SOUND TOPOGRAPHY POLA KEBISINGAN SUARA DI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

SOUND TOPOGRAPHY OF THE PATTERN OF NOISE SOUND AT THE SUB-DISTRICT OF CENTRAL TANJUNG KARANG

BANDAR LAMPUNG

By

Mufli Fita Firna Sari

It has been conducted, a research about sound topography of the pattern of noise sound at the sub-district of Central Tanjung Karang, Bandar Lampung. This research was conducted in the district of central Tanjung Karang, around the center of Raden Intan street until Raden Ajeng Kartini street and in 3 days, (that was on Monday, Tuesday, and Wednesday) in 3 times, (the time is morning, afternoon, and evening). This study used a Sound Level Meter type Lutron 4011 and GPS (Global Positioning System). In this study, the results obtained will be analyzed using sound topography. Based on the results that obtained, the highest noise contained in the morning namely around the mosque taqwa at Kota Raja Street, Ramayana, T-junction Brigjen Katamso, Columbia, Dealer Honda, Bank Utomo until traffic light at Tugu Adipura with noise value of 78-83 dB. Based on the results has been obtained, noise value has exceeded a standarized limit which is 70 dB for the areas of trade and services.


(2)

SOUND TOPOGRAPHY POLA KEBISINGAN SUARA DI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Mufli Fita Firna sari

Telah dilakukan penelitian mengenai sound topography pola kebisingan suara di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, yaitu disekitar jalan Raden Intan hingga jalan RA Kartini dan dilakukan selama 3 hari, yaitu pada hari Senin, Selasa, dan Rabu selama 3 kali, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Penelitian ini menggunakan alat Sound Level Meter tipe lutron 4011 dan Global Positioning System (GPS). Pada penelitian ini hasil yang didapat dianalisis dengan menggunakan sound topography. Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai kebisingan tinggi terdapat di waktu pagi, yaitu disekitar Masjid Taqwa di jalan Kota Raja, Ramayana, Pertigaan jalan Brigjen Katamso, Columbia, Dealer Honda, Bank Utomo hingga lampu merah Tugu Adipura dengan nilai kebisingan berkisar antara 78-83 dB. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai kebisingan yang didapat telah melebihi standarisasi yang telah ditentukan, yaitu sebesar 70 dB untuk wilayah perdagangan dan jasa.


(3)

SOUND TOPOGRAPHY POLA KEBISINGAN SUARA DI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Mufli Fita Firna Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

Oleh

Mufli Fita Firna Sari

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Daya dengar telinga manusia ... 11

2.2 Gelombang transversal... 14

2.3 Gelombang longitudinal... 14

2.4 Ilustrasi bagian-bagian gelombang ... 15

2.5 Gerak harmonik sederhana... 17

2.6 Gerak harmonik teredam ... 17

2.7 Bagian-bagian sistem GPS ... 19

2.8 Peta GPS kontrol ... 20

2.9 Penggambaran prinsip kerja GPS ... 20

2.10 Proses penentuan informasi dari suatu tempat ... 21

2.11 Penggambaran medan dengan garis kontur ... 22

2.12 Sound level metermodel SL-4011 ... 25

2.13 Tampilan perangkat lunak surfer dan bagian-bagiannya... 26

2.14 BentukBase Map... 27

2.15 Countur map... 28

2.16 Bentukpost mapdanclassed post map... 28

2.17 Bentukimage map... 29


(6)

iv

2.21 Bentuk 3Dsurface... 30

3.1 Diagram alir penelitian... 33

3.2 Peta wilayah ... 35

4.1 Peta wilayah Jalan Raden Intan hingga Jalan Raden Ajeng Kartini ... 38

4.2 Hasil sebaran kebisingan suara hari pertama pada waktu pagi pukul 08.00-09.40 dengan menggunakan mode counter map ... 40

4.3 Hasil sebaran kebisingan hari pertama waktu pagi hari menggunakan mode 3D ... 40

4.4 Hasil sebaran kebisingan hari kedua pada pagi hari pukul 07.20-07.59 dengan menggunakan mode counter map... 42

4.5 Hasil sebaran kebisingan hari kedua waktu pagi hari menggunakan mode 3D... 42

4.6 Hasil sebaran kebisingan hari ketiga pada waktu pagi pukul 07.15-07.54 dengan menggunakan modecounter map... 44

4.7 Hasil sebaran kebisingan hari ketiga waktu pagi hari dengan menggunakan mode 3D ... 44

4.8 Hasil sebaran kebisingan rata-rata pada pagi hari dengan menggunakan counter map ... 46

4.9 Hasil sebaran kebisingan rata-rata pagi hari dengan mode 3D... 47

4.10 Hasil sebaran kebisingan pada siang hari pada hari pertama pukul 12.03-13.08 dengan menggunakan mode counter map ... 48

4.11 Hasil sebaran kebisingan hari pertama pada siang hari dengan menggunakan mode 3D ... 49

4.12 Hasil sebaran kebisingan hari kedua pada siang hari pukul 11.17-12.30 dengan menggunakan mode countur map ... 50

4.13 Hasil sebaran kebisingan hari kedua pada siang hari dengan menggunakan mode 3D ... 50


(7)

v

4.14 Hasil sebaran kebisingan hari ketiga pada siang hari pukul 11.32-12.05 menggunakan mode counter map... 51 4.15 Hasil sebaran kebisingan hari ketiga pada siang hari menggunakan mode

3D………..52

4.16 Hasil sebaran rata-rata kebisingan siang hari dengan menggunakan mode

counter map ………53

4.17 Hasil sebaran rata-rata kebisingan siang hari dengan mode 3D…………..53 4.18 Hasil sebaran kebisingan hari pertama pada waktu sore hari pukul

15.35-16.00 dengan menggunakan mode counter map………..55 4.19 Hasil sebaran kebisingan hari pertama pada sore hari dengan menggunakan 3D………55 4.20 Hasil sebaran kebisingan hari kedua pada sore hari pukul 15.48-16.10

dengan menggunakanmode counter map………56 4.21 Hasil sebaran kebisingan hari kedua pada sore hari dengan menggunakan

mode3D………..57

4.22 Hasil sebaran kebisingan rata-rata sore hari dengan menggunakan mode counter map……….58 4.23 Hasil sebaran kebisingan rata-rata sore hari dengan mode 3D…………..58

4.24 Hasil sebaran suhu di kecamatan tanjung karang pusat hari pertama waktu

pagi pukul 07.30-08.04………61

4.25 Hasil sebaran suhu di kecamatan tanjung karang pusat hari kedua pukul

07.15-07.55 waktu pagi………..62

4.26 Hasil sebaran suhu dikecamatan tanjung karang pusat hari ketiga pukul

07.18-07.58 padawaktu pagi………..63

4.27 Hasil sebaran suhu dikecamatan tanjung karang pusat hari pertama pukul

12.04-12.35 padawaktu siang……….64

4.28 Hasil sebaran suhu dikecamatan tanjung karang pusat hari kedua pukul 11.35-12.02 pada waktu siang……….66 4.29 Hasil sebaran suhu dikecamatan tanjung karang pusat hari ketiga pukul

11.32-12.05 pada waktu siang……….67 4.30 Hasil sebaran suhu dikecamatan tanjung karang pusat hari pertama pukul


(8)

(9)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Hasil pengukuran intensitas kebisingan... 7

2.2 Skala intensitas kebisingan dan sumbernya... 10

2.3 Tingkat intensitas bunyi... 12

2.4 Kelajuan bunyi di berbagai materi pada suhu 27o... 13

2.5 Spesifikasi dasarsound level meter type lutron 4011... 24


(10)

Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat dan hidayah Nya, penulis dapat menyelesaikan kuliah serta skripsi dengan baik. Judul skripsi ini “Sound Topography Pola Kebisingan Suara di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar lampung”.Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan pengikutnya.

Skripsi ini dilaksanakan dari bulan April 2015 sampai September 2012 bertempat di Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung Jalan Raden Intan hingga Jalan RA Kartini.

Penekanan skripsi ini adalah mengukur kebisingan dengan menggunakan sound level meter dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan sound topography guna untuk melihat kebisingan pada area tersebut masih dalam tahap aman atau tidak.

Penulis menyadari dalam penyajian laporan ini masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun referensi data. Semoga laporan ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian berikutnya agar lebih sempurna dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Desember 2015


(11)

(12)

(13)

-

MOTO

-Menirulah pada orang lain walaupun engkau tidak serupa dengan

orang itu. Karena sesungguhnya meniru kepada orang besar itu pun

sudah merupakan suatu kemenangan (Syair Arab).

Percaya pada diri sendiri adalah manusia utama untuk mencapai

kesuksesan .

(Emerson)

Akar pendidikan memang pahit, tetapi buahnya manis rasanya

.

(Aristoteles)


(14)

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Mufli Fita Firna Sari di lahirkan didesa Labuhan Ratu Satu (Labtu), Kec. Way Jepara, Kab. Lampung Timur pada tanggal 26 September 1993 anak dari Bapak Firman Syam, S.Pd dan Ibu Dra. Neti Eriyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Labuhan Ratu Dua pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Way Jepara pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Teladan Way Jepara pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Lampung melalui jalur Mandiri pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Fisika Dasar I dan II, Asisten Praktikum Sains Dasar, Asisten Praktikum Sistem Kontrol Otomatis dan Asisten Praktikum Sistem Digital. Penulis pernah aktif di kegiatan organisasi kemahasiswaan sebagai Sekretaris Bidang Kaderisasi HIMAFI pada tahun 2011-2012.

Kerja Praktik (KP) penulis dilakukan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau pada tahun 2013 dengan judul“Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pengolahan Air Minum di PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung” serta melakukan penelitian skripsi pada tahun 2015 dengan judul “Sound Topography Pola Kebisingan Suara di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung”.


(16)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, karena atas kuasa-Nya penulis masih diberikan kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, S. Si, M. T, sebagai pembimbing I yang senantiasa telah memberikan bimbingan, nasehat serta mendengarkan keluh kesah ku selama menyelesaikan tugas akhir.

2. Bapak Prof. Dr. Warsito, D.E.A, sebagai pembimbing II yang senantiasa memberikan masukan-masukan serta nasehat untuk menyelesaikan tugas akhir. 3. Bapak Drs. Amir Supriyanto, M.Si, sebagai penguji yang telah mengoreksi

kekurangan, memberi kritik dan saran selama penulisan skripsi.

4. Bapak Drs. Syafriadi, selaku pembimbing akademik (PA) yang telah senantiasa membimbingku dan memberi nasihat dalam menyelesaikan studi.

5. Ibu Dr. Yanti Yuliati, M. Si., selaku ketua jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.


(17)

7. Para dosen serta karyawan di Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

8. Buat tek nemi, tante desi, mami linda, mama ita, tek nepa, om bayu, om budi, inggi, acik eri (alm), angah, om daya, om maman terimakasih atas bantuan, dukungan serta doa dari kalian selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Jefri Hariansyah yang selalu memberikan ku semangat serta dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir.

10. Teman-teman seperjuanganku Alvhy, Rita, Olif, Ulum, Muji, Akhfi, Dede, San-san, Irene, Helrita, Siti Fadilah, Yupi, Riza, Suci, Meta dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas dukungan dan semangatnya.

11. Kakak-kakak tingkat serta adik-adik tingkat. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta memberkahi hidup kita. Amin.

Bandar Lampung, Desember 2015


(18)

i

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Batasan Masalah ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terkait ... 6

B. Perbedaan dengan Penelitian Lain ... 8

C. Teori Dasar 1 Kebisingan ... 8

2 Pendengaran Manusia ... 10

3 Intensitas Bunyi (Desibel) ... 11

4 Bunyi ... 12

5 Gelombang ... 13

6 Getaran... 16

7 Temperatur... 18

8 GPS ... 19

9 Topographi ... 21

10 Sound Level Meter Lutron SL-4011 ... 22


(19)

ii III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Alat dan Bahan ... 31

C. Prosedur Penelitian ... 31

D. Diagram Alir Penelitian ... 33

E. Data Hasil Pengukuran ... 34

F. Peta Wilayah ... 35

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung ... 36

B. Analisis Konversi Koordinat Bujur ke UTM ... 39

C. Analisis Waktu Pengukuran Terhadap Kebisingan ... 39

1. Pengukuran Kebisingan Pada Pagi Hari ... 39

2. Pengukuran Kebisingan Pada Waktu Siang Hari ... 48

3. Pengukuran Kebisingan Pada Waktu Sore Hari ... 54

D. Analisis Kebisingan Suara Terhadap Perubahan Suhu ... 60

1. Perubahan Suhu Pada Pagi Hari ... 60

2. Perubahan Suhu Pada Siang Hari ... 64

3. Perubahan Suhu Pada Sore Hari ... 67

V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kota-kota di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama pada sarana transportasi dan perluasan daerah pemukiman. Dampak dari perkembangan tersebut adalah banyaknya pemukiman yang berhadapan langsung dengan bandara, jalan raya dan rel kereta api sehingga akan berdampak negatif, salah satu dampak tersebut adalah kebisingan. Kebisingan merupakan suatu gangguan yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan. Pengaruh kebisingan dapat berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunikasi, psikofisiologis, gangguan mental, tekanan darah tinggi (hipertensi), ketidak nyamanan dan juga gangguan aktivitas sehari-hari (Mansyur, 2003). Gangguan yang di rasakan manusia ketika berhadapan dengan kebisingaan juga dapat menstimulasi gejala stress di dalam dirinya (Ouis, 2002). Penyebab utama kebisingan berasal dari angkutan umum, kendaraan bermotor, pabrik, pemukiman padat penduduk serta faktor lainnya yang menyebabkan bunyi. Dari beberapa faktor kebisingan, lalu lintas di jalan raya merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu sebagian besar masyarakat perkotaan (DepKes RI, 1995). Bukti yang ada menunjukkan bahwa


(21)

2

kebisingan lalu lintas adalah sumber utama ketergangguan lingkungan. Kebisingan merupakan bunyi yang dapat mengganggu pendengaran manusia. Normalnya nilai ambang batas paparan kebisingan maksimal atau ambang sakit pendengaran manusia sebesar 120 dB (Tipler, 1998).

Salter (1976) menyatakan jumlah sumber bunyi bertambah secara teratur di lingkungan sekitar, dan ketika bunyi menjadi tidak diinginkan maka bunyi ini disebut kebisingan. Murwono (1999) mendefinisikan kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan dan pengukurannya menimbulkan kesulitan yang besar karena bervariasi diantara perorangan dalam situasi yang berbeda.

Pengukuran kebisingan di daerah jalan raya telah banyak dilakukan, diantaranya pengaruh arus lalu lintas terhadap kebisingan pada beberapa zona pendidikan di daerah Surakarta (Hidayati, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh lalu lintas terhadap kebisingan yang terjadi di sekitar zona pendidikan tersebut dan bagaimana cara menanganinya. Penelitian ini telah berhasil mengukur kebisingan di jalan raya. Akan tetapi, penelitian ini dirasa kurang efektif karena pengukuran dilakukan hanya berdasarkan arus lalu lintas yang terjadi pada daerah tersebut dengan melakukan pencacahan seluruh kendaraan yang melintasi ruas jalan yang diteliti. Pengukuran dengan menggunakan alat sound level meter juga telah dilakukan oleh Bambang dan Ariyono (2013). Penelitian kebisingan yang diukur adalah melihat pengaruh unit Aerodrome Control Tower terhadap kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat yang sedang melakukan start up. Penelitian mengenai kebisingan selanjutnya juga telah dilakukan oleh Syarief dkk (2012). Penelitian tersebut dilakukan untuk


(22)

mengetahui besar kebisingan didaerah penambangan batu. Alat ukur yang digunakan adalah sound level meter, stopwatch dan Global Positioning System (GPS). Proses pengambilan data dilakukan pada saat siang dan malam hari, namun dalam penelitian ini dirasa masih kurang efektif karena hasil pengukuran dari GPS tidak ditampilkan dan dibahas.

Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung yang memiliki wilayah luas dan jumlah penduduk cukup padat. Bandar Lampung juga menjadi icon atau pusat kota bagi penduduk lampung. Terlihat bahwa sebagian besar aktivitas banyak dilakukan di kota tersebut seperti pusat perbelanjaan, kegiatan-kegiatan wakil rakyat, pertokoan dan lain sebagainya. Hampir setiap hari kerja pada kota Bandar Lampung sering terjadi kemacetan, khususnya pada wilayah Tanjung Karang Pusat. Tanjung Karang Pusat merupakan area yang memiliki tingkat kemacetan yang cukup padat terutama Jalan Raden Intan hingga Jalan R.A. Kartini karena jalan tersebut sering di lalui oleh pengendara motor menuju tempat tujuan. Selain itu Jalan Raden Intan dan Jalan R.A. Kartini juga terdapat pusat perbelanjaan, pusat grosir dan pertokoan bagi para pedagang yang datang dari berbagai wilayah.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh kebisingan terhadap posisi. Penelitian akan dilakukan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat. Karena area tersebut merupakan kawasan yang padat dilewati oleh kendaraan bermotor dan juga merupakan pusat perbelanjaan serta banyaknya aktivitas lain yang dapat menimbulkan kebisingan. Oleh karena itu diperlukan analisis tingkat kebisingan suara menggunakan sound


(23)

4

level meter di Kecamatan Tanjung Karang Pusat. Dalam pengambilan data, alat yang digunakan berupa software dalam sebuah aplikasi sistem yang disebut android.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan pembuatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengukur tingkat kebisingan menggunakan alat sound level meter. 2. Menampilkan data kebisingan dalam bentuk sound topography.

3. Menganalisis hubungan antara kebisingan terhadap posisi dalam bentuk sound topography.

C. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan tersebut diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat mengenai tingkat kebisingan pada suatu daerah sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi pada masyarakat untuk mengetahui kebisingan tersebut masih dalam tahap aman atau tidak.

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana mengukur tingkat kebisingan suara pada suatu area menggunakan alat sound level meter.

2. Bagaimana pengaruh kebisingan terhadap temperatur.

3. Bagaimana menampilkan data kebisingan dalam bentuk sound topography. 4. Bagaimana menganalisis hubungan antara kebisingan terhadap posisi dalam


(24)

E. Batasan Masalah

Batasan masalah ini dibuat sehingga penelitian ini fokus dengan apa yang akan dibuat dan tidak melenceng dari yang telah direncanakan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Proses pengukuran menggunakan sound level meter type lutron 4011.

2. Proses pengukuran dilakukan di daerah kec. Tanjung Karang Pusat khususnya Jalan Raden Intan, Jalan R.A. Kartini dan sekitarnya.


(25)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terkait

Penelitian mengenai analisis kebisingan telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah Analisa Tingkat Kebisingan Lalu lintas pada Lingkungan Kampus STIKes Insan Unggul Surabaya oleh (Hyperastuti, 2013). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter (SLM). Pengambilan data dilakukan 2 kali yaitu pengukuran tingkat kebisingan siang (Ls) dan pengukuran kebisingan malam (Lm). Kemudian pengukuran dilakukan didalam kelas dan di area kampus. Menurut Hyperastuti, nilai tingkat kebisingan rata-rata Leq (24jam) adalah 70 dB(A). Tingkat kebisingan siang-malam tertinggi adalah hari Senin sebesar 74 dB(A) dan tingkat kebisingan rendah adalah pada hari Minggu yaitu 67 dB(A). Nilai tersebut melebihi batas dari tingkat kebisingan menurut Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 yaitu 55 dB(A). Sehingga lingkungan tersebut dinyatakan kurang layak untuk menjadi lingkungan kampus atau sekolah, tetapi untuk ruang kelasnya sudah memenuhi standart tingkat kebisingan.

Pengukuran kebisingan selanjutnya yakni pengukuran kebisingan di Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta (Bambang dan Ariyono, 2013). Tujuan


(26)

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada unit Aerodrome unit Control (ADC) pada saat pesawat melakukan start up. Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah sound level meter. Selain menggunakan alat tersebut penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan cara quetioner. Menurut Bambang dan Wiyono (2013) kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat pada saat melakukan start up meupun pergerakan lain di military apron dapat dirasakan oleh personil Air Traffic Control pada unit kerja Aerodrome Control Tower (ADC) dan dari jenis kebisingannya dapat digolongkan dalam intermitten noise (kebisingan terputus-putus). Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Hasil Rata-rata Pengukuran Intensitas Kebisingan. Hasil rata-rata

pengukuran intensitas kebisingan no

Tanggal Lamanya Paparan

Rata-rata kebisingan

NAB

1 31 Maret 2011 29 menit 98 dB 97 dB

2 1 April 2011 27 menit 99 dB 97 dB

3 6 Juli 2012 15 menit 97 dB 100 dB

4 7 Juli 2012 19 menit 94 dB 100 dB

5 8 Juli 2012 25 menit 99 dB 97 dB

Berdasarkan tabel 2.1 intensitas suara kebisingan pada unit Aerodrome Control Tower dalam keadaan aman, karena dalam hasil pengukuran tersebut nilai rata-rata kebisingan masih dalam batas normal yang telah ditetapkan.

Analisis kebisingan selanjutnya juga pernah dilakukan oleh Nuristian (2014). Penelitian dilakukan di lingkungan Universitas Lampung pada saat pagi, siang


(27)

8

dan sore hari. Penelitian ini dilakukan menggunakan sound level meter type leutron 4011 dan software sound level meter. Menurut Nuristian (2014), tingkat kebisingan di area Universitas Lampung memiliki kecenderungan zona tinggi berada pada jalan-jalan utama menuju kampus pada pagi hari dengan intensitas bising 71-82 dB, kemudian intensitas kebisingan pada siang hari diseluruh daerah kampus berkisar 71-81 dB dan pada sore hari area jalan-jalan utama kampus berkisar 71-81 dB serta area olahraga pada sore hari sekitar 71-84 dB.

B. Perbedaan dengan Penelitian Lain

Pada penelitian sebelumnya, penelitian dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter dan software sound level meter. Penelitian dilakukan pada lingkungan Universitas Lampung (Unila). Kemudian proses pengukuran dilakukan dengan menentukan koordinat dan tinggi menggunakan GPS. Dalam penelitian ini, dilakukan hanya dengan menggunakan alat sound level meter dan memilih area yang cukup padat yaitu Tanjung Karang Pusat khususnya jalan Raden Intan, jalan R.A. Kartini dan sekitarnya. Karena pada area tersebut merupakan kawasan yang banyak di lalui oleh kendaraan pribadi, angkutan umum serta kendaraan-kendaraan lainnya. Selain itu kawasan tersebut juga merupakan pusat perdagangan dan perbelanjaan serta aktivitas lainnya yang dapat menimbulkan kebisingan.

C. Teori Dasar 1. Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan manusia. Menurut Hajar (2013) kebisingan merupakan suara yang tidak


(28)

dikehendaki yang dianggap mengganggu bagi pendengaran manusia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa dan sistem alam.

Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut

1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh kipas angin.

2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steadystate, narrow band noise), misalnya suara yang timbul akibat gergaji sirkuler dan katub gas. 3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya suara lalu lintas dan suara

kapal terbang dilapangan udara.

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya suara tembakan atau meriam.

5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya suara yang ditimbulkan mesin tempa.

Kebisingan lalu lintas juga berasal dari suara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor terutama dari mesin kendaraan, knalpot, serta akibat interaksi antara roda dengan jalan. Kendaraan berat (truk, bus) dan mobil penumpang merupakan sumber kebisingan utama di jalan raya.Secara garis besar strategi pengendalian bising dibagi menjadi tiga elemen yaitu pengendalian terhadap sumber bising, pengendalian terhadap jalur bising dan pengendalian terhadap penerima bising (Djalante, 2010).


(29)

10

Intensitas kebisingan (bunyi) adalah arus energi per-satuan luas yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar

0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat di dengar oleh manusia normal. Desibel adalah satu per sepuluh bel, sebuah satuan yang dinamakan untuk menghormati Alexander Graham Bell. Satuan bel terlalu besar untuk digunakan dalam kebanyakan keperluan, maka digunakan satuan desibel yang disingkat dB. Tabel berikut adalah skala intensitas kebisingan yang dikelompokkan berdasarkan sumber kebisingan. Tabel 2.2. Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya

Skala Intensitas kebisingan (dB) Sumber Kebisingan Kerusakan alat pendengaran 120 Batas dengar tinggi

Menyebabkan tuli 100-110 Halilintar, meriam, mesin uap

Sangat hiruk 80-90 Hiruk pikuk jalan raya, perusahaan dengan suara

gaduh, peluit polisi Kuat 60-70 Kantor bising, jalanan pada

umumnya, radio, perusahaan

Sedang 40-50 Rumah gaduh, kantor pada

umumnyta, percakapan kuat, radio perlahan

Tenang 30-20 Rumah tenang, kantor

perorangan, auditorium, percakapan Sangat tenang 10-20 Suara daun berbisik (batas

pendengaran terendah) Sumber : Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).

2. Pendengaran Manusia

Kepekaan telinga manusia sangat tergantung pada frekuensi bunyinya. Manusia hanya mampu mendengar bunyi yang frekuensinya 20 Hz sampai 20.000 Hz, dan paling peka pada frekuensi 3000 Hz. Disekitar frekuensi 100 Hz, sensasi keras bunyi dapat dikatakan tidak tergantung frekuensinya (Soedojo, 1999). Bila diukur


(30)

menggunakan taraf intensitas, batas ambang pendengaran adalah sebesar 0 dB dan ambang sakit sebesar 120 dB (Tipler, 1998) dan telinga normal dapat membedakan antara intensitas yang perbedaannya hingga 1 dB (Bueche, F. J. dan Hecht, E., 2006). Keterbatasan telinga manusia membagi frekuensi suara menjadi tida daerah, dimana frekuensi kurang dari 20 Hz disebut infrasound sedangkan frekuensi yang lebih dari 20.000 Hz disebut ultrasound (Priyambodo, 2007).

Gambar 2.1. Daya dengar telinga manusia (Priyambodo, 2007). 3. Intensitas Bunyi

Intensitas dari suatu gelombang adalah energi yang dibawa sebuah gelombang satuan waktu melalui persatuan luas dan sebanding dengan kuadrat amplitudo gelombang. Intensitas memiliki satuan daya satuan luas atau watt/meter² (W/m²). Satuan intensitas adalah bel atau desibel (dB) yang merupakan

bel. Secara


(31)

12

β = 10 log ... (2.1)

dengan merupakan intensitas tingkat acuan yang diambil sebagai ambang pendengaran manusia yaitu W/m². Tingkat intensitas untuk sejumlah bunyi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Tingkat intensitas bunyi Sumber bunyi Tingkat Intensitas

(dB)

Intensitas (W/m²)

Pesawat jet pada jarak 30 m 140 100

Ambang rasa sakit 120 1

Konser rock dalam ruangan 120 1

Sirine pada jarak 30 m 100 1 x

Interior mobil 75 3 x

Lalu lintas jalan raya 70 1 x

Percakapan biasa dengan jarak 50 cm 65 3 x

Radio yang pelan 40 1 x

Bisikan 20 1 x

Gemersik daun 10 1 x

Batas pendengaran 0 1 x

(Giancoli, 1999).

4. Bunyi

Bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium perantara ini dapat berupa zat cair, padat dan gas (Halliday, 1998). Kebanyakan gelombang suara merupakan gabungan beberapa sinyal, akan tetapi suara murni dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam hertz (Hz) dan amplitudo atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Kecepatan bunyi diudara tergantung pada medium yang dilaluinya dan suhu medium. Kecepatan bunyi pada berbagai materi terlihat pada Tabel 2.4.


(32)

Tabel 2.4. Kelajuan bunyi di berbagai materi pada suhu 27°C

No Jenis Medium Kelajuan Bunyi (m/s)

1 Udara 343

2 Udara 0°C 331

3 Helium 1005

4 Hidrogen 1300

5 Air 1440

6 Air laut 1560

7 Besi dan Baja 5000

8 Kaca 4500

9 Aluminium 5100

10 Kayu keras 4000

Terlihat pada Tabel 2.4 kelajuan bunyi pada saat kita berbicara adalah sekitar 343 m/s (Giancoli, 1999). Kecepatan rambat gelombang suara di udara dirumuskan dengan persamaan 2.3.

√ ... (2.2) Dengan K merupakan modulus Bulk dan merupakan massa jenis udara (Tipler, 1998).

5. Gelombang

Gelombang adalah gejala rambatan dari suatu getaran. Gelombang akan terus terjadi apabila sumber getaran bergetar terus menerus. Gelombang membawa energi dari satu tempat ketempat lainnya. Gelombang mekanik merupakan gelombang yang dalam perambatannya memerlukan perantara atau medium. Medium dapat berupa benda padat, cair dan gas (Wolinsky, 2005). Suara merupakan salah satu contoh gelombang mekanik yang merambat melalui perubahan tekanan udara (rapat-renggangnya molekul-molekul udara). Tanpa udara suara tidak bisa dirambatkan. Gelombang mekanik terbagi dalam dua buah gelombang yakni gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang


(33)

14

transversal adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatannya. Bentuk getarannya berupa lembah dan bukit seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.2. Gelombang Transversal

Berdasarkan gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa arah rambat gelombang adalah kekiri dan kekanan, sedangkan arah getarnya adalah ke atas dan ke bawah. Gelombang longitudinal merupakan gelombang yang arah rambatnya sejajar dengan arah getarnya. Bentuk getarannya berupa rapatan dan regangan seperti pada gambar dibawah ini.


(34)

Berdasarkan gambar 2.3 arah rambat gelombangnya dari kiri ke kanan dan arah getarannya ke kiri dan ke kanan juga. Oleh karena itu, gelombang ini merupakan gelombang longitudinal yang arah getar dan arah rambatnya sejajar.

Dalam sebuah gelombang memiliki sebuah panjang gelombang (λ), lembah dan

bukit. Panjang gelombang merupakan sebuah ukuran yang menyatakan sebuah jarak yang dibentuk dari satu bukit dan satu lembah, atau perhatikan pada Gambar 2.2. Dalam penggambaran sebuah gelombang dikenal istilah periode (T) yang dapat didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu siklus.

Gambar 2.4. Ilustrasi bagian-bagian gelombang

Periode memiliki hubungan terhadap frekuensi. Frekuensi merupakan banyaknya getaran yang dilakukan dalam perdetik. Hubungan ini dapat diuraikan dalam Persamaan 2.1

dimana dalam Hz (1/s) dan T dalam satuan detik. Amplitudo merupakan sebuah simpangan terjauh dalam sebuah gelombang(Bueche dan Hecht, 1997).

Ada dua jenis kecepatan gelombang :

a. Kecepatan osilasi yaitu kecepatan gelombang bolak-balik disekitar titik setimbang.

λ amplitudo


(35)

16

b. Kecepatan gelombang untuk menjalar atau cepat rambat gelombang yang dirumuskan dengan Persamaan 2.2.

... (2.4) dengan merupakan kecepatan gelombang suara, panjang gelombang dan merupakan periode (Ishaq, 2007).

6. Getaran

Getaran adalah suatu gerak bolak-balik disektar kesetimbangan. Kesetimbangan merupakan keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut. Getaran memiliki amplitudo (jarak simpangan terjauh dengan titik tengah) yang sama. Kebanyakan suara adalah gabungan beberapa sinyal getar terdiri dari gelombang harmonis.

Dalam fisika, terdapat beberapa jenis getaran, diantaranya : a. Gerak harmonik sederhana

Gerak ini terjadi karena adanya gaya pemulih yang selalu melawan posisi benda agar kembali ke titik setimbang. Pada gaya ini tidak terdapat gaya disipatif, seperti gaya gesek dengan udara atau gaya gesek antara komponen sistem (Ishaq, 2007). Jika digambarkan dalam sebuah grafik simpangan terhadap waktu maka akan didapatkan Grafik 2.5


(36)

Gambar 2.5. Gerak harmonik sederhana (Giancoli, 1999)

Ketiadaan gaya disipatif atau gaya gesek mengakibatkan amplitdo grafik sinus selalu konstan (Ishaq, 2007).

b. Gerak harmonik teredam

Gerak harmonik teredam terjadi akibat adanya redaman yang disebabkan oleh hambatan udara dan gesekan pada sistem yang bergetar sehingga amplitudo osilasi berkurang.

Gambar 2.6. Gerak harmonik teredam (Giancoli, 1999) c. Getaran yang dipaksakan

Ketika benda bergetar maka benda tersebut bergetar dengan frekuensi alaminya. Namun, benda tersebut bisa mendapat gaya eksternal (frekuensi eksternal) yang juga mempengaruhinya. Gaya eksternal tersebut yang

T y=0

y=A

amplitudo (A)

x


(37)

18

dimaksud dengan getaran yang dipaksakan. Pada getaran yang dipaksakan, amplitudo getaran bergantung pada perbedaan frekuensi eksternal ( f ) dan frekuensi alami ( ). Jika f = maka amplitudo bisa bertambah sangat besar (Giancoli, 1999).

7. Temperatur

Temperatur atau suhu merupakan ukuran panas dinginnya suatu benda. Banyak sifat zat yang berubah terhadap temperatur, diantaranya zat akan memuai jika dipanaskan, besi akan menjadi lebih panjang ketika panas dibanding ketika besi dalam keadaan dingin, hambatan listrik berubah terhadap temperatur, dan sebagainya (Giancoli, 1998). Temperature adalah ukuran energy rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu suatubenda merupakan keadaan dimana menentukan kemampuan benda tersebut untuk memindahkan atau transfer panas ke benda-benda lain atau menerima panas dari benda-benda lainnya (Kristanto, 2013). Temperatur juga mempengaruhi kecepatan suara, jika udara dingin maka kecepatan rambat suara menjadi lambat, sedangkan jika udara relatif panas maka kecepatan suara menjadi lebih cepat.

Adapun kecepatan rambat suara diudara yang berhubungan dengan temperatur dimana temperatur T dipengaruhi oleh massa molekul M dirumuskan Persamaan 2.6.

√ ... (2.5) dengan R adalah konstanta gas dan merupakan konstanta yang bergantung pada jenis (Tipler, 1998).


(38)

8. GPS

GPS atau lebih dikenal dengan Global Positioning System merupakan sebuah alat yang memadai untuk mengambil data lapangan. GPS memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasi pengguna dengan tepat. Sistem ini pertama kali diorbitkan pada 22 Februari 1978 dan terakhir diluncurkan pada 9 Oktober 1985. Secara umum, sistem GPS ini memiliki bagian-bagian seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Bagian-bagian sistem GPS

Berdasarkan Gambar 2.7, Sistem GPS terbagi menjadi tiga sistem yakni bagian kontrol, bagian satelit dan bagian pengguna. Bagian kontrol merupakan bagian yang melakukan kontrol terhadap sistem satelit yang mengorbit diluar angkasa, satelit merupakan bagian yang akan memancarkan sinyal GPS ke permukaan Bumi, dan user merupakan bagian pengguna sistem GPS.


(39)

20

Gambar 2.8. Peta GPS kontrol (El-Rabbany, 2002).

Prinsip kerja dari GPS untuk mengetahui sebuah tempat menggunakan 4 referensi atau lebih sinyal GPS yang dipancarkan oleh satelit ke pengguna (Leica,1999). Penggambaran prinsip kerja GPS terpapar pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Penggambaran prinsip kerja GPS (Manual books. 2000) Dalam mendapatkan posisi, ketinggian, dan informasi data rute yang dilalui, sebuah GPS menggunakan perbandingan radius dari titik-titik referensi satelit yang digunakan yang bertumpu pada satu titik pengguna. Penggambaran proses ini terlihat pada Gambar 2.10.


(40)

Gambar 2.10. Proses penentuan informasi dari suatu tempat (El-Rabbany, 2002).

Dalam menentukan jarak antara satelit ke pengguna, digunakan rumus Distance = Velocity x Time

dimana distance merupakan jarak satelit ke penerima (Rn), velocity merupakan cepat rambat gelombang radio sebesar 290,000 km per second /(186,000 miles per second), dan time merupakan waktu yang dibutuhkan oleh sinyal berjalan dari pemancar ke penerima (Leica, 1999).

9. Topographi

Peta topografi merupakan peta yang bisa disajikan dengan garis kontur atau bayangan ketinggian. Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik elevasi yang sama. Untuk perbedaan ketinggian yang curam, garis kontur biasanya dibuat tebal dan saling berdekatan satu sama lain. Garis kontur memberikan informasi tentang daerah peta secara detail seperti ketinggian bukit, lembah, jalan raya dan arah aliran sungai. Sebuah garis kontur di dalam peta tidak akan pernah berakhir. Garis kontur mulai dan diakhiri pada tepi peta atau menutup pada dirinya sendiri sehingga membentuk lingkaran atau oval di atas peta.


(41)

22

Gambar 2.11. Penggambaran medan dengan garis kontur (Wirshing dan Wirshing, 1995).

Syarat untuk melakukan pengukuran topograpi adalah titik kontrol yang baik. Titik kontrol dibagi menjadi dua yaitu titik kontrol horisontal dan titik kontrol vertikal. Titik kontrol horisontal merupakan dua titik atau lebih di tanah yang kedudukannya horisontal terhadap jarak dan arah. Sedangkan titik kontrol vertikal merupakan titik yang dibentuk oleh titik tetap duga pada atau dekat sebidang tanah yang diukur (Brinker dkk, 1997).

10. Sound Level Meter Lutron SL-4011

Sound level meter merupakan alat ukur untuk menghitung tingkat kebisingan suara. Dalam pengukuran menggunakan sound level meter, ada beberapa faktor yang membuat gelombang suara yang terukur dapat bernilai tidak sama dengan nilai intensitas gelombang suara sebenarnya. Faktor tersebut adalah adanya angin yang bertiup dari berbagai arah, pengaruh kecepatan angin dan posisi tempat pengukuran yang terbuka menyebabkan nilai yang terukur oleh sound level meter


(42)

tidak akurat. Sound level meter SL-4011 mempunyai karakteristik karakteristik sebagai berikut:

a. Fitur-fitur

Beberapa fitur dasar yang dimiliki oleh alat ini antara lain: 1. LCD yang besar mempermudah untuk pembacaan.

2. Jaringan pembobotan frekuensi dirancang untuk memenuhi standar IEC 61672 tipe 2.

3. Mode pembobotan waktu dinamis karakteristik (cepat/lambat). 4. AC/DC keluaran untuk fungsi masukkan perangkat lain

5. Dibangun dengan adj. (adjust) VR yang memungkinkan proses kalibrasi dengan mudah.

6. Menggunakan microphone kondensor untuk akurasi yang tinggi dan stabilitas jangka panjang.

7. Fungsi penahan maksimum untuk menyimpan nilai maksimum pengukuran. 8. Indikator pengingat ketika kelebihan dan kekurangan masukkan.

9. LCD menggunakan konsumsi daya rendah dan memiliki tampilan cerah dalam kondisi cahaya terang ambient (rata-rata).

10. Dapat digunakan tahan lama, umur komponen lama dan berat ringan dengan menggunakan casing plastik ABS.

11. Pengingat baterai rendah.

b. Spesifikasi

Beberapa spesifikasi dasar yang dimiliki sound level meter Lutron SL-4011 terlihat pada Tabel 2.4 berikut:


(43)

24

Tabel 2.5. Spesifikasi dasar sound level meter LutronSL-4011

Karakteristik Nilai karakteristik

Layar 18 mm (0,7”) LCD (Liquid Crystal Display), 3 ½ digits Fungsi

dB (A & C pemilih frekuensi), pemilih waktu

(cepat/lambat) penahan maksimum, AC & DC keluaran Range pengukuran 3 range, 30 – 130 dB, masukkan hanya berupa sinyal

Resolusi 0,1 dB

Akurasi

Pemilih frekuensi memenuhi IEC 61672 tipe 2, kalibrasi sinyal masukkan pada 94 dB(31.5 Hz – 8 kHz) dan akurasi untuk pemilih A mengikuti spesifikasi 31.5 Hz - ±3 dB, 63 Hz - ±2 dB, 125 Hz - ±1,5 dB, 250 Hz - ± 1,5 dB, 500 Hz - ±1,5 dB, 1 kHz - ±1,5 dB, 2 kHz - ±2 dB, 4 kHz - ±3 dB, 8 kHz - ±5 dB

Frekuensi kalibrasi

31,5 Hz – 8000 Hz

B & K (Bruel & kjaer), multi fungsi kalibrator model 4226

Mikrophon Microphone kondensator elektris Ukuran mikrophon ½ inch ukuran standar

Range penyeleksi

30 – 80 dB, 50 -100 dB, 80 – 130 dB, 50 dB pada setiap langkah, dengan lebih dari & di bawah range indikasi

Pemilih waktu

Cepat t=200 ms, lambat t=500 ms

Range cepat disimulasikan untuk daya respon pemilihan waktu pendengaran manusia. Range lambat sangat mudah digunakan untuk

mendapatkan nilai rata-rata dari vibration sound level. Kalibrasi

Dibangun dengan kalibrasi uar VR, mudah untuk dikalibrasi degan obeng luar

Sinyal keluaran

Keluaran AC – AC 0,5 Vrms berkorespondensi dengan step pendengaran Keluaran DC- DC 0,3-1,3 VDC, 10 mV per dB.

Impedansi keluran – 600 ohm.

Terminal keluaran

3,5 terminal keluaran phone yang disediakan untuk koneksi dengan analyzer, perekam level, dan tape recorder.

Temperatur operasi 0o C hingga 32oC (32oF hingga 122oF) Kelembapan operasi Kurang dari 80 % RH

Power supply Battery 006P DC 9 V ( heavy duty type) Konsumsi daya Approx. DC 6 mA

Ukuran 255 x 70 x 28 mm (10,0 x 2,8 x 1,1 inch) Berat

Aksesoris standar Instruksi manual 1 buah

Aksesoris tambahan

94 dB Sound Calibrator model SC-941

94 dB/114dB Sound Calibrator model SC-942 Kotak pembawa model CA-06


(44)

Gambar 2.12. Sound level meter model SL-4011 (Lutron A, 2014).

11. SurferGolden Software

Surfer merupakan sebuah perangkat lunak yang banyak digunakan dalam pembuatan kontur, pembuatan grid, pemetaan wilayah oleh orang saintis dan peneliti guna menghasilkan peta dengan cepat dan mudah. Dalam pemakaiannya, perangkat lunak ini memiliki beberapa bagian dasar yang dipaparkan pada Gambar 2.13.


(45)

26

Gambar 2.13. Tampilan perangkat lunak surfer dan bagian-bagiannya Kegunaan dari bagian-bagian perangkat lunak dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

a. Title Bar merupakan bagian yang menunjukkan halaman yang aktif. Penamaan halaman yang aktif ditambahkan dengan ekstensi .SRF

b. Menu Bar berisikan baris perintah yang digunakan untuk menjalankan Surfer. c. Tabbed Document merupakan bagian dimana Surfer dapat mendukung untuk jenis tabbed document, plot dokumen, lembar kerja, dan editor node dokumen.

d. Toolbar merupakan bagian yang berisikan tombol icon proses dalam surfer. Pengguna hanya perlu memilih icon yang akan digunakan. Icon ini dapat diatur melalui menu tool-customize.

Title Bar Menu Bar

Tabbed Windows

Plot, Worksheet, Grid Tool Bar

Status Bar Plot Windows Object Manager Property Manager


(46)

e. Status Bar merupakan bagian yang akan menunjukkan status kemajuan, presentasi penyelesaian dan waktu tersisa.

f. Object Manager berisikan hierarki dari semua objek dalam dokumen yg ditampilkan dalam tree-view.

g. Desktop merupakan bagian belakan dari worksheet dan grid editor. h. Border merupakan bagian tepi dari lembar kerja atau worksheet.

Surfer dapat digunakan untuk pembuatan beberapa peta diantaranya: 1. Base map

Base map merupakan peta yang akan menampilkan batas-batas pada peta dan berisi kurva, poin, teks, atau gambar. Base map dapat dilapisi dengan peta lain untuk memberikan rincian seperti jalan, sungai, lokasi kota dan kontur suatu daerah. Penggambaran base map terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Bentuk base map 2. Contour map

Contour map merupakan representasi dua dimensi dari tiga buah data. Dalam peta kontur, untuk nilai z yang sama akan ditarik garis kontur. Garis kontur ini dapat ditampilkan dalam warna atau pola. Bentuk dari peta kontur terlihat pada Gambar 2.15.


(47)

28

Gambar 2.15. Bentuk Contour map 3. Post map dan classed post map

Pots map digunakan untuk menunjukkan lokasi data berada yang direpresentasikan dengan simbol-simbol. Bentuk Post map dan classed post map terlihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16. Bentuk Post map dan classed post map

4. Image map

Image map merupakan gambar yang didasarkan pada grid file yang digunakan. Penetapan warna gambar berdasarkan nilai z dari grid file. Bentuk Image map terlihat pada Gambar 2.17.


(48)

Gambar 2.17. Bentuk Image map 5. Shaded relief map

Shaded relief map merupakan peta arsiran batuan. Pewarnaan peta batuan didasarkan pada orientasi kemiringan relatif terhadap sumber cahaya. Dalam hal ini orientasi dalam surfer dihitung setiap sel grid dan pemantulan cahaya sumber pada permukaan grid. Bentuk Shaded relief map terlihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18.Bentuk Shaded relief map 6. Vector map

Vector map merupakan peta yang direpresentasikan dengan vektor. Gambar vector map terlihat pada Gambar 2.19.


(49)

30

Gambar 2.19. Bentuk Vector map 7. Watershed map

Watershed map merupakan peta yang menampilkan aliran air dalam sebuah daerah. Bentuk Watershed map terlihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20. Bentuk Watershed map 8. 3D Surface map

3D surface map merupakan sebuah peta dalam bentuk tiga dimensi. Dalam jenis peta ini akan tampak representasi dari suatu wilayah yang dpetakan.


(50)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Analisis dan penelitian dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung pada bulan April hingga bulan September 2015.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Meteran untuk mengukur jarak dari sumber bising.

2. Sound level metersebagai media pengukur tingkat kebisingan. 3. GPS sebagai penentu posisi/koordinat tempat pengukuran.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menganalisis hubungan antara tingkat kebisingan suatu daerah dan jarak dari sumber bising berdasarkan posisi/koordinat, ketinggian tempat, dan suhu lingkungan disekitarnya. Proses pengambilan data sumber bising diukur ketinggian koordinat, suhu rata-rata wilayah dan nilai kebisingannya. Untuk menentukan koordinat sumber bising, ketinggian wilayah dan suhu rata- rata diukur dengan menggunakan GPS. Sedangkan kebisingan diukur dengan menggunakan alatsound level meter.


(51)

32

Pengukuran akan dilakukan pada beberapa titik yang telah ditentukan. Setelah didapatkan data, proses pengukuran lalu berpindah ke lokasi pengukuran berikutnya. Pada lokasi pengukuran berikutnya, diambil juga data koordinat, ketinggian tempat, suhu rata-rata wilayah dan tingkat kebisingannya. Data tersebut kemudian dikumpulkan untuk dilakukan analisis dan dibuat gambaran tingkat kebisingan dalam bentuksound topography.


(52)

D. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian analisis tingkat kebisingan suara, ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Mulai

Pengukuran koordinat dan ketinggian tempat sumber

Pengukuran suhu lingkungan

Pengukuran tingkat kebisingan

Data keluaran

Analisis data

Pembuatan topography

Pembuatan laporan

Selesai

Berpindah ke lokasi pengukuran ke -n

Pengukuran koordinat dan ketinggian tempat lokasi

Pengukuran tingkat kebisingan Pengukuran suhu lingkungan


(53)

34

E. Data Hasil Pengukuran

Dari penelitian yang dilakukan, data dapat berupa hubungan besar kebisingan terhadap posisi, ketinggian dan temperatur suatu wilayah. Dari Gambar 3.1, data tersebut akan ditulis pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Data penelitian yang akan didapatkan

No GPS h (m) T (°C) SLM rata-rata waktu

E S 1 2 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Berdasarkan Tabel 3.1, pengukuran koodinat menggunakan GPS. Pada GPS, E merupakan koordinat garis lintang utara sedangkan S merupakan koordinat garis lintang selatan. Ketinggian suatu tempat diatas permukaan laut akan diukur menggunakanGPS dan dinyatakan dengan h, kemudian suhu rata-rata di wilayah tersebut dinyatakan dalam T. Tingkat kebisingan yang terdapat pada tempat pengukuran diukur menggunakan software sound level meterdan alat sound level meter. Semua data yang telah terkumpul kemudian digunakan untuk analisis kebisingan terhadap tinggi suatu area. Dari data tersebut kemudian dibuat peta kontur kebisingan dalam bentuk“sound topography”.


(54)

F. Peta Wilayah

Pada penelitian kali ini pengukuran akan dilakukan di wilayah Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung. Sebelum melakukan pengukuran akan dilakukan pembuatan grid pada peta wilayah Tanjung Karang Pusat untuk menentukan posisi yang akan dilakukan pengukuran kebisingannya. Hasil pembuatan grid dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Skala : 1:1100


(55)

65

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari ha.sil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Nilai kebisingan tinggi terdapat di waktu pagi hari yaitu berkisar antara 79-83 dB berada disekitar Masjid Taqwa jalan Kota Raja, Ramayana, Pertigaan jalan Brigjen Katamso, Columbia, Dealer Honda, Bank Utomo hingga lampu merah Tugu Adipura, karena banyak masyarakat yang hilir mudik melintasi daerah tersebut.

2. Hasil yang telah didapat di analisis dengan menggunakan sound topography dan dengan dua mode yaitu mode counter map dan mode 3D (tiga dimensi).

3. Nilai kebisingan yang didapat telah melebihi batas standart yang telah ditentukan yaitu sebesar 70 dB untuk wilayah perdagangan dan jasa, sedangkan nilai intensitas kebisingan yang didapat rata-rata > 70 dB. 4. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh nilai suhu tidak


(56)

B. Saran

Untuk peningkatan pada penelitian sound topography pola kebisingan suara di Kecamatan Tanjung Karang Pusat kota Bandar lampung sebaiknya dilakukan penelitian dengan pengukuran titik yang lebih banyak lagi dan digunakan alat temperatur yang baik dan telah terkalibrasi dengan baik guna untuk mendapatkan nilai suhu yang lebih efisien. Selain itu penggunaan lahan yang baik akan lebih memungkinkan untuk mengurangi tingkat kemacetan serta kebisingan yang terjadi pada area tersebut.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Vera Surtia, Yommi Duwilda, Berlinda Vaniake Vemas. 2013. Analisis Tingkat Kebisingan dan Usaha Pengendalian Pada Unit Produksi Pada Suatu Industri di Kota Batam. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND. Vol. 10. No.2.

Brinker, C.R. 1997. Dasar-dasar Pengukuran Tanah. Jakarta: Erlangga. Halaman 15-28.

Bueche, F.J.1997. Schaum’s Outlines Theory and Problems College Physics Ninth Edition. New York: McGraw-Hill. Halaman 213-215.

Bueche, F.J. 2006. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga. Halaman 161-162.

Departmen Kesehatan RI. 1995. Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Djalante, Susanti. 2010. Analisis Tingkat Kebisingan di Jalan Raya Yang Menggunakan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (Apil). Jurnal SMARtek. Vol. 8. No. 4.

El-Rabbany, Ahmed. 2002. Introduction to GPS: the Global Positioning System. Norwood: ARTECH HOUSE, INC. Halaman 1-11.

Giancoli, C. D..1999. Fisika Edisi Lima Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Halaman 408-430.

Hajar, Ibnu, Suhardiman. 2013. Analisa Tingkat dan Dampak Kebisingan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Terhadap Pekerjaan dan Masyarakat Sekitar. Jurnal Teknik Mesin Inovtek. Vol. 03. No. 02. Hlm. 146-152.


(58)

Ilmu Lingkungan. Vol. 10. Hal. 95-99.

Hidayati, Nurul. 2007. Pengaruh Arus Lalu Lintas Terhadap Kebisingan (Studi Kasus Beberapa Zona Pendidikan di Surakarta). Jurnal Dinamika Teknik Sipil. Vol. 7. No. 1. Hal. 45-54.

Hyperastuty, Agoes Santika. 2013. Analisa Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Pada lingkungan Kampus STIKes Insan Unggul Surabaya. Jurnal Teknik Pomits. Vol.1. No.1.

Ishaq, Mohamad. 2007. Fisika Dasar Edisi Dua. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 200-217.

Jati, B. M. E. dan Priyambodo, T.K.. 2007. Fisika Dasar untuk Mahasiswa Ilmu-Ilmu Eksakta dan Teknik. Yogyakarta: Andi. Halaman 227-248.

KepMenLh48. 1996. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

Kristanto, Mukhamad Jefry. 2013. Analisis Pengaruh Kebisingan Dann

Temperatur Terhadap Produktivitas Pembuatan Spare Part Motor Pada UD Sinar Abadi Waru Sidoarjo. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 01. No. 02. Leica.1999. Introduction to GPS (Global Positioning System). Switzerland: Leica

Geosystems Inc.. Halaman 1-64.

Lutron A. 2014. IEC 61672, type 2 Sound Level Meter Model: SL-4011. www. Lutron.com. Diakses tanggal 24/2/2014 pukul 18.00 WIB.

Mansyur, Muchtaruddin. 2003. Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan. Job Training Petugas Pengawas Kabisingan. Yogyakarta.

Manual books. 2000. GPS Guide for Beginner. Kansas: GARMIN International.Inc. Halaman 3-4.

Mokhtar, M., Sahrul Kamaruddin., Zahid A. Khan., Zulquernain Mallick. 2007. A Study Yhe Effect Of Noise On Industrial Workers in Malaysia. Jurnal Teknologi Universitas Teknologi Malaysia. 59 (A) :17-30.

Murwono, D. 1999. Perencanaan Lingkungan Transportasi. Magister Sistem dan Teknik Transportasi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nuristian, Khany., Warsito., Gurum Ahmad Pauzi. 2014. Analisis Tingkat Kebisingan Suara di Lingkungan Universitas Lampung. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika. Vol.03, No. 01.


(59)

Ouis, D. 2002. Annoyance Caused by Exposure to Road Traffic Noise : An Update. Noise and Health 15 (2002) : 69-79.

Putra, Bambang Wijaya, Ariyono Setiawan. 2013. Analisis Dampak Kebisingan di Bandar Udara Terhadap Pelayanan Penerbangan (Studi Kawasan Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta). Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis. Vol. 4. No. 1. Hal. 1-17.

Salter, R. J. 1976. Highway Traffic Analysis an Design The Macmillan Press Ltd. London.

Standar Nasional Indonesia No. 7321. 2009. Metode Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja. Badan Standarisasi Nasional.

Sumajow, Josef. 2013. Analisis Dampak Lalulintas (ANDALALIN) Kawasan Kampus Universitas Sam RatuLangi. Jurnal Ilmiah Media Engineering. Vol. 03. No. 02.

Tipler, P. A.1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga. Halaman 505-521.

User’s guide. 2012. Contouring and 3D Surface Mappin for Scientists and Engineers. United States of America: Golden Software, Inc. Halaman 1-35.

Wirshing, J.R. dan Wirshing, R.H.. 1995. Pengantar Pemetaan. Jakarta: Erlangga. Halaman 174-185.

Wolinsky, V. C..2005. Waves, Sound and Light. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. Halaman 8-57.


(60)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terkait

Penelitian mengenai analisis kebisingan telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah Analisa Tingkat Kebisingan Lalu lintas pada Lingkungan Kampus STIKes Insan Unggul Surabaya oleh (Hyperastuti, 2013). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter (SLM). Pengambilan data dilakukan 2 kali yaitu pengukuran tingkat kebisingan siang (Ls) dan pengukuran kebisingan malam (Lm). Kemudian pengukuran dilakukan didalam kelas dan di area kampus. Menurut Hyperastuti, nilai tingkat kebisingan rata-rata Leq (24jam) adalah 70 dB(A). Tingkat kebisingan siang-malam tertinggi adalah hari Senin sebesar 74 dB(A) dan tingkat kebisingan rendah adalah pada hari Minggu yaitu 67 dB(A). Nilai tersebut melebihi batas dari tingkat kebisingan menurut Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 yaitu 55 dB(A). Sehingga lingkungan tersebut dinyatakan kurang layak untuk menjadi lingkungan kampus atau sekolah, tetapi untuk ruang kelasnya sudah memenuhi standart tingkat kebisingan.

Pengukuran kebisingan selanjutnya yakni pengukuran kebisingan di Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta (Bambang dan Ariyono, 2013). Tujuan


(61)

7

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada unit Aerodrome unit Control (ADC) pada saat pesawat melakukan start up. Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah sound level meter. Selain menggunakan alat tersebut penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan cara quetioner. Menurut Bambang dan Wiyono (2013) kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat pada saat melakukan start up meupun pergerakan lain di military apron dapat dirasakan oleh personil Air Traffic Control pada unit kerja Aerodrome Control Tower (ADC) dan dari jenis kebisingannya dapat digolongkan dalam intermitten noise (kebisingan terputus-putus). Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Hasil Rata-rata Pengukuran Intensitas Kebisingan. Hasil rata-rata

pengukuran intensitas kebisingan no

Tanggal Lamanya Paparan

Rata-rata kebisingan

NAB

1 31 Maret 2011 29 menit 98 dB 97 dB

2 1 April 2011 27 menit 99 dB 97 dB

3 6 Juli 2012 15 menit 97 dB 100 dB

4 7 Juli 2012 19 menit 94 dB 100 dB

5 8 Juli 2012 25 menit 99 dB 97 dB

Berdasarkan tabel 2.1 intensitas suara kebisingan pada unit Aerodrome Control Tower dalam keadaan aman, karena dalam hasil pengukuran tersebut nilai rata-rata kebisingan masih dalam batas normal yang telah ditetapkan.

Analisis kebisingan selanjutnya juga pernah dilakukan oleh Nuristian (2014). Penelitian dilakukan di lingkungan Universitas Lampung pada saat pagi, siang


(62)

dan sore hari. Penelitian ini dilakukan menggunakan sound level meter type leutron 4011 dan software sound level meter. Menurut Nuristian (2014), tingkat kebisingan di area Universitas Lampung memiliki kecenderungan zona tinggi berada pada jalan-jalan utama menuju kampus pada pagi hari dengan intensitas bising 71-82 dB, kemudian intensitas kebisingan pada siang hari diseluruh daerah kampus berkisar 71-81 dB dan pada sore hari area jalan-jalan utama kampus berkisar 71-81 dB serta area olahraga pada sore hari sekitar 71-84 dB.

B. Perbedaan dengan Penelitian Lain

Pada penelitian sebelumnya, penelitian dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter dan software sound level meter. Penelitian dilakukan pada lingkungan Universitas Lampung (Unila). Kemudian proses pengukuran dilakukan dengan menentukan koordinat dan tinggi menggunakan GPS. Dalam penelitian ini, dilakukan hanya dengan menggunakan alat sound level meter dan memilih area yang cukup padat yaitu Tanjung Karang Pusat khususnya jalan Raden Intan, jalan R.A. Kartini dan sekitarnya. Karena pada area tersebut merupakan kawasan yang banyak di lalui oleh kendaraan pribadi, angkutan umum serta kendaraan-kendaraan lainnya. Selain itu kawasan tersebut juga merupakan pusat perdagangan dan perbelanjaan serta aktivitas lainnya yang dapat menimbulkan kebisingan.

C. Teori Dasar 1. Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan manusia. Menurut Hajar (2013) kebisingan merupakan suara yang tidak


(63)

9

dikehendaki yang dianggap mengganggu bagi pendengaran manusia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa dan sistem alam.

Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut

1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh kipas angin.

2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steadystate, narrow band noise), misalnya suara yang timbul akibat gergaji sirkuler dan katub gas. 3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya suara lalu lintas dan suara

kapal terbang dilapangan udara.

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya suara tembakan atau meriam.

5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya suara yang ditimbulkan mesin tempa.

Kebisingan lalu lintas juga berasal dari suara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor terutama dari mesin kendaraan, knalpot, serta akibat interaksi antara roda dengan jalan. Kendaraan berat (truk, bus) dan mobil penumpang merupakan sumber kebisingan utama di jalan raya.Secara garis besar strategi pengendalian bising dibagi menjadi tiga elemen yaitu pengendalian terhadap sumber bising, pengendalian terhadap jalur bising dan pengendalian terhadap penerima bising (Djalante, 2010).


(64)

Intensitas kebisingan (bunyi) adalah arus energi per-satuan luas yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB), dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar

0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat di dengar oleh manusia normal. Desibel adalah satu per sepuluh bel, sebuah satuan yang dinamakan untuk menghormati Alexander Graham Bell. Satuan bel terlalu besar untuk digunakan dalam kebanyakan keperluan, maka digunakan satuan desibel yang disingkat dB. Tabel berikut adalah skala intensitas kebisingan yang dikelompokkan berdasarkan sumber kebisingan. Tabel 2.2. Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya

Skala Intensitas kebisingan (dB) Sumber Kebisingan Kerusakan alat pendengaran 120 Batas dengar tinggi

Menyebabkan tuli 100-110 Halilintar, meriam, mesin uap

Sangat hiruk 80-90 Hiruk pikuk jalan raya, perusahaan dengan suara

gaduh, peluit polisi Kuat 60-70 Kantor bising, jalanan pada

umumnya, radio, perusahaan

Sedang 40-50 Rumah gaduh, kantor pada

umumnyta, percakapan kuat, radio perlahan

Tenang 30-20 Rumah tenang, kantor

perorangan, auditorium, percakapan Sangat tenang 10-20 Suara daun berbisik (batas

pendengaran terendah) Sumber : Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).

2. Pendengaran Manusia

Kepekaan telinga manusia sangat tergantung pada frekuensi bunyinya. Manusia hanya mampu mendengar bunyi yang frekuensinya 20 Hz sampai 20.000 Hz, dan paling peka pada frekuensi 3000 Hz. Disekitar frekuensi 100 Hz, sensasi keras bunyi dapat dikatakan tidak tergantung frekuensinya (Soedojo, 1999). Bila diukur


(65)

11

menggunakan taraf intensitas, batas ambang pendengaran adalah sebesar 0 dB dan ambang sakit sebesar 120 dB (Tipler, 1998) dan telinga normal dapat membedakan antara intensitas yang perbedaannya hingga 1 dB (Bueche, F. J. dan Hecht, E., 2006). Keterbatasan telinga manusia membagi frekuensi suara menjadi tida daerah, dimana frekuensi kurang dari 20 Hz disebut infrasound sedangkan frekuensi yang lebih dari 20.000 Hz disebut ultrasound (Priyambodo, 2007).

Gambar 2.1. Daya dengar telinga manusia (Priyambodo, 2007). 3. Intensitas Bunyi

Intensitas dari suatu gelombang adalah energi yang dibawa sebuah gelombang satuan waktu melalui persatuan luas dan sebanding dengan kuadrat amplitudo gelombang. Intensitas memiliki satuan daya satuan luas atau watt/meter² (W/m²). Satuan intensitas adalah bel atau desibel (dB) yang merupakan

bel. Secara


(66)

β = 10 log ... (2.1)

dengan merupakan intensitas tingkat acuan yang diambil sebagai ambang pendengaran manusia yaitu W/m². Tingkat intensitas untuk sejumlah bunyi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Tingkat intensitas bunyi Sumber bunyi Tingkat Intensitas

(dB)

Intensitas (W/m²)

Pesawat jet pada jarak 30 m 140 100

Ambang rasa sakit 120 1

Konser rock dalam ruangan 120 1

Sirine pada jarak 30 m 100 1 x

Interior mobil 75 3 x

Lalu lintas jalan raya 70 1 x

Percakapan biasa dengan jarak 50 cm 65 3 x

Radio yang pelan 40 1 x

Bisikan 20 1 x

Gemersik daun 10 1 x

Batas pendengaran 0 1 x

(Giancoli, 1999).

4. Bunyi

Bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium perantara ini dapat berupa zat cair, padat dan gas (Halliday, 1998). Kebanyakan gelombang suara merupakan gabungan beberapa sinyal, akan tetapi suara murni dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam hertz (Hz) dan amplitudo atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Kecepatan bunyi diudara tergantung pada medium yang dilaluinya dan suhu medium. Kecepatan bunyi pada berbagai materi terlihat pada Tabel 2.4.


(67)

13

Tabel 2.4. Kelajuan bunyi di berbagai materi pada suhu 27°C

No Jenis Medium Kelajuan Bunyi (m/s)

1 Udara 343

2 Udara 0°C 331

3 Helium 1005

4 Hidrogen 1300

5 Air 1440

6 Air laut 1560

7 Besi dan Baja 5000

8 Kaca 4500

9 Aluminium 5100

10 Kayu keras 4000

Terlihat pada Tabel 2.4 kelajuan bunyi pada saat kita berbicara adalah sekitar 343 m/s (Giancoli, 1999). Kecepatan rambat gelombang suara di udara dirumuskan dengan persamaan 2.3.

√ ... (2.2) Dengan K merupakan modulus Bulk dan merupakan massa jenis udara (Tipler, 1998).

5. Gelombang

Gelombang adalah gejala rambatan dari suatu getaran. Gelombang akan terus terjadi apabila sumber getaran bergetar terus menerus. Gelombang membawa energi dari satu tempat ketempat lainnya. Gelombang mekanik merupakan gelombang yang dalam perambatannya memerlukan perantara atau medium. Medium dapat berupa benda padat, cair dan gas (Wolinsky, 2005). Suara merupakan salah satu contoh gelombang mekanik yang merambat melalui perubahan tekanan udara (rapat-renggangnya molekul-molekul udara). Tanpa udara suara tidak bisa dirambatkan. Gelombang mekanik terbagi dalam dua buah gelombang yakni gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang


(68)

transversal adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatannya. Bentuk getarannya berupa lembah dan bukit seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.2. Gelombang Transversal

Berdasarkan gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa arah rambat gelombang adalah kekiri dan kekanan, sedangkan arah getarnya adalah ke atas dan ke bawah. Gelombang longitudinal merupakan gelombang yang arah rambatnya sejajar dengan arah getarnya. Bentuk getarannya berupa rapatan dan regangan seperti pada gambar dibawah ini.


(69)

15

Berdasarkan gambar 2.3 arah rambat gelombangnya dari kiri ke kanan dan arah getarannya ke kiri dan ke kanan juga. Oleh karena itu, gelombang ini merupakan gelombang longitudinal yang arah getar dan arah rambatnya sejajar.

Dalam sebuah gelombang memiliki sebuah panjang gelombang (λ), lembah dan

bukit. Panjang gelombang merupakan sebuah ukuran yang menyatakan sebuah jarak yang dibentuk dari satu bukit dan satu lembah, atau perhatikan pada Gambar 2.2. Dalam penggambaran sebuah gelombang dikenal istilah periode (T) yang dapat didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu siklus.

Gambar 2.4. Ilustrasi bagian-bagian gelombang

Periode memiliki hubungan terhadap frekuensi. Frekuensi merupakan banyaknya getaran yang dilakukan dalam perdetik. Hubungan ini dapat diuraikan dalam Persamaan 2.1

dimana dalam Hz (1/s) dan T dalam satuan detik. Amplitudo merupakan sebuah simpangan terjauh dalam sebuah gelombang(Bueche dan Hecht, 1997).

Ada dua jenis kecepatan gelombang :

a. Kecepatan osilasi yaitu kecepatan gelombang bolak-balik disekitar titik setimbang.

λ amplitudo


(70)

b. Kecepatan gelombang untuk menjalar atau cepat rambat gelombang yang dirumuskan dengan Persamaan 2.2.

... (2.4) dengan merupakan kecepatan gelombang suara, panjang gelombang dan merupakan periode (Ishaq, 2007).

6. Getaran

Getaran adalah suatu gerak bolak-balik disektar kesetimbangan. Kesetimbangan merupakan keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut. Getaran memiliki amplitudo (jarak simpangan terjauh dengan titik tengah) yang sama. Kebanyakan suara adalah gabungan beberapa sinyal getar terdiri dari gelombang harmonis.

Dalam fisika, terdapat beberapa jenis getaran, diantaranya : a. Gerak harmonik sederhana

Gerak ini terjadi karena adanya gaya pemulih yang selalu melawan posisi benda agar kembali ke titik setimbang. Pada gaya ini tidak terdapat gaya disipatif, seperti gaya gesek dengan udara atau gaya gesek antara komponen sistem (Ishaq, 2007). Jika digambarkan dalam sebuah grafik simpangan terhadap waktu maka akan didapatkan Grafik 2.5


(71)

17

Gambar 2.5. Gerak harmonik sederhana (Giancoli, 1999)

Ketiadaan gaya disipatif atau gaya gesek mengakibatkan amplitdo grafik sinus selalu konstan (Ishaq, 2007).

b. Gerak harmonik teredam

Gerak harmonik teredam terjadi akibat adanya redaman yang disebabkan oleh hambatan udara dan gesekan pada sistem yang bergetar sehingga amplitudo osilasi berkurang.

Gambar 2.6. Gerak harmonik teredam (Giancoli, 1999) c. Getaran yang dipaksakan

Ketika benda bergetar maka benda tersebut bergetar dengan frekuensi alaminya. Namun, benda tersebut bisa mendapat gaya eksternal (frekuensi eksternal) yang juga mempengaruhinya. Gaya eksternal tersebut yang

T y=0

y=A

amplitudo (A)

x


(72)

dimaksud dengan getaran yang dipaksakan. Pada getaran yang dipaksakan, amplitudo getaran bergantung pada perbedaan frekuensi eksternal ( f ) dan frekuensi alami ( ). Jika f = maka amplitudo bisa bertambah sangat besar (Giancoli, 1999).

7. Temperatur

Temperatur atau suhu merupakan ukuran panas dinginnya suatu benda. Banyak sifat zat yang berubah terhadap temperatur, diantaranya zat akan memuai jika dipanaskan, besi akan menjadi lebih panjang ketika panas dibanding ketika besi dalam keadaan dingin, hambatan listrik berubah terhadap temperatur, dan sebagainya (Giancoli, 1998). Temperature adalah ukuran energy rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu suatubenda merupakan keadaan dimana menentukan kemampuan benda tersebut untuk memindahkan atau transfer panas ke benda-benda lain atau menerima panas dari benda-benda lainnya (Kristanto, 2013). Temperatur juga mempengaruhi kecepatan suara, jika udara dingin maka kecepatan rambat suara menjadi lambat, sedangkan jika udara relatif panas maka kecepatan suara menjadi lebih cepat.

Adapun kecepatan rambat suara diudara yang berhubungan dengan temperatur dimana temperatur T dipengaruhi oleh massa molekul M dirumuskan Persamaan 2.6.

√ ... (2.5) dengan R adalah konstanta gas dan merupakan konstanta yang bergantung pada jenis (Tipler, 1998).


(73)

19

8. GPS

GPS atau lebih dikenal dengan Global Positioning System merupakan sebuah alat yang memadai untuk mengambil data lapangan. GPS memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasi pengguna dengan tepat. Sistem ini pertama kali diorbitkan pada 22 Februari 1978 dan terakhir diluncurkan pada 9 Oktober 1985. Secara umum, sistem GPS ini memiliki bagian-bagian seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Bagian-bagian sistem GPS

Berdasarkan Gambar 2.7, Sistem GPS terbagi menjadi tiga sistem yakni bagian kontrol, bagian satelit dan bagian pengguna. Bagian kontrol merupakan bagian yang melakukan kontrol terhadap sistem satelit yang mengorbit diluar angkasa, satelit merupakan bagian yang akan memancarkan sinyal GPS ke permukaan Bumi, dan user merupakan bagian pengguna sistem GPS.


(74)

Gambar 2.8. Peta GPS kontrol (El-Rabbany, 2002).

Prinsip kerja dari GPS untuk mengetahui sebuah tempat menggunakan 4 referensi atau lebih sinyal GPS yang dipancarkan oleh satelit ke pengguna (Leica,1999). Penggambaran prinsip kerja GPS terpapar pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Penggambaran prinsip kerja GPS (Manual books. 2000) Dalam mendapatkan posisi, ketinggian, dan informasi data rute yang dilalui, sebuah GPS menggunakan perbandingan radius dari titik-titik referensi satelit yang digunakan yang bertumpu pada satu titik pengguna. Penggambaran proses ini terlihat pada Gambar 2.10.


(75)

21

Gambar 2.10. Proses penentuan informasi dari suatu tempat (El-Rabbany, 2002).

Dalam menentukan jarak antara satelit ke pengguna, digunakan rumus Distance = Velocity x Time

dimana distance merupakan jarak satelit ke penerima (Rn), velocity merupakan cepat rambat gelombang radio sebesar 290,000 km per second /(186,000 miles per second), dan time merupakan waktu yang dibutuhkan oleh sinyal berjalan dari pemancar ke penerima (Leica, 1999).

9. Topographi

Peta topografi merupakan peta yang bisa disajikan dengan garis kontur atau bayangan ketinggian. Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik elevasi yang sama. Untuk perbedaan ketinggian yang curam, garis kontur biasanya dibuat tebal dan saling berdekatan satu sama lain. Garis kontur memberikan informasi tentang daerah peta secara detail seperti ketinggian bukit, lembah, jalan raya dan arah aliran sungai. Sebuah garis kontur di dalam peta tidak akan pernah berakhir. Garis kontur mulai dan diakhiri pada tepi peta atau menutup pada dirinya sendiri sehingga membentuk lingkaran atau oval di atas peta.


(76)

Gambar 2.11. Penggambaran medan dengan garis kontur (Wirshing dan Wirshing, 1995).

Syarat untuk melakukan pengukuran topograpi adalah titik kontrol yang baik. Titik kontrol dibagi menjadi dua yaitu titik kontrol horisontal dan titik kontrol vertikal. Titik kontrol horisontal merupakan dua titik atau lebih di tanah yang kedudukannya horisontal terhadap jarak dan arah. Sedangkan titik kontrol vertikal merupakan titik yang dibentuk oleh titik tetap duga pada atau dekat sebidang tanah yang diukur (Brinker dkk, 1997).

10. Sound Level Meter Lutron SL-4011

Sound level meter merupakan alat ukur untuk menghitung tingkat kebisingan suara. Dalam pengukuran menggunakan sound level meter, ada beberapa faktor yang membuat gelombang suara yang terukur dapat bernilai tidak sama dengan nilai intensitas gelombang suara sebenarnya. Faktor tersebut adalah adanya angin yang bertiup dari berbagai arah, pengaruh kecepatan angin dan posisi tempat pengukuran yang terbuka menyebabkan nilai yang terukur oleh sound level meter


(77)

23

tidak akurat. Sound level meter SL-4011 mempunyai karakteristik karakteristik sebagai berikut:

a. Fitur-fitur

Beberapa fitur dasar yang dimiliki oleh alat ini antara lain: 1. LCD yang besar mempermudah untuk pembacaan.

2. Jaringan pembobotan frekuensi dirancang untuk memenuhi standar IEC 61672 tipe 2.

3. Mode pembobotan waktu dinamis karakteristik (cepat/lambat). 4. AC/DC keluaran untuk fungsi masukkan perangkat lain

5. Dibangun dengan adj. (adjust) VR yang memungkinkan proses kalibrasi dengan mudah.

6. Menggunakan microphone kondensor untuk akurasi yang tinggi dan stabilitas jangka panjang.

7. Fungsi penahan maksimum untuk menyimpan nilai maksimum pengukuran. 8. Indikator pengingat ketika kelebihan dan kekurangan masukkan.

9. LCD menggunakan konsumsi daya rendah dan memiliki tampilan cerah dalam kondisi cahaya terang ambient (rata-rata).

10. Dapat digunakan tahan lama, umur komponen lama dan berat ringan dengan menggunakan casing plastik ABS.

11. Pengingat baterai rendah.

b. Spesifikasi

Beberapa spesifikasi dasar yang dimiliki sound level meter Lutron SL-4011 terlihat pada Tabel 2.4 berikut:


(1)

Gambar 2.12. Sound level meter model SL-4011 (Lutron A, 2014).

11. Surfer Golden Software

Surfer merupakan sebuah perangkat lunak yang banyak digunakan dalam pembuatan kontur, pembuatan grid, pemetaan wilayah oleh orang saintis dan peneliti guna menghasilkan peta dengan cepat dan mudah. Dalam pemakaiannya, perangkat lunak ini memiliki beberapa bagian dasar yang dipaparkan pada Gambar 2.13.


(2)

Gambar 2.13. Tampilan perangkat lunak surfer dan bagian-bagiannya Kegunaan dari bagian-bagian perangkat lunak dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

a. Title Bar merupakan bagian yang menunjukkan halaman yang aktif. Penamaan halaman yang aktif ditambahkan dengan ekstensi .SRF

b. Menu Bar berisikan baris perintah yang digunakan untuk menjalankan Surfer. c. Tabbed Document merupakan bagian dimana Surfer dapat mendukung untuk jenis tabbed document, plot dokumen, lembar kerja, dan editor node dokumen.

d. Toolbar merupakan bagian yang berisikan tombol icon proses dalam surfer. Pengguna hanya perlu memilih icon yang akan digunakan. Icon ini dapat diatur melalui menu tool-customize.

Title Bar Menu Bar

Tabbed Windows

Plot, Worksheet, Grid Tool Bar

Status Bar Plot Windows Object Manager Property Manager


(3)

e. Status Bar merupakan bagian yang akan menunjukkan status kemajuan, presentasi penyelesaian dan waktu tersisa.

f. Object Manager berisikan hierarki dari semua objek dalam dokumen yg ditampilkan dalam tree-view.

g. Desktop merupakan bagian belakan dari worksheet dan grid editor. h. Border merupakan bagian tepi dari lembar kerja atau worksheet.

Surfer dapat digunakan untuk pembuatan beberapa peta diantaranya: 1. Base map

Base map merupakan peta yang akan menampilkan batas-batas pada peta dan berisi kurva, poin, teks, atau gambar. Base map dapat dilapisi dengan peta lain untuk memberikan rincian seperti jalan, sungai, lokasi kota dan kontur suatu daerah. Penggambaran base map terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Bentuk base map 2. Contour map

Contour map merupakan representasi dua dimensi dari tiga buah data. Dalam peta kontur, untuk nilai z yang sama akan ditarik garis kontur. Garis kontur ini dapat ditampilkan dalam warna atau pola. Bentuk dari peta kontur terlihat pada Gambar 2.15.


(4)

Gambar 2.15. Bentuk Contour map 3. Post map dan classed post map

Pots map digunakan untuk menunjukkan lokasi data berada yang direpresentasikan dengan simbol-simbol. Bentuk Post map dan classed post map terlihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16. Bentuk Post map dan classed post map

4. Image map

Image map merupakan gambar yang didasarkan pada grid file yang digunakan. Penetapan warna gambar berdasarkan nilai z dari grid file. Bentuk Image map terlihat pada Gambar 2.17.


(5)

Gambar 2.17. Bentuk Image map 5. Shaded relief map

Shaded relief map merupakan peta arsiran batuan. Pewarnaan peta batuan didasarkan pada orientasi kemiringan relatif terhadap sumber cahaya. Dalam hal ini orientasi dalam surfer dihitung setiap sel grid dan pemantulan cahaya sumber pada permukaan grid. Bentuk Shaded relief map terlihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18.Bentuk Shaded relief map 6. Vector map

Vector map merupakan peta yang direpresentasikan dengan vektor. Gambar vector map terlihat pada Gambar 2.19.


(6)

Gambar 2.19. Bentuk Vector map 7. Watershed map

Watershed map merupakan peta yang menampilkan aliran air dalam sebuah daerah. Bentuk Watershed map terlihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20. Bentuk Watershed map 8. 3D Surface map

3D surface map merupakan sebuah peta dalam bentuk tiga dimensi. Dalam jenis peta ini akan tampak representasi dari suatu wilayah yang dpetakan.


Dokumen yang terkait

DESKRIPSI PENDUDUK BERMUKIM DI BANTARAN SUNGAI WAY AWI KELURAHAN KELAPA TIGA KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012

1 43 52

SOSIALISASI PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DALAM KELUARGA (Studi Kasus di Kelurahan Penengahan Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung )

0 8 15

EKSPLOITASI ANAK PADA KELUARGA MISKIN (Studi Pekerja Anak Jalanan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung)

0 21 60

PELAKSANAAN MANAJEMEN PLANNING ORGANIZING ACTUATING CONTROLLING (POAC) BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI BAHAYA BANJIR (Studi Pada Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung)

24 190 96

THE MODELLING AND NOISE LEVEL ANALYSIS IN ENVIRONMENT OF LAMPUNG UNIVERSITY TOWARDS THE POSITION IN THE FORM OF SOUND TOPOGRAPHY PEMODELAN DAN ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN SUARA DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMPUNG TERHADAP POSISI DALAM BENTUK SOUND TOPOGRAPH

0 6 56

PEMODELAN DAN ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN SUARA DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMPUNG TERHADAP POSISI DALAM BENTUK SOUND TOPOGRAPHY

0 13 56

Pemodelan dan Analisis Tingkat Kebisingan Suara di Lingkungan Universitas Lampung Terhadap Posisi dalam Bentuk Sound Topography

0 12 56

PROFIL PEDAGANG LESEHAN DI JALAN KARTINI KELURAHAN PALAPA KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015

1 7 51

PENERAPAN REKAYASA LALU LINTAS UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA PUSAT KEGIATAN KOTA TANJUNG KARANG DI BANDAR LAMPUNG

1 16 72

Deskripsi Lokasi Banjir di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung Tahun 2011-2013

4 42 55