Pengaruh penambahan fungisida pada bahan pencuci serta suhu penyimpanan terhadap peningkatan kualitas Mangga (Mangifera indica L.) cv. Gedong

PENGARUH PENAMBAHAN FUNGISIDA PADA BAHAN
PENCUCI SERTA SUHU PENYIMPANAN TERHADAP
PENINGKATAN KUALITAS MANGGA (Mangifera indica L.)
CV. GEDONG

AFIFAH TAQIYYAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penambahan
Fungisida pada Bahan Pencuci serta Suhu Penyimpanan terhadap Peningkatan
Kualitas Mangga (Mangifera indica L.) cv. Gedong adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Afifah Taqiyyah
NIM A24110159

ABSTRAK
AFIFAH TAQIYYAH. Pengaruh Penambahan Fungisida pada Bahan Pencuci
serta Suhu Penyimpanan terhadap Peningkatan Kualitas Mangga (Mangifera
indica L.) cv. Gedong. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO.
Getah mangga bersifat asam serta mengandung minyak dan gula yang
dapat mengundang cendawan penyebab beberapa kerusakan fisik pada buah,
seperti busuk buah dan antraknosa. Aplikasi bahan pencuci yang diteliti
sebelumnya berhasil membersihkan getah namun belum dapat menunda
terjadinya kerusakan buah. Penambahan fungisida dalam bahan pencuci
diharapkan mampu menunda terjadinya busuk buah dan antraknosa. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi larutan pencuci dan fungisida yang
tepat dalam bahan pencuci mangga serta suhu penyimpanan terbaik sebagai

salah satu cara menekan terjadinya busuk buah dan antraknosa pada mangga
varietas Gedong. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Girinata, Cirebon dan
Laboratorium Pascapanen Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2014
sampai dengan Januari 2015. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, yaitu kombinasi bahan pencuci dan
suhu penyimpanan. Perlakuan faktor pertama terdiri atas 5 taraf, yaitu tidak
dicuci (kontrol), deterjen 1% + Ca(OH)2 0.5%, deterjen 1% + Ca(OH)2 0.5% +
fungisida benomil 0.025%, deterjen 1% + Ca(OH)2 0.5% + fungisida
azoksistrobin 0.025%, dan deterjen 1% + Ca(OH)2 0.5% + fungisida
fludioxonil 0.025%. Faktor kedua terdiri atas 4 taraf, yaitu suhu ruang, 18°C,
15°C, dan 12°C. Semua faktor perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan masingmasing ulangan terdapat 3 sampel buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua kombinasi bahan pencuci nyata lebih baik dalam membersihkan getah
dan kotoran pada mangga dibandingkan kontrol. Kombinasi perlakuan terbaik
terdapat pada bahan pencuci deterjen 1% + Ca(OH)2 0.5% + fungisida
fludioxonil atau azoksistrobin 0.025% dan suhu 12°C yang dapat menunda
terjadinya penyakit pada buah hingga 30 hari setelah panen (HSP).
Kata kunci : antraknosa, azoksistrobin, busuk buah, fludioxonil, getah

ABSTRACT
AFIFAH TAQIYYAH. Effect of Fungicide Addition on Washing Material and

Storage Temperature on Quality Improvement of Mango (Mangifera indica L.)
cv. Gedong. Supervised by ROEDHY POERWANTO.
Mango sap is acidic and contain oil and sugar that attracts fungi
infection that induce damage to the fruit, such as fruit rot and anthracnose
infection. Previous research demonstrated that mango washer able to clean the
sap but did not able to delay the occurrence of fruit rot. Therefore, fungicides
were added in the washing material in the present study in order to delay the
occurrence of fruit rot and anthracnose infection. Objective of present study
was to obtain the best washing material composition, fungicide, and storage
temperature in order to delay the occurrence of fruit rot and anthracnose

infection in mango cv. Gedong. Research was conducted in Girinata Village,
Cirebon and Postharvest Laboratory of Bogor Agricultural University from
December 2014 to January 2015. The experiment was designed in a
randomized complete design with two factors, named the combination of
washing material and storage temperature. The first factor consists of 5
treatment, i.e., control (not washed), detergent 1% + Ca(OH)2 0.5%, detergent
1% + Ca(OH)2 0.5% + benomyl fungicide 0.025%, detergent 1% + Ca(OH)2
0.5% + azoxystrobin fungicide 0.025%, and detergent 1% + Ca(OH)2 0.5% +
fludioxonil fungicide 0.025%. The second factor was 4 levels of temperature,

i.e., room temperature, 18°C, 15°C and 12°C. All of factors has 3 replicaton
and each replication contained 3 sample of fruits. All combinations of washing
materials markedly better in cleaning sap and dirt on the mango, compare to
control. Application detergent 1% + Ca(OH)2 0.5% + fludioxonil fungicide or
azoxystrobin fungicide 0.025% and 12°C temperature is the best combination
in delaying the occurrence of fruit diseases up to 30 days after harvest.
Keywords: anthracnose, azoxystrobin, body rot, fludioxonil, sap.

PENGARUH PENAMBAHAN FUNGISIDA PADA BAHAN
PENCUCI SERTA SUHU PENYIMPANAN TERHADAP
PENINGKATAN KUALITAS MANGGA (Mangifera indica L.)
CV. GEDONG

AFIFAH TAQIYYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga skripsi dengan judul Pengaruh
Penambahan Fungisida pada Bahan Pencuci serta Suhu Penyimpanan terhadap
Peningkatan Kualitas Mangga (Mangifera indica L.) cv. Gedong dapat
diselesaikan dengan baik. Penelitian ini didanai oleh Hibah Kompetensi dengan
judul penelitian “Perbaikan Kualitas Buah Manggis dan Mangga sebagai
Upaya Peningkatan Ekspor Buah Tropika Nusantara” dengan ketua tim Prof Dr
Ir Roedhy Poerwanto, MSc.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Roedhy
Poerwanto, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi, Dr Ir

Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr selaku pembimbing akademik atas segala
bimbingannya selama ini, Dr Ir Ketty Suketi, MSi dan Dr Edi Santosa, SP. MSi
sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan dalam
penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua,
kakak, adik, Bapak Joko, Ibu Acah, dan para petani di Desa Girinata, Cirebon,
serta keluarga besar AGH 48 yang telah membantu penulis selama penelitian
dan memberikan doa serta kasih sayang sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juli 2015
Afifah Taqiyyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

vi
vi

vii
1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani Mangga


2

Mangga cv. Gedong

2

Getah Mangga dan Penanganannya

3

Penyakit Pascapanen Buah Mangga

3

Penambahan Fungisida

4

Penyimpanan Suhu Rendah


5

METODE

5

Lokasi dan Waktu Penelitian

5

Bahan dan Peralatan Penelitian

5

Rancangan Percobaan

5

Prosedur Percobaan


6

Pengamatan Percobaan

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Percobaan Pendahuluan

10

Persentase Getah dan Kotoran

11

Daya Simpan Buah


12

Luka Bakar (Sapburn)

14

Bintik Lentisel dan Bintik Dendritik

16

Penyakit pada Buah Mangga

21

Kekerasan Buah

28

Perubahan Warna Kuning Buah

28

Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tetitrasi Total (ATT), dan Uji
Kekerasan

31

KESIMPULAN DAN SARAN

32

Kesimpulan

32

Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

48

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Skor terhadap kekerasan buah mangga selama penyimpanan
Hasil pengamatan kerusakan buah pada percobaan pendahuluan
Pengaruh bahan pencuci terhadap getah dan kotoran pada buah
mangga
Pengaruh kombinasi bahan pencuci dan suhu simpan terhadap daya
simpan mangga Gedong
Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap luka bakar
pada buah mangga selama penyimpanan
Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap bintik
lentisel pada buah mangga selama penyimpanan
Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap bintik
dendritik pada buah mangga selama penyimpanan
Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap busuk
pangkal buah mangga selama penyimpanan
Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap busuk
buah mangga selama penyimpanan
Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap serangan
antraknosa pada buah mangga selama penyimpanan
Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap kekerasan
pada buah mangga selama penyimpanan
Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap perubahan
warna kuning pada buah mangga selama penyimpanan
Hasil Padatan Terlarut Total (PTT)
Hasil Asam Tertitrasi Total (ATT)
Hasil uji kekerasan menggunakan penetrometer

9
11
12
13
15
19
20
25
26
27
29
30
31
32
32

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi pengukuran kekerasan buah dengan skor dan alat penetrometer

8

2 Pengaruh pencucian terhadap getah mangga

12

3 Luka bakar yang terdapat pada buah mangga pada 8 HSP

14

4 Bintik lentisel yang terdapat pada buah mangga pada 14 HSP

17

5 Bintik dendritik yang terjadi pada 12 dan 20 HSP

18

6 Busuk pangkal yang terjadi pada 14 dan 26 HSP

22

7 Busuk buah yang terjadi pada 14 HSP dan 26 HSP

23

8 Serangan antraknosa yang terjadi pada buah selama penyimpanan

24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Rata-rata skor luka bakar pada percobaan pendahuluan
Rata-rata skor bintik lentisel pada percobaan pendahuluan
Rata-rata skor bintik dendritik pada percobaan pendahuluan
Rata-rata skor busuk pangkal pada percobaan pendahuluan
Rata-rata skor busuk buah pada percobaan pendahuluan
Rata-rata skor antraknosa pada percobaan pendahuluan
Peringkat skor luka bakar pada buah mangga
Peringkat skor bintik lentisel pada buah mangga
Peringkat skor bintik dendritik pada buah mangga
Peringkat skor busuk pangkal buah mangga
Peringkat skor busuk buah mangga
Peringkat skor antraknosa pada buah mangga
Peringkat skor kekerasan pada buah mangga
Peringkat skor perubahan warna kuning pada buah mangga

37
37
38
38
39
39
40
41
42
43
44
45
46
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangga (Mangifera indica) termasuk komoditas buah unggulan nasional
yang mampu berperan sebagai sumber vitamin dan mineral, meningkatkan
pendapatan petani, serta mendukung perkembangan industri dan ekspor. Dalam
104 g buah mangga, terdapat kandungan 70 kalori, 0.5 g lemak non kolesterol,
kalsium, zat besi, protein, 17 g karbohidrat, 1 g serat, 40% vitamin A, serta 15%
vitamin C. Mangga memiliki kandungan beta karoten, yaitu antioksidan
provitamin A yang tinggi dan mampu mencegah penyakit kanker (DeFelice 2003).
Buah mangga juga mengandung senyawa polifenol yang berguna memperbaiki
sel-sel yang teroksidasi oleh radikal bebas penyebab penyakit kanker dan penyakit
degeneratif lainnya (Puspaningtyas 2013).
Data Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2012 menunjukkan fluktuasi
produksi buah mangga di Indonesia yang cenderung menurun setiap tahunnya.
Menurut Zuraya (2014) penurunan produksi ini juga ditambah dengan berbagai
kasus penolakan ekspor mangga di beberapa negara Asia, seperti Cina dan Korea
Selatan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan standar kualitas Indonesia dengan
negara-negara tersebut dan waktu tempuh yang cukup lama sehingga dapat
menimbulkan penurunan mutu, terutama mutu visual seperti busuk buah akibat
antraknosa.
Rendahnya mutu visual tersebut salah satunya disebabkan karena
banyaknya getah yang terdapat pada kulit buah mangga. Getah pada buah mangga
mengandung minyak, gula, dan bersifat asam sehingga dapat mengundang
cendawan penyebab busuk pada buah mangga bila tidak dilakukan penanganan
secepatnya (Negi et al. 2002). Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu
dilakukan penanganan pascapanen yang tepat dalam meningkatkan kualitas
mangga yang merupakan produk ekspor. Diantaranya adalah tindakan pencucian
buah mangga. Pencucian ini umumnya dilakukan dengan menggunakan deterjen
dan Ca(OH)2 yang merupakan basa kuat dan mampu mengendalikan getah yang
bersifat asam. Kombinasi bahan pencuci tersebut tidak cukup mencegah mangga
terserang penyakit yang dapat menyebabkan busuk buah, seperti antraknosa yang
disebabkan oleh cendawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Adiputra (2013) menunjukkan bahwa
mangga yang dicuci dengan deterjen, Ca(OH)2, dan ditambah dengan fungisida
benomil dapat memperlambat terjadinya busuk buah pada mangga hingga 8 hari
setelah panen. Selain dapat menghilangkan getah mangga, fungisida juga efektif
mencegah penyakit antraknosa pada mangga. Fungisida diketahui dapat mencegah
timbulnya cendawan penyebab penyakit antraknosa.
Hingga saat ini belum ada komposisi larutan dan jenis fungisida yang tepat
yang dapat digunakan secara umum oleh petani untuk mencuci mangga. Oleh
karena itu, dibutuhkan evaluasi dari setiap komposisi bahan pencuci terbaik pada
setiap penelitian. Kemudian diperlukan juga pengujian terhadap beberapa jenis
fungisida serta suhu penyimpanan yang berpengaruh terhadap lama terjadinya
busuk buah pada mangga.

2
Tujuan Penelitian
Mendapatkan komposisi larutan pencuci dan fungisida yang tepat dalam
bahan pencuci mangga serta suhu penyimpanan terbaik sebagai salah satu cara
menekan terjadinya penyakit pada mangga cv. Gedong.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah:
1. Terdapat larutan pencuci terbaik dari salah satu kombinasi larutan yang
ada.
2. Penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah, yaitu pada kisaran 12-18°C
efektif untuk menekan terjadinya busuk buah.
3. Terdapat interaksi antara bahan pencuci dan suhu penyimpanan untuk
membersihkan getah dan menunda terjadinya busuk buah pada mangga.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Mangga
Tanaman mangga termasuk keluarga Anacardiaceae, sama dengan jambu
monyet dan kedondong. Genus dari keluarga Anacardiaceae yang berasal dari
Asia Tenggara terdapat 62 spesies. Enam belas spesies diantaranya memiliki buah
yang dapat dimakan, tetapi hanya spesies Mangifera caesia, Jack., Mangifera
foetida, Lour., Mangifera odorata, Griff., dan Mangifera indica, L. yang biasa
dimakan. Diantara keempat spesies mangga yang dapat dimakan tersebut, yang
memiliki jenis paling banyak adalah Mangifera indica, L (Broto 2003).
Tanaman mangga tumbuh baik pada suhu tropis yang hangat, sekitar 2430°C, namun masih dapat toleran hingga suhu 48°C. Mangga dapat tumbuh baik
pada kelembaban sekitar 40-85% dengan pH tanah 5.5-7. Curah hujan optimum
untuk tanaman ini minimum 250-5 000 mm per tahun. Namun, curah hujan yang
tinggi, terutama pada waktu pembungaan, pembentukan buah, dan pemanenan
dapat merugikan bagi mangga karena menimbulkan beberapa penyakit, terutama
antraknosa (Dixon dan David 2014).
Mangga cv. Gedong
Mangga gedong banyak ditanam di Cirebon, Majalengka, dan Indramayu
provinsi Jawa Barat. Bentuknya agak bulat dengan pangkal buah agak datar dan
sedikit berlekuk, serta pucuk buahnya tidak berparuh. Tangkai buahnya kuat dan
terletak di bagian tengah. Bobot buah 200–300 g per buah dan berukuran 8 cm x
7 cm x 6 cm. Pada buah yang masak, kulit di bagian pangkalnya berwarna merah
jingga dan pada bagian pucuknya berwarna merah kekuningan. Daging buahnya
tebal, berserat halus, memiliki rasa manis, berair banyak, serta beraroma halus dan

3
agak keras. Kulit buahnya tebal sehingga buah dapat disimpan beberapa hari dan
dikenal tahan dalam proses pengangkutan (Pracaya 2011).
Kandungan beta karoten pada mangga gedong lebih tinggi dibanding
kultivar lainnya. Kandungan beta karoten dalam 100 g daging buah mangga segar
gedong sebesar 215 μg. Kadar ini 2.5 kali kadar beta karoten mangga Golek
(90.5 μg) , 16 kali mangga cengkir (13.5 μg) , dan 17 kali mangga Arumanis
(12.5 μg). Kultivar terbaik saat ini adalah ‘Gedong Gincu’ dengan kulit buah
berwarna jingga, rasa manis, dan harum (Fatmawati et al. 2009).
Getah Mangga dan Penanganannya
Getah pada mangga berupa cairan transparan yang lengket dengan aroma
khas buah matang yang keluar ketika buah terpisah dari tangkainya (Menezes et
al. 1995). Getah mangga terbagi atas dua fraksi, yaitu fraksi minyak dan
polisakarida. Luka terjadi ketika terdapat kontak antara fraksi minyak dengan kulit
mangga dan masuk ke kulit mangga melalui lentisel. Komponen utama dari fraksi
minyak adalah terpinolene yang memberikan gejala kerusakan pada kulit mangga
(O’Hare dan Prasad 1991). Gejala kerusakan akan terlihat beberapa jam setelah
atau saat proses peningkatan kematangan. Kemudian, daerah kulit yang rusak
akibat getah akan menjadi tempat berkembangnya fungi atau bakteri karena
kandungan karbohidrat yang terdapat pada getah, hal ini meningkatkan peluang
untuk terjadinya kerusakan mekanis pada buah (Negi et al. 2002).
Penggunaan deterjen berfungsi untuk menghilangkan getah yang
mengandung minyak. Hal ini karena deterjen mengandung surfaktan yang
memiliki bagian polar dan non polar. Minyak merupakan zat non polar, sedangkan
air adalah zat polar. Bagian polar dari surfaktan menarik air dan bagian non polar
akan menarik minyak. Molekul surfaktan ini akan mengelilingi minyak hingga
berbentuk bola yang kemudian akan hilang bersama air. Selain itu, deterjen juga
memiliki kandungan lain, seperti molekul pembangun, alkali, enzim, dan anti
mikroba (Accord 2010).
Bahan lain yang digunakan dalam membersihkan getah adalah kalsium
hidroksida atau Ca(OH)2 yang merupakan basa kuat dan terbentuk dari reaksi
kalsium oksida (CaO) dengan air. Kandungan pH yang cukup tinggi, yaitu sekitar
12.5, memungkinkan terjadinya aktivitas antimikroba pada larutan ini. Dengan
kemampuan tersebut, beberapa patogen tidak dapat bertahan pada pH yang tinggi.
Aktivitas antimikroba pada kalsium hidroksida berhubungan dengan keluarnya
ion hidroksil pada jaringan yang mengandung air. Ion hidroksil mampu
mengembalikan atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh dan menghasilkan lipid
radikal bebas yang nantinya akan mengurangi asam lemak tak jenuh pada suatu
jaringan dan kerusakan jaringan yang lebih meluas (Khan et al. 2011).
Penyakit Pascapanen Buah Mangga
Getah yang terdapat pada mangga tidak hanya mengurangi mutu visual
buah sehingga sulit diterima konsumen, namun juga mengurangi daya simpan
buah mangga karena bagian yang terkena getah lebih mudah terserang penyakit
yang diakibatkan oleh fungi (John 2001). Pada penelitian ini terdapat tiga jenis

4
penyakit pascapanen buah mangga yang diamati, diantaranya adalah busuk
pangkal, busuk buah, dan antraknosa. Antraknosa dan busuk pangkal merupakan
penyakit pascapanen yang seringkali menyerang buah mangga hampir di seluruh
tempat. Kedua penyakit ini disebabkan oleh fungi. Busuk pangkal disebabkan
oleh beberapa fungi, diantaranya adalah Lasiodiplodia theobromae, Dothiorella
dominicana, Phomopsis sp, dan Alternaria alternata. Gejala awal dari penyakit
ini adalah pangkal buah yang mulai menghitam hingga akhirnya terjadi busuk
sampai ke dalam buah. Kemudian, busuk tersebut akan meluas hingga menutupi
seluruh permukaan buah dalam kurun waktu 2-3 hari (Meer et al. 2013).
Menurut Nelson (2008), fungi Colletroticum gloeosporioides diketahui
merupakan penyebab penyakit antraknosa pada beberapa buah tropis, termasuk
mangga. Bintik hitam yang cekung merupakan ciri-ciri terjadinya antraknosa pada
buah. Selanjutnya bagian buah yang terkena gejala awal antraknosa akan
berhubungan dengan rusaknya jaringan epidermis yang lama kelamaan akan
meluas dan lebih dalam hingga menyebabkan busuk ke dalam buah.
Penambahan Fungisida
Perkembangan penggunaan fungisida sebagai agensi kimia untuk
mengendalikan penyakit pascapanen demikian pesat. Kelompok benzimidazol
merupakan jenis fungisida yang banyak digunakan, diantaranya adalah benomil,
tiabendazol, dan SOPP. Fungisida mampu memasuksi jaringan luka dan masuk
melalui lubang kutikula untuk melindungi buah terhadap infeksi, menekan
perluasan bercak yang tampak, serta menghambat sporulasi jamur dan penyebaran
penyakit (Soesanto 2006).
Terdapat dua jenis fungisida baru yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu azoksistrobin dan fludioxonil. Fungisida azoksistrobin termasuk pada kelas
fungisida strobilurin yang bekerja dengan menghambat respirasi fungi pada
mitokondria dan menghentikan persediaan energi. Fungisida ini biasa digunakan
pada tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, jagung, dan tanaman hias (Syngenta
2015).
Fungisida fludioxonil bekerja dengan menghambat perkecambahan spora
dan saluran berkembangnya penyakit serta micelia pada permukaan kulit buah.
Fungisida ini mampu menghentikan penyebaran penyakit dengan mengontrol
perkembangan spora penyakit pada tahap yang sangat awal. Fungisida ini
digunakan dalam pencegahan penyakit antraknosa, busuk pangkal, dan bintik
dendritik pada mangga di Australia. Buah yang diberikan aplikasi fungisida
fludioxonil lebih diterima di pasaran di Australia dibandingkan dengan buah
lainnya (Syngenta 2012).
Penelitian yang dilakukan Adiputra (2013) menunjukkan bahwa buah
mangga yang dicuci dengan deterjen + Ca(OH) 2 + fungisida benomil mampu
menunda terjadinya busuk buah hingga 4 HSP, antraknosa hingga 8 HSP dan
menekan perkembangan busuk buah dan antraknosa selama penyimpanan pada
suhu ruang. Oleh karena itu diperlukan pengujian terhadap beberapa fungisida lain
sebagai perbandingan dan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Kemudian,
diperlukan pula penyimpanan pada suhu rendah untuk memperpanjang masa
simpan buah mangga.

5
Penyimpanan Suhu Rendah
Dalam memperpanjang masa simpan, dilakukan pula penyimpanan buah
pada suhu rendah yang bertujuan untuk menunda terjadinya pembusukan. Suhu
optimum dalam menyimpan mangga adalah sekitar 10-13°C yang memiliki daya
simpan 14 hingga 28 hari tergantung tingkat kematangan buah dan varietas (Paull
dan Ching 2014). Buah yang disimpan pada suhu 20 HSP, diantaranya adalah
mangga dengan bahan pencuci deterjen + Ca(OH)2 pada suhu 15°C (22 HSP),
deterjen + Ca(OH)2 + azoksistrobin pada suhu 15°C (22 HSP), dan deterjen +

13
Ca(OH)2 + fludioxonil pada suhu 15 dan 12°C (22 HSP). Terdapat dua jenis
bahan pencuci yang baru terjadi busuk buah pada 30 HSP yaitu deterjen +
Ca(OH)2 + fludioxonil dan Deterjen + Ca(OH)2 + benomil.
Selain akibat faktor repirasi, faktor lain yang menyebabkan rendahnya
daya simpan buah adalah waktu pemanenan, suhu saat pemanenan, tingkat
kematangan dan kualitas buah saat awal dipanen, dan faktor lingkungan lain yang
terjadi selama panen, transportasi, maupun penyimpanan (Nunes et al. 2006).
Mangga Gedong yang dipanen memiki kandungan getah dan kotoran yang cukup
banyak sehingga menyebabkan timbulnya beberapa kerusakan dan rendahnya
kualitas visual. Data daya simpan buah ini juga perlu didukung dengan data lain
seperti skor tingkat kerusakan buah yang terdiri atas luka bakar (sapburn), bintik
lentisel, bintik dendritik, busuk pangkal, busuk buah, antraknosa, dan kekerasan.
Perlu juga dilakukan pengujian terhadap sifat kimia buah dengan cara mengukur
kadar asam buah (ATT) dan kadar gula buah (PTT). Pembahasan lebih lanjut akan
menunjukkan data-data yang mendukung daya simpan buah tersebut.
Tabel 4 Pengaruh kombinasi bahan pencuci dan suhu simpan terhadap daya
simpan mangga Gedong
Kriteria
Perlakuan

Periode
Mulai
Kesegaran Busuk

Daya
Simpan

Hari ke- (HSP)
Bahan Pencuci*Suhu penyimpanan
Kontrol*Suhu Ruang
8
10
Deterjen + Ca(OH)2 *Suhu Ruang
12
12
Deterjen + Ca(OH)2 + benomil*Suhu Ruang
12
10
Deterjen + Ca(OH)2 + azoksistrobin*Suhu Ruang
12
12
Deterjen + Ca(OH)2 + fludioxonil*Suhu Ruang
16
14
Kontrol*18°C
14
12
Deterjen + Ca(OH)2*18°C
16
20
Deterjen + Ca(OH)2 + benomil*18°C
22
20
Deterjen + Ca(OH)2 + azoksistrobin*18°C
22
14
Deterjen + Ca(OH)2 + fludioxonil*18°C
22
20
Kontrol*15°C
20
18
Deterjen + Ca(OH)2*15°C
24
22
Deterjen + Ca(OH)2 + benomil*15°C
18
18
Deterjen + Ca(OH)2 + azoksistrobin*15°C
24
22
Deterjen + Ca(OH)2 + fludioxonil*15°C
22
28
Kontrol*12°C
20
10
Deterjen + Ca(OH)2*12°C
18
28
Deterjen + Ca(OH)2 + benomil*12°C
20
30
Deterjen + Ca(OH)2 + azoksistrobin*12°C
28
28
Deterjen + Ca(OH)2 + fludioxonil*12°C
22
30
Keterangan: HSP (Hari Setelah Panen), Data tidak dianalisis statistika

8
12
10
12
14
12
16
20
14
20
18
22
18
22
22
10
18
20
28
22

14
Luka Bakar (Sapburn)
Hasil uji Dunn pada Tabel 5 menunjukkan bahwa bahan pencuci
berpengaruh nyata dalam mengurangi luka bakar pada 2 HSP. Skor pada masingmasing bahan pencuci sangat rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Suhu
penyimpanan juga berpengaruh nyata pada 18 dan 24 HSP dengan hasil suhu 1812°C nyata lebih baik bila dibandingkan kontrol. Pada penyimpanan suhu ruang
terjadi kerusakan pada buah akibat penyakit pada buah dengan persentase > 25%
pada 26 HSP sehingga buah tidak layak disimpan kembali.
Getah mangga mengandung dua jenis fraksi, yaitu minyak dan protein
polisakarida. Pada minyak tersebut terkandung terpinolene yang akan
menimbulkan luka bakar saat jatuh ke permukaan kulit buah (O’Hare dan Prasad
1991). Luka bakar ini berwarna cokelat dan dapat menyebar ke seluruh
permukaan kulit buah sehingga menurunkan kualitas visual buah. Menurut
Maqbool dan Amin (2008), Ca(OH)2 merupakan larutan kimia yang efektif dalam
menghilangkan getah penyebab terjadinya luka bakar (sapburn) pada permukaan
kulit buah.
Luka Bakar
A. Suhu Ruang

1

2

3

4

5

1
C. Suhu 15°C

2

3

4

5

1
D. Suhu 12°C

2

3

4

B. Suhu 18°C

5

1
2
3
4
5
Gambar 3 Luka bakar yang terdapat pada buah mangga pada 8 HSP
Keterangan : 1. Tidak dicuci; 2. Deterjen + Ca(OH) 2; 3. Deterjen + Ca(OH)2
+ benomil; 4. Deterjen + Ca(OH)2 + azoksistrobin; 5. Deterjen
+ Ca(OH)2 + fludioxonil

15

Tabel 5 Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap luka bakar pada buah mangga selama penyimpanan

Perlakuan

2

4

6

8

10

Rata-rata Skor Luka Bakar pada hari ke- (HSP)

12

14

16

18

20

22

24

26

28

30

2.73b
1.80a
1.73a
1.87a

2.93b
1.87a
1.80a
2.00a

3.40b
1.93a
1.80a
2.00a

3.47b
2.20a
1.93a
2.00a

3.53b
2.40a
2.33a
2.00a

2.40
2.40
2.00

2.53
2.47
2.13

2.53
2.47
2.13

1.00
0.80
0.87
0.87

1.27
1.13
1.07
1.07

1.40
1.33
1.07
1.20

Suhu Penyimpanan
1.67
1.87
2.27
1.40
1.60
1.60
1.27
1.60
1.60
1.33
1.53
1.67

Kontrol
0.17a 0.67
Deterjen + Ca(OH)2
1.25b 1.25
Deterjen + Ca(OH)2 +
benomil
1.17b 1.00
Deterjen + Ca(OH)2 +
azoksistrobin
0.75ab 0.92
Deterjen + Ca(OH)2 +
fludioxonil
0.58ab 0.58

1.08
1.50

1.08
1.50

1.33
1.58

1.58
1.75

1.67
2.00

2.33
2.00

2.50
2.08

2.50
2.25

2.67
2.33

3.00
2.42

3.00
2.50

3.08
2.67

3.08
2.67

1.17

1.33

1.50

1.83

2.08

2.25

2.42

2.42

2.50

2.67

2.67

2.67

2.67

1.08

1.25

1.42

1.58

1.58

1.75

1.83

2.08

2.33

2.42

2.42

2.42

2.42

0.83
tn

1.08
tn

1.25
tn

1.50
tn

1.58
tn

1.83
tn

1.92
tn

2.17
tn

2.17
*

2.33
*

2.33
tn

2.50
tn

2.50
tn

Suhu Ruang

18°C
15°C
12°C

Bahan Pencuci

Interaksi

0.87
0.67
0.87
0.73

tn

tn

Keterangan : tn = tidak nyata. * = nyata. ** = sangat nyata. Angka yang diikuti huruf berbeda dalam satu kolom menunjukkan beda nyata
pada uji Dunn 5%
.

15

16
Bintik Lentisel dan Bintik Dendritik
Bintik lentisel yang terdapat pada permukaan kulit mangga dapat ditekan
dengan aplikasi bahan pencuci. Hasil uji Dunn pada Tabel 6 menunjukkan bahwa
kombinasi bahan pencuci berpengaruh nyata pada 14, 16, 26, 28, dan 30 HSP.
Namun, faktor suhu tidak berpengaruh nyata dalam menekan bintik lentisel pada
permukaan buah mangga. Hasil skor bintik lentisel mengalami peningkatan
selama penyimpanan dengan skor paling tinggi terdapat pada buah mangga yang
tidak dicuci. Berdasarkan hasil rata-rata skoring, dapat dilihat bahwa kombinasi
bahan pencuci deterjen + Ca(OH)2 + fungisida azoksistrobin memiliki nilai ratarata skor paling rendah. Kemudian untuk faktor suhu penyimpanan, yang
memiliki nilai rata-rata skor paling rendah adalah pada suhu ruang.
Bintik lentisel merupakan jaringan gabus yang membengkak dan
menghitam yang menimbulkan bintik-bintik hitam di permukaan kulit. Bintik ini
semakin jelas saat buah mangga sudah mulai matang dan mengalami perubahan
warna menjadi kuning. Hal ini dapat disebabkan oleh penanganan pascapanen
yang tidak sesuai, seperti lamanya perendaman buah dalam larutan deterjen
(Prusky 2009). Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Oosthuyse (1999) juga
menunjukkan bahwa bintik lentisel muncul bukan hanya karena proses
pascapanen yang tidak sesuai, namun juga karena faktor lingkungan seperti
pemanenan yang dilakukan saat musim hujan dimana kelembaban yang tinggi
dan penyimpanan pada suhu rendah. Dalam penelitian ini, skor bintik lentisel pada
suhu 18 – 12°C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ruang.
Bintik dendritik merupakan bintik hitam dengan bentuk tidak beraturan
yang terdapat pada buah yang sudah matang. Bintik dendritik hanya terdapat pada
permukaan kulit dan tidak menginfeksi busuk ke dalam buah (Holmes et al.
2009). Penggunaan bahan pencuci dan perbedaan suhu penyimpanan nyata
menekan terjadinya bintik dendritik pada permukaan kulit buah (Tabel 7).
Bintik dendritik baru terdapat pada permukaan kulit buah pada 6 HSP pada
suhu ruang dan 18°C. Skor bintik dendritik meningkat hingga 30 HSP. Bila
dibandingkan dengan kontrol, semua kombinasi bahan pencuci memiliki rata-rata
skor yang lebih rendah. Bintik dendritik pada buah mangga yang disimpan dalam
suhu 12°C juga nyata memberikan rata-rata skor yang paling rendah. Terdapat
interaksi antar kedua perlakuan pada 20, 24, 26, 28, dan 30 HSP dengan
kombinasi perlakuan terbaik pada bahan pencuci deterjen + Ca(OH)2 + fungisida
fludioxonil dan suhu 12°C.
Aplikasi bahan pencuci berpengaruh nyata dalam menekan terjadinya bintik
dendritik pada permukaan kulit buah pada 14, 16, 26, 28, dan 30 HSP dengan
bahan pencuci terbaik adalah fungisida fludioxonil. Namun, dapat dilihat pada
Tabel 7 bahwa semua kombinasi bahan pencuci nyata lebih rendah dibandingkan
dengan kontrol pada 30 HSP. Penanganan pascapanen yang baik mampu menekan
terjadinya kerusakan visual pada buah mangga, termasuk bintik dendritik dan
bintik lentisel yang dapat mempengaruhi jumlah ekspor buah Indonesia.

17

A. Suhu Ruang

1
B. Suhu 18°C

1

2

2

3

3

4

1

5

5

Bintik Lentisel

C. Suhu 15°C

1
D. Suhu 12°C

4

2

2

3

4

3

5

4

5

Gambar 4 Bintik lentisel yang terdapat pada buah mangga pada 14 HSP
Keterangan : 1. Tidak dicuci; 2. Deterjen + Ca(OH)2; 3. Deterjen + Ca(OH)2 +
benomil; 4. Deterjen + Ca(OH)2 + azoksistrobin; 5. Deterjen +
Ca(OH)2 + fludioxonil

18

A. Suhu Ruang pada 12 HSP

1

2

3

4

5

3

4

5

B. Suhu 18°C pada 20 HSP
A.

1

2

Bintik Dendritik

C. Suhu 15°C pada 20 HSP

1

2

3

4

5

3

4

5

D. Suhu 12°C pada 20 HSP

1

2

Gambar 5 Bintik dendritik yang terjadi pada 12 dan 20 HSP
Keterangan : 1. Tidak dicuci; 2. Deterjen + Ca(OH)2; 3. Deterjen + Ca(OH)2 +
benomil; 4. Deterjen + Ca(OH)2 + azoksistrobin; 5. Deterjen +
Ca(OH)2 + fludioxonil

19

Tabel 6 Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap bintik lentisel pada buah mangga selama penyimpanan
Perlakuan

Rata-rata Skor Bintik Lentisel pada hari ke- (HSP)

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

24

26

28

30

0.67
0.73
1.20
0.80

0.93
1.00
1.27
0.93

1.00
1.13
1.27
1.13

1.33
1.20
1.33
1.13

1.53
1.47
1.40
1.53

1.67
1.87
1.47
1.67

1.73
2.00
1.60
1.73

1.73
2.00
1.67
1.87

1.80
2.00
1.93
2.00

1.93
2.13
2.00
2.07

1.93
2.27
2.20
2.40

2.00
2.33
2.47
2.53

2.40
2.47
2.60

2.40
2.60
2.67

2.53
2.67
2.67

Kontrol
1.00 1.25 1.50
Deterjen + Ca(OH)2
0.83 1.08 1.17
Deterjen + Ca(OH)2 +
benomil
1.00 1.08 1.25
Deterjen + Ca(OH)2 +
azoksistrobin
0.67 0.92 0.92
Deterjen + Ca(OH)2 +
fludioxonil
0.75 0.83 0.83

1.42
1.25

1.83
1.33

2.00
1.67

2.17b
1.67a

2.25b
1.75a

2.33
1.83

2.50
1.92

2.58
2.00

2.67
2.17

3.00c 3.11c
2.11ab 2.22ab

3.11b
2.56b

1.42

1.75

1.75

1.83a

1.83a

1.92

2.00

2.33

2.42

2.78c

2.89c

2.89b

1.00

1.08

1.25

1.42a

1.42a

1.75

1.75

1.92

2.00

2.00a

2.00a

2.00a

1.17
tn

1.42
tn

1.67
tn

1.75a
tn

1.83a
tn

1.83
tn

2.00
tn

2.17
tn

2.42
tn

2.56bc 2.56ab
tn
*

2.56b
tn

Suhu Penyimpanan
Suhu Ruang

18°C
15°C
12°C

Bahan Pencuci

Interaksi

tn

tn

tn

Keterangan : tn = tidak nyata. * = nyata. ** = sangat nyata. Angka yang diikuti huruf berbeda dalam satu kolom menunjukkan beda nyata
pada uji Dunn 5%

19

20

Tabel 7 Pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pencuci terhadap bintik dendritik pada buah mangga selama penyimpanan
Perlakuan
Suhu Penyimpanan
Suhu Ruang

18°C
15°C
12°C

2

4

6

0.00
0.00
0.00
0.00

0.00
0.00
0.00
0.00

0.20
0.33
0.00
0.00

8

10

Rata-rata Skor Bintik Dendritik pada hari ke- (HSP)

12

14

16

18

20

22

24

26

28

30

0.27b 0.73b 0.87b
0.33b 0.33ab 0.53ab
0.00a 0.00a 0.07a
0.00a 0.13a 0.20a

1.27
0.73
0.53
0.20

1.67b
1.07b
0.73ab
0.20a

1.80b 2.07b 2.07b 2.13b
1.27b 1.80b 1.93b 2.20b 2.20b
1.07b 1.33b 1.60b 1.73b 1.80ab
0.27a 0.27a 0.53a 0.93a 1.20a

2.20b
2.07b
1.40a

2.20b
2.07b
1.40a

0.17
0.17

0.67
0.25

0.92
0.33

1.67b
0.33a

1.75b
0.50a

1.83
0.83

2.08
1.25

2.17
1.42

2.42
1.83

2.50b 2.92b
1.83ab 1.83ab

2.92b
1.83a

0.17

0.33

0.33

0.42a

0.75a

0.92

1.08

1.33

1.42

1.75ab

1.75a

1.75a

0.17

0.17

0.25

0.42a 0.75ab

0.92

1.08

1.42

1.67

1.67a

1.75ab

1.75a

0.08
tn

0.08
tn

0.25
tn

0.58a 0.83ab
tn
tn

1.00
tn

1.33
*

1.33
tn

1.42
*

1.42a
*

1.50a
*

1.50a
**

Bahan Pencuci

Kontrol
0.00 0.00 0.00
Deterjen + Ca(OH)2
0.00 0.00 0.25
Deterjen + Ca(OH)2 +
benomil
0.00 0.00 0.08
Deterjen + Ca(OH)2 +
azoksistrobin
0.00 0.00 0.25
Deterjen + Ca(OH)2 +
fludioxonil
0.00 0.00 0.08

Interaksi

tn

tn

tn

Keterangan : tn = tidak nyata. * = nyata. ** = sangat nyata. Angka yang diikut