Ruang Lingkup Protokol Kyoto

i. Prosedur Penataan dan Penyelesaian Sengketa Ketidaktaatan non compliance atas kewajiban yang ditentukan dalam Protokol diselesaikan sesuai dengan prosedur dan mekanisme penataan yang ada dalam ketentuan Pasal 18 Protokol Kyoto. Sesuai dengan Pasal 19 Protokol Kyoto, apabila terjadi perselisihan di antara Para Pihak, proses penyelesaian sengketa dispute settlement mengacu Pasal 14 Konvensi. 29 Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2 dibandingkan dengan tahun 1990 namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29. Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca – karbon dioksida, metan, nitrous oxida, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC – yang dihitung sebagai rata- rata selama masa lima tahun antara 2008-2012. Target nasional berkisar dari pengurangan 6 untuk Uni Eropa, 7 untuk AS, 6 untuk Jepang, 0 untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8 untuk Australia dan 10 untuk Islandia. Target penurunan emisi dikenal dengan nama quantified emission limitation and reducation commitment QELROs merupakan pokok permasalahan dalam seluruh urusan Protokol Kyoto dengan memiliki implikasi serta mengikat secara hukum, adanya periode komitmen, digunakannya rosot

B. Ruang Lingkup Protokol Kyoto

29 Ibid, hal. 13-14. sink untuk mencapai target, adanya jatah emisi setiap pihak di Annex I, dan dimasukannya enam jenis gas rumah kaca seperti CO 2 , CH 4 , N 2 O, HFC, PFC dan SF 6 basket of gases dan disertakan dengan CO 2 . Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau yang dikenal sebagai UNFCCC. UNFCCC ini diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Jenerio pada 1992. Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang. 30 Protokol kyoto terdiri dari 28 pasal dengan dua lampiran sebagai berikut: 31 1. Definisi 2. Kebijakan dan Tindakan 3. Komitmen Pembatasan dan Pengurangan Emisi 4. Pemenuhan Bersama atas Komitmen 5. Isu-isu Metodologi 6. Pengalihan dan Perolehan Unit Pengurangan Emisi implementasi bersama 7. Komunikasi Informasi 8. Peninjauan Informasi 30 http:mcarmand.blogspot.com200903isi-protokol-kyoto.html, Tujuan Protokol Kyoto”, terakhir diakses pada tanggal 25 November 2010. 31 Daniel Murdiyarso, op.cit., hal. 5. 9. Peninjauan Protokol 10. Kelanjutan untuk mempercepat implementasi komitmen 11. Mekanisme Keuangan 12. Mekanisme Pembangunan Bersih 13. Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol 14. Sekretariat 15. Badan-badan Pembantu 16. Proses Konsultasi Miltilateral 17. Perdagangan Emisi 18. Ketidakpatuhan 19. Penyelesaian Sengketa 20. Amandemen 21. Adopsi dan Amandemen Lmpiran 22. Hak Suara 23. Depositori 24. Tandatangan dan Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan atau Aksesi 25. Efektivitas 26. Reservasi 27. Pengunduran Diri 28. Naskah Asli Annex A : Gas-gas rumahkaca dan sektor-sektor dalam kategori sumber. Annex B : Pembatasan emisi atau komitmen pengurangan oleh Para Pihak. Substansi penting yang berkaitan dengan implementasi Protokol Kyoto terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut : 32 1. Isu utama dan yang bersifat mengikat adalah komitmen atau target penurunan emisi negara-negara maju Pasal 3 dan 4. 2. Untuk mencapai komitmen tersebut disediakan berbagai mekanisme yang ditentukan dalam pasal-pasal 6, 12, dan 17. 3. Pasal-pasal 5, 7, dan 8 diuraikan untuk menggambarkan bagaimana integritas Protokol Kyoto dipertaruhkan. 4. Pasal 18 akan menjadi pasal yang secara hukum mengikat. Dengan pasal ini mekanisme penataan terhadap pencapaian target penurunan emisi akan diatur dengan segala konsekuensi terhadap ketidaktaatannya. Setelah Protokol Kyoto diadopsi di CoP3 pembicaraan mengenai implementasi instrumen hukum ini telah melalui jalan yang cukup berliku mulai dari Buenos Aires tahun 1998 CoP4, Bonn tahun 1999 CoP5, Den Haag tahun 2000 CoP6, Bonn awal tahun 2001 CoP6-Bagian II, Marrakesh, Maroko, akhir tahun 2001 CoP7, dan New Delhi CoP8 akhir tahun 2002. Semangat perundingan pun mengalami pasang-surut dan mencapai titik terendahnya pada awal tahun 2001 ketika Amerika Serikat AS menentang dan menolak perjanjian internasional ini tiga bulan setelah CoP6 bulan November 2000 di Den Haag. Namun, pada CoP7 di Marrakesh, bulan November 2001 Para Pihak yang telah terpolarisasi dalam kelompok negara maju dan negara berkembang telah saling 32 Ibid, hal. 6. memberi dan menerima dan tidak mempertahankan posisi masing-masing yang dipegang teguh pada CoP-CoP sebelumnya. Kesepakatan yang dicapai pada CoP7 tidak terlepas dari peranan CoP6-Bagian II yang diadakan 6 bulan sebelumnya di Bonn. CoP6-Bagian II inilah yang telah melapangkan jalan bagi Para Pihak terutama negara-negara industri untuk meratifikasi Protokol. Semangat multilaterisme telah didemonstrasikan di Bonn dan Maroko. Harapan banyak pihak adalah bahwa Protokol akan segera efektif dan operasional. Tanda-tanda ke arah itu sudah ditunjukkan dalam CoP7 dimana banyak pimpinan delegasi menyatakan bahwa negaranya telah memulai upaya ratifikasi seawal mungkin. 33 Target penurunan emisi yang dikenal dengan nama quantified emission limitation and reducation commitments QELROs adalah inti dari seluruh urusan Protokol Kyoto. Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 3, Target Kyoto memiliki beberapa implikasi sebagai berikut : 34 • Dimasukkannya enam jenis GRK basket of gases dan disetarakan dengan CO 2. • Mengikat secara hukum legally binding • Adanya periode komitmen commitment period • Digunakannya rosot sink untuk mencapai target • Adanya jatah emisi assigned amount setiap Pihak Annex I 33 Ibid, hal. 7. 34 Ibid, hal. 36. Sifat yang mengikat mengenai kewajiban atau target penurunan emisi adalah aspek penting dari Protokol Kyoto Pasal 3.1. Jika Para Pihak yang termasuk dalam Annex I tidak memiliki ikatan, maka mereka dapat dengan mudah mengubah tindakan-tindakannya sehingga tujuan Protokol tidak tercapai. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3.2 mengamanatkan agar negara-negara Annex I dapat mendemonstrasikan penurunan emisi menjelang tahun 2005. Tahun 2005 menjadi penting untuk membuktikan komitmen negara-negara maju karena sejak awal banyak Pihak AOSIS, EU, dan ornop telah mengusulkan agar kesungguhan itu dapat didemonstrasikan kemajuannya sejak tahun awal 1990. Manurut Pasal 3.5 dan 3.6 dan sesuai dengan keputusan CoP2 Decision 9CP.2 untuk CEIT tahun awalnya dapat ditentukan secara luwes. 35 Konsep mengenai periode komitmen untuk yang pertama tahun 2008- 2012 adalah usulan AS yang memungkinkan Para Pihak melakukan penyesuaian pencapaian targetnya dalam jangka suatu jangka waktu atau periode tertentu. Alasannya adalah, pertama, jika karena sesuatu dan lain hal target suatu tahun tidak tercapai, maka pada tahun-tahun berikutnya dalam periode yang sama Pihak tersebut dapat mengejar ketinggalannya. Sebaliknya jika penurunan emisinya melampaui target, maka kelebihannya dapat digunakan pada tahun-tahun berikutnya asalkan dalam periode yang sama. Diterimanya prinsip ini tidak membatalkan ketentuan yang lain bahwa pada tahun 2005 kemajuan sudah harus dapat ditunjukkan. Kedua, terdapat keluwesan dalam hal waktu pencapaian target. Ketiga, dengan periode yang relatif panjang akan memberikan waktu kepada 35 Ibid, hal. 37. setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I untuk mengakumulasikan perdagangan emisi. Dengan konsep ini kemudian muncul masalah penyesuaian target penurunan emisi sebelum penataannya dimonitor dan diverifikasi, sebab untuk periode komitmen pertama 2008-2012 besar kemungkinan penilaiannya akan dilakukan pada tahun 2014. Pergeseran dan penyesuaian ini akan menimbulkan kerumitan negosiasi dalam periode komitmen berikutnya. 36 Aktivitas alih-guna lahan dan kehutanan melalui aforestasi, reforestasi dan deforestasi yang menyebabkan meningkatnya penyerapan GRK oleh rosot dapat digunakan oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I untuk mencapai target emisinya Pasal 3.3. Tetapi, jika pada tahun 1990 kegiatan tersebut sebagai sumber emisi, maka besarnya emisi harus diperhitungkan dalam penentuan garis awal baseline sesuai dengan Pasal 3.7. Selanjutnya Pasal 3.4 menentukan bahwa kegiatan tambahan di lahan pertanian dan kehutanan oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I juga dapat diperhitungkan sebagai emisi dari sumber atau penyerapan oleh rosot. Perhitungan untuk kegiatan tambahan tersebut menurut ketentuan Pasal 3.4 berlaku pada periode komitmen kedua dan selajutnya. Jika suatu Pihak dapat memperhitungkannya dalam periode komitmen pertama dengan catatan kegiatan tersebut telah berlangsung sejak 1990. 37 Pasal 3.7 menekankan besarnya jatah emisi yang artinya emisi yang boleh dilakukan oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I agar tetap mencapai 36 Ibid, hal. 37-38. 37 Ibid, hal. 38. target pengurangan. Target tersebut dibedakan untuk setiap Pihak yang bervariasi dari kewajiban menurunkan emisi sebesar 8 persen EU sampai izin meningkatkan emisi hingga 10 persen Islandia. 38 Secara rata-rata kewajiban seluruh Annex B akan menurunkan emisi paling sedikit sebesar 5 persen Pasal 3.1. Dalam periode komitmen pertama besarnya jatah ini akan sama dengan QELROs. Setiap periode pelaporan, jatah tersebut dapat naik atau turun tergantung tingakat prestasi atau kegagalan Pihak tersebut dalam mencapai targetnya. Perhitungan jatah emisi suatu Pihak dalam Annex B dalam suatu periode komitmen dilakukan dengan menghitung jatah emisi satu tahun dikalikan lima. Contoh, emisi seluruh GRK Jepang pada tahun 1990 adalah 1.173 juta ton setara CO 2, maka dengan jatah emisi sesuai dengan Annex B sebesar 94 persen supaya dapat mengurangi emisi sebesar 6 persen, Jepang memiliki jatah emisi tahunan dalam suatu periode komitmen pertama sebesar 1.102 juta ton setara CO 2, sehingga jatah emisi dalam periode komitmen tersebut adalah 5.513 juta ton atau 5,5 giga ton setara CO 2 bukan 5,9 giga ton kalau tanpa Target Kyoto. 39 Penurunan emisi GRK yang ditargetkan meliputi CO 2, CH 4, N O, HFC, PFC, dan SF . Pendekatan ini dikenal dengan nama basket approach. Meskipun sulit karena ketidakpastian mengenai sumber dan rosot gas-gas tersebut, namun dipastikan pendekatan ini merupakan target tunggal untuk enam macam gas 38 Ibid. 39 Ibid, hal. 39. sekaligus. Besarnya penurunan emisi untuk gas-gas tersebut dinyatakan dalam nilai yang setara CO 2. Tahun awal perhitungan untuk tiga gas pertama adalah 1990, sedang untuk tiga gas terakhir adalah 1995 Pasal 3.8. Dengan cara ini Para Pihak akan mendapat kebebasan berdasarkan kesiapannya untuk menurunkan emisi gas yang harus diprioritaskan. Tiga gas yang terkahir, yang tidak diusulkan EU, tetapi diusulkan AS dan Kanada, meskipun jumlahnya sedikit kemampuannya memanaskan atmosfir lebih-lebih besar dari tiga gas pertama dan pertumbuhannya sangat cepat khususnya di AS dan Jepang. 40 Bumi yang hanya satu ini terbungkus oleh gas yang secara keseluruhan disebut “atmosfir”. Apabila dibandingkan dengan bumi, lapisan atmosfir sangatlah tipis, karena tebalnya hanya sekitar 90 km, sedangkan jari-jari bumi sekitar 6400 km. Atmosfir ini terdiri dari berbagai macam gas, antara lain nitrogen, oksigen, karbon dioksida, uap air, dan lain sebagainya sebagaimana tersebut di bawah ini:

C. Aspek Yuridis Perubahan Iklim

Dokumen yang terkait

Unsur Kesalahan Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1 74 95

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai

1 36 154

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI INDONESIA BERDASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

0 3 12

Analisis Yuridis Terhadap Alih Fungsi Hutan Lindung Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 2 1

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM PASAL 118 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

0 4 16

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM PASAL 118 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

0 6 15

PENDAHULUAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM PASAL 118 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

0 6 24

PENUTUP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM PASAL 118 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

0 4 4

Undang Undang No 32 TAHUN 2009 tentang PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

0 0 110

Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 0 41