HUBUNGAN PRINSIP PROTOKOL KYOTO DENGAN UNDANG-

BAB IV HUBUNGAN PRINSIP PROTOKOL KYOTO DENGAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih-guna- lahan dan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan sumber uatama Gas Rumah Kaca GRK terutama karbon dioksida CO 2 yang kontribusi terbesar berasal dari negara industri. Gas ini memiliki kemampuan menyerap panas yang berasal dari radiasi matahari yang dipancarkan kembali oleh bumi. Penyerapan ini telah menyebabkan pemanasan atmosfir atau kenaikan suhu dan perubahan iklim. 80 Negara industri telah lama menghasilkan emisi GRK yang terakumulasi di atmosfir dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, sangat beralasan jika mereka berkewajiban menurunkan emisi GRK dan mengatasi dampak perubahan iklim. Sementara itu, negara berkembang yang tidak berkewajiban menurunkan emisi GRK berhak mendapatkan bantuan dari negara industri dalam rangka berpartisipasi secara sukarela untuk menurunkan emisi GRK dan mengatasi dampak perubahan iklim. 81 Protokol kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa- Bangsa PBB tentang Perubahan Iklim mengatur penurunan emisi GRK akibat kegiatan manusia sehingga dapat menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfir dan 80 Op.cit., hal. 6. 81 Ibid, hal. 6-7. tidak membahayakan sistem iklim bumi. Protokol Kyoto menetapkan aturan mengenai tata cara, target, mekanisme penurunan emisi, kelembagaan, serta prosedur penataan dan penyelesaian sengketa. 82 Sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara dan mempunyai garis terpanjang kedua di dunia, dengan jumlah penduduk yang besar dan kemampuan ekonomi yang terbatas, Indonesia berada pada posisi yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim bagi lingkungan dan kehidupan bangsa Indonesia. Dampak tersebut meliputi turunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta manusia, naiknya permukaan laut tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punahnya keanekaragaman hayati. 83 Sebagai negara berkembang yang sedang membangun, Indonesia perlu mempercepat pengembangan industri dan transportasi dengan tingkat emisi rendah melalui pemanfaatan teknologi bersih dan efisien serta pemanfaatan energi terbarukan renewable energy. Di samping itu, Indonesia perlu meningkatkan kemampuan lahan dan hutan untuk menyerap GRK. Protokol Kyoto menjamin bahwa teknologi yang akan dialihkan ke negara berkembang harus memenuhi kriteria tersebut melalui Mekanisme Pembangunan Bersih MPB atau Clean Development Mechanism CDM yang diatur oleh Protokol Kyoto. 84 Mekanisme Pembangunan Bersih MPB merupakan bentuk investasi baru di negara berkembang yang bertujuan mendorong negara industri untuk 82 Ibid, hal. 7. 83 Ibid. 84 Ibid, hal. 7-8. melaksanakan kegiatan penurunan emisi di negara berkembang guna mencapai target penurunan emisi GRK dan membantu negara berkembang untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. 85 Sehubungan dengan hal tersebut, dan mengingat Indonesia telah mengesahkan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB tentang Perubahan Iklim Konvensi Perubahan Iklim melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994, sangatlah penting bagi Indonesia untuk mengesahkan Protokol Kyoto. Dengan mengesahkan Protokol tersebut Indonesia mengadopsi hukum internasional sebagai hukum nasional untuk dijabarkan dalam kerangka peraturan dan kelembagaan. 86 Adapun manfaat dari pengesahan Protokol Kyoto, Indonesia telah mengadopsinya sebagai hukum nasional untuk dijabarkan dalam kerangka peraturan dan kelembagaan sehingga dapat : 87 a. mempertegas komitmen pada Konvensi Perubahan Iklim berdasarkan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan common but differentiated responsibilities principle; b. malaksanakan pembangunan berkelanjutan khusunya untuk menjaga kestabilan konsentrasi GRK di atmosfir sehingga tidak membahayakan iklim bumi; 85 Ibid, hal. 8. 86 Ibid. 87 Ibid, hal. 9. c. membuka peluang investasi baru dari negara industri ke Indonesia melalui MPB; d. mendorong kerja sama dengan negara industri melalui MPB guna memperbaiki dan memperkuat kapasitas, hukum, kelembagaan, dan alih teknologi penurunan emisi GRK; e. mempercepat pengembangan industri dan transportasi dengan tingkat emisi rendah melalui pemanfaatan teknologi bersih dan efisien serta pemanfaatan energi terbarukan; f. meningkatkan kemampuan hutan dan lahan untuk menyerap GRK. Protokol Kyoto disusun berdasarkan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan, sebagaimana tercantum dalam prinsip ketujuh Deklarasi Rio, yang berarti bahwa semua negara mempunyai semangat yang sama untuk menjaga dan melindungi kehidupan manusia yang integritas ekosistem bumi, tetapi dengan kontribusi yang berbeda sesuai dengan kemampuan negara masing-masing. 88 Protokol Kyoto substansi yang diatur dalam Protokol Kyoto yang materi pengaturannya terdiri atas 28 pasal antara lain menetapkan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut: Pemerintah telah mengesahkan Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004. 89 88 Ibid, hal. 10. 89 Ibid, hal. 43. 1. Setiap Pihak yang termasuk dalam Lampiran I, dalam mencapai komitmen pembatasan dan pengurangan jumlah emisinya berdasarkan Pasal 3, dalam rangka mendorong pembangunan berkelanjutan, wajib: a Melaksanakan danatau menjabarkan kebijakan dan tindakan yang sesuai dengan keadaan nasionalnya, seperti: i Peningkatan efisiensi energi di sektor ekonomi nasional terkait; ii Perlindungan dan peningkatan rosot dan penyimpangan gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal, dengan mempertimbangkan komitmennya berdasarkan perjanjian lingkungan hidup internasional yang terkait; mendorong praktek pengelolaan hutan berkelanjutan, afforestasi dan reforestasi; iii Mendorong pola pertanian berkelanjutan sesuai dengan pertimbangan perubahan iklim; iv Penelitian mengenai, dan mendorong, pembangunan dan peningkatan pemanfaatan bentuk energi baru dan terbarukan teknologi penyerapan pengurangan karbon dioksida, dan penemuan teknologi baru yang ramah lingkungan; v Pengurangan progresif atau penghapusan secara bertahap ketidaksempurnaan pasar, insentif fiskal, pembebasan pajak dan bea serta subsidi dalam semua sektor yang mengemisikan gas rumah kaca yang bertentangan dengan tujuan dari Konvensi dan penerapan instrumen pasar; vi Dorongan pembaharuan yang sesuai dalam sektor terkait bertujuan untuk pengenalan kebijakan dan tindakan yang membatasi atau mengurangi emisi gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal; vii Tindakan untuk membatasi danatau menurunkan emisi gas rumah kaca yang tidak diatur dalam Protokol Montreal didalam sektor transportasi; viii Pembatasan danatau penurunan emisi metan melalui pemulihan dan pemanfaatan dalam pengelolaan limbah, serta di dalam produksi, transportasi dan distribusi energi; b Bekerjasama dengan Pihak lain tertentu untuk meningkatkan efektivitas kebijakan dan tindakan secara individu dan gabungan yang diadopsi berdasarkan Pasal ini, sesuai Pasal 4, ayat 2 huruf e dan i, dari Konvensi. Untuk tujuan ini, Para Pihak ini wajib mengambil langkah-langkah untuk berbagai pengalaman dan bertukar informasi mengenai kebijakan dan tindakan tertentu , termasuk mengembangkan cara peningkatan komparabilitas, transparansi dan efektivitasnya. Konferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai sidang para Pihak pada Protokol ini wajib, pada sidangnya yang pertama atau sesegera mungkin setelah itu, mempertimbangkan cara-cara untuk memfasilitasi kerjasama tertentu, dengan mempertimbangkan semua informasi yang terkait. 2. Para pihak yang termasuk dalam Lampiran I wajib mencapai batas atau penurunan emisi gas rumah kaca yang berasal dari bahan bakar pesawat dan tempat penyimpanan bahan bakar di laut yang tidak diatur dalam Protokol Montreal, yang masing-masing diatur oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. 3. Para Pihak yang termasuk dalam Lampiran I wajib berusaha untuk melaksanakan kebijakan dan tindakan berdasarkan Pasal ini sedemikian rupa untuk meminimalkan akibat yang merugikan dari perubahan iklim, pengaruh pada perdagangan internasional, dampak sosial, ekonomi dan lingkungan terhadap Para Pihak lainnya, khususnya Para Pihak negara berkembang dan terutama yang diidentifikasi dalam Pasal 4 ayat 8 dan 9, dari Konvensi, dengan mempertimbangkan Pasal 3 dari Konvensi ini. Konferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai Sidang Para Pihak Protokol ini dapat mengambil tidakan lebih lanjut, yang sesuai, untuk mendorong pelaksanaan aturan-aturan ayat ini. 4. Konferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai sidang Para Pihak pada Protokol ini, jika diputuskan bahwa hal tersebut akan bermanfaat bagi koordinasi setiap kebijakan dan tindakan yang dimaksud dalam ayat 1 huruf a di atas, dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi nasional dan dampak potensial, wajib mempertimbangkan cara dan alat untuk mengembangkan koordinasi kebijakan dan tindakan dimaksud. Pengesahan Protokol Kyoto masih memerlukan pengembangan peraturan dan kelembagaan untuk melaksanakan dan memanfaatkan peluang yang ada dalam Protokol. Agar peluang yang ada dalam Konvensi dan Protokol dapat dimanfaatkan secara optimal, upaya sosialisasi perlu dilakukan secara efektif dan terintegrasi melalui koordinasi antar sektor yang diatur oleh perangkat peraturan dan kelembagaan yang jelas sehingga dampak negatif perubahan iklim terhadap lingkungan dan kehidupan manusia dapat diminimalkan. 90 Indonesia juga memiliki peraturan perundang-undangan yang berkaitan dan mendukung proses pelaksanaan Protokol Kyoto. Peraturan perundang- undangan yang terkait, antara lain sebagai berikut. 91 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419; 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change Konvensi Kerangka Kerja Perseriakatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3557; 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888; 90 Ibid, hal. 15. 91 Ibid, hal. 14 5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725; 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059. Di dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada butir e menyatakan bahwa, pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”. 92 Dijabarkan pada Pasal 57 ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut Pelestarian fungsi atmosfir sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c meliputi: 93 a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan c. upaya perlindungan terhadap hujan asam. Mitigasi perubahan iklim” adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. Adaptasi perubahan iklim” adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk 92 Loc.cit 93 Ibid. keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi. Secara umum pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata global di atas permukaan bumi. Saat ini diketahui suhu bumi sudah naik pada rata-rata global sebesar 0,8°C di bandingkan dengan kondisi sebelum jaman revolusi industri. Pemanasan global disebabkan oleh timbunan gas-gas rumah kaca’- seperti karbon dioksida, metana, nitrat oksida dan klorofluorokarbon CFC- di atmosfir. Panas dari matahari terperangkap oleh timbunan ini, sehingga menimbulkan peningkatan suhu. Ada banyak hal yang belum pasti tentang pemanasan global. Tetapi, menurut InterGovernmental Panel on Climate Change IPCC atau Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim ada dua hal yang sudah dapat dipastikan, yaitu: 94 1. Efek rumah kaca alami di bumi, dan 2. Gas-gas yang mengakibatkan efek rumah kaca kini meningkat dalam atmosfir karena ulah manusia. Analisa IPCC juga menyatakan bahwa suhu rata-rata bumi meningkat sekitar 5°Celcius dalam waktu 100 tahun terakhir. Untuk mencegah pemanasan lebih lanjut, konsentrasi gas-gas rumah kaca harus distabilkan. Untuk itu perlu 94 Freddy Numberi, Perubahan Iklim Implikasinya Terhadap Kehidupan Di Laut, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta: Fortuna Prima Makmur, 2009, hal. 19. penurunan besar dalam konsentrasi emisi gas-gas tersebut, yaitu sampai 60 persen. 95 Pemanasan global secara umum disebabkan oleh dua hal: pembakaran bahan fosil dalam industri, mobil, pembangkit listrik, dan sebagainya; dan emisi berbagai gas dari kegiatan industri termasuk juga penggunaan serta pembuatan CFC. Kenyataannya CFC inilah yang merusak lapisan ozon, sehingga memungkinkan sinar ultraviolet yang berbahaya menembus bumi. UNEP memperkirakan bahwa jika lapisan ozon berkurang 10 persen, kejadian kanker kulit akan meningkat 26 persen di seluruh dunia. 96 Jika kita mengambil analisa IPCC saja dan mengabaikan skenario yang lebih suram atau optimis yang disarankan oleh pihak-pihak lain, maka pembuat keputusan masih dihadapkan pada pilihan dengan kisaran yang amat luas. Hal tersebut digambarkan oleh dua skenario di bawah ini. Dampak potensial dari pemanasan global amat besar dan mempunyai akibat besar bagi semua kehidupan di bumi. Kisaran ketidakpastian dalam analisis ilmiah, sampai saat ini masih tidak memungkinkan untuk kita menyatakan dengan tepat apa dampak yang kelak terjadi atau apa yang akan dirasakan, bahkan pada tingkat global. 97 Pada kisaran bawah atau ujung optimistis dari kisaran prediksi IPCC, kepekaan iklim global terhadap peningkatan gas-gas rumah kaca rendah. Di bawah kondisi ini dan kecenderungan keberlangsungan “bisnis seperti biasa”, 95 Ibid. 96 Ibid, hal. 20. 97 Ibid. peningkatan suhu global pada 2030 adalah 0,5 derajat Celsius dan permukaan laut naik lima centimeter. Peningkatan suhu yang disetujui pada peralihan ke Abad Ke-21 adalah 1,5 derajat Celsius dan peningkatan permukaan laut 45 centimeter. Jika prediksi ini benar, maka tidak akan ada atau 40 tahun mendatang. Dampaknya baru akan mulai tampak jelas pada paruh kedua abad mendatang. 98 Dalam hal ini ramalan peningkatan suhu sampai 2030 adalah sekitar tiga kali besar dari pada abad yang lalu atau sekitar 0,4 derajat Celsius perdekade. Permukaan laut naik lebih dari 10 cm perdekade, 10 kali lebih cepat dari pada selama seratus tahun terakhir. Pada kisaran atas atau ujung pesimistis dari kisaran prediksi IPCC, kepekaan iklim terhadap peningkatan konsentrasi gas rumah kaca tinggi. Di bawah kondisi ini dengan skenario “bisnis seperti biasa”, peningkatan suhu global pada 2030 adalah 1,5 derajat Celsius dan permukaan laut naik 45 centimeter. Peningkatan suhu yang disetujui pada peralihan abad adalah 4,5 derajat Celsius dan peningkatan permukaan laut adalah satu meter. 99 Dalam 20 tahun terakhir kita sudah mengalami lima kali musim kemarau amat panjang yang mempunyai dampak amat merugikan. Pada 1983 di Pulau Pari, Teluk Jakarta terjadi peningkatan suhu air ambien selama 12 minggu dari suhu Beberapa dampak atau akibat dari perubahan iklim di Indonesia. Indonesia akan kehilangan lahan pesisir dan produksi pangan yang terdapat di daerah dekat pantai terganggu. Hal ini akan terjadi jika pemanasan global berkelanjutan, sehingga menimbulkan permukaan air laut naik. 98 Ibid, hal. 20-21. 99 Ibid, hal. 21-23. normal 28 derajat Celsius menjadi 33 derajat Celsius atau sudah mencapai lima derajat Celsius. Akibatnya, terjadi pemutihan terumbu karang yang mematikan banyak karang dan merugikan perikanan. Jika hal seperti ini terjadi pada skala yang lebih besar di berbagai daerah di Indonesia, dapat dibayangkan bencana yang akan terjadi. 100 Kita juga masih ingat bahwa kemarau panjang yang terjadi pada tahun 1982-1983, 1987, 1991, 1994, dan 1997 telah menyebabkan kebakaran hutan yang sangat luas dan merugikan negara serta masyarakat setempat. Pada tahun 1982- 1983, sekitar 3,6 juta hektar hutan di Kalimantan Timur rusak terbakar api. Pada tahun 1995 di Sumatera maupun Kalimantan juga terjadi kebakaran hutan yang cukup hebat. 101 Pada tahun 1991, 1994 dan 1997 diketahui bahwa kebakaran hutan menimbulkan kerugian tidak hanya dalam sektor kehutanan, tetapi juga sektor transportasi dan sektor perdagangan di berbagai pulau akibat asap tebal yang ditimbulkan kebakaran. Beberapa kali penerbangan dibatalkan atau pesawat terbang gagal mendarat karena lapangan terbang tertutup oleh asap. Kecelakaan kapal juga tidak terhindarkan karena jarak pandang terhalang oleh asap. 102 Pada awal tahun 1992 hujan deras mengguyur berbagai daerah di Indonesia lebih deras dari tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan pemantauan BMG terhadap 90 daerah perkiraan musim diketahui bahwa musim hujan 19921993 bersifat di atas normal pada 45 daerah 50 persen. Kejadian ini juga 100 Ibid, hal. 26. 101 Ibid, hal. 26-27. 102 Ibid, hal. 27-28. menimbulkan banyak kerugian termasuk korban jiwa. Di Jawa Tengah, 51 orang meninggal dan lima lainnya hilang akibat banjir, 284 rumah roboh dan 420 rusak ringan, sekitar 185.378 jiwa terpaksa mengungsi. Hujan deras ini kembali mengguyur pada tahun 1996 dan puncaknya pada tahun 2002 yang mengakibatkan banjir terbesar sepanjang sejarah di DKI Jakarta. 103 Dalam lingkup nasional, Pemerintah Indonesia telah berupaya keras untuk mengantisipasi dampak dari perubahan iklim tersebut. Pemerintah Indonesia telah menetapkan Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim RAN- PI. Dimana RAN-PI bertujuan merupakan pedoman bagi instansilembaga terkait dalam melaksanakan upaya yang sistematik dan terkoordinasiterintegrasi untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Sifat RAN-PI tersebut dinamis, dokumen RAN-PI perlu dievakuasi secara berkala guna menyesuaikan dengan dinamika perubahan iklim. 104 Strategi Pembangunan Nasional RAN-PI yaitu: 105 1. Strategi 3 jalur triple track strategy yaitu pro poor, pro-job dan pro- growth berbasis pro-environment. 2. Agenda Mitigasi adalah program pembangunan mengacu pada sasaran reduksi emisi GRK dan Intensitas energi dari pertumbuhan ekonomi. 103 Ibid, hal. 30. 104 Sabar Ginting, Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Medan, 2008, hal. 12. 105 Ibid. 3. Agenda Adaptasi adalah mengembangkan pola pembangunan tahan terhadap dampak Perubahan Iklim dan gangguan anomali cuaca dan antisipasi dampaknya ke depan. Prinsip Pembangunan Nasional RAN-PI yaitu: 106 1. Penyelarasan semua instrument kebijakan dan hukum. 2. Integrasi dan penyelarasan penggunaan ruang beserta penggunaan sumber-sumber daya publik. 3. Penyesuaian pola konsumsi dan produksi berkelanjutan. 4. Integrasi setiap sasaran mitigasi dan adaptasi dengan aspek-aspek sosial budaya. Komitmen Pemerintah Indonesia dalam program Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dapat diperincikan sebagai berikut: 107 1. Dalam upaya mitigasi, pemerintah Indonesia melaksanakan: a. GERHAN b. Master Plan pengendalian kebakaran hutan dan pemberantasan kemiskinan c. Proyek CDM d. Kebijakan Energi Mix Nasional dan konservasi energi e. Kebijakan bebas pajak melalui impor peralatan teknologi bersih f. Monitoring pencemaran udara g. Program Desa Energi Mandiri 106 Ibid. 107 Ibid. hal. 15. Contoh kegiatan yang dilakukan PPLH Sumatera Utara terkait mitigasi perubahan iklim antara lain, sebagai berikut: 108 • Sosialisasi isu perubahan iklim ke berbagai sektor. • Rehabilitasi kawasan pesisir dan laut melalui penanaman mangrove. • Konservasi kawasan Danau Singkarak melalui penanaman tanaman konservasi dan tanaman produktif. • Uji emisi kendaraan bermotor. • Pemantauan Adipura. • Pembentukan kelompok usaha bank pohon. • Pembentukan kelompok penanam tanaman produktif. • Pemberian bibit pohon pada setiap kegiatan yang dilakukan seperti pelatihan guru, pramuka dan pemuka agama. 2. Dalam upaya adaptasi, pemerintah Indonesia melaksanakan: a. Program MIH. b. Penyusunan draft pedoman konservasi air. c. Konservasi air. d. Pengelolaan banjir. e. Rekontruksi irigasi. f. Penghijauan daerah pesisir pantai. g. Pemasangan alat pemecah ombak APO. 108 Ibid, hal. 31. h. Rencana pendirian sekolah lapang iklim SLI di 25 propinsi 150 KabupatenKota. i. Gerakan Nasional Kemitraan 3 Penyelamatan Air. Pembangunan nasional dengan agenda adaptasi terhadap perubahan iklim memiliki tujuan untuk menciptakan sistem pembangunan yang tahan resilience terhadap goncangan variabilitas iklim saat ini anomali iklim dan antisipasi dampak perubahan iklim di masa depan. Dalam melaksanakan program diatas pemerintah telah menetapkan agenda adaptasi dalam jangka waktu sekarang dan menengah jangka panjang dengan agenda, sebagai berkut: 109 1. Program pengurangan resiko bencana terkait iklim. 2. Peningkatan kesadaran dan penyebarluasan informasi perubahan iklim. 3. Peningkatan kapasitas pengkajian ilmiah tentang perubahan iklim dan dampaknya. 4. Peninjauan kembali kebijakan-kebijakan inti yang secara langsung maupun tidak langsung akan dipengaruhi oleh perubahan iklim. 5. Mengintegrasikan perubahan iklim dengan pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim kedalam perencanaan, perancangan infrastruktur, pengelolaan konflik dan pembagian kawasan air tanah untuk institusi pengelolaan air. 6. Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim kedalam kebijakan dan program di berbagai sektor dengan fokus pada penanggulangan 109 Ibid, hal. 24-25. bencana, pengelolaan sumber daya air, pertanian, kesehatan dan industri. 7. Pengembangan isu perubahan iklim dalam kurikulum sekolah menengah dan perguruan tinggi. 8. Pengembangan sistem pengamatan cuaca, iklim dan hidrologi khususnya di luar Jawa dan peningkatan kapasitas BMG dalam membuat ramalan cuaca dan iklim yang lebih akurat mencakup seluruh Indonesia. 9. Pengembangan sistem infrastruktur dan tata-ruang serta sektor-sektor yang tahan dan tanggap terhadap goncangan dan perubahan iklim, dan pengembangan serta penataan kembali tata ruang wilayah. Kemudian diikuti dengan kegiatan pendukung, antara lain sebagai berikut: 110 • Pembuatan berbagai peraturan yang membentuk dan mendukung budaya ramah lingkungan, kebersihan, dan penegakan hukum. 1. Kegiatan Pendukung 1 : • Diterapkannya mekanisme teguran dan penalti terhadap pemerintah daerah yang mengabaikan peraturan-peraturan nasional mengenai konservasi lingkungan hidup termasuk konservasi lahan. • Memasukkan pendidikan pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam ke dalam kurikulum pendidikan nasional. 110 Ibid, hal. 27-28. • Himbauan kepada perusahaan-perusahaan asing yang menanamkan modal di Indonesia agar menghindari polusi yang dapat mencemari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Kegiatan Pendukung 2 : • Pemantauan emisi yang dihasilkan dari kegiatan penggunaan energi dan LULUCF. • Pengembangan kelembagaan untuk penyusunan inventarisasi gas rumah kaca di tingkat darah dan nasional. • Pemantauan perubahan temperatur, kenaikan muka air laut, erosi air laut, tinggi gelombang dan kondisi-kondisi iklim ekstrim. • Penguatan kapasitas pemantauan yang sudah dimiliki oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional LAPAN dan Badan Meteorologi dan Geofisika BMG. • Transfer teknologi bersih termasuk low carbon tecnology dan teknologi adaptasi yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik iklim Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Unsur Kesalahan Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1 74 95

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai

1 36 154

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI INDONESIA BERDASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

0 3 12

Analisis Yuridis Terhadap Alih Fungsi Hutan Lindung Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 2 1

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM PASAL 118 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

0 4 16

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM PASAL 118 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

0 6 15

PENDAHULUAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM PASAL 118 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

0 6 24

PENUTUP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM PASAL 118 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

0 4 4

Undang Undang No 32 TAHUN 2009 tentang PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

0 0 110

Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 0 41