawasan yang dilakukan oleh BPBD pasca bencana banjir adalah dengan menerima laporan yang berasal dari Tim SAR, Dinas Sosial dan Kelurahan/Kecamatan saat dilaksanakannya evaluasi kerja.

B.SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran-saran yang penulis berikan antara lain: a. Pada fungsi manajemen Planning/Perencanaan, untuk mengoptimalkan

program bersih sungai, BPBD perlu menambah jumlah personil buruh atau satuan petugas yang membersihkan sungai setiap hari senin-sabtu, BPBD juga perlu memberikan pelatihan serta pendidikan/sosialisasi mengenai bencana dan bagaimana menghadapi bencana banjir, BPBD juga perlu membuat kelurahan tanggap bencana dengan difasilitasi pamflet, liflet, banner atau hal-hal gambaran mengenai bahaya bencana banjir akibat pembuangan sampah secara sembarangan, kemudian BPBD perlu memberikan informasi titik rawan bencana banjir kepada masyarakat Kecamatan Tanjung Karang Pusat. Selain itu, yang terpenting adalah pada pasca banjir, BPBD tidak hanya fokus melakukan


(2)

133

pendataan akan tetapi dapat ikut berpartisipasi dalam memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak akibat banjir.

b. Pada fungsi manajemen Organizing/Pengorganisasian, BPBD perlu menjalin komunikasi koordinasi tidak hanya dalam kondisi normal, namun juga saat menangani bencana banjir, sehingga instansi yang diterjunkan dapat mengetahui wilayah yang menjadi prioritas mendapatkan pertolongan dan apa yang perlu dilakukan pada kondisi tanggap darurat. BPBD juga perlu meminjamkan fasilitas sarana dan prasarana handytalky (HT) kepada pihak kelurahan/kecamatan yang dapat menunjang komunikasi koordinasi. selain itu, BPBD perlu melakukan koordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Bappeda dalam mengawasi dan memberikan izin pembangunan/pemukiman.

c. Pada fungsi manajemen Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan), BPBD perlu berpartisipasi aktif dalam melaksanakan bersih-bersih sungai secara rutin terutama saat memasuki musim penghujan, selain itu, BPBD perlu menindak tegas masyarakat yang membuang sampah disungai, jalan atau bukan pada tempatnya sesuai dengan Perda nomor 8 tahun 2000, menginformasikan dampak menutup drainase secara permanen dan mendirikan bangunan diatas daerah resapan air, dan selain menyalurkan bantuan materiil, BPBD perlu membantu masyarakat membersihkan dan memperbaiki rumah dan fasilitas umum yang rusak akibat banjir dan untuk mendukung setiap pelaksanaan kinerja BPBD, harapannya adalah BPBD dapat dijalankan dengan sumber daya manusia yang memadai dan


(3)

134

berkompeten dibidangnya, hal ini sangat penting karena menyangkut bagaimana menyelamatkan jiwa manusia pada saat bencana banjir. d. Pada fungsi manajemen Controlling/Pengawasan, selain melakukan

pengawasan dengan menerima laporan yang berasal dari instansi yang diterjunkan, BPBD perlu melakukan konfirmasi kebenaran dari masyarakat, apakah instansi yang diterjunkan sudah mewakili kinerja BPBD dengan memberikan pertolongan saat menangani banjir dan apakah masyarakat telah menerima bantuan yang disalurkan dan BPBD perlu melakukan pengawasan secara rutin dengan berkoordinasi bersama pihak Satuan Polisi Pamong Praja dan pihak Kelurahan untuk memantau dan mengontrol diterapkannya kebijakan larangan membuang sampah secara sembarangan disungai.

BPBD juga sebagai SKPD perlu dijadikan prioritas oleh Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung guna mendorong peningkatan ketahanan Kecamatan Tanjung Karang Pusat terhadap bencana banjir. BPBD diharapkan dapat dikelola oleh SDM yang berkompeten pada bidangnya, yang mengerti dan paham mengenai bencana agar BPBD dapat menjadi agen perubahan untuk mendorong peningkatan pemahaman, kapasitas dan kepekaan aparat Pemerintah Kota dan masyarakat mengenai dasar-dasar penanggulangan bencana banjir. Selain itu, hal yang sangat penting adalah kesadaran yang harus dibangun oleh masyarakat sendiri untuk ikut perduli dan peka terhadap rusaknya sungai dan dampak yang diakibatkan dari membuang sampah sembarangan, terlebih saat ini sudah banyak sungai yang diberi pagar dan papan peringatan larangan membuang sampah sembarangan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Afifuddin dan Saebani Ahmad, Beni. 2012. Metodologi Kualitatif. Bandung. CV. Pustaka Setia.

Azwar, Saifuddin. 2012. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Miles, Matthew and A. Michael Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta. UI Press.

MPBI (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia). 2005. Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana. Jakarta. MPBI

Moenir, H.A.S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta. Bumi Aksara.

Moleong, J. Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Nurjanah, dkk. 2012. Manajemen Bencana. Yogyakarta. Alfabeta.

Prawirosentono, Suryadi. 1999. Manajemen SDM Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat Menuju Organisasi. Kompetitif dalam Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta BPFE.

Ratminto. Winarsih, A. Septi. 2012. Manajemen pelayanan Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizens Charter dan Standar Pelayanan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Sinambela Poltak, Lijan. 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta. Bumi Aksara.

____________________. 2012. Kinerja Pegawai, Teori Pengukuran dan Implikasi. Yogyakarta. Graha Ilmu.


(5)

Sutrisno, Edy. 2011. Budaya Organisasi. Jakarta. Kencana.

Torang, Syamsir. 2013. Organisasi dan Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya & Perubahan Organisasi. Alfabeta. Bandung.

Withmore, John. 1997. Coaching For Performance, Seni Mengarahkan untuk Mendongkrak Kinerja, Terjemahan Y. Dwi Helly Purnomo. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Sumber Lain :

ACCCRN (Asian Cities Climate Change Resilience Network). 2011. Strategi Ketahanan Kota Bandar Lampung terhadap Perubahan Iklim 2011 – 2030. Disusun oleh Kelompok Kerja Kota: Maulana Mukhlis, Desti Mega Putri, dan Dini Purnamawaty. Bandar Lampung Publikasi : ACCCRN

Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN) dan Institute for Social and Enviromental Transition (ISET), Laporan Akhir 2010. “Kajian Kerentanan dan adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Di Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung. Publikasi : ACCCRN

BPS (Badan Pusat Statistik). 2010. Kota Bandar Lampung dalam Angka 2010, Bandar Lampung In Figure. Bandar Lampung. BPS Kota Bandar Lampung Dephut (Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Kerangka Kerja

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Di Indonesia. Amanah Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008 Tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009. diakses pada 15 Mei 2013

Keputusan Menteri Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Keputusan Menteri Negara Lingkungan HidupNomor 35 Tahun 1995 Tentang Program Kali Bersih

LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Kecamatan Tanjung Karang Pusat Tahun 2012

Marbun, M.Yeni, Christian. 2013. Peran Koordinasi BPBD Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2010 tentang Pembentukan Bada penanggulangan Bencana daerah Kota Bandar Lampung.

Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030


(6)

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan Keapikan dalam wilayah Kota Bandar Lampung

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Peraturan Walikota Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung

Peraturan Walikota Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Tugas Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung.

Promise Indonesia(Program For Hydro-Meteorogical Risk Disaster Mitigation In Secondary Cities In Asia). Banjir dan Upaya Penanggulangannya. Jakarta. USAID. ADPC. ITB

Rekapitulasi Korban Banjir Per Kecamatan di Kota Bandar Lampung 2013. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung.

SuaraKomunitas.Net/Baca/2307/Bandar-Lampung--Kota-Banjir.Html diakses pada 8 Mei 2013

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program

Pembangunan Nasional (Propenas)

www. Guru.or.id/ program-kali-bersih-prokasih-harus-dilakukan-secara-nyata.html diakses pada 19 November 2013

www.Lampung.co/Drainase Tersumbat, Awal Banjir Bandar Lampung.htm diakses pada 11 April 2013

www.RadarLampung.co.id/ /Dituding Miskin Program, BPBD Santai Radar Lampung.htm diakses pada 10 April 2013

www. ulunlampung.blogspot.com/ semua sungai di Bandar Lampung Tercemar.html/ diakses pada 19 November 2013