Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L) Merill) di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI
(Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN
SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR

NURNIDYA BTARI KHADIJAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Pemasaran dan
Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L) Merill) di Desa Sukasirna Kecamatan
Sukaluyu Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Nurnidya Btari Khadijah
NIM H34100036

ABSTRAK
NURNIDYA BTARI KHADIJAH. Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai
(Glycine Max (L) Merill) di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten
Cianjur. Dibimbing oleh RITA NURMALINA.
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki harga relatif
murah dibandingkan bahan makanan sumber protein hewani. Adanya pemasaran
kedelai polong muda membuat ketersediaan kedelai polong tua berkurang di
pasar. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis fungsi pemasaran, kelembagaan,
saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar; menganalisis marjin
pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya; menghitung
nilai tambah tahu, tempe, dan tauco. Metode analisis untuk nilai tambah
menggunakan metode Hayami. Pengambilan data menggunakan metode
purposive sampling. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran
pemasaran kedelai polong tua dan empat saluran pemasaran kedelai polong muda.

Lembaga pemasaran menjalankan fungsi pemasaran serta menghadapi struktur
pasar yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran III merupakan
saluran yang relatif efisien untuk saluran pemasaran kedelai polong tua. Saluran
yang relatif efisien pada pemasaran kedelai polong muda adalah saluran II. Hasil
nilai tambah menunjukkan bahwa tauco memiliki rasio nilai tambah terbesar
dibandingkan tahu dan tempe.
Kata kunci: kedelai, marjin pemasaran, nilai tambah, saluran pemasaran

ABSTRACT
NURNIDYA BTARI KHADIJAH. Marketing System and Value Added of
Soybean (Glycine Max (L) Merill) product in Sukasirna Village, Sukaluyu
District, Cianjur Regency. Supervised by Rita Nurmalina
Soy is a source of vegetable protein which has relatively lower price
compared to other source from animal protein. The marketing of young soybean
pods make the availability of old soybean pods decrease in the market. The
objective of this research is to analyze functions of marketing, the agency,
marketing channel, market structure and market behavior; to analyze marketing
margin, farmer’s share, and the ratio of benefits to costs; to calculate value added
of tofu, tempe, and tauco. Analysis method for value added was conducted with
Hayami method. Collecting data was conducted with purposive sampling method.

This study shown that there are three marketing channels for old soybean pods
and four marketing channels for young soybean pods. The marketing system
institutions perform functions of marketing and face the different market
structures. The result showed that the third channel was relatively efficient to
distribute old soybean pods. The channel which is relatively efficient in the
marketing of young soybean pods was channel two. The results of value added
showed that tauco has the largest value added ratio than tofu and tempe.
Keywords : marketing channel, marketing margin, soybean, value added

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI
(Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN
SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR

NURNIDYA BTARI KHADIJAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L)
Merill) di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur
Nama
: Nurnidya Btari Khadijah
NIM
: H34100036

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah pemasaran dan nilai tambah, dengan judul
Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L) Merill) Di Desa
Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku
pembimbing yang telah memberikan saran, arahan, kesabaran, dan waktu kepada
penulis selama penulisan skripsi. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ir
Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji utama dan Anita Primaswari
Widhiani, SP MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak
memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Jaelani dari Badan Penyuluh
Pertanian Perikanan dan Kehutanan Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu, Bapak

Karno dari Gabungan Kelompok Tani Desa Sukasirna, yang telah membantu
selama pengumpulan data. Kemudian penghargaan juga penulis sampaikan
kepada Perusahaan Triputra Group yang telah memberikan beasiswa pendidikan
selama menjalani perkuliahan di IPB. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayah, ibu, kedua adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala
dukungan dari rekan-rekan Agribinis 47.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Nurnidya Btari Khadijah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi


DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

5


Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

6

Penelitian Terdahulu

6

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran Operasional

METODE PENELITIAN

8
8
12
13

Lokasi dan Waktu Penelitian

14

Jenis dan Sumber Data

14

Pengumpulan Data

14

Pengolahan dan Analisis Data


15

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

17

Karakteristik Petani Responden

19

Status Usahatani Kedelai

20

Karakteristik Pelaku Pemasaran Responden


21

Gambaran Umum Usaha Pengolahan Kedelai

22

Sistem Pemasaran Kedelai

26

Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran

26

Analisis Saluran Pemasaran

29

Analisis Struktur Pasar

34

Analisis Perilaku Pasar

35

Analisis Marjin Pemasaran

36

Analisis Farmer’s Share

41

Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya

41

Nilai Tambah Produk Olahan Kedelai

42

Analisis Nilai Tambah

42

SIMPULAN DAN SARAN

45

Simpulan

45

Saran

46

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

48

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Perbandingan antara kadar protein kedelai dengan beberapa bahan
makanan
Data produksi kedelai (ton) di Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012
Struktur pasar untuk pangan dan serat
Analisis nilai tambah metode Hayami
Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Sukasirna
tahun 2013
Sebaran jumlah penduduk di Desa Sukasirna berdasarkan mata
pencaharian tahun 2013
Karakteristik petani responden berdasarkan usia
Karakteristik petani responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan
Karakteristik petani responden berdasarkan status usahatani
Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan
Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani
kedelai
Karakteristik pedagang responden berdasarkan usia
Karakteristik pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikan
Rincian bahan penolong dalam pembuatan tahu
Rincian bahan penolong dalam pembuatan tempe
Rincian bahan penolong dalam pembuatan tauco
Pelaksanaan fungsi lembaga pemasaran kedelai di Desa Sukasirna
Marjin pemasaran kedelai dalam bentuk polong tua di Desa
Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu
Marjin pemasaran kedelai dalam bentuk polong muda di Desa
Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu
Farmer’s share pada setiap saluran pemasaran Desa Sukasirna
Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran pemasaran kedelai di
Desa Sukasirna
Harga kedelai berdasarkan produk olahan kedelai
Analisis nilai tambah olahan kedelai (tahu, tempe, tauco) dengan
metode Hayami

2
2
10
17
18
18
19
19
20
20
20
21
21
22
22
24
25
27
38
40
41
42
42
44

DAFTAR GAMBAR
Marjin Pemasaran
Kerangka pemikiran operasional
Tahapan pembuatan tahu
Tahapan pembuatan tempe
Tahapan pembuatan tauco
Skema saluran pemasaran kedelai polong tua di Desa Sukasirna,
Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
7. Skema saluran pemasaran kedelai polong muda di Desa Sukasirna,
Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

11
13
23
24
26
31
33

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5
6
7

Data produksi kedelai di Kabupaten Cianjur tahun 2013
Luas panen, produktivitas, produksi, dan volume impor komoditas
kedelai di Indonesia tahun 2010-2013
Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung kedelai
di rumah tangga menurut hasil Susenas, 2002-2012 serta prediksi
2013-2014
Fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran kedelai polong
tua di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu
Fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran kedelai polong
muda di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu
Biaya pemasaran (Rp/kg) setiap saluran
Dokumentasi penelitian

48
48

48
49
50
51
52

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan
nasional dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor ini mampu menyerap
sebagian besar tenaga kerja di Indonesia dan memberikan kontribusi terhadap
PDB nasional. Salah satu subsektor dalam sektor pertanian yang mempunyai
peran strategis adalah tanaman pangan yang memberikan kontribusi paling tinggi
diantara subsektor pertanian lainnya. Pemerintah telah menetapkan tiga komoditas
utama dalam tanaman pangan yang menjadi proritas nasional selama tahun 20102014 yaitu padi, jagung, dan kedelai. Sektor tanaman pangan merupakan
penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia. Tanaman pangan
merupakan tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein. Tanaman
palawija adalah tanaman pertanian semusim yang ditanam di lahan kering.
Penggolongan tanaman pangan dan palawija adalah serealia (padi, jagung,
gandum), kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau), dan umbi (ubi
kayu, ubi jalar).
Kedelai (Glycine max (L) Merill) merupakan tanaman pangan yang penting
setelah padi dan jagung serta memiliki kandungan gizi yang baik. Kandungan
protein dalam kedelai mencapai 35%, bahkan pada varietas unggul kadar
proteinnya mencapai 40-43%. Jika dibandingkan dengan beras, jagung, tepung
singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, bahkan kandungan
protein kedelai hampir menyamai kandungan protein pada susu skim kering
(Cahyadi 2009). Selain itu kedelai memiliki protein nabati, lesitin serta memiliki
kandungan vitamin A, B kompleks, dan E, kalsium, fosfor, magnesium, zat besi,
dan anti oksidan yang baik bagi kesehatan tubuh. Kandungan gizi serta protein
yang tinggi menjadikan kedelai potensial untuk dikembangkan di Indonesia.
Beberapa argumen tentang pentingnya pengembangan kedelai adalah (1)
pertambahan jumlah penduduk; (2) usaha tani kedelai melibatkan lebih dari dua
juta rumah tangga petani; (3) peningkatan pendapatan masyarakat dan kesadaran
pentingnya mengonsumsi protein nabati; (4) perkembangan industri makanan
berbahan baku kedelai, seperti tahu, tempe, kecap, dan tauco; serta (5)
perkembangan industri pakan yang salah satu komponen utamanya adalah bungkil
kedelai (Zakaria 2010).
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki harga relatif
murah dibandingkan bahan makanan sumber protein nabati lainnya seperti kacang
hijau dan kacang tanah. Masyarakat Indonesia mengonsumsi biji kedelai dalam
bentuk olahan yaitu menjadi tahu, tempe, tauco, oncom, kecap, dan susu kedelai.
Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan umumnya dibuat melalui
proses yang sederhana, dan hanya memakai teknologi sederhana seperti alat-alat
yang dipakai di rumah tangga. Beberapa keuntungan pengolahan kedelai dapat
dilihat dari segi kesehatan dan segi ekonomi. Kedelai hasil olahan memberikan
keuntungan dari segi kesehatan diantaranya (1) meningkatkan kandungan gizi
tersedia; (2) meningkatkan cita rasa; (3) menghilangkan komponen antigizi.
Keuntungan dari segi ekonomi adalah dapat meningkatkan nilai tambah dengan

2
cara mengolah kedelai menjadi produk yang bervariasi (Warisno dan Dahana
2010).
Olahan kedelai berupa tahu dan tempe merupakan pangan utama yang
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tempe memiliki kandungan gizi yang
dapat memberikan pengaruh hipokolesterolemik, antidiare khususnya karena
bakteri E. coli enteropatogenik dan antioksidan (Cahyadi 2009). Tempe juga
memberikan sumber vitamin B 12 dan menjadi bahan makanan yang baik untuk
kaum vegetarian sebagai pengganti daging. Tahu merupakan olahan kedelai yang
bertekstur lunak, berwarna putih atau kuning dan memiliki kandungan gizi
diantaranya kalsium, fosfor, dan zat besi. Tauco dipakai sebagai penyedap rasa
pada makanan karena baunya yang khas serta mempunyai nilai gizi yang terdiri
dari protein 10 persen, lemak 5 persen, dan karbohidrat 24 persen (Cahyadi, 2009).
Tabel 1 Perbandingan antara kadar protein kedelai dengan beberapa bahan
makanan
Jenis makanan
Kadar protein (%)
Susu skim kering
36.00
Kedelai
35.00
Kacang hijau
22.00
Daging
19.00
Ikan segar
17.00
Telur ayam
13.00
Jagung
9.20
Beras
6.80
Tepung singkong
1.10
Sumber : Cahyadi. (2009).

Tanaman kedelai dapat ditanam di lahan sawah dan di lahan kering. Lahan sawah
memiliki potensi yang besar dalam mendukung peningkatan produksi kedelai
dibandingkan dengan lahan kering. Kedelai dapat ditanam setelah penanaman padi
dilakukan dan tidak memerlukan pengolahan tanah kembali sehingga dapat menghemat
biaya produksi. Di Indonesia, total luas panen kedelai pada tahun 2013 sebesar 554 132
hektar dengan tingkat produksi mencapai 807 568 ton dan produktivitas sebesar 14.57
kuintal per hektar (BPS 2013a).

Tabel 2 Data produksi kedelai (ton) di Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012
No Kabupaten
1
2
3
4
5

Garut
Cianjur
Sumedang
Ciamis
Sukabumi

2008
7 796
8 932
1 605
1 581
1 461

2009
12 056
12 364
6 163
7 236
2 829

Tahun
2010
19 235
9 424
7 365
2 371
3 142

2011
15 298
10 330
5 435
5 946
4 985

2012
21 610
6 984
3 802
3 601
3 797

Pertumbuhan
(%)
7.26
0.30
2.37
2.83
1.47

Sumber : Badan Pusat Statistik 2013b (diolah).

Sentra produksi kedelai di Indonesia berdasarkan produksi tertinggi adalah
di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Jawa

3
Barat. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Indonesia.
Salah satu sentra produksi kedelai impor kedelai di Jawa Barat adalah berada di
Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki produksi kedelai tertinggi kedua
setelah Kabupaten Garut tetapi pertumbuhan produksi kedelai di Cianjur hanya
sebesar 0.30 persen. Adanya kebijakan dari pemerintah Cianjur mengenai pola
tanam bergantian antara padi dan palawija, membuat tanaman kedelai banyak
ditanam di wilayah ini. Selain itu, kedelai merupakan komoditas pangan unggulan
kedua setelah padi di Kabupaten Cianjur.
Salah satu sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur berada di
Kecamatan Sukaluyu dengan produksi pada tahun 2013 sebesar 1 190 ha. Desa
Sukasirna merupakan desa yang berada di Kecamatan Sukaluyu dan sebagian
besar penduduk di desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani dan
membudidayakan tanaman kedelai. Desa ini memiliki pengolah kedelai berupa
tahu dan tempe. Sumber kedelai yang dipakai sebagai bahan baku berasal dari
petani di sekitar Desa Sukasirna. Tauco merupakan salah satu produk fermentasi
tradisional dan termasuk makanan khas Kabupaten Cianjur. Pengolahan kedelai
menjadi tahu, tempe, dan tauco diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan
tingkat keuntungan. Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah diuraikan,
kedelai sangat penting untuk dikembangkan. Komoditi ini dapat terus
dikembangkan melalui sistem pemasaran yang baik serta dengan adanya proses
pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah.

Perumusan Masalah
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Food Agriculture Organization
(2013a), pada tahun 2012 Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 1.9 juta ton.
Tingginya permintaan kedelai di Indonesia membuat impor kedelai meningkat.
Lonjakan importasi kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri
rumahan seperti industri tahu dan tempe (Pusdatin 2013a). Selain itu, penyebab
terjadinya impor kedelai akibat dari penurunan luas panen kedelai yang terjadi di
Indonesia. Penurunan ini menyebabkan turunnya produksi kedelai hingga pada
tahun 2013 produksi dapat mencapai 807 568 ton dengan produktivitas sebesar
14,57 kuintal per hektar (BPS 2013a). Turunnya jumlah produksi kedelai
membuat pemerintah melakukan impor kedelai ke Indonesia untuk memenuhi
konsumsi kedelai di dalam negeri.
Harga rata-rata kedelai lokal pada bulan September 2013 adalah sebesar
Rp10 687 per kilogram atau mengalami peningkatan 11.4% dibandingkan harga
rata-rata pada bulan September 2012 yaitu sebesar Rp9 592 per kilogram
(Kemendag 2013). Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 49
Tahun 2013 menetapkan harga penjualan kedelai di tingkat perajin tahu atau
tempe adalah sebesar Rp 8 490 per kilogram, yang berlaku mulai 10 September
2013 (Kementan 2013). Kenaikan harga ini disebabkan oleh melemahnya nilai
tukar rupiah terhadap dolar. Kedelai yang dipasok ke Indonesia berasal dari
Amerika, Malaysia, Afrika Selatan, dan China dan mayoritas dalam bentuk
kedelai segar. Sebanyak 1 989 252 ton kedelai diimpor dari Amerika pada tahun
2012 (Pusdatin 2013b). Harga kedelai yang mengacu kepada harga dolar Amerika

4
ikut melambung. Kenaikan harga kedelai juga diakibatkan oleh masalah stok di
pasar yang mengalami kekurangan dan meningkatnya aktivitas spekulan.
Produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi stok kedelai sebanyak 700
000 ton sedangkan kebutuhan kedelai dalam negeri bisa mencapai 2.5 juta ton per
tahun 1 . Besarnya konsumsi biji kedelai yang diolah menjadi tahu dan tempe
berada di atas rata-rata konsumsi kedelai segar. Rata-rata konsumsi tahu pada
tahun 2002-2012 sebesar 7.28 kilogram/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi tempe
adalah sebesar 7.61 kilogram/kapita/tahun. Bentuk olahan kedelai yang lain
seperti tauco memiliki rata-rata konsumsi yang lebih rendah dibandingkan
konsumsi tahu dan tempe yaitu sebesar 0.033% kilogram/kapita/tahun (Pusdatin
2013a).
Berdasarkan informasi harga kedelai di Desa Sukasirna, harga kedelai
polong tua dari petani kepada pedagang pengumpul dan pedagang besar di Desa
Sukasirna pada tahun 2013 berkisar antara Rp6 000 per kilogram dan Rp6 500 per
kilogram. Sebaliknya harga yang harus dibayar oleh konsumen sebesar Rp7 000
per kilogram. Harga kedelai polong muda yang dijual oleh petani ke pedagang
pengumpul sebesar Rp900 per kilogram. Harga yang harus dibayar oleh
konsumen berkisar antara Rp4 500 per kilogram hingga Rp5 333.33 per kilogram.
Perbedaan harga kedelai yang terjadi ditingkat petani dengan konsumen cukup
besar mengindikasikan bahwa terdapat pihak-pihak lembaga pemasaran yang
mengambil keuntungan yang banyak dari sistem pemasaran kedelai di Desa
Sukasirna.
Permasalahan lain yaitu adanya sistem pemasaran kedelai berupa polong
muda dan polong tua. Kedelai polong muda dikonsumsi oleh konsumen dengan
cara merebusnya terlebih dahulu. Kedelai polong tua dijual ke konsumen akhir
yaitu pabrik pengolah kedelai seperti tahu, tempe, dan tauco. Penjualan kedelai
polong muda dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup petani yang mendesak.
Akibatnya adalah berkurangnya ketersediaan kedelai polong tua sebagai bahan
baku tahu dan tempe. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan adanya sistem
pemasaran yang baik serta dengan adanya proses pengolahan untuk meningkatkan
nilai tambah dan tingkat keuntungan pada produk olahan kedelai berupa tahu dan
tempe yang dikembangkan di Desa Sukasirna serta tauco yang merupakan
makanan khas Kabupaten Cianjur. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana sistem pemasaran kedelai polong tua dan polong muda melalui
pendekatan fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur
pasar, dan perilaku pasar di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten
Cianjur?
2. Bagaimana marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya
pada saluran pemasaran kedelai polong tua dan polong muda di Desa Sukasirna,
Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur?
3. Berapa besar nilai tambah yang dapat diciptakan dari pengolahan kedelai
menjadi tahu, tempe, dan tauco?

1

Medan Bisnis. 2013. Bulog Dapat
http://medanbisnisdaily.com/news. Hlm 1

Tambahan

Alokasi

Impor

Kedelai.

http://

5
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis sistem pemasaran kedelai polong tua dan polong muda melalui
pendekatan fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur
pasar, dan perilaku pasar di lokasi penelitian.
2. Menganalisis marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya
pada saluran pemasaran kedelai polong tua dan polong muda di lokasi
penelitian.
3. Menghitung nilai tambah yang dapat diciptakan dari pengolahan kedelai
menjadi tahu, tempe, dan tauco.

Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta
ilmu pengetahuan mengenai sistem pemasaran dan nilai tambah pengolahan
kedelai.
2. Bagi petani, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan bahan
masukan dalam memasarkan dan mengolah kedelai sehingga dapat
meningkatkan pendapatan petani.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu,
Kabupaten Cianjur. Analisis sistem pemasaran yang dilakukan berfokus pada
kedelai yang dipanen polong muda dan polong tua serta tidak termasuk kedelai
yang dijadikan pakan. Responden dalam sistem pemasaran ini adalah petani serta
lembaga pemasaran yang terkait di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu.
Analisis nilai tambah kedelai berfokus pada produk olahan kedelai menjadi tahu
dan tempe yang dilakukan di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu serta tauco
yang berada di Kabupaten Cianjur. Analisis data kualitatif dianalisis melalui
pendekatan fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar,
dan perilaku pasar. Analisis data kuantitatif menghitung marjin pemasaran,
farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis nilai tambah yang
dilakukan pada pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan tauco dilakukan
dengan metode Hayami.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah
mengenai pemasaran atau tataniaga serta nilai tambah produk olahan pangan.
Sistem pemasaran yang dikaji adalah fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran
pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer’s share, dan
rasio keuntungan terhadap biaya. Nilai tambah produk olahan yang dikaji adalah
analisis rasio nilai tambah dengan metode Hayami dan tingkat keuntungan dari
produk pangan.
Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah : 1)
Meryani (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Usahatani dan Tataniaga
Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat; 2) Sinaga
(2008) melakukan penelitian tentang Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing Serta
Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Industri Tempe di Kabupaten Bogor
(Kasus Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup); 3) Tunggadewi (2009) melakukan
penelitian tentang Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah Usaha Tahu dan
Tempe di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur, Kota Bogor; 4) Alang
(2013) melakukan penelitian tentang Analisis Sistem Tataniaga Kedelai di Desa
Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Bogor.
Berdasarkan analisis tataniaga yang dilakukan oleh Meryani, lembaga
pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul, pedagang kecamatan,
pedagang kabupaten, pedagang provinsi dan pedagang pengecer. Petani
melakukan fungsi pertukaran dan fisik sedangkan pada pedagang kecamatan,
pedagang kabupaten, pedagang provinsi dan pedagang pengecer melakukan fungsi
pertukaran, fisik, fasilitas. Saluran tataniaga yang terbentuk ada delapan saluran
tataniaga kedelai yaitu:saluran 1 (petani – pedagang pengumpul – pedagang besar
kecamatan – pengrajin tahu tempe – konsumen); saluran 2 (petani – pedagang
pengumpul – pedagang besar kabupaten – pengrajin tahu tempe – konsumen);
saluran 3 (petani – pedagang pengumpul – pedagang besar kabupaten – pedagang
pengecer – konsumen); saluran 4 (petani – pedagang pengumpul – pedagang besar
kecamatan – pedagang provinsi – pengrajin tahu tempe – konsumen); saluran 5
(petani – pengumpul – pedagang besar kecamatan – pedagang provinsi –
pedagang pengecer – konsumen); saluran 6 (petani – pedagang besar kabupaten –
pedagang pengecer – konsumen); saluran 7 (petani – pedagang besar kabupaten –
pedagang provinsi – pengrajin tahu tempe – konsumen); saluran 8 (petani –
pedagang besar kabupaten – pedagang provinsi – pedagang pengecer –
konsumen).
Struktur yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan
pedagang kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan
dan oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah
persaingan dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang kecamatan atau
kabupaten adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi antara pedagang besar
(kecamatan dan kabupaten) dan pedagang provinsi, dan antara pedagang besar dan
pedagang pengecer adalah pasar oligopoli dan persaingan. Perilaku pasar yang
dihadapi diantaranya adalah penjualan dan pembelian yang dilakukan secara

7
tunai, penentuan harga kedelai melalui proses tawar-menawar kecuali petani yang
ditentukan oleh pedagang pengumpul, dan bentuk kerjasama yang terjadi antara
pedagang pengumpul dengan petani adalah penyediaan benih kedelai dengan
harga yang lebih murah daripada pasar dengan mutu yang sama. Saluran yang
efisien adalah saluran tataniaga enam karena memiliki total marjin tataniaga yang
paling kecil yaitu sebesar Rp1 000 per kilogram (22.22%) dengan volume kedelai
26.67%. Selain itu saluran tataniaga ini juga memiliki farmer’s share yang paling
tinggi sebesar 77.78%. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh saluran
tataniaga enam adalah Rp6.30 per kilogram.
Berdasarkan analisis tataniaga yang dilakukan oleh Alang, lembaga
pemasaran kedelai yang terlibat di Desa Cipeuyeum adalah pedagang pengumpul
kecil dan besar, pedagang grosir, agen, pedagang pengecer, dan pabrikan (pabrik
tahu). Saluran tataniaga yang terdapat di desa ini adalah sebanyak empat saluran
yaitu: saluran 1a (petani – konsumen akhir ) dan saluran 1b (petani – pabrik tahu
luar kabupaten ); saluran 2 (petani – pedagang pengumpul besar – pabrik tahu
dalam kabupaten); saluran 3 (petani – pedagang pengumpul kecil – pedagang
pengumpul besar – pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen akhir );
saluran 4 (petani – pedagang pengumpul besar – agen – pedagang pengecer –
konsumen akhir ).
Struktur pasar menunjukkan bahwa petani pedagang pengumpul kecil, dan
pedagang pengecer menghadapi struktur mendekati pasar persaingan sempurna,
sementara pedagang pengumpul besar, pedagang grosir, dan agen menghadapi
struktur pasar yang cenderung oligopoli dan oligopoli terdeferensiasi. Perilaku
petani dan setiap lembaga tataniaga yaitu melakukan penjualan dan pembelian,
penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama. Saluran tataniaga yang
cenderung paling efisien untuk penjualan kedelai tidak dengan sistem borong
adalah saluran 2. Hal ini terlihat dari nilai marjin yang relatif kecil walaupun
bukan yang terkecil dan nilai farmer’s share yang relatif besar walaupun bukan
yang terbesar. Marjin terkecil dan farmer’s share terbesar diperoleh dari saluran 1,
tetapi saluran ini tidak menjadi saluran paling efisien dikarenakan adanya
hambatan masuk berupa akses terhadap pembeli. Nilai rasio keuntungan terhadap
biaya pada saluran 2 juga memperlihatkan nilai yang relatif besar, yaitu 7.06.
Penelitian yang dilakukan oleh Tunggadewi mengenai nilai tambah usaha
tahu dan tempe dengan metode Hayami menunjukkan bahwa rasio nilai tambah
terbesar terdapat pada tahu dibandingkan tempe. Hasil penelitian ini sama dengan
hasil penelitian pada skripsi ini yaitu nilai tambah tahu lebih besar dibandingkan
nilai tambah tempe. Pangsa tenaga kerja pada tahu dan tempe sama yaitu sebesar
7 persen. Nilai tambah tahu adalah sebesar Rp6 881 sedangkan nilai tambah
tempe Rp4 947. Penelitian nilai tambah kedelai menjadi tempe yang dilakukan
oleh Sinaga dengan metode Hayami, menunjukkan bahwa rasio nilai tambah
kedelai menjadi tempe adalah 21.14 persen. Nilai faktor konversi pada industri
tempe sebesar 1.6 dan nilai koefisien tenaga kerja yang diperoleh sebesar 0.02
HOK.
Berdasarkan pemaparan penelitian terdahulu dapat terlihat bahwa sistem
pemasaran dapat dianalisi dengan metode kuantitatif yaitu menghitung nilai
marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Metode
kualitatif untuk menganalisis fungsi dan kelembagaan pemasaran, saluran

8
pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Metode yang sering digunakan
dalam menghitung nilai tambah adalah dengan metode Hayami.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Pemasaran
Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan pemasaran kepada serangkaian
fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input mulai dari titik
produksi primer sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut yaitu fungsi
pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Kotler (2002) memberikan pengertian
bahwa pemasaran merupakan proses sosial yang didalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas menukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain.
Schaffner et al. (1998) memberikan pengertian bahwa pemasaran dapat
ditinjau dari perspektif makro dan mikro. Perspektif makro menganalisis sistem
pemasaran setelah dari petani yaitu fungsi-fungsi pemasaran atau aktivitas yang
diperlukan untuk menyampaikan produk atau jasa yang berhubungan dengan nilai
guna waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan
atau perusahaan yang terlibat dalam sistem pemasaran tersebut (pengolah,
distributor, agen, broker, grosir, dan pedagang eceran). Berdasarkan perspektif
mikro, pemasaran merupakan proses dalam merencanakan dan melaksanakan
penetapan harga, distribusi dan promosi barang serta jasa untuk menciptakan
kepuasan konsumen.
Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa definisi pemasaran merupakan
suatu proses yang memiliki dua karakteristik dasar yaitu : (1) pemasaran
merupakan serangkaian atau tahapan aktivitas dan peristiwa dari fungsi-fungsi
yang juga akan melibatkan beberapa tempat dan (2) bentuk koordinasi yang
diperlukan dari serangkaian (tahapan) aktivitas atau dalam pergerakan
mengalirnya produk dan jasa dari tangan produsen primer hingga ke tangan
konsumen akhir.
Lembaga dan Fungsi Pemasaran
Pendekatan kelembagaan menurut Asmarantaka (2012) yaitu untuk
menganalisis individu, kelompok, atau organisasi bisnis yang melaksanakan
aktivitas pemasaran dan terdiri dari :
1. Pedagang perantara
Pedagang perantara merupakan individu pedagang yang melakukan
penanganan berbagai fungsi pemasaran dalam pembelian dan penjualan produk
dari produsen ke konsumen. Jenis pedagang yang termasuk dalam kelompok ini
adalah pedagang pengumpul, pedagang eceran, dan pedagang grosir.

9
2. Agen perantara
Agen perantara hanya mewakili klien dalam penanganan produk atau jasa.
Agen ini hanya menguasai produk dan mendapatkan fee dan komisi sebagai
pendapatan.
3. Spekulator
Spekulator yaitu pedagang perantara yang membeli dan menjual produk
untuk mencari keuntungan dengan memanfaatkan adanya pergerakan harga.
4. Pengolah dan pabrikan
Kelompok ini termasuk kelompok yang memiliki aktivitas penanganan
produk dan merubah bentuk bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk
akhir.
5. Organisasi
Organisasi merupakan lembaga yang membantu dan memperlancar aktivitas
pemasaran atau pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran. Misalnya dengan membuat
peraturan, kebijakan, dan penanggungan risiko.
Fungsi pemasaran merupakan kegiatan atau aktivitas bisnis dalam sistem
pemasaran yang akan menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Fungsi pemasaran terdiri dari :
1. Fungsi pertukaran
Fungsi pertukaran merupakan aktivitas dalam perpindahan hak milik barang
atau jasa yang terdiri atas fungsi pembelian, penjualan, dan fungsi pengumpulan.
2. Fungsi fisik
Fungsi fisik merupakan aktivitas penanganan, pergerakan, dan perubahan
fisik dari produk atau jasa serta turunannya. Fungsi ini terdiri atas fungsi
penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, pabrikan, dan pengemasan.
3. Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas berfungsi untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fisik.
Fungsi ini terdiri atas fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi
penanggulangan risiko, komunikasi, dan promosi.
Beberapa karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam melakukan
pendekatan fungsi pemasaran (Kohls dan Uhl 2002), adalah:
1. Dampak dari fungsi tataniaga tidak hanya terjadi pada biaya pemasaran, tetapi
terhadap nilai dari produk pangan yang diterima oleh konsumen. Pengolahan,
pengangkutan, dan penyimpanan menciptakan nilai guna bentuk, ruang, dan
waktu bagi konsumen.
2. Sistem pemasaran memungkinkan mengeliminasi pedagang perantara
(middleman) untuk membuat pemasaran menjadi lebih efisien, tetapi fungsi-fungsi
pemasaran akan sulit untuk bisa dieliminasi.
3. Fungsi pemasaran dapat dilakukan oleh siapa saja (individu, perusahaan, atau
kelompok) dan dimana saja dalam sistem pemasaran
Saluran Pemasaran
Kotler (2004) menyatakan bahwa saluran pemasaran merupakan rangkaian
titik pemindahan barang atau jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen akhir.
Menurut Kohls dan Uhl (2002) saluran pemasaran adalah sekumpulan pelakupelaku usaha (lembaga-lembaga pemasaran) yang saling melakukan aktivitas
bisnis dalam membantu menyampaikan produk dari petani sampai konsumen

10
akhir. Ada tiga jenis saluran tataniaga atau pemasaran yang dapat digunakan yaitu
terdiri dari : (1) saluran komunikasi yang digunakan untuk menyerahkan dan
menerima informasi dari pembeli sasaran, (2) saluran distribusi digunakan untuk
manyampaikan produk atau jasa dari produsen kepada konsumen. Lembaga yang
terlibat dalam saluran ini diantaranya distributor, grosir, pengecer dan agen. (3)
Saluran penjualan untuk melakukan transaksi dengan calon konsumen. Saluran ini
mencakup lembaga keuangan dan perusahaan asuransi yang memberikan
kemudahan dalam transaksi.
Struktur Pasar
Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan bahwa struktur pasar
merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh
perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan suatu pasar, distribusi perusahaan
menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-syarat
masuk pasar, dan penguasaan pasar. Struktur pasar ditentukan oleh empat faktor
yaitu: (1) jumlah atau ukuran perusahaan, (2) kondisi atau keadaan produk, (3)
hambatan untuk memasuki pasar, (4) tingkat pengetahuan atau informasi yang
dimiliki. Berikut ini ada lima jenis struktur pasar pangan dan serat (Dahl and
Hammond, 1977), seperti terdapat pada Tabel 3.
Pasar yang memiliki struktur persaingan sempurna murni mempunyai
karakteristik yaitu pembeli dan penjual adalah sebagai price taker, perusahaan
bebas keluar atau masuk ke industri, produk yang diperjualbelikan bersifat
homogen, dan hambatan untuk keluar dan masuk dalam pasar ini relatif rendah.
Pasar dengan persaingan monopolistik mempunyai karakteristik dimana para
penjual menjual produk yang tidak homogen dan memiliki diferensiasi. Produk
dapat dibedakan berdasarkan kualitas oleh penjual.
Tabel 3 Struktur pasar untuk pangan dan serat
Karakteristik
Struktur Pasar Produk
No Jumlah
Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut pembeli
Perusahaan
1
Banyak
Homogen
Persaingan Murni
Persaingan Murni
2
Banyak
Diferensiasi
Persaingan
Persaingan
Monopolistik
Monopolistik
3
Sedikit
Homogen
Oligopoli Murni
Oligopsoni Murni
4
Sedikit
Diferensiasi
Oligopoli
Oligopsoni
Diferensiasi
Diferensiasi
5
Satu
Unik
Monopoli
Monopsoni
Sumber : Dahl dan Hammond, 1977.
Pasar oligopoli terdiri dari para penjual yang menjual produk bermacammacam jenis hingga produk homogen. Para penjual menetapkan strategi untuk
penetapan harga. Hambatan masuk dan keluar dalam pasar ini tinggi sehingga
jumlah penjual dalam struktur pasar ini sedikit. Karakteristik pada pasar monopoli
diantaranya adalah penjual dapat menetapkan harga (price maker) dan mengatur
harga. Hambatan untuk masuk dan keluar dalam pasar ini tinggi sehingga bagi
pendatang baru sulit untuk masuk ke dalam pasar jenis ini.

11
Perilaku Pasar
Kohls dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa ada 4 hal yang harus
diperhatikan dalam menggambarkan perilaku pasar, yaitu: (1) Input-output system,
digunakan untuk menerangkan bagaimana perusahaan mengelola input yang
dimiliki untuk menghasilkan output bagi perusahaan; (2) Power system,
menjelaskan cara perusahaan dalam suatu sistem pemasaran, misalnya kedudukan
perusahaan dalam suatu sistem pemasaran sebagai perusahaan yang memonopoli
suatu produk sehingga perusahaan dapat sebagai penentu harga; (3)
Communications system, menjelaskan cara mengembangkan sistem komunikasi;
(4) The behavioral system for adapting to internal and external change,
menerangkan cara perusahaaan beradaptasi dalam suatu sistem pemasaran dan
bertahan di pasar.
Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga di tingkat petani
produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau di tingkat retail. Marjin
pemasaran juga menjelaskan perbedaan harga yang terjadi di tingkat petani (Pf)
dan tingkat pengecer (Pr) (Dahl dan Hammond, 1977). Sr adalah supply turunan,
sedangkan Sr menunjukkan supply dasar. Dr adalah demand turunan, sedangkan
Df adalah demand dasar. Pr merupakan harga retail, sedangkan Pf merupakan
harga petani. Penentuan nilai marjin pemasaran dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu melalui return to factor dan return to institution. Return to
factor merupakan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses pemasaran
seperti upah, bunga, dan keuntungan. Sedangkan return to institution merupakan
pengembalian terhadap jasa atau aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam
proses pemasaran.
P
VMM
(Pr-Pf) Qr,f
Sr
Pr

Sf

Pf

Dr
r
Df
Qr,f
Gambar 1. Marjin Pemasaran

Keterangan gambar :
Dr = Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand)
Df = Permintaan di tingkat petani (derived demand)
Sf = Penawaran di tingkat petani (primary supply)
Sr = Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply)
Qr,f = Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir
VMM = Nilai marjin pemasaran

12
Farmer’s Share
Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa farmer’s share merupakan
perbedaan harga di tingkat retail untuk produk pangan dan serat dengan marjin
pemasaran serta merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang
diterima oleh petani dalam bentuk persentase (%). Ukuran atau kecenderungan
dari farmer’s share , tidak dapat selalu diandalkan sebagai ukuran dari efisiensi
pemasaran karena kompleks penanganan produk yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kepuasan konsumen. Besaran farmer’s share akan berbeda antar
produk maupun bentuk akhir dari produk tersebut hingga sampai ke konsumen
akhir.
Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga merupakan perbandingan
antara keuntungan yang diterima lembaga tataniaga terhadap biaya yang
dikeluarkan untuk memasarkan produk tersebut. Keuntungan memiliki pengertian
yang relatif luas yaitu balas jasa dari penggunaan sumberdaya (kapital fisik
maupun manusia) dan biaya imbangan (opportunity cost) dari kesempatan terbaik
(Asmarantaka, 2012).
Nilai Tambah Hayami
Menurut Hayami et al. (1987) definisi dari nilai tambah adalah
pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang
dilakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa
proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun
penyimpanan (time utility). Nilai tambah dapat dihitung dengan dua cara yaitu
dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai
tambah selama proses pemasaran (Hayami et al. 1987). Analisis nilai tambah akan
menghasilkan beberapa informasi penting yaitu :
1. Perkiraaan nilai tambah (dalam rupiah)
2. Rasio nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan (dalam persen)
3. Imbalan bagi tenaga kerja (dalam rupiah)
4. Pangsa tenaga kerja (dalam persen)
5. Keuntungan yang diterima perusahaan (dalam persen)

Kerangka pemikiran Operasional
Kedelai merupakan tanaman pangan yang memiliki protein nabati yang
tinggi. Salah satu sentra produksi kedelai adalah Jawa Barat. Beberapa daerah di
Jawa Barat memiliki potensi pengembangan kedelai, salah satunya adalah
Kabupaten Cianjur yang sebagian petaninya menanam kedelai. Penelitian ini
dilakukan untuk mengidentifikasi sistem pemasaran dan nilai tambah olahan
kedelai. Pada penelitian ini digunakan dua analisis yaitu analisis kualitatif yang
meliputi fungsi dan lembaga pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, dan
perilaku pasar. Analisis kuantitatif meliputi marjin pemasaran, farmer’s share,
rasio keuntungan terhadap biaya, dan nilai tambah dengan metode Hayami.

13

-

Ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai
Kenaikan harga kedelai
Kurangnya akses informasi harga di tingkat petani
Potensi dan peluang pengembangan olahan kedelai
Industri rumah tangga berbasis kedelai mulai berkembang

Jawa Barat adalah salah satu daerah sentra produksi kedelai
dan Cianjur merupakan daerah sentra produksi kedua setelah Garut

Analisis sistem pemasaran kedelai dan nilai tambah produk
olahan kedelai di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten
Cianjur

Sistem pemasaran kedelai

1.

2.
3.
4.

Analisis
Kualitatif
Fungsi dan
Lembaga
Pemasaran
Saluran
Pemasaran
Struktur Pasar
Perilaku Pasar

Analisis
Kuantitatif
1. Marjin
Pemasaran
2. Farmer’s share
3. Rasio
keuntungan
dan biaya

Potensi pengolahan kedelai

Tahu

Tempe

Tauco

Analisis
Nilai
Tambah
Produk
1. Besarnya nilai tambah
2. Tingkat keuntungan
3. Pendapatan tenaga kerja

Rekomendasi Saluran Pemasaran Efisien
dan Nilai Tambah Produk Olahan Kedelai
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

14

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu,
Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra penghasil kedelai di Provinsi
Jawa Barat. Alasan pemilihan lokasi di Kecamatan Sukaluyu dikarenakan bahwa
lokasi ini memiliki produksi kedelai tertinggi dan salah satu desa penghasil
kedelai di kecamatan ini berada di Desa Sukasirna yang sebagian masyarakatnya
melakukan budidaya kedelai serta terdapat pengrajin olahan kedelai. Waktu
pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2014 hingga Mei 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil melalui wawancara dengan petani atau lembaga
pemasaran terkait, serta kuesioner yang diberikan kepada responden terpilih. Data
sekunder yang digunakan adalah melalui literatur yang berhubungan dengan topik
penelitian seperti dari buku, skripsi, dan data dari database internet serta data data
dinas serta instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Badan
Pusat Statistik, Buku Profil Kecamatan Sukaluyu, dan Buku Profil Desa Sukasirna.
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data sistem pemasaran dilakukan melalui
wawancara terhadap petani yang melakukan budidaya kedelai serta lembaga
pemasaran yang terkait. Penentuan responden petani dan lembaga pemasaran
dilakukan secara purposive sampling yaitu petani yang melakukan budidaya
kedelai. Penentuan sampel ini berjumlah 30 orang dan secara teknis ditentukan
dengan meminta rekomendasi responden pada enam kelompok tani di Desa
Sukasirna. Pengumpulan data yang dilakukan pada lembaga pemasaran yang
terkait yang terlibat sebanyak 14 responden yang terdiri dari tiga orang pedagang
pengumpul, tiga orang pedagang besar, dan tujuh orang pedagang pengecer.
Pedagang besar merupakan pedagang yang berada di Pasar Ciranjang Cianjur,
Pasar TU Kemang Bogor, dan Pasar Cibitung Bekasi. Pedagang pengecer terdiri
dari tiga pedagang yang berjualan di sekitar Desa Sukasirna Cianjur, satu orang
pengecer di Pasar Pamulang, dua orang pengecer di Pasar Bogor, satu orang
pengecer di Pasar Cikarang, dan satu orang pengecer di Pasar Tambun. Metode
pengumpulan data pada analisis nilai tambah dilakukan secara purposive sampling
yaitu terhadap pelaku usaha olahan kedelai menjadi tahu, tempe dan tauco karena
terdapat pengolah kedelai menjadi tahu dan tempe di Desa Sukasirna. Tauco
dipilih dengan pertimbangan bahwa tauco merupakan makanan khas Kabupaten
Cianjur.

15
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis secara kualitatif menganalisis fungsi pemasaran dan kelembagaan,
saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif untuk
menghitung besarnya marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan
terhadap biaya, dan nilai tambah olahan kedelai. Alat yang digunakan dalam
analisis kuantitatif adalah kalkulator dan software komputer yaitu Microsoft Excel.
Analisis Fungsi Pemasaran dan kelembagaan
Analisis fungsi pemasaran dilakukan dengan melihat fungsi pemasaran
yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat. Fungsi pemasaran terdiri
dari (1) fungsi pertukaran yang terdiri atas fungsi pembelian, penjualan, dan
fungsi pengumpulan, (2) fungsi fisik terdiri atas fungsi penyimpanan,
pengangkutan, pengolahan, pabrikan, dan pengemasan, (3) fungsi fasilitas terdiri
atas fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggulangan risiko,
komunikasi, dan promosi. Analisis kelembagaan adalah untuk melihat pihakpihak baik perorangan maupun kelompok yang melaksanakan atau
mengembangkan aktivitas pemasaran. Kelembagaan dapat terdiri dari pedagang
perantara, agen perantara, spekulator, pengolah dan pabrikan, serta organisasi.
Analisis Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran dianalisis dengan mengidentifikasi lembaga yang terlibat
dalam sistem pemasaran, alur pemasaran dari produsen hingga konsumen di desa
penelitian, serta seberapa panjang saluran pemasaran yang terjadi. Lembaga
pemasaran yang terlibat dapet berupa pedagang perantara, agen perantara,
spekulator, pengolah atau pabrikan, dan organisai. Semakin banyak lembaga
pemasaran yang terlibat, maka semakin panjang saluran pemasaran yang terjadi.
Tetapi, panjang atau pendeknya suatu saluran pemasaran tidak mencerminkan
keefisienan sistem pemasaran.
Analisis Struktur Pasar
Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar merupakan suatu
dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun
industri, jumlah perusahaan suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai
ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-syarat masuk, dan
sebagainya atau penguasaan pasar. Struktur pasar dapat ditentukan oleh empat
faktor yaitu jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi atau keadaan produk,
hambatan masuk dan keluar pasar, tingkat pengetahuan atau informasi dalam
pasar.
Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh
baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuan masing-masing
(Asmarantaka, 2012). Perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan mengamati
sistem pembelian dan penjualan, sistem pembayaran dan penetapan harga, serta
kerjasama antar lembaga pemasaran.

16
Analisis Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga di berbagai tingkat
lembaga pemasaran dalam sistem pemasaran. Marjin pemasaran adalah perbedaan
harga yang terjadi di tingkat petani (produsen) dan di tingkat pengecer. Secara
matematis analisis marjin pemasaran dapat ditulis sebagai berikut :
MT = Pr – Pf = ΣMi
Keterangan :
Mi : marjin pemasaran di tingkat lembaga ke-i;
Mi : Pji – Pbi
MT: marjin total
Pji : harga jual di tingkat lembaga pemasaran ke-i
Pbi : harga beli di tingkat lembaga pemasaran ke-i
Pr : harga jual di tingkat pengecer atau yang diterima konsumen
Pf : harga jual di tingkat petani
Analisis Farmer’s Share
Secara matematis farmer’s share dihitung sebagai berikut :
Fs=

Pf

×100%

Pr

Keterangan :
Fs : persentase yang diterima petani dari harga konsumen akhir
Pf : harga di tingkat petani
Pr : harga di tingkat konsumen akhir
Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya
Rasio keuntungan terhadap biaya dapat dihitung dengan rumus berikut :
πi

ci

Keterangan :
πi : keuntungan lembaga tataniaga ke-i
ci : biaya lembaga tataniaga ke-i

Analisis Nilai Tambah Hayami
Pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan tauco mengakibatkan adanya
pertambahan nilai terhadap kedelai. Metode yang digunakan untuk menghitung
pertambahan nilai tersebut dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode Hayami. Analisis nilai tambah Hayami dapat dilihat pada Tabel 4. Fungsi
dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga