Kualitas Dan Umur Simpan Mangga (Mangifera Indica ) Cv Arumanis Dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci Dan Suhu Simpan

KUALITAS DAN UMUR SIMPAN MANGGA
(Mangifera indica ) CV. ARUMANIS DAN GEDONG
DIPENGARUHI BAHAN PENCUCI DAN SUHU SIMPAN

ROZA YUNITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kualitas dan
Umur Simpan Mangga (Mangifera indica ) cv. Arumanis dan Gedong
Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar

Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Roza Yunita
A252130121

RINGKASAN
ROZA YUNITA. Kualitas dan Umur Simpan Mangga (Mangifera indica ) cv.
Arumanis dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan. Dibimbing oleh
ROEDHY POERWANTO dan SURYO WIYONO.
Kendala utama yang dihadapi oleh produsen dan eksportir buah mangga di
negara berkembang adalah rendahnya mutu visual akibat getah yang menempel pada
permukaan kulit. Getah yang menempel pada kulit mangga juga dapat menyebabkan
luka bakar (sapburn) dan menjadi media untuk pertumbuhan cendawan karena
mengandung komponen karbohidrat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengembangkan bahan pencuci
yang cukup efektif untuk meningkatkan kualitas visual buah dan dapat menekan
penyakit pasca panen mangga pada saat penyimpanan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menguji efektivitas bahan pencuci untuk meningkatkan kualitas visual manga,

mencari suhu penyimpanan yang efektif untuk meningkatkan shelf life mangga
Arumanis dan Gedong serta mengetahui pengaruh penggunaan khamir antagonis dalam
menekan dan mengendalikan penyakit pasca panen mangga Arumanis dan Gedong.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan
pola split plot terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu aplikasi bahan pencuci [Tanpa dicuci;
Bahan Pencuci (Detergen 1% + CaO 0.5%); Bahan Pencuci + Fungisida 0. 025%;
Bahan Pencuci + Khamir antagonis] dan suhu penyimpanan (12 °C, 15 °C, 18 °C dan
suhu ruang).
Pencucian buah mangga dengan bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida
atau khamir efektif digunakan untuk meningkatkan kualitas visual mangga, mengurangi
persentase luka bakar pada permukaan kulit mangga, mencegah perkembangan bintik
dendritik, mencegah dan menekan serangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal
buah dan mampu meningkatkan umur simpan mangga Arumanis dan Gedong.
Penyimpanan pada 12 °C dan 15°C efektif untuk meningkatkan shelf life mangga
Arumanis dan Gedong dengan menekan laju perubahan tingkat kekerasan, susut bobot
buah serta perubahan warna pada Gedong. Penggunaan khamir Cryptococcus albidus
sangat efektif dalam menekan bahkan mencegah serangan penyakit pascapanen pada
mangga Arumanis dan Gedong hingga akhir pengamatan (36 HSP).

Kata kunci: antraknosa, busuk pangkal buah, khamir antagonis, pengendalian biologi,

suhu rendah

SUMMARY
ROZA YUNITA. The Quality and Shelf life of Mango (Mangifera indica)
cv. Arumanis and cv. Gedong Influenced of Washing Materials and Storage
Temperature. Supervised by ROEDHY POERWANTO and SURYO WIYONO.
The principal constraint faced by mango producers and exporters in
developing countries is the relatively low visual fruit quality resulting from the
sap that adheres on the surface of the fruit peel. This sap stimulant sapburn injury
and fungal disease.
Therefore, development of an effective washing materials that can
improve the physical quality as well as inhibit fruit diseases on storage is
important. The study aimed to evaluate the effectiveness of washing materials on
the visual quality of mango and to determine the storage temperature to prolong
the shelf life of Arumanis (Mangifera indica cv. Arumanis) and Gedong
(Mangifera indica cv. Gedong) mango varieties.
In this study, a two-factor split-plot in completely randomized block
design (CRBD) was used. Factor 1 referred to the use of washing mixture at the
following treatment combinations: washing mixture (detergent 1% + slaked lime
CaO 0.5%); washing mixture + fungicide 0.025%; washing mixture + yeast, and

no washing as control). Factor 2 consisted of storage temperature level (12°C,
15°C, 18°C, and room temperature as control).
Combination of washing mixture (detergent 1% + slaked lime CaO 0.5%)
added with fungicide or yeast, and stored at a low temperature level (12 °C and
15 °C) was effective to improve visual quality and prolong shelf life up to 24 days
after harvest (DAH). The application of antagonistic yeast Cryptococcus albidus
prevented the incidence of fungal diseases on the mango fruits up to the end of the
observation (36 DAH).
Key words: anthracnose, antagonistic yeast, biological control, low temperature
stem end rot

© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan.
Penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KUALITAS DAN UMUR SIMPAN MANGGA
(Mangifera indica ) CV. ARUMANIS DAN GEDONG
DIPENGARUHI BAHAN PENCUCI DAN SUHU SIMPAN

ROZA YUNITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Edi Santosa, SP, MSi.


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 hingga
Januari 2015, dengan judul Kualitas dan Umur Simpan Mangga (Mangifera
indica ) cv. Arumanis dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc dan Dr Ir Suryo Wiyono, MSc.Agr
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi yang telah memberikan bantuan dana penelitian melalui Hibah Kompetensi
Tahun Anggaran 2015 Nomor 083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 tanggal 5
Februari 2015. Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada keluarga
tercinta, Surya Dinata, atas semangat, perhatian, dan doa terbaiknya, dosen, dan
teknisi Laboratorium atas ilmu dan bantuan yang diberikan, petani mangga dan
warga Desa Girinata yang telah turut membantu pelaksanaan penelitian, temanteman Pascasarjana AGH 2012, AGH 2013, AGH 2014, Himmpas IPB, dan
teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat dan bantuan
yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
dan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2016
Roza Yunita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian


1
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangga Arumanis dan Gedong
Penanganan Pascapanen Mangga
Pencucian
Khamir Antagonis
Penyakit Pasca Panen
Penyimpanan Dingin

3
3
4
5
6
6
7


3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Prosedur Percobaan

8
8
8
8
8
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perobaan Pendahuluan
Persentase Hilangnya Getah
Persentase Luka Bakar
Bintik Dendritik
Perkembangan Penyakit Antraknosa

Perkembangan Penyakit Busuk Pangkal Buah (stem end rots)
Kekerasan
Susut Bobot
Perubahan Warna
Padatan Terlarut Total
Asam Tertitrasi Total (ATT)
Rasa dan Aroma
Daya Simpan

14
14
14
16
17
18
21
23
24
26
27

29
31
32

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

33
33
34

DAFTAR PUSTAKA

34

RIWAYAT HIDUP

46

DAFTAR TABEL
1. Pengaruh campuran bahan pencuci terhadap pertumbuhan koloni
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

khamir antagonis
Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap luka bakar
pada buah mangga Arumanis dan Gedong
Perkembangan bintik dendritik pada manga Arumanis dan Gedong
Pengaruh suhu simpan dan bahan pencuci terhadap padatan terlarut
total mangga Arumanis
Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap padatan
terlarut total mangga Gedong
Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi
total mangga Arumanis
Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi
total mangga Gedong
Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap rasa dan aroma
pada buah mangga Arumanis dan Gedong
Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap daya simpan
buah mangga Arumanis dan Gedong

14
16
18
28
28
30
30
31
33

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Persentase kehilangan getah sebelum dan sesudah pencucian
Persentase getah pada mangga Arumanis dan Gedong
Luka bakar pada mangga Arumanis dan Gedong
Bintik dendritik pada mangga Arumanis dan Gedong
Pengaruh pengembangan bahan pencuci terhadap perkembangan
penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong selama
penyimpanan
Penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong
Perkembangan penyakit busuk pangkal pada mangga Arumanis dan
Gedong
Busuk pangkal buah pada mangga Arumanis dan Gedong
Kelunakan mangga Arumanis selama penyimpanan
Kelunakan mangga Gedong selama penyimpanan
Susut bobot mangga Arumanis selama penyimpanan
Susut bobot mangga Gedong selama penyimpanan
Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan
Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan

15
15
17
18

19
21
22
22
24
24
25
25
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1. Formulir uji organoleptik mangga Arumanis dan Gedong
2. Data peringkat persentase getah (%) sebelum dan sesudah pencucian

pada mangga Arumanis dan Gedong

39
40

3. Data peringkat luka bakar (%) pada mangga Arumanis dan

Gedong

40

4. Data peringkat bintik dendritik (%) pada mangga Arumanis dan

Gedong
5. Data peringkat penyakit antraknosa (%) pada mangga Arumanis
6. Interaksi penyakit antraknosa (%) pada mangga Gedong
7. Interaksi penyakit busuk pangkal buah (%) pada mangga

Arumanis
8. Interaksi penyakit busuk pangkal buah (%) pada mangga Gedong

40
41
42
43
44

1 PENDAHULUAN
εangga dikenal sebagai “The best loved tropical” merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang sangat banyak disukai masyarakat, baik Indonesia
maupun mancanegara karena mangga memiliki bentuk buah yang menarik, rasa
daging buah yang enak. Buah mangga mengandung vitamin A dan vitamin C
dengan kandungan nilai vitamin A delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan
Apel sedangkan kandungan nilai vitamin C sembilan kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Apel. Buah mangga juga mengandung karotenoid dan
senyawa antioksidan seperti Quercetin-3-galactoside, Quercetin-3-glucoside,
Quercetin-3-arabinosde, gallic acid dan mangiferine C- glucoside ( Poerwanto
2015).
Pada tahun 2013, produksi mangga di Indonesia mencapai 2.192.928 ton
dengan sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi
Selatan. Mangga juga merupakan salah satu buah-buahan tropis yang telah
mampu menembus pasar dunia dengan pangsa pasar utama adalah Timur Tengah
dan sebagian negara di Asia Tenggara. Pada tahun 2013, Indonesia tercatat
melakukan ekspor mangga dengan volume mencapai 1.089 ton dimana sekitar
42.43% volume ekspor tersebut ditujukan ke Negara Uni Emirat Arab, 28.35% ke
Singapura, dan 7.55% ke Arab Saudi (Pusdatin 2014).
Menurut data FAO (2012) Indonesia termasuk lima negara dengan
produksi mangga terbesar di dunia, akan tetapi volume ekspor mangga Indonesia
masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah kualitas buah mangga
yang masih rendah. Getah yang menempel pada permukaan kulit mangga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas buah mangga
di Indonesia. Umumnya, di Indonesia buah mangga tidak dicuci sebelum
dipasarkan dan bahan pencuci mangga masih sulit ditemukan. Akibatnya buah
mangga yang di pasarkan berpenampilan kotor, bergetah dan cepat busuk. Getah
yang menempel pada kulit mangga juga dapat menyebabkan luka bakar (sapburn)
dan menjadi media untuk pertumbuhan cendawan karena mengandung komponen
karbohidrat.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalisir penurunan
kualitas mangga akibat getah yaitu dengan cara pencucian. Hasil penelitian
sebelumnya telah melaporkan bahwa penggunaan Ca(OH)2 dan detergen dapat
membersihkan getah yang menempel pada permukaan kulit mangga (Amin et al.
2008; Holmberg et al. 2003). Namun penggunaan bahan pencuci ini belum
mampu mencegah penyakit antraknosa dan busuk buah pasca panen, sehingga
diperlukan satu upaya untuk mengembangkan bahan pencuci yang cukup efektif
untuk menekan penyakit pasca panen mangga pada saat penyimpanan.
Pengembangan bahan pencuci dapat dilakukan dengan menambahkan
fungisida ke dalam larutan bahan pencuci. Hasil penelitian Syed et al. (2014)
menunjukkan bahwa penggunaan fungisida dengan merek dagang Nativo,
Gemstar dan Carbendazim pada konsentrasi 1-3% ppm yang dikombinasikan
dengan perlakuan panas pada suhu 50 0C dapat menekan pertumbuhan patogen
penyebab busuk pangkal buah mangga pada saat pasca panen.
Seiring dengan adanya pembatasan kandungan residu pestisida atau MRLs
(Maximum Residue Limits) untuk komoditas pertanian, maka juga diperlukan

2

pengembangan suatu metode pengendalian penyakit pasca panen yang lebih
efektif dan aman terhadap manusia dan lingkungan (Droby 2006; Robiglio et al.
2011). Salah satunya adalah dengan pengendalian hayati yang dilaporkan cukup
efektif untuk mengendalikan penyakit pascapanen pada cabe dan mangga
(Indratmi 2008; Kefialew & Ayalew 2009).
Khamir merupakan mikroorganisme yang potensial digunakan sebagai
agen pengendali hayati (Robiglio et al. 2011). Khamir memiliki banyak kegunaan
yaitu biasanya tidak menghasilkan spora alergenik atau mikotoksin seperti
cendawan miselia (Droby & Chalut 1994). Tindakan pengendalian hayati dengan
khamir memiliki sedikit resiko terhadap konsumen (Arras et al. 1999).
Beberapa tahun terakhir, khamir telah digunakan sebagai agen hayati
untuk mengendalikan penyakit-penyakit pascapanen. Perlakuan khamir Pichia
anomala, P. guilliermondii, Lipomyces tetrasporus, dan Metschnikowia lunata
pada buah jambu dapat menekan busuk buah yang disebabkan Botrvodiplodia
theobromae (Hashem dan Alamri 2009). Cryptococcus albidus var aerius IPB1,
C. edax 13, dan Rhodotorula glutinis 8, sangat potensial digunakan sebagai agen
hayati dalam pengendalian Lasidiplodia theobromae Pat. pada buah mangga saat
penyimpanan (Sugipriatini 2009).
Suhu adalah faktor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju
kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran
meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak
sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai
kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen,
penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik terhadap komoditi.
Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat
dipengaruhi oleh suhu (Utama et al. 2011). Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan pengujian untuk menentukan perlakuan yang dapat mempertahankan
kualitas buah mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan.
Penyimpanan suhu rendah pada suhu 15 0C dapat menekan laju respirasi
dan transpirasi pada buah manga sehingga dapat menghambat proses fisiologis
seperti menunda pelunakan, perubahan warna, perubahan mutu, serta proses
kimiawi lainnya (Amiarsi 2012). Hasil penelitian Paramita (2010) menujukkan
bahwa penyimpanan pada suhu 10 0C, menunjukkan laju respirasi dan produksi
etilen paling rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 20 0C dan 25
0
C. Hasil penelitian Ilmi (2014) menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu
rendah 16.1±1 °C dan 18.1±1 °C dapat menghambat perubahan susut bobot,
kekerasan buah, asam tertitrasi total, dan padatan terlarut total pada buah mangga
Gedong.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan khamir C.
albidus ke dalam formulasi bahan pencuci efektif untuk menekan bahkan
mencegah serangan penyakit pasca panen buah mangga Arumanis dan Gedong
serta penyimpanan pada suhu 15 °C efektif untuk meningkatkan shelf life buah
mangga Arumanis dan Gedong.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas bahan pencuci untuk
meningkatkan kualitas visual manga, mencari suhu penyimpanan yang efektif

3

untuk meningkatkan shelf life, serta mengetahui pengaruh penggunaan khamir
antagonis dalam menekan dan mengendalikan penyakit pasca panen mangga
Arumanis dan Gedong.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat
dipertimbangkan oleh para pengusaha mangga untuk mempertahankan kualitas
dan memperpanjang masa simpan buah mangga kultivar Gedong dan Arumanis.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangga Arumanis dan Gedong
Mangga (Magifera indica L.) merupakan buah daerah tropis dan subtropis
yang terkenal dengan aroma eksotis dan biasanya disebut sebagai raja buah
(Sivakumar 2010). Mangga juga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit
yaitu buah khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di
pasaran luar negeri selain manggis dan pisang.
Sebagai salah satu buah musiman yang mempunyai prospek baik sebagai
komoditas ekspor, mangga diproduksi secara komersial oleh lebih dari 90 negara.
Menurut data FAO (2012) lima negara dengan produksi mangga terbesar di dunia
pada tahun 2010 sampai 2011 adalah India (~ 16.340.000 ton) diikuti oleh China
(~ 4.350.000 ton), Thailand (~ 2.55 juta ton), Pakistan (1.78 juta ton), Meksiko
(1.63 juta ton), Indonesia (~ 1.31 juta ton), Brasil (~ 1.19 juta ton) dan Bangladesh
(~ 1.05 juta ton).
Indonesia memiliki dua varietas mangga yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan sebagai komoditas ekspor yaitu varietas Arumanis dan Gedong.
Mangga Arumanis tersebar hampir di seluruh propinsi. Mangga Arumanis
mempunyai keunggulan karena citarasanya yang khas dengan tekstur lembut,
creamy dengan sedikit serat (Utama et al. 2011). Peluang untuk ekspor jenis
mangga ini sangat tinggi karena jenis yang sama tidak dihasilkan oleh negara
penghasil dan pengekspor mangga dunia yaitu India, Meksiko dan negara
Amerika Latin lainnya.
Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga
lainnya warna kulit dan daging buah yang kuning-orange, seratnya halus, kadar air
dengan aroma yang harum dan khas, serta kandungan vitamin A tertinggi, cukup
memikat konsumen (Amiarsi 2012). Disebut gedong gincu karena warna kulitnya
yang merah-oranye hampir menyerupai gincu pemerah bibir wanita atau lipstick,
serta bentuk buahnya bulat. Masyarakat Majalengka menyebut mangga gedong
gincu sebagai mangga seraton atau mangga selera keraton karena tampilan yang
memikat dan harganya yang cukup mahal, sehingga mangga gedong gincu
dicitrakan sebagai mangga untuk konsumsi kalangan elit (Rizkia 2012).
Mangga gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong. Hal yang
membedakan sebutan mangga gedong dengan mangga gedong gincu adalah waktu
panennya. Mangga gedong dipanen pada tingkat kematangan mencapai 60%-70%.
sedangkan mangga gedong gincu dipanen saat buahnya mencapai tingkat

4

kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit buah masih berwarna hijau tua pada
bagian atas ujung dan berwarna merah pada pangkal buah. Saat matang, daging
buah mangga gedong akan berwarna kuning jingga, sedangkan daging mangga
gedong gincu akan berwarna merah oranye atau kuning kemerahan.
Penanganan Pascapanen Mangga
Penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk mengurangi susut dan
mempertahankan mutu buah-buahan setelah dipanen. Penanganan pascapanen
perlu dilakukan segera semenjak buah itu dipanen dan diimbangi dengan
penerapan teknologi dengan memperhatikan nilai ekonomi komoditas (Budiastra
dan Purwadaria 1993). Setyadjit dan Sjaifullah (1992) menyatakan kerusakan
pascapanen buah mangga diperkirakan mencapai 30%. Kerusakan pascapanen
disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak tepat, misalnya: teknik
pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak baik, pengemasan dan
pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang diperhatikan serta
adanya serangan hama dan penyakit.
Kegiatan penanganan penanganan pascapanen mencakup rangkaian kegiatan
yang dilakukan setelah pemanenan dengan tujuan mempersiapkan dengan baik
dan benar buah mangga yang akan didistribusikan untuk pemasarannya.
Rangkaian kegiatan pascapanen meliputi pengumpulan buah mangga hasil panen,
pengemasan dan pengangkutan buah mangga tersebut ke bangsal penanganan
untuk dilakukan pra-pendinginan (precooling), pencucian, pemilihan dan
pemilahan, perlakuan khusus, pengemasan, dan penyimpanan. Penerapan
teknologi pascapanen pada setiap tahap atau rangkaian kegiatan yang dilakukan
dalam suatu tempat bangsal mulai dari penanganan awal bahan menjadi keharusan
agar konsistensi mutu buah mangga dapat dijaga atau dipertahankan hingga ke
tangan konsumen (Broto 2011).
Periode pascapanen dimulai dari produk dipanen sampai produk tersebut
dikonsumsi, atau diproses lebih lanjut. Sistem pasca panen bertujuan untuk
mempertahankan mutu produk yang dipanen (penampakan, tekstur, cita rasa, nilai
nutrisi dan keamanannya), memperpanjang masa simpan, serta masa pasar,atau
dengan kata lain peran teknologi pascapanen adalah untuk mengurangi susut
sebanyak mungkin selama periode antara panen dan konsumsi (Utama dan Antara
2013). Penanganan pasca panen yang baik akan menekan kehilangan (losses),
baik dalam kualitas maupun kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas
sampai komoditas tersebut tidak layak pasar (not marketable) atau tidak layak
dikonsumsi ( Mutiarawati 2007).
Mangga merupakan buah klimakterik memiliki umur simpan yang sangat
singkat dan mencapai puncak respirasi dalam proses pematangan pada hari ke-3
atau ke-4 setelah panen pada suhu kamar (Narayana et al. 1996, Nair dan Singh
2003). Umur simpan mangga bervariasi antara varietas tergantung pada kondisi
penyimpanan. Secara alami, buah mangga di Indonesia hanya dapat disimpan
hingga 7 hari pada suhu ruangan (Setyabudi 2011) sedangkan untuk di luar negeri
hanya bisa bertahan hinga 7- 9 hari pada suhu ruangan (Singh et al. 2013).
Kerusakan buah mangga yang paling awal adalah akibat serangan cendawan
Colletotrichum gloeosporioides dan Botryodiplodia theobromae, yaitu antraknosa
dan busuk pangkal buah.

5

Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan getah yang
menempel pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi bersih dan memiliki
nilai jual yang lebih tinggi. Pencucian dapat dengan penyemprotan, perendaman
dan pembilasan, penyekaan dengan kain basah, dan penyikatan. Air pencuci yang
mengandung senyawa "pembersih" dalam jumlah tertentu diperlukan untuk
memperkecil kemungkinan penularan mikroba patogen dari air ke buah mangga
yang dicuci dari buah terinfeksi ke buah yang sehat (Broto 2003).
Getah mangga yang memiliki sifat asam pada kulit buah dapat
menyebabkan kerusakan buah (Holmberg et al. 2003). Hal ini dapat diatasi
dengan menajemen atau penanganan pasca panen melalui penculupan atau
pencucian buah dengan cairan pencucian tertentu seperti senyawa yang bersifat
basa. Maqbool dan Malik (2008) dalam penelitiannya menggunakan deterjen, 7
Tween-80, dan Ca(OH)2 untuk mengatasi getah pada buah mangga. Campuran
Ca(OH)2 maupun surfaktan Tween-80 secara signifikan maupun mengurangi
sapburn injury pada mangga cv. Samar Bahisht Chaunsa jika dibandingkan
dengan kontrol (tanpa pencucian). Sebagian besar peubah fisiokimia (kecuali
perubahan warna kulit dan kandungan gula) secara signifikan dipengaruhi oleh
perlakuan pencucian.
Kalsium hidroksida biasa disebut dengan kapur tohor (quick lime). Kalsiun
hidroksida dihasilkan dari reaksi kalsium oksida (CaO) dan air (H2O). Senyawa
ini juga dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran antara larutan
kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH)
(Sukandarrumidi 1999). Kalsium hidroksida bersifat basa kuat dengan derajat
kemasaman (pH) 12.4 yang mampu mereduksi asam dalam getah buah mangga
dengan pH 4.3 (Robinson et al. 1993). Ca(OH)2 dapat mengurangi getah pada
permukaan kulit buah dengan mencelupkan buah mangga pada larutan Ca(OH)2
tersebut, selain itu pemakaian Ca(OH)2 dapat menghilangkan getah yang
melumuri permukaan kulit buah mangga (Amin et al. 2008).
Deterjen adalah campuran berabagai bahan yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.
Deterjen merupakan senyawa yang menyebabkan zat non polar dapat larut dalam
air (Daintith 1994). Daya detergensi adalah kemampuan surfaktan mengikat
minyak dan mengangkat kotoran pada permukaan kain (Holmberg et al. 2003).
Daya detergensi mempengaruhi tingkat kesadahan air. Semakin tinggi
tingkat kesadahan air, maka daya detergensi akan semakin menurun. Faktor-faktor
yang mempengaruhi daya detergensi adalah komposisi pengotor secara kimia dan
fisik, temperatur pada saat proses pencucian, durasi setiap tahap pencucian, jenis
dan proses mekanisasi yang digunakan, jumlah pengotor yang terdapat dalam
system, serta jenis dan jumlah deterjen yang digunakan (Lynn 1993).
Komposisi bahan aktif pada detergen adalah berupa surfaktan, yaitu bahan
yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antar muka fasa untuk
mempermudah penyebaran dan pemerataan. Ciri utama surfaktan adalah memiliki
molekul ampifilik yang terdiri atas gugus hidrofilik yang memiliki afinitas tinggi
terhadap minyak (Bird 1993).

6

Khamir Antagonis
Pada awal tahun 1990 berbagai mikroba antagonis dilaporkan dapat digunakan
untuk mengendalikan berbagai patogen pada beberapa buah. Salah satu mikroba
antagonis tersebut adalah khamir (Druvefors 2004). Jones dan Prusky (2002)
melaporkan bahwa beberapa khamir antagonis juga telah dilaporkan efektif untuk
menghambat patogen pascapanen pada beberapa buah-buahan dan dapat digunakan
sebagai agens pengendali hayati cendawan pascapanen penyebab busuk pada buah
apel, grey dan blue mold yang disebabkan oleh Botrytis cinerea dan Penicillium
italicum, dan pada buah jeruk (McLaughlin et al. 1990).
Debaromyces hansenii dilaporkan dapat mengendalikan busuk buah jeruk
pascapanen (Wisniewski et al. 1991) dan beberapa spesies Cryptococcus sp, dapat
digunakan untuk mengendalikan pembusukan pascapanen pada buah apel dan pir
(Roberts 1990). Keberadaan mikroba antagonis baik secara alami maupun buatan
dapat dipertimbangkan sebagai alternatif penggunaan fungisida untuk mengendalikan
penyakit pascapanen (Wisniewski & Wilson 1992). Keuntungan dari penggunaan
khamir antagonis, dapat diisolasi dari alam, bersifat non patogenik terhadap tanaman
dan binatang termasuk manusia, mudah dibiakkan, dan reproduksinya cepat (Payne &
Bruce 2001). Khamir juga memiliki banyak kegunaan, biasanya tidak menghasilkan
spora alergik atau mikotoksin seperti cendawan miselial. Sel khamir juga
mengandung vitamin, mineral, dan asam amino penting yang telah dimanfaatkan
dalam makanan dan pakan (Hashem & Alamri 2009).
Mekanisme agens pengendali hayati dalam mengendalikan patogen target
belum banyak diketahui (Janisiewicz & Korsten 2002). Khamir Debaryomyces sp.
efektif menghambat perkembangan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C.
gloeosporioides, Debaryomyces sp. kerusakan hifa dan konidia patogen C.
gloeosporioides. Penghambatan patogen C. gloeosporioides oleh Debaryomyces sp.
terjadi melalui mekanisme kompetisi dan parasitisme (Indratmi 2008).
Pengujian secara in vitro dan in vivo menunjukkan C. albidus var aerius
IPB1 efektif dalam penghambatan pertumbuhan patogen dan menekan penyakit
busuk buah dengan mekanisme antibiosis. C. albidus var aerius IPB1, C. edax 13,
dan R. glutinis 8 merupakan khamir potensial sebagai agen hayati dalam
pengendalian L. theobromae Pat. pada buah mangga saat penyimpanan
(Sugipriatini 2009). Hasil penelitian Fitriati et al. 2012 juga melaporkan bahwa
Pichia anomala mampu memberikan tingkat hambatan relatif terhadap
perkembangan penyakit antraknosa pada buah alpukat dalam uji in vivo sebesar
75.76–100% pada konsentrasi 106–107 sel/ml, sedangkan Candida intermedia
yang mampu memberikan tingkat hambatan relatif terhadap perkembangan
penyakit antraknosa pada buah avokad dalam uji in vivo sebesar 66.67–100%
pada konsentrasi 106–107 sel/ml.

Penyakit Pasca Panen
Penyakit pasca panen pada buah tropis dan subtropis di Indonesia saat penting.
karena iklim di Indonesia yang panas dan lembab. Teknik budi daya yang benar dan
aplikasi fungisida setelah panen membantu menekan penyakit pasca panen. Kontrol
suhu baik selama transportasi dan penyimpanan juga penting dalam menekan
kehilangan pasca panen akibat penyakit (Widjanarko 2012).
Infeksi fungi pasca panen dapat menimbulkan kerusakan yang tidak tampak
dari luar tetapi terus menimbulkan kerusakan pada komoditi yang dikemas dan dalam

7

penyimpanan (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Faktor utama pengembangan proses
infeksi penyakit pasca panen antara lain suhu dan kelembaban yang cukup tinggi.
Selain itu pH komoditas juga menjadi faktor pembatas pengembangan infeksi pada
komoditas pasca panen ( Widjanarko 2012).
Pembusukan buah-buahan pascapanen berasal dari infeksi yang terjadi baik
antara pembungaan dan pematangan buah, atau selama penanganan panen, dan
penyimpanan (Droby 2006). Infeksi dapat terjadi sebelum panen (preharvest) dan
tetap bertahan sampai buah menjadi tua sampai pascapanen dan selama penyimpanan.
Namun, sebagian besar infeksi terjadi melalui luka yang ditimbulkan permukaan
komoditas pada saat panen, pascapanen dan pada penanganan selanjutnya. Kerugian
akibat infeksi ini dapat ditangani dengan menggunakan fungisida yang diaplikasikan
di lapangan atau setelah panen (Droby 2006).

Penyimpanan Dingin
Penyimpanan adalah salah satu cara memperpanjang umur simpan, terutama
untuk komoditas musiman sehingga dapat mempertahankan nilai komoditas yang
disimpan. Umur pemasaran mangga dapat diperpanjang dengan metode
penyimpanan yang tepat. Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan
mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama
mungkin tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Jangka waktu
penyimpanan juga tergantung dengan aktifitas respirasi, ketahanan terhadap
kehilangan air, dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi
lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara
pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau komposisi atmosfirnya
(Broto 2003).
Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil
pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan
produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan
pendinginan karena sederhana dan efektif. Penyimpanan di bawah suhu 15 °C dan
di atas titik beku bahan, dikenal dengan penyimpanan dingin (Rizkia 2012).
Secara umum tujuan penyimpanan dingin adalah untuk membatasi kerusakan
tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan lain yang
tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen (Broto
2003). Penurunan suhu dalam penyimpanan dingin akan mengurangi kelayuan,
menurunkan laju respirasi, menghambat perubahan tekstur dan kehilangan vitamin
C, mengurangi laju pertumbuhan mikrobiologis, serta mencegah perkecambahan
spora dari beberapa jamur pada bahan yang disimpan.
Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi
yang memungkinkan buah tersebut disimpan tanpa banyak kehilangan citarasa,
tekstur, dan kadar air. Lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga
tergantung varietasnya. Umur simpan mangga pada umumnya terbatas untuk 14 21 hari pada suhu 10 -15 °C (Yahia 1998), 4-8 hari pada suhu kamar dan 2 sampai
3 minggu dalam penyimpanan dingin di 13 °C (Carrillo et al. 2000). Emongor
(2015) menyatakan bahwa untuk memperpanjang umur simpan dan periode
pemasaran buah harus disimpan pada 12 °C dengan RH 90-95% karena buah tidak
akan mengalami chilling injury dan akan mengalami proses pematangan normal.
Pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan,
mencegah kerusakan oleh mikroba serta perubahan tekstur komoditi yang

8

disimpan (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Pengaturan suhu penyimpanan dapat
mempengaruhi metabolisme dan mengendalikan pematangan serta mengurangi
kerusakan sehingga memperpanjang umur simpan (Paramita 2010). Penurunan
suhu dapat meningkatkan umur simpan mangga dengan menurunkan laju respirasi
dan produksi etilen (Emongor 2015).

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015 di
Laboratorium Postharvest Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tempat pengambilan buah mangga di Desa
Girinata, Kecamatan Duku Puntang, Kabupaten Cirebon.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah buah mangga
varietas Gedong dan Arumanis dengan tingkat kematangan 80%. Bahan lain yang
digunakan yaitu deterjen (mengandung bahan aktif surfaktan 19.5 %), CaO,
fungisida Amistar Top (mengandung bahan aktif azoksistrobin 200 g/l dan
difenokonazol 125 g/l), khamir antagonis Cryptococcus albidus. Konsentrasi
suspensi khamir yang digunakan adalah 5.8 ml/L air yang diperoleh dari stok
indukan Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain gelas ukur,
timbangan analitik, kamera, hand refractometer Atago DUE-PSH 14, show case,
termometer min max, buret, glassware dan alat penunjang penelitian lainnya.
Prosedur Analisis Data
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola split plot, terdiri dari
2 faktor perlakuan yaitu aplikasi bahan pencuci sebagai subplot dan suhu
penyimpanan sebagai main plot. Faktor aplikasi bahan pencuci terdiri atas empat
taraf perlakuan, yaitu Tanpa dicuci; Bahan Pencuci (Detergen 1% + CaO 0.5%);
Bahan Pencuci + Fungisida 0.025%; Bahan Pencuci + Khamir antagonis. Faktor
suhu penyimpanan terdiri atas empat taraf perlakuan, yaitu suhu penyimpanan 12
°C , 15 °C, 18 °C dan suhu ruang. Setiap perlakuan diulang 4 kali, sehingga
terdapat 64 unit percobaan dan setiap unit percobaan terdiri atas 1 sampel.
Analisis data
Data non parametrik dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. Jika
terdapat pengaruh nyata terhadap variabel pengamatan, maka data diuji lanjut
dengan uji Dunn pada taraf 5%. Peubah yang diamati yaitu persentase getah yang
menempel, persentase luka bakar akibat getah, busuk pangkal buah, antraknosa,

9

warna, rasa dan aroma buah mangga. Data parametrik di analisis ragam pada taraf
5%, apabila hasil menunujukkan pengaruh nyata perlakuan diuji lanjut dengan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Peubah yang diamati yaitu
susut bobot, total asam tertitrasi, padatan total terlarut. Model linier aditif untuk
rancangan ini adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi +

ik

+ β j +(αβ)ij+

ijk

Keterangan:
Yijk
= nilai pengamatan pada faktor aplikasi bahan pencuci ke-i dan suhu
penyimpanan ke–j dan ulangan ke-k
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh faktor aplikasi bahan pencuci ke i
βj
= pengaruh faktor suhu penyimpanan ke j
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara faktor aplikasi bahan pencuci dan suhu
penyimpanan
=
galat dari anak petak (aplikasi bahan pencuci)
ijk
i k = galat dari petak utama (suhu simpan)
Rumus uji kruskal wallis untuk peubah persentase getah yang menempel,
persentase luka bakar akibat getah, persentase bintik dendritik, busuk pangkal
buah, antranoksa, warna, rasa dan aroma buah manga. Model linier aditif untuk
rancangan ini adalah sebagai berikut (Walpole 2005):


Keterangan :
H
= Nilai Kruskal Wallis
Ri
= jumlah peringkat dari perlakuan ke i (mean rank)
Ni
= Banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i
K
= Banyaknya perlakuan (i = l,2,3.....k)
n
= Jumlah seluruh data penelitian (N = nl + n2 + n3 +...+ nk)
Rumus uji Dunn
√(

) √(

)

Keterangan:
 Jika ri - ri'
pada = 0.05, maka H0 diterima. Hal ini menyatakan
bahwa pasangan rata-rata rangking perlakuan tersebut tidak berbeda nyata
(P > 0.05)
 Jika ri - ri'
pada = 0.05, maka HO ditolak. Hal ini menyatakan
bahwa pasangan rata-rata rangking perlakuan tersebut berbeda nyata (P <
0.05)

10

Prosedur Percobaan
Pemanenan
Buah mangga yang digunakan dalam penelitian ini dipanen dari kebun mangga
di Desa Girinata Kecamatan Duku Puntang Kabupaten Cirebon. Tanaman mangga
yang diambil buahnya merupakan tanaman yang berumur sekitar 13 tahun dan telah
diberikan perawatan seperti pemupukan dan pemangkasan. Pemanenan buah mangga
dilakukan pada pagi hari. Buah mangga dipanen dengan menggunakan galah yang
pada bagian ujung dipasang keranjang penampung dan pisau. Indeks panen yang
digunakan adalah warna buah hijau, bentuk lekukan bagian pangkal dan ujung hampir
hilang, umur buah berkisar 90-100 hari setelah antesis (info dari petani) dan lentisel
tersebar merata pada permukaan buah.
Sortasi dan Grading
Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah yang layak dan tidak layak
digunakan untuk penelitian agar diperoleh buah yang seragam bentuk, warna,
ukuran dan kematangannya sedangkan grading dilakukan untuk memperoleh buah
yang seragam ukurannya (besar, sedang, kecil atau sangat kecil). Sortasi yang
dilakukan berdasarkan pengamatan secara visual meliputi buah mangga utuh, padat.
penampilan segar, bebas dari memar, layak konsumsi, bebas dari benda-benda asing
yang tampak, bebas dari hama dan penyakit (BSN 2009).
Membuat Gambar Lokasi Getah
Penggambaran lokasi getah pada kulit mangga bertujuan untuk melihat tingkat
kebersihan mangga dari getah dan kotoran yang menempel pada kulit mangga setelah
proses pencucian dilakukan. Gambar lokasi getah pada buah mangga dibuat dengan
cara mengikuti aliran getah yang keluar dari tangkai buah dengan menggunakan
spidol permanen. Penggunaan spidol permanen bertujuan agar gambar lokasi
getah pada kulit buah mangga tidak mudah memudar setelah pencucian dan
memudahkan dalam pengamatan. Buah mangga yang telah digambar kemudian
dipisahkan berdasarkan perlakuan yang akan diberikan. Setelah itu dilakukan
pengamatan awal terhadap persentase getah yang menempel dan persentase luka
bakar akibat getah.
Aplikasi Pencucian
Mangga yang telah disortasi kemudian dicuci dengan bahan pencuci sesuai
perlakuan. Mangga dicuci dengan mencelupkan dalam perlakuan bahan pencuci
selama ± 5 menit sambil digosok dengan spon yang lembut. Getah yang
menempel dan kotoran yang ada di permukaan kulit dibersihkan hingga bersih.
Setelah ± 5 menit mangga diangkat dan dibilas dengan air bersih. Untuk aplikasi
khamir antagonis, mangga dicuci terlebih dahulu dengan bahan pencuci detergen
dan CaO, selanjutnya mangga dibilas dengan air bersih kemudian baru dicelupkan
ke dalam khamir antagonis. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya lisis
pada dinding sel khamir karena enzim yang terkandung di dalam bahan pencuci
detergen. Mangga yang dicuci kemudian diamati kembali berapa persen hilangnya
getah yang menempel pada permukaan kulit.
Pengemasan, Transportasi, dan Penyimpanan
Pengemasan mangga dilakukan dengan cara dibungkus menggunakan
kertas. Transportasi buah mangga dilakukan pada malam hari untuk menghindari
kontak langsung dengan matahari yang dapat menimbulkan kerusakan pada buah.

11

Mangga kemudian disimpan pada show chase pada suhu 12 °C, 15 °C, 18 °C dan
mangga yang diperlakukan pada suhu ruang diletakkan diatas meja di
Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lama perjalanan yang ditempuh dari tempat
pemanenan ke tempat penyimpanan di Laboratorium Pasca panen ± 8 jam.
Pengamatan Penelitian
Pengamatan buah mangga dilakukan di Lapang dan Laboratorium
Postharvest Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Berikut metode skoring yang digunakan pada beberapa
parameter yang diamati:
Persentase Getah yang Menempel
Penilaian terhadap tingkat kebersihan buah mangga dari getah ditentukan
dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) melalui penentuan persentase getah
yang menempel pada kulit buah sebelum dan sudah pencucian sebagai berikut:
0 = Tidak ada,
1 = 1 % kotoran,
2 = 1-3 % kotoran,
4 = 10-25 % kotoran,
5 = 25-100 % kotoran.
Persentase Luka Bakar Akibat Getah
Penilaian terhadap persentase luka bakar yang disebabkan oleh getah yang
menempel pada permukaan kulit buah ditentukan dengan teknik skoring (Holmes
et al. 2009) sebagai berikut:
0 = Tidak ada,
1 = Kurang dari 1 cm2,
2 = 1-3 cm2 atau ± 3%,
3 = 3-12 cm2 atau ± 10 %,
4 = 12 cm2 atau ± 10-20 %,
5 = lebih besar dari 25 %.
Bintik Dendritik (Dendritic spottings)
Bintik dendritik (dendritic spottings) adalah bintik hitam kecil dengan
ujung-ujungnya tidak beraturan yang terdapat pada permukaan kulit buah. Bintik
dendritik biasanya muncul pada buah yang telah matang. perkembangannya cukup
lambat. dan tidak masuk kedalam daging. Penilaian terhadap Bintik dendritik
ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai
berikut:
0 = Tidak ada,
1 = Kurang dari 1 cm2,
2 = 1-3 cm2 atau ± 3%,
3 = 3-12 cm2 atau ± 10 %,
4 = 12 cm2 atau ± 10-20 %,
5 = lebih besar dari 25 %.
Perkembangan Penyakit Antraknosa
Antraknosa (anthracnose) disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
gleosporioides yang dapat menyerang buah setelah panen. Buah mangga yang

12

terserang antraknosa dapat menimbulkan kerusakan yang parah dan dapat
menurunkan kualitas buah. Penilaian terhadap perkembangan penyakit
Antraknosa ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor
sebagai berikut:
0 = Tidak ada,
1 = Kurang dari 1 cm2,
2 = 1-3 cm2 atau ± 3%,
3 = 3-12 cm2 atau ± 10 %,
4 = 12 cm2 atau ± 10-20 %,
5 = lebih besar dari 25 %.
Perkembangan Penyakit Busuk Pangkal Buah (Stem end rots)
Busuk pangkal buah (stem end rots) merupakan busuk lunak berair yang
terdapat pada pangkal buah, biasanya perkembangannya cukup cepat dimulai dari
pangkal buah kemudian masuk kedalam daging buah. Penilaian terhadap
perkembangan penyakit busuk pangkal buah ditentukan dengan teknik skoring
Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai berikut:
0 = Tidak ada.
1 = Kurang dari 1 cm2,
2 = 1-3 cm2 atau ± 3%,
3 = 3-12 cm2atau ± 10 %,
4 = 12 cm2 atau ± 10-20 % ,
5 = lebih besar dari 25 %.
Kekerasan Buah Mangga
Pengamatan kekerasan buah mangga dilakukan setiap tiga hari sekali.
Pengamatan kekerasan buah dilakukan dengan menekan buah dengan
menggunakan jempol. Penekanan dilakukan pada ujung, tengah, dan pangkal buah
serta dilakukan beberapa kali ulangan. Menurut Holmes et al. (2009) menyatakan
bahwa skor pengamatan kekerasan buah yang dilakukan adalah :
1 = Hard (permukaan kulit buah tidak tertekan saat diberi tekanan).
2 = Rubbery (permukaan sedikit tertekan pada saat diberi tekanan pada buah).
3 = Sprung (daging buah tertekan sedalam 2-3 mm dengan tekanan ibu jari
yang kuat).
4 = Firm soft (daging buah tertekan dengan tekanan ibu jari yang sedang).
5 = Soft (buah tertekan dengan tekanan ibu jari yang lemah).
Rasa dan Aroma
Pengujian terhadap rasa dan aroma buah mangga digunakan uji hedonik.
Pada uji ini digunakan 10 orang panelis semi terlatih. Dari uji tersebut diperoleh
tingkat kesukaan atau skala hedonik. Skor penilaian uji rasa dan aroma:
1= sangat tidak suka
2= tidak suka
3= agak suka
4= suka
5= sangat suka
Perubahan Warna Kuning Buah Mangga Gedong
Pengamatan perubahan warna kuning buah mangga dilakukan setiap tiga
hari sekali mulai dari 3 HSP hingga 27 HSP dengan cara visual pada seluruh

13

permukaan kulit buah mangga. Penilaian terhadap perubahan warna kuning
ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai
berikut:
1= 0 - 10% warna kuning yang terlihat pada buah mangga
2= 10 - 30% warna kuning yang terlihat pada buah mangga
3= 30 - 50% warna kuning yang terlihat pada buah mangga
4= 50 - 70% warna kuning yang terlihat pada buah mangga
5= 70 - 90% warna kuning yang terlihat pada buah mangga
6= 90 - 100% warna kuning yang terlihat pada buah mangga
Susut Bobot
Pengukuran susut dilakukan setiap tiga hari sekali dengan menggunakan
timbangan analitik. Untuk menghitung susut bobot buah mangga digunakan
persamaan berdasarkan metode AOAC (1980):
% Susut bobot=
Asam Tertitrasi Total (ATT)
Pengamatan total asam buah mangga dilakukan setiap tiga hari sekali
mulai dari 3 HSP sampai 27 HSP. Prosedur pengukuran asam tertitrasi total
mengacu pada AOAC (1980) yang digunakan sebagai parameter untuk mengukur
kandungan asam yang terdapat dalam buah mangga. Kandungan ATT diukur
dengan menghancurkan daging buah mangga sebanyak 25 g, kemudian daging
buah yang telah hancur ditambahkan aquades dalam erlenmeyer 100 ml. Larutan
diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan indikator penolftalein tiga tetes,
kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi
merah muda. Kandungan ATT dihitung dengan rumus:

ATT (mg/100 g bahan) =

Keterangan:
ATT
V
N NaOH
Fp
BE
W

= Asam Tertitrasi Total(%)
= Volume NaOH 0.1 N (ml)
= Normalitas NaOH (0.1 N)
= Faktor pengencer (volume labu takar/ml larutan yang
diambil)
= Bobot Ekuivalen asam sitrat (64)
= Berat contoh (25.000 mg)

Padatan Terlarut Total (PTT)
Pengukuran padatan terlaruttotal dilakukan dengan alat digital hand
refractometer Atago DUE-PSH 14. Daging buah dihancurkan terlebih dahulu.
cairan yang diperoleh diteteskan pada prisma refractometer, ditutup dan secara
otomatis nilai PTT akan terlihat pada pintu pembaca dalam satuan oBrix. Sebelum
digunakan, alat terlebih dahulu dibersihkan dengan cara meneteskan aquades pada

14

permukaan prisma refractometer dan menyesuaikan bacaan pada angka nol (0).
kemudian dibersihkan dengan tissue lalu sampel diteteskan.
Daya Simpan Buah.
Daya simpan buah mangga ditentukan berdasarkan periode buah tetap
terlihat segar, tidak busuk, dan rasa yang tetap normal selama dalam penyimpanan
sehingga masih layak dikonsumsi. Pada saat buah mangga sudah mulai mengkerut,
buah sudah mulai busuk dianggap akhir dari shel life mangga Arumanis dan
Gedong.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perobaan Pendahuluan
Percobaan pendahuluan dilakukan untuk melihat ketahanan khamir dalam
campuran CaO dan detergen. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan
diperoleh hasil bahwa jumlah pertumbuhan koloni khamir antagonis lebih sedikit
pada media yang mengandung campuran detergen dan CaO dibandingkan dengan
jumlah koloni pada media yang mengandung campuran aquades dan khamir. Hal
ini disebabkan oleh adanya kandungan enzim proteinase di dalam detergen yang
menyebabkan terjadinya lisis pada dinding sel khamir antagonis. Oleh sebab itu,
aplikasi khamir antagonis harus dilakukan secara terpisah dari detergen dan CaO
pada saat proses pencucian dilakukan.
Tabel 1 Pengaruh campuran bahan pencuci terhadap pertumbuhan koloni khamir
antagonis
Perlakuan
Detergen + CaO + khamir
antagonis
Akuades + khamir antagonis

Rata-rata koloni khamir antagonis
4.3
199.89

Keterangan: data tidak dianalisis statistika

Persentase Hilangnya Getah
Secara umum, semua perlakuan bahan pencuci dapat menghilangkan getah
yang menempel pada kulit mangga Arumanis dan Gedong. Hal ini terlihat dari
penurunan persentase getah yang menempel pada kulit mangga setelah pencucian
(Gambar 1). Buah mangga yang dicuci memiliki nilai kualitas visual yang lebih
baik dibandingkan dengan buah mangga sebelum dicuci.

15

Gambar 1 Persentase kehilangan getah sebelum dan sesudah pencucian
a. Sebelum pencucian Arumanis

b. Sesudah pencucian Arumanis

Tapa di cuci

Detergen+CaO

c. Sebelum pencucian Gedong

Bahan Pencuci +
Fungisida

Bahan Pencuci +
Khamir antagonis

Bahan Pencuci +
Fungisida

Bahan Pencuci +
Khamir antagonis

d.Sesudah pencucian Gedong

Tanpa di cuci

Detergen+CaO

Gambar 2 Persentase getah pada mangga Arumanis dan Gedong

16

Getah mangga secara alami memiliki sifat asam, mengandung minyak dan
gula (O’Hare dan Prassad 1991). Getah yang bersifat asam dan banyak
mengandung minyak akan menyebabkan permukaan kulit mangga menjadi
lengket dan kotor. Selain itu, komponen utama dari fraksi minyak terpinolene
yang terkandung dalam getah dapat menyebabkan luka bakar (sapburn).
Kandungan gula dalam getah juga dapat mengundang cendawan penyebab
beberapa penyakit pasca panen diantaranya adalah busuk pangkal buah dan
antraknosa.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi efek yang merugikan
dari getah yang menempel pada permukaan kulit mangga adalah dengan
pencucian (Amin et al. 2008). Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan
bahan pencuci yang bersifat basa seperti CaO, senyawa ini akan menetralisasi
keasaman getah sebelum getah memasuki lentisel kulit buah mangga. Selain itu,
penggunaan deterjen yang mengandung surfaktan mampu mengikat minyak dan
mampu menurunkan tegangan permukaan (Holmberg et al. 2003) sehingga getah
yang menempel pada permukaan kulit mangga dapat terlepas.
Persentase Luka Bakar
Secara umum, Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase luka bakar
(sapburn injury) mangga yang dicuci secara signifikan nyata lebih rendah
dibandingkan dengan tidak dicuci. Pada Arumanis persentase luka bakar hanya
dipengaruhi oleh bahan pencuci saja, sedangkan untuk mangga Gedong persentase
luka bakar dipengaruhi oleh bahan pencuci dan juga suhu penyimpanan.
Tabel 2 Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap luka bakar pada
buah mangga Arumanis dan Gedong
Perlakuan
Bahan Pencucian
Tidak dicuci
Detergen + CaO
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci + Khamir
Suhu Penyimpanan
Suhu ruang
18 °C
15 °C
12 °C

Rata-rata skor luka bakar pada hari keArumanis
Gedong
12
6 HSP 9 HSP HSP
6 HSP 9 HSP 12 HSP
2.63 c
0.88 b
0.13 ab
0.00 a

2.63 b
0.94 a
0.13 a
0.06 a

2.75 c
1.69 b
0.94 ab
0.25 a

1.56 c
0.94 b
0.38 ab
0.00 a

1.81 c
1.38 bc
0.94 b
0.13 a

2.25 c
1.69 b
1.25 ab
0.50 a

1.31
1.13
0.75
0.44

1.44
1.13
0.75
0.44

1.8