Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor dari Perancis dan Selandia Baru
KUALITAS MIKROBIOLOGIK MENTEGA IMPOR DARI
PERANCIS DAN SELANDIA BARU
EDI DARUDJATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan tesis Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor
dari Perancis dan Selandia Baru adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Edi Darudjati
NIM B251064134
ABSTRACT
EDI DARUDJATI. Microbiological Quality of Imported Butter from French and
New Zealand. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and A WINNY
SANJAYA.
Foods of animal origin such as meat, eggs, and milk, are categorized as
perishable and potentially hazardous foods since they could spread foodborne
disease and zoonoses. Therefore, they must be safe and suitable for human
consumption. Butter is one of milk product must also comply with that
requirements. The aim of this research is to observe the microbiological quality
of butter which is imported into Indonesia. A total of 67 butter samples imported
from French (46 samples) and New Zealand (21 samples) were examined for
microbiological quality (Staphylococci count, coliform count, and yeast and mold
count). The result showed that the mean counts of Staphylococci, coliform, and
yeast and mold of butter imported from French and New Zealand were 14±92
cfu/g, 93±318 cfu/g, and 76830±96116 cfu/g, consecutively. Comparing to the
Indonesian National Standard (SNI) for Butter, 1 sample (1.5%) of butter
imported from French was not in compliance with the SNI due to its higher
Staphylococci count. Comparing to the standard of origin country, 14 samples of
butter from French did not comply with the European standard, i.e. 1 sample
(0.5%) contained higher Staphylococci count and 13 samples (28.3%) higher
coliform count. Twenty samples of butter imported from New Zealand were not
accordanced with the Australian-New Zealand Standard, i.e. 1 sample (4.8%)
showed higher coliform count and 19 samples (90.5%) higher yeast and mold
count. Based on the result, it is recommended that the examination on safety and
quality of imported butter and other animal products should be considered as the
animal quarantine measures.
Key words: imported butter, staphylococci count, coliform count, yeast and mold
count
RINGKASAN
EDI DARUDJATI. Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor dari Perancis dan
Selandia Baru. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan A. WINNY
SANJAYA.
Pangan asal hewan (daging, susu, telur dan hasil olahannya) dikategorikan
sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food) dan sebagai pangan yang
berpotensi mengandung bahaya (potentially hazardous foods). Oleh karena itu,
mentega sebagai salah satu pangan asal hewan harus aman dan layak untuk
dikonsumsi. Keberadaan mikroorganisme dalam pangan sangat mempengaruhi
kualitas dan keamanan pangan tersebut. Oleh sebab itu, pengujian mikrobiologik
pada pangan perlu dilaksanakan dalam rangka jaminan keamanan dan kualitas
pangan. Analisis mikrobiologik kuantitatif pada pangan merupakan salah satu
pengujian yang umum dan rutin diterapkan dalam rangka pengawasan dan
pengendalian kualitas dan keamanan pangan
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kualitas mikrobiologik mentega
yang diimpor dari Perancis dan Selandia Baru. Kualitas mikrobiologik yang
diperoleh akan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mentega
No. 01-3744-1995 dan standar dari Eropa dan Selandia Baru.
Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan mulai dari bulan September
sampai dengan Nopember 2008. Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi
Karantina Hewan Sementara (IKHS) Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno
Hatta. Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Bagian Kesmavet Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Total dari 67 sampel mentega impor dari Perancis (46 sampel) dan Selandia
Baru (21 sampel) diperiksa terhadap kualitas mikrobiologi (jumlah kuman
Stafilokokus, koliform dan kapang – kamir). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata jumlah kuman Stafilokokus, koliform dan kapang – kamir pada
mentega impor dari Perancis dan Selandia Baru berturut-turut adalah 14±92 cfu/g,
93±318 cfu/g, dan 76830±96116 cfu/g. Dibandingkan dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) tentang mentega, 1 sampel (1.5%) mentega dari Perancis tidak
sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam SNI disebabkan jumlah kuman
Stafilokokus lebih tinggi. Dibandingkan dengan standar Negara asal, 14 sampel
mentega Perancis tidak sesuai dengan Standar Uni Eropa, 1 sampel (0.5%)
memiliki jumlah kuman Stafilokokus lebih tinggi dan 13 sampel (28.3%)
memiliki jumlah koliform lebih tinggi. Dua puluh sampel mentega impor asal
Selandia Baru tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Australian-New
Zealand Standard, 1 sampel (4.8%) memiliki jumlah koliform lebih tinggi dan 19
sampel (90.5%) memiliki jumlah kapang dan kamir lebih tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut di atas, disarankan kepada pihak karantina hewan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap keamanan dan kualitas mentega impor dan
produk asal hewan lainnya.
Kata kunci: mentega impor, jumlah stafilokokus, koliform, kapang kamir
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KUALITAS MIKROBIOLOGIK MENTEGA IMPOR DARI
PERANCIS DAN SELANDIA BARU
EDI DARUDJATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. drh. Mirnawati B. Sudarwanto
Judul Tesis
Nama
NIM
: Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor dari Perancis dan
Selandia Baru
: Edi Darudjati
: B251064134
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si
Ketua
Dr. drh. A. Winny Sanjaya, M.S
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 19 Januari 2009
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat
dan HidayahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
bertemakan keamanan pangan pada mentega impor yang dilaksanakan sejak bulan
Oktober 2008 dengan judul Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor dari Perancis
dan Selandia Baru.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. drh. Denny
Widaya Lukman, M.Si. dan Ibu Dr. drh. A. Winny Sanjaya, M.S selaku dosen
pembimbing tesis atas bimbingan, dorongan dan arahan yang diberikan; kepada
Prof. Dr. drh. Mirnawati B. Sudarwanto selaku Penguji Luar Komisi pada ujian
tesis atas koreksi dan masukan, serta kepada Ibu Ir. Etih Sudarnika, M.Si atas
bantuan konsultasi pengambilan contoh.
Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Karantina
Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang pascasarjana, pimpinan beserta staf Balai Besar Karantina
Pertanian Soekarno Hatta yang telah memfasilitasi selama pengumpulan dan
pengujian sampel, khususnya kepada Bapak Ir. Syukur Iwantoro, M.S, MBA,
Bapak Ir. Hari Priyono M.Si, Bapak drh. Hadi Wardoko MM, Bapak drh Basir
Nainggolan, Bapak D. Indra Mulya, SSos, M.Si, Bapak drh. Dwi Agus
Sudaryanto, Bapak drh. Fadjar Agus S.
Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Tedi, Bapak
Bapak Agus, Hendra, Bowo, Loisa dan Okta atas bantuannya dalam pelaksanaan
pengujian di laboratorium, serta kepada rekan–rekan di kelas khusus karantina
(Arief, Arum, Iswan, Duma, Endah, Era, Maya, Melani, Muji, Nunung, Tatit,
Rita, Risma, dan Yoyok) atas bantuan, kerjasama dan dukungannya selama ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Yurike Elisadewi
Ratnasari, ananda Rizal Pradana Reswara, ibunda Sri Wulan serta seluruh
keluarga atas segala doa, dorongan semangat dan pengertian yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk Badan Karantina Pertanian
khususnya dan untuk masyarakat pada umumnya.
Bogor, Januari 2009
Edi Darudjati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 18 Maret 1970 dari ayahanda
R.H. Soepardjo (Alm) dan ibunda Sri Wulan. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara, menikah dengan drh Yurike Elisadewi Ratnasari dan dikaruniai
satu orang putra, Rizal Pradana Reswara.
Pendidikan SD ditempuh di Kunduran pada tahun 1977 dan lulus tahun
1983. Pendidikan SMP ditempuh di Kunduran pada tahun 1983 dan lulus pada
tahun 1986. Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Blora dan melanjutkan
ke perguruan tinggi di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta dan lulus sebagai dokter hewan pada tahun 1995. Pada tahun 2007,
penulis melanjutkan studi magister (S2) pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan
beasiswa dari Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian.
Penulis mulai bekerja sebagai calon Medik Veteriner Pertama di Stasiun
Karantina Hewan Kelas I Sam Ratulangi Manado mulai tahun 2004. Mulai tahun
2007 sampai dengan saat ini, penulis diperbantukan di Balai Besar Karantina
Pertanian Soekarno Hatta.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiv
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Mentega ...............................................................................................
Kualitas Mentega .................................................................................
Proses Pembuatan Mentega .................................................................
Evaluasi Kualitas Mentega ..................................................................
Penyimpanan Mentega ........................................................................
4
4
5
5
10
10
BAHAN DAN METODE .............................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat ....................................................................................
Besaran Sampel ...................................................................................
Pengujian Sampel ................................................................................
12
12
12
12
12
Analisis Data ……...............................................................................
14
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
Pengujian Mikrobiologik Mentega ....................................................
Keberadaan Stafilokokus pada Mentega .............................................
Keberadaan Koliform pada Mentega ..................................................
Keberadaan Kapang Kamir pada Mentega .........................................
Penyimpangan pada Mentega ……….................................................
15
15
18
19
21
22
Kerusakan pada Mentega …………....................................................
Penerapan Good Hygienic Practice pada Proses Produksi Mentega ..
23
23
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
Simpulan ..............................................................................................
Saran ....................................................................................................
25
25
25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
26
LAMPIRAN ...................................................................................................
29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumen saat ini semakin menuntut persyaratan kualitas pangan yang
terjamin baik. Persyaratan mutu pangan yang baik dan aman dikonsumsi meliputi
produk yang bebas residu, baik residu bahan hayati, residu kimia seperti pestisida,
logam berat, antibiotika, hormon, dan obat-obatan lainnya, maupun terhadap
cemaran mikroorganisme.
Pangan asal hewan (daging, susu, telur dan hasil olahannya) dikategorikan
sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food) dan sebagai pangan yang
berpotensi mengandung bahaya (potentially hazardous foods).
Hal tersebut
karena pangan asal hewan memiliki faktor–faktor yang mendukung pertumbuhan
mikroorganisme, terutama bakteri, antara lain mengandung zat gizi yang baik,
memiliki nilai pH yang mendekati netral, dan memiliki aktivitas air (aw) di atas
0.85. Keberadaan mikroorganisme dalam pangan sangat mempengaruhi kualitas
dan keamanan pangan tersebut.
Pentingnya keamanan pangan sejalan dengan semakin baiknya kesadaran
masyarakat terhadap pangan asal hewan dan produknya yang berkualitas, artinya
selain nilai gizi tinggi, produk tersebut tidak mengandung bahan berbahaya. Oleh
karena itu, keamanan pangan asal hewan dan produknya merupakan persyaratan
mutlak dan selalu merupakan isu aktual yang perlu mendapat perhatian dari
produsen, konsumen, dan pemangku kebijakan. Badan Karantina Pertanian
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008
mempunyai tugas melakukan pengawasan keamanan hayati hewan dan nabati.
Pengujian mikrobiologik pada pangan perlu dilaksanakan dalam rangka
menjamin keamanan dan kualitas pangan. Analisis mikrobiologik kuantitatif pada
pangan merupakan salah satu pengujian yang umum dan rutin diterapkan dalam
rangka pengawasan dan pengendalian kualitas dan keamanan pangan (Lukman
2004). Salah satu metode menghitung jumlah mikroorganisme dalam produk
makanan adalah metode hitungan cawan aerob (aerobic plate count). Jumlah
mikroorganisme pada contoh bahan makanan yang diperoleh dengan metode ini
merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat pada contoh
tersebut. Metode ini merupakan metode yang sangat berguna dan dianjurkan
dalam pemeriksaan rutin.
Mentega sebagai salah satu produk olahan susu merupakan suatu produk
emulsi, yaitu tipe emulsi air dalam minyak dengan karateristik plastis. Kualitas
mentega tergantung pada kualitas krim yang digunakan dan penanganan lebih
lanjut pada produk akhir. Krim yang telah mengalami kerusakan oleh kamir atau
bakteri akan mempunyai rasa kurang enak yang akan terbawa ke mentega.
Mentega yang dibuat dari krim yang diproses melalui pasteurisasi dengan baik,
peralatan dan kualitas air yang digunakan baik, akan terhindar dari kontaminasi
mikroorganisme,
sehingga
mentega
tersebut
mempunyai
kandungan
mikroorganisme pencemar sedikit atau bahkan tidak ada (Rahman et al. 1992).
Proses pembuatan dan tenaga pengolah yang tidak menjaga kondisi higiene yang
baik serta sanitasi peralatan pengolah mentega yang tidak baik memiliki potensi
terjadinya kontaminasi mentega oleh mikroorganisme (Marth dan Steel 2001).
Mentega yang dijual di Indonesia umumnya diimpor dari negara lain,
terutama dari negara Selandia Baru, Perancis, Amerika Serikat, dan Jerman.
Volume impor mentega ke dalam Indonesia dari beberapa negara dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1
Volume impor mentega oleh Indonesia dari beberapa negara tahun
2008
No.
Asal Negara
Jumlah (000 ton)
1.
Selandia Baru
11 020.00
2.
Perancis
3 498.90
3.
Amerika Serikat
2 737.75
4.
Jerman
2 000.00
5.
Belanda
1 250.00
6.
Irlandia
1 020.00
7.
Swedia
480.00
8.
Belgia
89.80
(Rekapitulasi Data Operasional Impor Teknik dan Metoda Karantina Hewan 2008)
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kualitas mikrobiologik mentega yang diimpor dari Perancis dan
Selandia Baru
2. Membandingkan kualitas mikrobiologik yang diperoleh akan dibandingkan
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mentega No. 01-3744-1995 dan
standar dari masing-masing negara pengekspor.
Manfaat
1. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pentingnya
pengawasan terhadap kualitas mikrobiologik mentega impor sebagai upaya
perlindungan kesehatan masyarakat.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi
Badan Karantina Pertanian dalam membuat petunjuk teknis impor mentega.
Hipotesis
Kualitas mikrobiologik mentega dari Perancis dan Selandia Baru baik dan
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mentega No. 01-3744-1995 dan
standar dari Eropa dan Selandia Baru.
TINJAUAN PUSTAKA
Mentega
Mentega merup
rupakan suatu produk emulsi, yaitu tipe emulsi
em
air dalam
minyak dengan karate
rateristik plastis (Rahman et al. 1992). Menur
nurut Brocklehurst
dan Wilson (2000)) emulsi air dalam minyak tersusun atass fase cair yang
terdispersi sebagai droplet
dro
yang berbentuk sferik atau tidak beratu
aturan dengan fase
minyak yang berisii kkristal lemak (Gambar 1). Emulsi air dala
alam lemak dapat
terkontaminasi oleh mikroorganisme
m
selama proses produksi di pab
pabrik.
Tabel 2 Tipe emulsi
em
beberapa makanan (Brocklehurst dan Wi
Wilson 2000)
Tipe emulsi
Minyak dalam air
Air dalam minyak
Produk
Konsent
ntrasi lemak (%)
Mayonais
28-85
Krim salad
25
Susu
3-4
Krim susu
12-60
Mentega
80-84
Margarin
80
Lema
mak
non globula
glo
Kristal
tal
lemak
Drople
plet
air
Globula
lemak
Ga
Gambar
1 Struktur mentega (Anonim 2008a)
Petumbuhan mikroorganisme dalam makanan beremulsi menyebabkan
kerusakan makanan akibat produksi gas atau metabolit oleh bakteri atau kamir
atau dapat terjadi perubahan akibat pertumbuhan koloni bakteri, kamir atau
kapang.
Beberapa makanan tipe emulsi menyebabkan pertumbuhan bakteri
pembentuk toksin. Komponen lemak mempunyai peranan dalam pertumbuhan
mikroorganisme (Brocklehurst dan Wilson 2000).
Kualitas Mentega
Mentega yang baik mempunyai kadar lemak minimal 83%, kadar air
maksimum 16%, kadar protein maksimum 1%, garam maksimum 5/1000, zat
warna food grade maksimum 3/10000, dan tidak boleh terdapat bahan–bahan
ataupun mineral lainnya (Rahman et al. 1992)
Berdasarkan proses pengolahannya, mentega diklasifikasikan menjadi: (1)
mentega ripening, dan (2) mentega non-ripening;
sedangkan berdasarkan
rasanya, mentega diklasifikasikan menjadi (1) mentega asin (salted butter), dan
(2) mentega tawar (unsalted butter).
Nilai gizi mentega tergantung pada kandungan lemaknya dan vitaminvitamin yang larut dalam lemak. Mentega adalah sumber vitamin A yang baik
dan merupakan makanan berenergi tinggi yaitu sekitar 7-8 kalori per gram.
Kandungan gizi dari mentega dapat dilihat pada Tabel 3.
Proses Pembuatan Mentega
Teknologi pembuatan mentega merupakan suatu rangkaian proses yang
komplek (Speer dan Mixa 1995). Menurut Walstra et al. dan Kornacki et al.
proses pembuatan mentega dilakukan dalam beberapa tahap (Gambar 2).
Pemisahan Krim. Pemisahan krim dilakukan dengan menggunakan alat
separator mekanis sentrifugal. Proses pemisahan krim dapat dilakukan pada suhu
antara 40-50 oC, namun pemisahan krim pada suhu tersebut berpotensi terjadi
pertumbuhan bakteri. Beberapa alat separator krim didesain untuk pemakaian
pada suhu rendah (-5 oC).
Pemisahan krim dengan prinsip sentrifugal akan
membantu terpisahnya kotoran, benda asing maupun sel somatik yang mungkin
terbawa dalam susu sebagai bahan baku mentega (Robinson 2002).
Tabel 3 Kandungan gizi mentega (USDA 2007)
Salted
Unsalted
717
717
Kandungan air, %
15.87
17.94
Protein, g
0.85
0.85
Lemak, g
81.11
81.11
Kolesterol, mg
215
215
Karbohidrat, g
0.06
0.06
Abu, g
2.11
0.04
Vitamin A, IU
2499
2499
Vitamin E (alfa-tokoferol), mg
2.32
2.32
3
3
Niasin, mg
0.04
0.04
Riboflavin, mg
0.034
0.03
Tiamin, mg
0.005
0.005
Vitamin B6, mg
0.003
0.003
56
56
Asam pantotenat, mg
0.11
0.11
Vitamin B12, g
0.17
0.17
Vitamin K, g
7
7
Kalsium, mg
24
24
0.02
0.02
Magnesium, mg
2
2
Fosfor, mg
24
24
Potasium, mg
24
24
Sodium, mg
576
11
Zinc, mg
0.09
0.09
1
1
Kandungan (per 100g)
Energi, kcal
Folat, g
Vitamin D, IU
Besi, mg
Selenium, g
Susu segar
Pemisahan krim
Krim
35%lemak
Pasteurisasi (HTST)
85oC 15 detik
5%
Starter
Penambahan starter
Inkubasi
14 oC 20 jam
Pengadukan
(Churning)
14 oC
Susu tumbuk
(buttermilk)
Air 12 oC
Pewarnaan dan
penggaraman
Pemisahan
Pengepakan
Bakal mentega
Homogenisasi
Pencucian
Pematangan
10 oC 7 hari
Pengulian
Mentega
Susu tumbuk
(buttermilk)
Gambar 2 Proses pembuatan mentega (Walstra 2006; Kornacki et al. 2001)
Pasteurisasi Krim. Pasteurisasi krim dilakukan pada suhu 85 oC selama 15
detik. Penggunaan suhu tinggi tidak merusak cita rasa (flavor) krim, tetapi enzim
di dalam krim, khususnya lipase, mengalami kerusakan. Lipase adalah enzim
yang dapat menyebabkan ketengikan pada produk (Rahman et al. 1992). Tujuan
pasteurisasi krim adalah (1) membunuh bakteri, kapang dan kamir, (2)
menginaktifkan enzim, (3) agar mentega yang dihasilkan mempunyai kualitas
yang baik dan dapat seragam, (4) mengurangi penyimpangan-penyimpangan pada
flavor yang akan dibentuk (Walstra et al. 2006).
Penambahan Starter. Penambahan starter berkisar antara 3-5 persen dari
volume krim. Pada pembuatan mentega yang tidak ditambah garam, persentase
starter yang digunakan lebih banyak dan keasaman krim setelah pemeraman
berkisar antara 0.40-0.45 persen asam laktat (Rahman et al. 1992). Menurut
Varnam dan Sutherland (1994) komposisi starter yang biasa ditambahkan pada
mentega adalah Lactococcus lactis subspesies lactis atau L. lactis subspesies
cremoris dikombinasikan dengan L. lactis subspesies diacetyl lactis atau
Leuconostoc mesenteroides subspesies cremoris.
Pengadukan (Churning).
Sebelum dilakukan pengadukan sebaiknya
suhu, keasaman, dan viskositas dari krim harus diperhatikan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada pengadukan adalah:
1. Pengadukan dikerjakan pada suhu 5-10 oC. Kondisi ini adalah kondisi yang
optimum.
Pengadukan secara lambat dikerjakan pada suhu 10 oC selama
semalam atau secara cepat pada suhu 3-4 oC selama 3 jam.
2. Jumlah krim yang dimasukkan churner adalah 1/3 sampai ½ kapasitas isi
churner untuk krim berkadar lemak 30-33%.
3. Keasaman krim harus 0.4-0.5%; (4) Kadar krim yang ideal adalah antara 3033%. Apabila kadar krim lebih dari 40% maka akan terjadi banyak kehilangan
lemak (Rahman et al. 1992).
Pada proses pengadukan, partikel-partikel mentega akan terbentuk terpisah
dengan serumnya yang disebut buttermilk. Serum harus dibuang (dikeluarkan dari
churner) diganti dengan air yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu
mentega. Jumlah air yang ditambahkan kurang lebih sama dengan jumlah serum
yang dibuang. Kemudian diadakan proses pengadukan yang kedua, caranya sama
dengan pengadukan sebelumnya. Serum yang terbentuk dibuang lagi, kemudian
dicuci dengan air seperti semula. Demikian seterusnya proses pengadukan dan
pencucian ini diulang 4 atau 5 kali (Rahman et al. 1992).
Pengulian (Working). Tujuan dari pengulian adalah: (1) membentuk bahan
mentega lebih kompak dan masif, (2) menghomogenkan garam yang ditambahkan
ke seluruh bagian mentega, (3) mengeluarkan serum atau butter milk yang
mungkin masih tersisa, dan (4) mengatur kadar air mentega. Alat yang digunakan
untuk proses pengulian mentega dapat berupa churner atau alat yang bekerja
dengan prinsip kneading untuk mengaduk seperti alat pembuat roti (Rahman et al.
1992).
Penambahan Zat Warna. Warna mentega sangat bervariasi karena warna
ini dipengaruhi oleh pakan hewan, misalnya bila pemberian hijauan kurang maka
untuk memperjelas warna dari mentega biasanya ditambahkan zat warna pada
krim. Warna yang digunakan untuk mentega bervariasi antara kuning sampai
kuning keemasan. Zat warna yang biasa digunakan untuk mentega adalah:
- Zat warna yang diekstrak dari tumbuh-tumbuhan misalnya Bixa orellana yaitu
bixin untuk zat warna kuning dan ocellin untuk warna merah.
- Karoten yang diekstrak dari wortel atau yang sintetis. Penggunaan karoten
tidak memberikan warna yang baik pada mentega tetapi dapat meningkatkan
kandungan nutrisi dari produk.
- Zat warna yang berbentuk tablet. Zat warna ini mengandung pula pati, gula,
garam, soda dan flavor. Zat warna standar ada bermacam-macam tergantung
dari konsentrasi kalium bikromat yang ada dalam sulfur (Rahman et al. 1992)
Penggaraman.
Penambahan garam hanya dilakukan apabila diinginkan
mentega yang rasanya asin.
Jumlah garam yang ditambahkan harus
diperhitungkan agar mentega yang dihasilkan mempunyai kadar garam 1-2%.
Apabila penambahan garam terlalu banyak, maka komponen-komponen cita rasa
dan aroma akan hilang. Selain sebagai pembentuk rasa asin, garam juga berfungsi
sebagai pengawet.
Gambar 3 Mesin pengaduk mentega (churner) (Anonim 2008a)
Evaluasi Kualitas Mentega
Fennema et al. (1985) menyatakan evaluasi kualitas mentega setelah selesai
diproduksi biasanya dilakukan baik oleh industri sendiri maupun oleh pihak yang
berwenang melakukan pemeriksaan kualitas mentega.
Evaluasi yang biasa
dilakukan oleh produsen adalah: kualitas susu dan krim yang dipergunakan
khususnya terhadap pH dan rasa, kandungan air, kandungan lemak juga
kandungan garam (khusus untuk salted butter), persyaratan tingkat mutu yang
dikehendaki pasar dan jenis mentega
Adapun evaluasi yang biasa dilakukan oleh pihak yang berwenang
melakukan pemeriksaan kualitas mentega adalah pemeriksaan organoleptik yang
meliputi keadaan fisik, rasa, bau dan tekstur, serta kandungan air dan pH.
Penyimpanan Mentega
Salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
kualitas
mentega
adalah
penyimpanan. Penyimpanan yang baik dapat menjaga kualitas mentega. Untuk
mencegah terjadinya kerusakan seperti tengik, melindungi mentega dari panas,
cahaya maupun udara sebaiknya mentega disimpan di refrigerator. Mentega dapat
disimpan di refrigerator sekitar 2 minggu pada suhu di bawah 4.4 °C (40 °F).
Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan perubahan bau.
Mentega sebaiknya tidak disimpan pada suhu ruangan lebih dari 2 hari. Apabila
mentega akan dipergunakan untuk jangka waktu lebih dari 2 minggu, sebaiknya
penyimpanan dilakukan pada suhu beku -17.5 oC(Schmutz et al. 2007).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan September sampai
dengan November 2008.
Sampel diambil dari Instalasi Karantina Hewan
Sementara Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta dan pengujian
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel mentega, agar
Vogel Johnson (Pronadisa 1092.00), agar violet red bile (Pronadisa 1079.00), agar
potato dextrose (Pronadisa 1056.00), buffered peptone water (Bacto 1807-17-4),
dan tellurite 1% (1Merck 05164.0100).
Alat yang digunakan meliputi timbangan digital, spatel, botol (150 ml) atau
tabung reaksi (20-50 ml) steril, shaker (pengocok mekanis), pipet steril 1, 5, 10
dan 11 ml, cawan petri steril (diameter 100 mm, tinggi 15 mm), penangas air,
inkubator 35 °C, alat penghitung, Quebec colony counter, termometer, kantung
plastik, label, dan spidol.
Besaran Sampel
Dari data yang diperoleh, rata rata frekuensi pemasukan mentega yang
dilalulintaskan melalui Bandara Soekarno Hatta setiap bulannya menunjukkan
bahwa frekuensi pemasukan mentega dari negara Perancis dua kali lebih banyak
daripada frekuensi pemasukan dari negara Selandia Baru. Dengan demikian, rasio
pengambilan sampel mentega antara Perancis dan Selandia Baru adalah 2:1.
Sampel mentega yang diambil adalah mentega tanpa garam (unsalted
butter). Setiap satu kali pemasukan mentega, sampel yang diambil sebanyak 7
sampel. Total jumlah sampel yang diambil sebanyak 67 sampel meliputi: 46
sampel mentega asal Perancis (6 kali pengapalan) dan 21 sampel mentega asal
Selandia Baru (3 kali pengapalan).
Jumlah sampel yang diambil dari setiap
negara pengekspor dilakukan secara proporsional dengan metode probability
proportional to size (McGeen 2004). Penentuan 7 sampel mentega yang diambil
di instalasi dilakukan secara acak (random).
Pengujian Sampel
Pemeriksaan mikrobiologik sampel mentega impor meliputi jumlah
stafilokokus, jumlah koliform, dan jumlah kapang kamir. Analisis kuantitatif
mikrobiologik dilakukan dengan metode hitungan cawan dengan cara tuang
(Lukman et al. 2007). Sampel mentega sebanyak 10 gram diencerkan secara
desimal dalam larutan buffered peptone water (BPW) 90 ml bersuhu 40 °C,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri (diameter 10 cm) sebanyak 1.0 ml,
dan kemudian dituangkan media agar cair sebanyak 12-15 ml (45 °C), dibiarkan
memadat, dan diinkubasi.
Pengujian jumlah stafilokokus.
Sampel mentega diencerkan secara
desimal dengan buffered peptone water 0.1% (suhu 40 °C). Sebanyak 1.0 ml
sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, lalu
dituangkan ke dalamnya 10-15 ml agar Vogel-Johnson yang telah ditambah
tellurite 1%. Setelah agar memadat, cawan petri diinkubasi dalam inkubator
bersuhu 35+1 °C selama 24-48 jam. Koloni stafilokokus yang dihitung adalah
koloni kecil berwarna hitam dengan zona terang
Pengujian jumlah koliform. Sampel mentega diencerkan secara desimal
dengan buffered peptone water 0.1% (suhu 40 °C). Sebanyak 1.0 ml sampel yang
telah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, lalu dituangkan ke
dalamnya 5-10 ml agar violet red bile. Setelah agar memadat, tuangkan kembali
5-10 ml agar violet red bile di atas media yang memadat, cawan petri diinkubasi
dalam inkubator bersuhu 35+1 °C selama 24-48 jam. Koloni koliform yang
dihitung adalah koloni kecil berwarna kemerahan
Pengujian jumlah kapang-kamir.
Sampel mentega diencerkan secara
desimal dengan buffered peptone water 0.1% (suhu 40 °C). Sebanyak 1.0 ml
sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, lalu
dituangkan ke dalamnya agar potato dextrose. Setelah agar memadat, cawan petri
diinkubasi dalam inkubator bersuhu 35+1 °C selama 5 hari. Koloni kapang-kamir
berwarna hitam
Analisis Data
Data yang dihasilkan dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
statistika deskripsi. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) statistika deskripsi
adalah bidang statistika yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan,
menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bias memberikan informasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Mikrobiologik Mentega
Sampel mentega yang menjadi bahan penelitian adalah mentega impor dari
Perancis dan Selandia Baru. Total jumlah sampel mentega yang diambil sebanyak
67 sampel meliputi: 46 sampel mentega asal Perancis (6 kali pengapalan) dan 21
sampel mentega asal Selandia Baru (3 kali pengapalan).
Pemeriksaan
mikrobiologik sampel mentega impor meliputi jumlah stafilokokus, jumlah
koliform, dan jumlah kapang kamir.
Secara umum hasil pengujian mikrobiologis terhadap mentega yang diimpor
dari Perancis dan Selandia Baru diperoleh rata-rata jumlah stafilokokus, koliform,
dan kapang-kamir berturut-turut adalah 14±92 cfu/g, 93±318 cfu/g, 76830±96116
cfu/g. Jumlah ketiga jenis mikroorganisme (stafilokokus, koliform, dan kapangkamir) pada mentega asal Perancis relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
mentega asal Selandia Baru, khususnya jumlah kapang-kamir (112605±99307
cfu/g). Secara rinci, jumlah ketiga jenis mikroorganisme pada mentega yang
diimpor dari Perancis dan Selandia Baru dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Jumlah stafilokokus, koliform, dan kapang-kamir mentega yang
diimpor dari Perancis dan Selandia Baru
Jumlah
stafilokokus
(cfu/g)
Jumlah koliform
(cfu/g)
Jumlah kapangkamir (cfu/g)
21±112
113±353
112605±99307
Selandia Baru
(n = 21)
PERANCIS DAN SELANDIA BARU
EDI DARUDJATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan tesis Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor
dari Perancis dan Selandia Baru adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Edi Darudjati
NIM B251064134
ABSTRACT
EDI DARUDJATI. Microbiological Quality of Imported Butter from French and
New Zealand. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and A WINNY
SANJAYA.
Foods of animal origin such as meat, eggs, and milk, are categorized as
perishable and potentially hazardous foods since they could spread foodborne
disease and zoonoses. Therefore, they must be safe and suitable for human
consumption. Butter is one of milk product must also comply with that
requirements. The aim of this research is to observe the microbiological quality
of butter which is imported into Indonesia. A total of 67 butter samples imported
from French (46 samples) and New Zealand (21 samples) were examined for
microbiological quality (Staphylococci count, coliform count, and yeast and mold
count). The result showed that the mean counts of Staphylococci, coliform, and
yeast and mold of butter imported from French and New Zealand were 14±92
cfu/g, 93±318 cfu/g, and 76830±96116 cfu/g, consecutively. Comparing to the
Indonesian National Standard (SNI) for Butter, 1 sample (1.5%) of butter
imported from French was not in compliance with the SNI due to its higher
Staphylococci count. Comparing to the standard of origin country, 14 samples of
butter from French did not comply with the European standard, i.e. 1 sample
(0.5%) contained higher Staphylococci count and 13 samples (28.3%) higher
coliform count. Twenty samples of butter imported from New Zealand were not
accordanced with the Australian-New Zealand Standard, i.e. 1 sample (4.8%)
showed higher coliform count and 19 samples (90.5%) higher yeast and mold
count. Based on the result, it is recommended that the examination on safety and
quality of imported butter and other animal products should be considered as the
animal quarantine measures.
Key words: imported butter, staphylococci count, coliform count, yeast and mold
count
RINGKASAN
EDI DARUDJATI. Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor dari Perancis dan
Selandia Baru. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan A. WINNY
SANJAYA.
Pangan asal hewan (daging, susu, telur dan hasil olahannya) dikategorikan
sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food) dan sebagai pangan yang
berpotensi mengandung bahaya (potentially hazardous foods). Oleh karena itu,
mentega sebagai salah satu pangan asal hewan harus aman dan layak untuk
dikonsumsi. Keberadaan mikroorganisme dalam pangan sangat mempengaruhi
kualitas dan keamanan pangan tersebut. Oleh sebab itu, pengujian mikrobiologik
pada pangan perlu dilaksanakan dalam rangka jaminan keamanan dan kualitas
pangan. Analisis mikrobiologik kuantitatif pada pangan merupakan salah satu
pengujian yang umum dan rutin diterapkan dalam rangka pengawasan dan
pengendalian kualitas dan keamanan pangan
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kualitas mikrobiologik mentega
yang diimpor dari Perancis dan Selandia Baru. Kualitas mikrobiologik yang
diperoleh akan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mentega
No. 01-3744-1995 dan standar dari Eropa dan Selandia Baru.
Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan mulai dari bulan September
sampai dengan Nopember 2008. Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi
Karantina Hewan Sementara (IKHS) Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno
Hatta. Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Bagian Kesmavet Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Total dari 67 sampel mentega impor dari Perancis (46 sampel) dan Selandia
Baru (21 sampel) diperiksa terhadap kualitas mikrobiologi (jumlah kuman
Stafilokokus, koliform dan kapang – kamir). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata jumlah kuman Stafilokokus, koliform dan kapang – kamir pada
mentega impor dari Perancis dan Selandia Baru berturut-turut adalah 14±92 cfu/g,
93±318 cfu/g, dan 76830±96116 cfu/g. Dibandingkan dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) tentang mentega, 1 sampel (1.5%) mentega dari Perancis tidak
sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam SNI disebabkan jumlah kuman
Stafilokokus lebih tinggi. Dibandingkan dengan standar Negara asal, 14 sampel
mentega Perancis tidak sesuai dengan Standar Uni Eropa, 1 sampel (0.5%)
memiliki jumlah kuman Stafilokokus lebih tinggi dan 13 sampel (28.3%)
memiliki jumlah koliform lebih tinggi. Dua puluh sampel mentega impor asal
Selandia Baru tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Australian-New
Zealand Standard, 1 sampel (4.8%) memiliki jumlah koliform lebih tinggi dan 19
sampel (90.5%) memiliki jumlah kapang dan kamir lebih tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut di atas, disarankan kepada pihak karantina hewan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap keamanan dan kualitas mentega impor dan
produk asal hewan lainnya.
Kata kunci: mentega impor, jumlah stafilokokus, koliform, kapang kamir
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KUALITAS MIKROBIOLOGIK MENTEGA IMPOR DARI
PERANCIS DAN SELANDIA BARU
EDI DARUDJATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. drh. Mirnawati B. Sudarwanto
Judul Tesis
Nama
NIM
: Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor dari Perancis dan
Selandia Baru
: Edi Darudjati
: B251064134
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si
Ketua
Dr. drh. A. Winny Sanjaya, M.S
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 19 Januari 2009
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat
dan HidayahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
bertemakan keamanan pangan pada mentega impor yang dilaksanakan sejak bulan
Oktober 2008 dengan judul Kualitas Mikrobiologik Mentega Impor dari Perancis
dan Selandia Baru.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. drh. Denny
Widaya Lukman, M.Si. dan Ibu Dr. drh. A. Winny Sanjaya, M.S selaku dosen
pembimbing tesis atas bimbingan, dorongan dan arahan yang diberikan; kepada
Prof. Dr. drh. Mirnawati B. Sudarwanto selaku Penguji Luar Komisi pada ujian
tesis atas koreksi dan masukan, serta kepada Ibu Ir. Etih Sudarnika, M.Si atas
bantuan konsultasi pengambilan contoh.
Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Karantina
Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang pascasarjana, pimpinan beserta staf Balai Besar Karantina
Pertanian Soekarno Hatta yang telah memfasilitasi selama pengumpulan dan
pengujian sampel, khususnya kepada Bapak Ir. Syukur Iwantoro, M.S, MBA,
Bapak Ir. Hari Priyono M.Si, Bapak drh. Hadi Wardoko MM, Bapak drh Basir
Nainggolan, Bapak D. Indra Mulya, SSos, M.Si, Bapak drh. Dwi Agus
Sudaryanto, Bapak drh. Fadjar Agus S.
Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Tedi, Bapak
Bapak Agus, Hendra, Bowo, Loisa dan Okta atas bantuannya dalam pelaksanaan
pengujian di laboratorium, serta kepada rekan–rekan di kelas khusus karantina
(Arief, Arum, Iswan, Duma, Endah, Era, Maya, Melani, Muji, Nunung, Tatit,
Rita, Risma, dan Yoyok) atas bantuan, kerjasama dan dukungannya selama ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Yurike Elisadewi
Ratnasari, ananda Rizal Pradana Reswara, ibunda Sri Wulan serta seluruh
keluarga atas segala doa, dorongan semangat dan pengertian yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk Badan Karantina Pertanian
khususnya dan untuk masyarakat pada umumnya.
Bogor, Januari 2009
Edi Darudjati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 18 Maret 1970 dari ayahanda
R.H. Soepardjo (Alm) dan ibunda Sri Wulan. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara, menikah dengan drh Yurike Elisadewi Ratnasari dan dikaruniai
satu orang putra, Rizal Pradana Reswara.
Pendidikan SD ditempuh di Kunduran pada tahun 1977 dan lulus tahun
1983. Pendidikan SMP ditempuh di Kunduran pada tahun 1983 dan lulus pada
tahun 1986. Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Blora dan melanjutkan
ke perguruan tinggi di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta dan lulus sebagai dokter hewan pada tahun 1995. Pada tahun 2007,
penulis melanjutkan studi magister (S2) pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan
beasiswa dari Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian.
Penulis mulai bekerja sebagai calon Medik Veteriner Pertama di Stasiun
Karantina Hewan Kelas I Sam Ratulangi Manado mulai tahun 2004. Mulai tahun
2007 sampai dengan saat ini, penulis diperbantukan di Balai Besar Karantina
Pertanian Soekarno Hatta.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiv
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Mentega ...............................................................................................
Kualitas Mentega .................................................................................
Proses Pembuatan Mentega .................................................................
Evaluasi Kualitas Mentega ..................................................................
Penyimpanan Mentega ........................................................................
4
4
5
5
10
10
BAHAN DAN METODE .............................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat ....................................................................................
Besaran Sampel ...................................................................................
Pengujian Sampel ................................................................................
12
12
12
12
12
Analisis Data ……...............................................................................
14
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
Pengujian Mikrobiologik Mentega ....................................................
Keberadaan Stafilokokus pada Mentega .............................................
Keberadaan Koliform pada Mentega ..................................................
Keberadaan Kapang Kamir pada Mentega .........................................
Penyimpangan pada Mentega ……….................................................
15
15
18
19
21
22
Kerusakan pada Mentega …………....................................................
Penerapan Good Hygienic Practice pada Proses Produksi Mentega ..
23
23
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
Simpulan ..............................................................................................
Saran ....................................................................................................
25
25
25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
26
LAMPIRAN ...................................................................................................
29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumen saat ini semakin menuntut persyaratan kualitas pangan yang
terjamin baik. Persyaratan mutu pangan yang baik dan aman dikonsumsi meliputi
produk yang bebas residu, baik residu bahan hayati, residu kimia seperti pestisida,
logam berat, antibiotika, hormon, dan obat-obatan lainnya, maupun terhadap
cemaran mikroorganisme.
Pangan asal hewan (daging, susu, telur dan hasil olahannya) dikategorikan
sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food) dan sebagai pangan yang
berpotensi mengandung bahaya (potentially hazardous foods).
Hal tersebut
karena pangan asal hewan memiliki faktor–faktor yang mendukung pertumbuhan
mikroorganisme, terutama bakteri, antara lain mengandung zat gizi yang baik,
memiliki nilai pH yang mendekati netral, dan memiliki aktivitas air (aw) di atas
0.85. Keberadaan mikroorganisme dalam pangan sangat mempengaruhi kualitas
dan keamanan pangan tersebut.
Pentingnya keamanan pangan sejalan dengan semakin baiknya kesadaran
masyarakat terhadap pangan asal hewan dan produknya yang berkualitas, artinya
selain nilai gizi tinggi, produk tersebut tidak mengandung bahan berbahaya. Oleh
karena itu, keamanan pangan asal hewan dan produknya merupakan persyaratan
mutlak dan selalu merupakan isu aktual yang perlu mendapat perhatian dari
produsen, konsumen, dan pemangku kebijakan. Badan Karantina Pertanian
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008
mempunyai tugas melakukan pengawasan keamanan hayati hewan dan nabati.
Pengujian mikrobiologik pada pangan perlu dilaksanakan dalam rangka
menjamin keamanan dan kualitas pangan. Analisis mikrobiologik kuantitatif pada
pangan merupakan salah satu pengujian yang umum dan rutin diterapkan dalam
rangka pengawasan dan pengendalian kualitas dan keamanan pangan (Lukman
2004). Salah satu metode menghitung jumlah mikroorganisme dalam produk
makanan adalah metode hitungan cawan aerob (aerobic plate count). Jumlah
mikroorganisme pada contoh bahan makanan yang diperoleh dengan metode ini
merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat pada contoh
tersebut. Metode ini merupakan metode yang sangat berguna dan dianjurkan
dalam pemeriksaan rutin.
Mentega sebagai salah satu produk olahan susu merupakan suatu produk
emulsi, yaitu tipe emulsi air dalam minyak dengan karateristik plastis. Kualitas
mentega tergantung pada kualitas krim yang digunakan dan penanganan lebih
lanjut pada produk akhir. Krim yang telah mengalami kerusakan oleh kamir atau
bakteri akan mempunyai rasa kurang enak yang akan terbawa ke mentega.
Mentega yang dibuat dari krim yang diproses melalui pasteurisasi dengan baik,
peralatan dan kualitas air yang digunakan baik, akan terhindar dari kontaminasi
mikroorganisme,
sehingga
mentega
tersebut
mempunyai
kandungan
mikroorganisme pencemar sedikit atau bahkan tidak ada (Rahman et al. 1992).
Proses pembuatan dan tenaga pengolah yang tidak menjaga kondisi higiene yang
baik serta sanitasi peralatan pengolah mentega yang tidak baik memiliki potensi
terjadinya kontaminasi mentega oleh mikroorganisme (Marth dan Steel 2001).
Mentega yang dijual di Indonesia umumnya diimpor dari negara lain,
terutama dari negara Selandia Baru, Perancis, Amerika Serikat, dan Jerman.
Volume impor mentega ke dalam Indonesia dari beberapa negara dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1
Volume impor mentega oleh Indonesia dari beberapa negara tahun
2008
No.
Asal Negara
Jumlah (000 ton)
1.
Selandia Baru
11 020.00
2.
Perancis
3 498.90
3.
Amerika Serikat
2 737.75
4.
Jerman
2 000.00
5.
Belanda
1 250.00
6.
Irlandia
1 020.00
7.
Swedia
480.00
8.
Belgia
89.80
(Rekapitulasi Data Operasional Impor Teknik dan Metoda Karantina Hewan 2008)
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kualitas mikrobiologik mentega yang diimpor dari Perancis dan
Selandia Baru
2. Membandingkan kualitas mikrobiologik yang diperoleh akan dibandingkan
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mentega No. 01-3744-1995 dan
standar dari masing-masing negara pengekspor.
Manfaat
1. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pentingnya
pengawasan terhadap kualitas mikrobiologik mentega impor sebagai upaya
perlindungan kesehatan masyarakat.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi
Badan Karantina Pertanian dalam membuat petunjuk teknis impor mentega.
Hipotesis
Kualitas mikrobiologik mentega dari Perancis dan Selandia Baru baik dan
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mentega No. 01-3744-1995 dan
standar dari Eropa dan Selandia Baru.
TINJAUAN PUSTAKA
Mentega
Mentega merup
rupakan suatu produk emulsi, yaitu tipe emulsi
em
air dalam
minyak dengan karate
rateristik plastis (Rahman et al. 1992). Menur
nurut Brocklehurst
dan Wilson (2000)) emulsi air dalam minyak tersusun atass fase cair yang
terdispersi sebagai droplet
dro
yang berbentuk sferik atau tidak beratu
aturan dengan fase
minyak yang berisii kkristal lemak (Gambar 1). Emulsi air dala
alam lemak dapat
terkontaminasi oleh mikroorganisme
m
selama proses produksi di pab
pabrik.
Tabel 2 Tipe emulsi
em
beberapa makanan (Brocklehurst dan Wi
Wilson 2000)
Tipe emulsi
Minyak dalam air
Air dalam minyak
Produk
Konsent
ntrasi lemak (%)
Mayonais
28-85
Krim salad
25
Susu
3-4
Krim susu
12-60
Mentega
80-84
Margarin
80
Lema
mak
non globula
glo
Kristal
tal
lemak
Drople
plet
air
Globula
lemak
Ga
Gambar
1 Struktur mentega (Anonim 2008a)
Petumbuhan mikroorganisme dalam makanan beremulsi menyebabkan
kerusakan makanan akibat produksi gas atau metabolit oleh bakteri atau kamir
atau dapat terjadi perubahan akibat pertumbuhan koloni bakteri, kamir atau
kapang.
Beberapa makanan tipe emulsi menyebabkan pertumbuhan bakteri
pembentuk toksin. Komponen lemak mempunyai peranan dalam pertumbuhan
mikroorganisme (Brocklehurst dan Wilson 2000).
Kualitas Mentega
Mentega yang baik mempunyai kadar lemak minimal 83%, kadar air
maksimum 16%, kadar protein maksimum 1%, garam maksimum 5/1000, zat
warna food grade maksimum 3/10000, dan tidak boleh terdapat bahan–bahan
ataupun mineral lainnya (Rahman et al. 1992)
Berdasarkan proses pengolahannya, mentega diklasifikasikan menjadi: (1)
mentega ripening, dan (2) mentega non-ripening;
sedangkan berdasarkan
rasanya, mentega diklasifikasikan menjadi (1) mentega asin (salted butter), dan
(2) mentega tawar (unsalted butter).
Nilai gizi mentega tergantung pada kandungan lemaknya dan vitaminvitamin yang larut dalam lemak. Mentega adalah sumber vitamin A yang baik
dan merupakan makanan berenergi tinggi yaitu sekitar 7-8 kalori per gram.
Kandungan gizi dari mentega dapat dilihat pada Tabel 3.
Proses Pembuatan Mentega
Teknologi pembuatan mentega merupakan suatu rangkaian proses yang
komplek (Speer dan Mixa 1995). Menurut Walstra et al. dan Kornacki et al.
proses pembuatan mentega dilakukan dalam beberapa tahap (Gambar 2).
Pemisahan Krim. Pemisahan krim dilakukan dengan menggunakan alat
separator mekanis sentrifugal. Proses pemisahan krim dapat dilakukan pada suhu
antara 40-50 oC, namun pemisahan krim pada suhu tersebut berpotensi terjadi
pertumbuhan bakteri. Beberapa alat separator krim didesain untuk pemakaian
pada suhu rendah (-5 oC).
Pemisahan krim dengan prinsip sentrifugal akan
membantu terpisahnya kotoran, benda asing maupun sel somatik yang mungkin
terbawa dalam susu sebagai bahan baku mentega (Robinson 2002).
Tabel 3 Kandungan gizi mentega (USDA 2007)
Salted
Unsalted
717
717
Kandungan air, %
15.87
17.94
Protein, g
0.85
0.85
Lemak, g
81.11
81.11
Kolesterol, mg
215
215
Karbohidrat, g
0.06
0.06
Abu, g
2.11
0.04
Vitamin A, IU
2499
2499
Vitamin E (alfa-tokoferol), mg
2.32
2.32
3
3
Niasin, mg
0.04
0.04
Riboflavin, mg
0.034
0.03
Tiamin, mg
0.005
0.005
Vitamin B6, mg
0.003
0.003
56
56
Asam pantotenat, mg
0.11
0.11
Vitamin B12, g
0.17
0.17
Vitamin K, g
7
7
Kalsium, mg
24
24
0.02
0.02
Magnesium, mg
2
2
Fosfor, mg
24
24
Potasium, mg
24
24
Sodium, mg
576
11
Zinc, mg
0.09
0.09
1
1
Kandungan (per 100g)
Energi, kcal
Folat, g
Vitamin D, IU
Besi, mg
Selenium, g
Susu segar
Pemisahan krim
Krim
35%lemak
Pasteurisasi (HTST)
85oC 15 detik
5%
Starter
Penambahan starter
Inkubasi
14 oC 20 jam
Pengadukan
(Churning)
14 oC
Susu tumbuk
(buttermilk)
Air 12 oC
Pewarnaan dan
penggaraman
Pemisahan
Pengepakan
Bakal mentega
Homogenisasi
Pencucian
Pematangan
10 oC 7 hari
Pengulian
Mentega
Susu tumbuk
(buttermilk)
Gambar 2 Proses pembuatan mentega (Walstra 2006; Kornacki et al. 2001)
Pasteurisasi Krim. Pasteurisasi krim dilakukan pada suhu 85 oC selama 15
detik. Penggunaan suhu tinggi tidak merusak cita rasa (flavor) krim, tetapi enzim
di dalam krim, khususnya lipase, mengalami kerusakan. Lipase adalah enzim
yang dapat menyebabkan ketengikan pada produk (Rahman et al. 1992). Tujuan
pasteurisasi krim adalah (1) membunuh bakteri, kapang dan kamir, (2)
menginaktifkan enzim, (3) agar mentega yang dihasilkan mempunyai kualitas
yang baik dan dapat seragam, (4) mengurangi penyimpangan-penyimpangan pada
flavor yang akan dibentuk (Walstra et al. 2006).
Penambahan Starter. Penambahan starter berkisar antara 3-5 persen dari
volume krim. Pada pembuatan mentega yang tidak ditambah garam, persentase
starter yang digunakan lebih banyak dan keasaman krim setelah pemeraman
berkisar antara 0.40-0.45 persen asam laktat (Rahman et al. 1992). Menurut
Varnam dan Sutherland (1994) komposisi starter yang biasa ditambahkan pada
mentega adalah Lactococcus lactis subspesies lactis atau L. lactis subspesies
cremoris dikombinasikan dengan L. lactis subspesies diacetyl lactis atau
Leuconostoc mesenteroides subspesies cremoris.
Pengadukan (Churning).
Sebelum dilakukan pengadukan sebaiknya
suhu, keasaman, dan viskositas dari krim harus diperhatikan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada pengadukan adalah:
1. Pengadukan dikerjakan pada suhu 5-10 oC. Kondisi ini adalah kondisi yang
optimum.
Pengadukan secara lambat dikerjakan pada suhu 10 oC selama
semalam atau secara cepat pada suhu 3-4 oC selama 3 jam.
2. Jumlah krim yang dimasukkan churner adalah 1/3 sampai ½ kapasitas isi
churner untuk krim berkadar lemak 30-33%.
3. Keasaman krim harus 0.4-0.5%; (4) Kadar krim yang ideal adalah antara 3033%. Apabila kadar krim lebih dari 40% maka akan terjadi banyak kehilangan
lemak (Rahman et al. 1992).
Pada proses pengadukan, partikel-partikel mentega akan terbentuk terpisah
dengan serumnya yang disebut buttermilk. Serum harus dibuang (dikeluarkan dari
churner) diganti dengan air yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu
mentega. Jumlah air yang ditambahkan kurang lebih sama dengan jumlah serum
yang dibuang. Kemudian diadakan proses pengadukan yang kedua, caranya sama
dengan pengadukan sebelumnya. Serum yang terbentuk dibuang lagi, kemudian
dicuci dengan air seperti semula. Demikian seterusnya proses pengadukan dan
pencucian ini diulang 4 atau 5 kali (Rahman et al. 1992).
Pengulian (Working). Tujuan dari pengulian adalah: (1) membentuk bahan
mentega lebih kompak dan masif, (2) menghomogenkan garam yang ditambahkan
ke seluruh bagian mentega, (3) mengeluarkan serum atau butter milk yang
mungkin masih tersisa, dan (4) mengatur kadar air mentega. Alat yang digunakan
untuk proses pengulian mentega dapat berupa churner atau alat yang bekerja
dengan prinsip kneading untuk mengaduk seperti alat pembuat roti (Rahman et al.
1992).
Penambahan Zat Warna. Warna mentega sangat bervariasi karena warna
ini dipengaruhi oleh pakan hewan, misalnya bila pemberian hijauan kurang maka
untuk memperjelas warna dari mentega biasanya ditambahkan zat warna pada
krim. Warna yang digunakan untuk mentega bervariasi antara kuning sampai
kuning keemasan. Zat warna yang biasa digunakan untuk mentega adalah:
- Zat warna yang diekstrak dari tumbuh-tumbuhan misalnya Bixa orellana yaitu
bixin untuk zat warna kuning dan ocellin untuk warna merah.
- Karoten yang diekstrak dari wortel atau yang sintetis. Penggunaan karoten
tidak memberikan warna yang baik pada mentega tetapi dapat meningkatkan
kandungan nutrisi dari produk.
- Zat warna yang berbentuk tablet. Zat warna ini mengandung pula pati, gula,
garam, soda dan flavor. Zat warna standar ada bermacam-macam tergantung
dari konsentrasi kalium bikromat yang ada dalam sulfur (Rahman et al. 1992)
Penggaraman.
Penambahan garam hanya dilakukan apabila diinginkan
mentega yang rasanya asin.
Jumlah garam yang ditambahkan harus
diperhitungkan agar mentega yang dihasilkan mempunyai kadar garam 1-2%.
Apabila penambahan garam terlalu banyak, maka komponen-komponen cita rasa
dan aroma akan hilang. Selain sebagai pembentuk rasa asin, garam juga berfungsi
sebagai pengawet.
Gambar 3 Mesin pengaduk mentega (churner) (Anonim 2008a)
Evaluasi Kualitas Mentega
Fennema et al. (1985) menyatakan evaluasi kualitas mentega setelah selesai
diproduksi biasanya dilakukan baik oleh industri sendiri maupun oleh pihak yang
berwenang melakukan pemeriksaan kualitas mentega.
Evaluasi yang biasa
dilakukan oleh produsen adalah: kualitas susu dan krim yang dipergunakan
khususnya terhadap pH dan rasa, kandungan air, kandungan lemak juga
kandungan garam (khusus untuk salted butter), persyaratan tingkat mutu yang
dikehendaki pasar dan jenis mentega
Adapun evaluasi yang biasa dilakukan oleh pihak yang berwenang
melakukan pemeriksaan kualitas mentega adalah pemeriksaan organoleptik yang
meliputi keadaan fisik, rasa, bau dan tekstur, serta kandungan air dan pH.
Penyimpanan Mentega
Salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
kualitas
mentega
adalah
penyimpanan. Penyimpanan yang baik dapat menjaga kualitas mentega. Untuk
mencegah terjadinya kerusakan seperti tengik, melindungi mentega dari panas,
cahaya maupun udara sebaiknya mentega disimpan di refrigerator. Mentega dapat
disimpan di refrigerator sekitar 2 minggu pada suhu di bawah 4.4 °C (40 °F).
Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan perubahan bau.
Mentega sebaiknya tidak disimpan pada suhu ruangan lebih dari 2 hari. Apabila
mentega akan dipergunakan untuk jangka waktu lebih dari 2 minggu, sebaiknya
penyimpanan dilakukan pada suhu beku -17.5 oC(Schmutz et al. 2007).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan September sampai
dengan November 2008.
Sampel diambil dari Instalasi Karantina Hewan
Sementara Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta dan pengujian
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel mentega, agar
Vogel Johnson (Pronadisa 1092.00), agar violet red bile (Pronadisa 1079.00), agar
potato dextrose (Pronadisa 1056.00), buffered peptone water (Bacto 1807-17-4),
dan tellurite 1% (1Merck 05164.0100).
Alat yang digunakan meliputi timbangan digital, spatel, botol (150 ml) atau
tabung reaksi (20-50 ml) steril, shaker (pengocok mekanis), pipet steril 1, 5, 10
dan 11 ml, cawan petri steril (diameter 100 mm, tinggi 15 mm), penangas air,
inkubator 35 °C, alat penghitung, Quebec colony counter, termometer, kantung
plastik, label, dan spidol.
Besaran Sampel
Dari data yang diperoleh, rata rata frekuensi pemasukan mentega yang
dilalulintaskan melalui Bandara Soekarno Hatta setiap bulannya menunjukkan
bahwa frekuensi pemasukan mentega dari negara Perancis dua kali lebih banyak
daripada frekuensi pemasukan dari negara Selandia Baru. Dengan demikian, rasio
pengambilan sampel mentega antara Perancis dan Selandia Baru adalah 2:1.
Sampel mentega yang diambil adalah mentega tanpa garam (unsalted
butter). Setiap satu kali pemasukan mentega, sampel yang diambil sebanyak 7
sampel. Total jumlah sampel yang diambil sebanyak 67 sampel meliputi: 46
sampel mentega asal Perancis (6 kali pengapalan) dan 21 sampel mentega asal
Selandia Baru (3 kali pengapalan).
Jumlah sampel yang diambil dari setiap
negara pengekspor dilakukan secara proporsional dengan metode probability
proportional to size (McGeen 2004). Penentuan 7 sampel mentega yang diambil
di instalasi dilakukan secara acak (random).
Pengujian Sampel
Pemeriksaan mikrobiologik sampel mentega impor meliputi jumlah
stafilokokus, jumlah koliform, dan jumlah kapang kamir. Analisis kuantitatif
mikrobiologik dilakukan dengan metode hitungan cawan dengan cara tuang
(Lukman et al. 2007). Sampel mentega sebanyak 10 gram diencerkan secara
desimal dalam larutan buffered peptone water (BPW) 90 ml bersuhu 40 °C,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri (diameter 10 cm) sebanyak 1.0 ml,
dan kemudian dituangkan media agar cair sebanyak 12-15 ml (45 °C), dibiarkan
memadat, dan diinkubasi.
Pengujian jumlah stafilokokus.
Sampel mentega diencerkan secara
desimal dengan buffered peptone water 0.1% (suhu 40 °C). Sebanyak 1.0 ml
sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, lalu
dituangkan ke dalamnya 10-15 ml agar Vogel-Johnson yang telah ditambah
tellurite 1%. Setelah agar memadat, cawan petri diinkubasi dalam inkubator
bersuhu 35+1 °C selama 24-48 jam. Koloni stafilokokus yang dihitung adalah
koloni kecil berwarna hitam dengan zona terang
Pengujian jumlah koliform. Sampel mentega diencerkan secara desimal
dengan buffered peptone water 0.1% (suhu 40 °C). Sebanyak 1.0 ml sampel yang
telah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, lalu dituangkan ke
dalamnya 5-10 ml agar violet red bile. Setelah agar memadat, tuangkan kembali
5-10 ml agar violet red bile di atas media yang memadat, cawan petri diinkubasi
dalam inkubator bersuhu 35+1 °C selama 24-48 jam. Koloni koliform yang
dihitung adalah koloni kecil berwarna kemerahan
Pengujian jumlah kapang-kamir.
Sampel mentega diencerkan secara
desimal dengan buffered peptone water 0.1% (suhu 40 °C). Sebanyak 1.0 ml
sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, lalu
dituangkan ke dalamnya agar potato dextrose. Setelah agar memadat, cawan petri
diinkubasi dalam inkubator bersuhu 35+1 °C selama 5 hari. Koloni kapang-kamir
berwarna hitam
Analisis Data
Data yang dihasilkan dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
statistika deskripsi. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) statistika deskripsi
adalah bidang statistika yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan,
menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bias memberikan informasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Mikrobiologik Mentega
Sampel mentega yang menjadi bahan penelitian adalah mentega impor dari
Perancis dan Selandia Baru. Total jumlah sampel mentega yang diambil sebanyak
67 sampel meliputi: 46 sampel mentega asal Perancis (6 kali pengapalan) dan 21
sampel mentega asal Selandia Baru (3 kali pengapalan).
Pemeriksaan
mikrobiologik sampel mentega impor meliputi jumlah stafilokokus, jumlah
koliform, dan jumlah kapang kamir.
Secara umum hasil pengujian mikrobiologis terhadap mentega yang diimpor
dari Perancis dan Selandia Baru diperoleh rata-rata jumlah stafilokokus, koliform,
dan kapang-kamir berturut-turut adalah 14±92 cfu/g, 93±318 cfu/g, 76830±96116
cfu/g. Jumlah ketiga jenis mikroorganisme (stafilokokus, koliform, dan kapangkamir) pada mentega asal Perancis relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
mentega asal Selandia Baru, khususnya jumlah kapang-kamir (112605±99307
cfu/g). Secara rinci, jumlah ketiga jenis mikroorganisme pada mentega yang
diimpor dari Perancis dan Selandia Baru dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Jumlah stafilokokus, koliform, dan kapang-kamir mentega yang
diimpor dari Perancis dan Selandia Baru
Jumlah
stafilokokus
(cfu/g)
Jumlah koliform
(cfu/g)
Jumlah kapangkamir (cfu/g)
21±112
113±353
112605±99307
Selandia Baru
(n = 21)