Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
ANALISIS HUBUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DENGAN ANGGARAN BELANJA
KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA BARAT
TRI UTAMI MAHARANI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan
Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Tri Utami Maharani
NIM G14070081
6
5
ABSTRAK
TRI UTAMI MAHARANI. Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia
dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Dibimbing oleh
BAGUS SARTONO dan LA ODE ABDUL RAHMAN.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang digunakan
untuk mengukur salah satu aspek dari hasil pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, yakni derajat perkembangan manusia. IPM mempunyai tiga unsur
yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Pada penelitian ini akan dilihat
bagaimana hubungan nilai Indeks Pembangunan Manusia di setiap kabupaten dan
kota di Jawa Barat dengan anggaran belanja untuk sektor ekonomi, kesehatan, dan
pendidikan, serta akan dilihat pula bagaimana korelasi setiap sektor anggaran
dengan komponen penyusun IPM. Pada awalnya untuk melihat hubungan
anggaran dengan IPM digunakan persentase namun ternyata nilai korelasinya
cukup kecil, kemudian persentase anggaran diganti dengan nilai anggaran dalam
satuan rupiah. Selain itu penggabungan perhitungan daerah kabupaten dan kota
juga mempengaruhi nilai korelasi dimana ketika digabungkan diperoleh korelasi
yang negatif antara anggaran dengan IPM serta antara anggaran dengan komponen
penyusun IPM. Diagram pencar menujukkan daerah kabupaten dan kota memiliki
pola gerombol tersendiri sehingga daerah kota dipisahkan dari perhitungan untuk
melihat apakah mempengaruhi nilai korelasi tersebut. Nilai korelasi yang
diperoleh menunjukkan bahwa anggaran belanja memiliki hubungan dengan
besarnya IPM kabupaten dan kota di Jawa Barat.
Kata kunci : Anggaran Belanja, Indeks Pembangunan Manusia, Korelasi
ABSTRACT
TRI UTAMI MAHARANI. Analysis of The Relation between Human
Development Index and Budget of Districts and Cities in West Java. Supervised
by BAGUS SARTONO and LA ODE ABDUL RAHMAN.
Human Development Index (HDI) is an indicator used to measure one
aspect of the development outcomes of the government, namely the degree of
human development. Human Development Index has 3 elements, economic,
health, and education. This research will discuss about how the relationship of the
Human Development Index value in every district and city in West Java with the
budget for the sector of economic, health, and education, as well as will be seen
also how the correlation of each budget sector by components of the HDI. At first
to see the relationship with the HDI used the percentage of the budget but in fact
the correlation is small enough, then the percentage of the budget is replaced with
budget in rupiah. Furthermore combining district and city areas in the calculation
also affects the correlation value; when combined, the correlation value between
budget and HDI is negative. The same thing happens to the corrlation between
budget and HDI components. In addition, the scatterplots show that districts and
cities has its own pattern of clusters so that the cities which have high HDI values
are separated from the calculations to see if it affects the value of the correlation.
6
Correlation values obtained in the calculation indicate that the budget is related to
HDI values of the districts and cities in West Java.
Key words: Budget, Human Developent Index, Correlation
7
ANALISIS HUBUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DENGAN ANGGARAN BELANJA
KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA BARAT
TRI UTAMI MAHARANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
6
9
Judul Skripsi : Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan
Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
Nama
: Tri Utami Maharani
NIM
: G14070081
Disetujui oleh
Dr. Bagus Sartono, M.Si
Pembimbing I
La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Anang Kurnia
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah korelasi, dengan judul Analisis
Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten
dan Kota di Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Bagus Sartono, M.Si dan
Bapak La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan dan arahan, serta Bapak Dr. Farit Mochamad Afendi,
M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran untuk karya ilmiah
ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh
keluarga, dan teman-teman (Merlin, Nurul, Agung, Sugi, Andi) atas segala do’a,
semangat, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Tri Utami Maharani
11
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
1
HASIL DAN PEMBAHASAN
3
Deskripsi Anggaran Jawa Barat
3
Ekonomi
5
Kesehatan
6
Pendidikan
6
Indeks Pembangunan Manusia
7
Hubungan Anggaran dengan IPM
8
SIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
12
RIWAYAT HIDUP
25
6
vi
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi nilai koefisien korelasi
3
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Rata-rata persentase anggaran ekonomi pada tahun 2007-2011
Rata-rata persentase anggaran kesehatan pada tahun 2007-2011
Rata-rata persentase anggaran pendidikan pada tahun 2007-2011
Diagram pencar persentase anggaran ekonomi tahun 2008 dengan IPM
tahun 2008
5 Diagram pencar persentase anggaran kesehatan tahun 2008 dengan IPM
tahun 2008
6 Diagram pencar anggaran pendidikan tahun 2008 dengan IPM tahun
2008
3
4
4
8
8
9
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Diagram batang anggaran kabupaten dan kota di Jawa Barat
Tabel nilai IPM
Diagram pencar persentase anggaran dengan nilai IPM
Diagram pencar nilai anggaran (Rupiah) dengan nilai IPM
Tabel nilai korelasi persentase anggaran dengan nilai IPM
Tabel nilai korelasi anggaran (Rupiah) dengan nilai IPM
Tabel nilai korelasi persentase anggaran dengan komponen IPM
Tabel nilai korelasi anggaran (Rupiah) dengan komponen IPM
12
14
15
18
21
22
23
24
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan manusia atau peningkatan kualitas sumber daya manusia
menjadi hal yang sangat penting dalam strategi kebijakan pembangunan nasional.
Keberhasilan pembangunan dewasa ini seringkali dilihat dari pencapaian kualitas
sumber daya manusianya. Human Development Index (HDI) atau Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang dikembangkan oleh United Nation
Development Program (UNDP) merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan
suatu daerah. Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator yaitu angka
harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan kemampuan daya
beli. Dalam hal ini, pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia di wilayahnya, baik dari aspek fisik
(kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi
(daya beli), serta aspek moralitas (iman dan taqwa).
Salah satu usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas masyarakat
pada aspek tersebut adalah dengan mengalokasikan sejumlah dana dalam
anggaran belanja daerah, dimana terdapat sembilan sektor anggaran untuk setiap
kabupaten dan kota yang terdiri dari anggaran ekonomi, kesehatan, pendidikan,
perumahan dan fasilitas umum, perlindungan sosial, ketertiban dan ketentraman,
lingkungan hidup, pariwisata dan budaya, serta pelayanan umum. Besarnya
anggaran pada setiap sektor bervariasi dan hal tersebut bisa mencerminkan
keseriusan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pada setiap sektor
anggaran. Kenaikan anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya diharapkan dapat
meningkatkan nilai IPM di daerah tersebut.
Penelitian ini dikhususkan pada kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat
serta berfokus pada analisis hubungan anggaran ekonomi, kesehatan, dan
pendidikan dengan nilai IPM masing-masing daerah serta hubungan ketiga sektor
anggaran tersebut dengan komponen penyusun IPM. Selain itu akan dilihat pula
apakah terjadi perbedaan atau kesenjangan antara capaian IPM daerah kabupaten
dan IPM daerah kota di Propinsi Jawa Barat.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan anggaran
belanja ekonomi, pendidikan, dan kesehatan kabupaten dan kota di Jawa Barat
dengan nilai IPM nya serta hubungan ketiga sektor anggaran tersebut dengan
komponen penyusun IPM.
METODOLOGI
Data yang digunakan merupakan data anggaran keuangan pemerintah daerah
untuk Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2011 serta data Indeks Pembangunan
Manusia beserta komponennya. Data anggaran tersebut diperoleh dari situs
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan Republik
Indonesia (DJPK Kemenkeu RI) dimana terdapat 5 klasifikasi data anggaran atau
data APBD yaitu anggaran secara umum, anggaran menurut fungsi, anggaran
62
menurut urusan, anggaran menurut jenis pajak, dan anggaran menurut rincian
retribusi. Dalam penelitian ini digunakan data anggaran menurut fungsi yang
diartikan sebagai klasifikasi APBD yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan
keterpaduan pengelolaan keuangan negara. Fungsi disini diartikan juga sebagai
perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan nasional (Permendagri nomor 13 tahun
2006). Adapun data IPM untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat diperoleh dari
Badan Pusat Statistik. Terdapat 17 kabupaten dan 9 kota sebagai amatan dan tiga
peubah anggaran yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Ketiga peubah ini
juga akan dilihat hubungannya dengan komponen-komponen IPM yaitu anggaran
ekonomi dengan pengeluaran per kapita atau indeks daya beli, anggaran kesehatan
dengan indeks kesehatan, dan anggaran pendidikan dengan angka melek huruf dan
rata-rata lama sekolah (indeks pendidikan).
Metode Analisis
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis statistika deskriptif pada peubah anggaran dan nilai IPM
untuk melihat gambaran umum serta deskripsi mengenai nilai anggaran dan
nilai IPM juga fluktuasinya selama tahun 2007 sampai tahun 2011.
2. Membuat diagram pencar sebagai visualisasi data untuk melihat bagaimana
pola hubungan, keeratan hubungan, penyebaran data, dan apakah terdapat
pencilan pada data amatan persentase anggaran dengan nilai IPM dan besaran
anggaran dengan nilai IPM pada tahun 2007-2011.
3. Menghitung nilai koefisien korelasi antara masing-masing persentase
anggaran dengan nilai IPM, korelasi antara besaran jumlah anggaran dengan
nilai IPM, korelasi antara persentase anggaran dengan komponen penyusun
IPM, dan korelasi antara besaran jumlah anggaran dengan komponen
penyusun IPM. Analisis korelasi adalah metode statistik yang digunakan
untuk mengukur besarnya hubungan/derajat hubungan linier antara dua variabel
atau lebih. Besaran koefisien korelasi menunjukkan kuat atau lemahnya
hubungan antara dua variabel (Furqon 2011). Nilai koefisien korelasi berkisar
antara -1 hingga 1 di mana nilai korelasi -1 berarti bahwa hubungan antara dua
variabel tersebut adalah hubungan negatif sempurna, nilai korelasi 0 berarti
bahwa tidak ada hubungan antara dua variabel tersebut, sedangkan nilai
korelasi 1 berarti bahwa terdapat hubungan positif sempurna antara dua
variabel tersebut. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi product
moment atau korelasi Pearson karena variabel anggaran dan IPM berskala
rasio. Rumus koefisien korelasinya adalah sebagai berikut:
̅
̅
∑
r=
√∑
̅
̅
∑
dimana :
= data amatan untuk variabel pertama
= data amatan untuk variabel kedua
̅ = rataan dari data amatan variabel pertama
̅ = rataan dari data amatan variabel kedua
3
Interpretasi dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) dapat diklasifikasikan
pada Tabel 1 berikut (Yamin dan Kurniawan 2009):
Tabel 1 Klasifikasi nilai koefisien korelasi
Interpretasi
|r|
0.00 – 0.09
Hubungan korelasinya diabaikan
0.10 – 0.29
Hubungan korelasi rendah
0.30 – 0.49
Hubungan korelasi moderat
0.50 – 0.70
Hubungan korelasi cukup kuat
> 0.70
Hubungan korelasi sangat kuat
4. Menghitung nilai korelasi silang tahun (korelasi antara anggaran tahun tertentu
dengan nilai IPM tahun berikutnya) untuk melihat apakah ada pengaruh
signifikan pada keeratan hubungan/besarnya korelasi antara besaran anggaran
atau persentase anggaran dengan tahun-tahun setelahnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Anggaran Jawa Barat
Rata-rata Persentase
Anggaran
Besaran nilai anggaran belanja tiap daerah di Jawa Barat untuk setiap sektor
anggaran pada tahun 2007-2011 jumlahnya beragam yaitu sekitar 300 miliar
rupiah sampai dengan 2.5 triliun rupiah. Namun pada tahun 2011 Kota Sukabumi
tercatat memiliki total anggaran hanya sebesar 167 miliar rupiah. Hal ini
dikarenakan oleh tidak adanya anggaran untuk 3 sektor yaitu sektor perlindungan
sosial, ketertiban dan ketentraman, serta pariwisata dan budaya. Selain itu 6 sektor
lainnya pun jumlah anggarannya cukup kecil dibandingkan dengan daerah lainnya
yaitu sektor lingkungan hidup yang jumlahnya hanya 175 juta rupiah, sektor
ekonomi sebesar 5 miliar rupiah, dan sektor pelayanan umum sebesar 4 miliar
rupiah. Berbeda jauh dengan daerah lain yang memiliki nilai anggaran puluhan
bahkan ratusan miliar untuk sektor-sektor tersebut.
6.80
6.60
6.40
6.20
6.00
5.80
5.60
5.40
5.20
5.00
6.67
6.35
5.78
2007
1
2008
2
2009
3
5.87
5.66
2010
4
2011
5
Tahun
Gambar 1 Rata-rata persentase anggaran ekonomi pada tahun 2007-2011
46
Rata-rata Persentase
Anggaran
Secara umum rata-rata persentase anggaran belanja untuk kabupaten dan kota
di Jawa Barat dari tahun 2007-20011 yang paling tinggi adalah sektor pendidikan,
kemudian diikuti oleh sektor kesehatan dan yang paling rendah adalah sektor
ekonomi. Gambar 1 memperlihatkan pada tahun 2007 rata-rata persentase
anggaran ekonomi kabupaten dan kota di Jawa Barat adalah sebesar 6.67%
dimana rata-rata persentase anggaran ekonomi yang paling tinggi dimiliki oleh
Kabupaten Garut yaitu sebesar 13.04% dan rata-rata persentase anggaran yang
paling rendah dimiliki oleh Kota Bekasi. Selanjutnya rata-rata persentase
anggaran ekonomi Jawa Barat sampai tahun 2009 turun hingga 5.78% dimana
rata-rata persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Bogor yaitu
sebesar 8.87% dan yang terendah dimiliki oleh Kota Bandung yaitu sebesar 3.46%.
Pada tahun 2011 rata-rata persentase anggaran ekonomi turun menjadi 5.66%
dimana yang tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Purwakarta yaitu sebesar 9.11%
dan yang terendah dimiliki oleh Kota Sukabumi.
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
10.42
2007
1
9.99
2008
2
10.88
11.25
2009
3
2010
4
12.55
2011
5
Tahun
Gambar 2 Rata-rata persentase anggaran kesehatan pada tahun 2007-2011
Gambar 2 memperlihatkan pada tahun 2007 rata-rata persentase anggaran
kesehatan kabupaten dan kota di Jawa Barat adalah sebesar 10.42% dimana ratarata persentase anggaran yang paling tinggi dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu
sebesar 17.91% dan rata-rata persentase anggaran kesehatan yang paling rendah
dimiliki oleh Kota Bogor. Selanjutnya rata-rata persentase anggaran kesehatan
Jawa Barat cenderung naik hingga tahun 2011 mencapai 12.55% dengan rata-rata
persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 21.41%
dan yang terendah dimiliki oleh Kota Bogor yaitu sebesar 5.18%.
Rata-rata Persentase
Anggaran
50.00
40.00
44.28
32.97
35.39
38.78
37.84
2009
3
2010
4
30.00
20.00
10.00
0.00
2007
1
2008
2
2011
5
Tahun
Gambar 3 Rata-rata persentase anggaran pendidikan pada tahun 2007-2011
5
Diagram batang rata-rata persentase anggaran pendidikan yang diperlihatkan
pada Gambar 3 untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat cenderung meningkat dari
tahun 2007-2011. Pada tahun 2010 rata-rata persentase anggaran pendidikan
kabupaten dan kota di Jawa Barat turun menjadi 37.84% dimana rata-rata
persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Kuningan yaitu sebesar
53.17% dan rata-rata persentase anggaran yang terendah dimiliki oleh Kota
Cirebon yaitu sebesar 30.29%. Pada tahun 2011 rata-rata persentase anggaran
pendidikan kabupaten dan kota di Jawa Barat kembali meningkat menjadi 44.28%
dimana rata-rata persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten
Tasikmalaya yaitu sebesar 58% dan rata-rata persentase anggaran yang terendah
dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 27.45%.
Pada data anggaran tahun 2007, tidak terdapat data anggaran untuk
Kabupaten Tasikmalaya. Selain itu, Kabupaten Bandung Barat yang baru
diresmikan pada Juni 2007 baru memiliki data anggaran pada tahun 2008,
sehingga untuk tahun 2007 hanya 15 kabupaten dan 9 kota yang menjadi amatan.
Selebihnya untuk tahun 2008-2011, data anggaran lengkap untuk 17 kabupaten
dan 9 kota di Jawa Barat.
Ekonomi
Rata-rata persentase anggaran ekonomi Jawa Barat dari tahun 2007 sampai
tahun 2011 adalah sekitar 6%. Dari diagram batang 1a pada Lampiran 1 dapat
dilihat pada tahun 2007 dan 2008 Kabupaten Garut memiliki persentase anggaran
ekonomi yang tinggi yaitu sebesar 13.04% dan 11.32%. Meskipun persentase
anggaran ekonominya turun untuk tahun berikutnya, Kabupaten Garut memiliki
persentase anggaran ekonomi yang cukup besar dibandingkan dengan daerah
lainnya. Begitu juga dengan Kabupaten Sukabumi, tahun 2007 persentase
anggaran ekonominya sebesar 10.15% lalu naik pada tahun 2008 menjadi 11.35%.
Setelah tahun 2008, persentase anggaran ekonomi untuk Kabupaten Sukabumi
turun tetapi tetap di atas rata-rata persentase anggaran. Kota Sukabumi yang pada
tahun 2007 persentase anggaran ekonominya sebesar 5.05% mengalami kenaikan
yang cukup tinggi menjadi 11.81% pada tahun 2008 dimana pada tahun tersebut
Kota Sukabumi memiliki persentase anggaran yang paling besar. Akan tetapi pada
tahun 2009 sampai tahun 2011 persentase anggaran ekonomi Kota Sukabumi terus
menurun hingga menjadi yang terendah pada tahun 2011 yaitu sebesar 3.28%.
Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Karawang, Kota Bandung,
Kota Bekasi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Cimahi memiliki persentase anggaran
ekonomi yang selalu di bawah rata-rata dari tahun 2007 sampai tahun 2011,
dimana persentase anggaran terendah dimiliki oleh Kota Bandung dan Kota
Bekasi. Sedangkan selain Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi, Kabupaten
Majalengka, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Subang memiliki persentase
anggaran ekonomi yang selalu diatas 6% juga. Pada tahun 2007 tidak terdapat
data anggaran untuk Kabupaten Tasikmalaya tetapi untuk tahun selanjutnya
persentase anggarannya terlihat fluktuatif. Kemudian Kabupaten Bandung Barat
(yang baru diresmikan pertengahan 2007) pada tahun 2008, 2010, dan 2011
persentase anggarannya di bawah rata-rata kecuali pada tahun 2009 yaitu sebesar
6.26%. Sedangkan kabupaten dan kota lain sisanya memiliki persentase anggaran
yang fluktuatif tapi tidak terlalu signifikan.
6
Kesehatan
Meskipun trendnya fluktuatif, Kota Cirebon dan Kota Sukabumi memiliki
persentase anggaran kesehatan yang paling tinggi dari tahun 2007-2011 dibanding
kabupaten dan kota lainnya. Dari diagram batang 1b pada Lampiran 1, pada tahun
2011 Kota Sukabumi tidak memiliki anggaran kesehatan dan hanya 5 sektor
anggaran yang terisi dari 9 sektor yang ada yaitu ekonomi, pendidikan, perumahan,
lingkungan hidup, dan pelayanan umum. Selain itu persentase anggaran pelayanan
umum yang biasanya sebesar 20-30%, untuk Kota Sukabumi pada tahun 2011
hanya sebesar 2.46%. Kabupaten dan kota lain yang persentase anggaran
kesehatannya selalu diatas 10% dari tahun 2007-2011 adalah Kabupaten Cirebon,
Kota Tasik, Kota Cimahi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Sukabumi, dan Kota
Banjar. Kota Banjar juga memiliki trend persentase anggaran kesehatan yang terus
naik dari tahun 2007-2011. Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bandung Barat
meskipun memiliki persentase anggaran kesehatan yang terus naik hingga tahun
2011 akan tetapi besarnya selalu kurang dari 10%. Begitu juga dengan Kabupaten
Purwakarta, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Depok yang besar
anggaran kesehatan tahun 2007-2011 di bawah 10%. Pada tahun 2007, untuk
Kabupaten Tasikmalaya tidak ada data anggaran kesehatan, akan tetapi pada tahun
2008-2011 persentase anggaran kesehatan Kabupaten Tasikmalaya tergolong
paling kecil dibanding kabupaten dan kota lainnya yaitu di bawah 6%.
Pendidikan
Pada data anggaran Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2011, sektor anggaran
pendidikan memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan delapan sektor
anggaran lainnya. Dari diagram batang 1c pada Lampiran 1 terlihat Kabupaten
Bandung dan Kabupaten Garut tercatat selalu memiliki persentase anggaran
pendidikan di atas 40% pada tahun tersebut meskipun trendnya tidak selalu naik
ataupun selalu turun. Sedangkan yang trend persentase anggaran pendidikannya
selalu naik dari tahun 2007-2011 adalah Kabupaten Cirebon, Kota Cimahi,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka. Kabupaten Tasikmalaya juga
memiliki trend persentase anggaran pendidikan yang naik dari 2008-2011 (tidak
ada data anggaran 2007). Meskipun sempat turun pada tahun 2010, persentase
anggaran pendidikan untuk Kabupaten Ciamis tergolong besar di tiap tahunnya.
Tercatat pada tahun 2009 dan 2011 persentase anggaran pendidikan di Kabupaten
Ciamis mencapai lebih dari 55% yaitu sebesar 55.17% dan 61.15%. Kota Depok,
Kota Sukabumi, dan Kota Banjar tercatat memiliki persentase anggaran
pendidikan di bawah 30% setiap tahunnya (2007-2011). Meskipun demikian,
Kota Banjar memiliki trend persentase anggaran kesehatan yang terus naik.
Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru, pada tahun 2008
langsung mendapat porsi persentase anggaran pendidikan yang cukup tinggi yaitu
sebesar 47.04%. Walaupun sempat turun pada tahun 2009, persentase anggaran
pendidikan Kabupaten Bandung Barat tetap berada di atas 40% dan kembali
meningkat pada tahun 2010 hingga tahun 2011.
7
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian
pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai
ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar.
Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan
yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait
banyak faktor. Dimensi kesehatan dapat diukur dari Angka Harapan Hidup yaitu
rata-rata banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang untuk hidup. Ada
dua jenis data yang digunakan dalam menghitung Angka Harapan Hidup yaitu
Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Selanjutnya untuk
mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf
dan rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf adalah persentase usia penduduk
15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun yang digunakan penduduk usia 15
tahun ke atas untuk menjalani pendidikan formal. Adapun untuk mengukur
dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli (purchasing
power parity) yaitu kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah
kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita
sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup
layak. Menurut UNDP, secara teknis IPM dapat dirumuskan sebagai berikut (BPS
2012) :
IPMj = ∑
(i,j)
dimana:
Indeks X (i, j) = Indeks komponen IPM ke-i untuk wilayah ke-j
i
= 1, 2, 3 (urutan komponen IPM)
j
= 1, 2, …. k (wilayah)
Perhitungan indeks dari masing-masing indikator tersebut adalah :
Indeks X(i) =
dimana :
= indikator/komponen ke-i
= nilai minimum dari komponen IPM ke-i
= nilai maksimum dari komponen IPM ke-i
Capaian pembangunan manusia dapat dikategorikan menjadi 4 kategori (BPS
2011), yaitu kategori rendah dengan capaian IPM < 50, kategori menengah bawah
dengan capaian 50 ≤ IPM < 66, kemudian kategori menengah atas 66 ≤ IPM < 80
dan yang terakhir kategori tinggi dengan capaian IPM ≥ 80. Indeks Pembangunan
Manusia kabupaten dan kota di Jawa Barat dari tahun 2007-2011 selalu
mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dari tabel nilai IPM pada Lampiran 2,
terlihat bahwa nilai IPM kabupaten dan kota di Jawa Barat dari tahun 2007-2011
masuk ke dalam kategori menengah atas. Capaian IPM daerah kota selalu di atas
70 dimana kota Depok selalu memiliki IPM yang tertinggi setiap tahunnya.
86
Berbeda dengan daerah kabupaten dimana masih ada kabupaten di Jawa Barat
yang IPM nya di bawah 70 yaitu Kabupaten Indramayu yang memiliki IPM
sebesar 66 pada tahun 2007.
Hubungan Anggaran dengan IPM
Diagram pencar pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa persentase anggaran
ekonomi kabupaten dan kota di Jawa Barat membentuk pola dimana daerah
kabupaten (plot warna hitam) bergerombol di kiri bawah sedangkan daerah kota
(plot warna merah) bergerombol di kiri atas dan membentuk pola tersendiri. Hal
ini disebabkan oleh daerah kota memiliki IPM yang lebih tinggi dari daerah
kabupaten namun persentase anggaran yang dimiliki tergolong rendah. Sebagai
contoh, Gambar 4 memperlihatkan bentuk pola yang dihasilkan untuk hubungan
anggaran ekonomi dengan IPM daerah kabupaten cenderung diagonal acak.
Gambar 4 Diagram pencar persentase anggaran ekonomi tahun 2008 dengan
IPM tahun 2008
Gambar 5 Diagram pencar persentase anggaran kesehatan tahun 2008 dengan
IPM tahun 2008
Begitu juga dengan pola yang dihasilkan untuk diagram pencar antara
persentase anggaran kesehatan 2008 dengan IPM 2008 yang ditunjukkan pada
Gambar 5. Keterangan plot nama daerah dapat dilihat pada halaman 16.
9
Setelah dihitung nilai koefisien korelasinya (Lampiran 5), hasil yang
ditunjukkan adalah sebagian besar korelasi antara persentase anggaran dengan
IPM nya bernilai negatif dan cukup kecil yaitu di bawah 0.5. Hal ini karena nilai
kovarian yang dihasilkan pada perhitungan bernilai negatif serta nilai persentase
anggaran yang sangat bervariasi. Nilai negatif tersebut dapat diartikan bahwa
daerah yang nilai IPM nya tinggi memiliki persentase anggaran
ekonomi/kesehatan/pendidikan yang kecil. Kemudian daerah kota dicoba
dikeluarkan dari perhitungan karena perbedaan pola yang dibentuk pada diagram
pencar sebelumnya dan dihitung kembali nilai koefisien korelasinya, terlihat
bahwa korelasi antara persentase anggaran dengan nilai IPM masih bernilai
negatif dan tidak cukup kuat (nilainya di bawah 0.5).
Gambar 6 Diagram pencar anggaran pendidikan tahun 2008 dengan IPM
tahun 2008
Selanjutnya dicoba untuk tidak memakai persentase melainkan memakai nilai
anggaran dalam satuan juta rupiah untuk melihat apakah korelasinya masih
bernilai kecil atau tidak karena daerah yang persentase anggarannya kecil bisa jadi
secara jumlah dalam juta rupiah ternyata nilainya besar. Diagram pencar yang
dihasilkan dengan menggunakan nilai anggaran dalam jutaan rupiah yang
diperlihatkan oleh Gambar 6 terlihat masih menghasilkan pola yang cenderung
sama yaitu daerah kota bergerombol di daerah kiri atas dan daerah kabupaten
bergerombol di daerah kiri bawah.
Pada Lampiran 4 (4a, 4b, dan 4c), terlihat pola diagram pencar yang
dihasilkan setelah menggunakan nilai besaran anggaran dalam rupiah lebih rapat
dan tidak terlalu menyebar seperti ketika menggunakan nilai persentase anggaran.
Pada tabel korelasi anggaran ekonomi dengan IPM gabungan kabupaten dan kota
(Lampiran 6) terlihat nilai korelasi setiap tahun bernilai negatif dan nilainya
sangat kecil. Setelah daerah kota dikeluarkan dan dihitung nilai korelasi untuk
kabupaten tersendiri dan kota tersendiri, terlihat nilai korelasi yang positif pada
kedua tabel. Nilai korelasi anggaran ekonomi dengan IPM untuk daerah kota lebih
besar dibandingkan kabupaten terutama untuk tahun 2009, 2010, dan 2011
nilainya diatas 0.6 yang berarti hubungannya cukup kuat. Begitu juga dengan
korelasi anggaran pendidikan dengan IPM, pada tabel kabupaten dan tabel kota
6
10
keduanya menunjukkan korelasi yang positif yang berarti semakin besar anggaran
pendidikan akan meningkatkan nilai IPM daerah tersebut atau daerah yang
memiliki IPM yang tinggi juga memiliki anggaran pendidikan yang tinggi. Akan
tetapi hasil berbeda ditunjukkan oleh anggaran kesehatan dengan IPM untuk
daerah kabupaten dimana ada korelasi yang bernilai negatif.
Kemudian hal yang sama dilakukan untuk menghitung korelasi persentase
anggaran dengan komponen-komponen IPM. Pada Lampiran 7 terlihat besarnya
nilai koefisien korelasi masih cukup kecil. Setelah dicoba menggunakan nilai
besaran anggaran dalam rupiah (Lampiran 8) serta dilakukan pemisahan
penghitungan antara kabupaten dan kota dimana diperoleh hasil untuk daerah
kabupaten terlihat nilai korelasi antara anggaran ekonomi dengan PPP dan
anggaran pendidikan dengan Indeks Pendidikan bernilai positif seluruhnya begitu
juga untuk daerah kota yang juga menunjukkan hasil korelasi yang bernilai positif
untuk ketiga sektor. Hubungan antara nilai anggaran dalam rupiah dengan
komponen penyusun IPM daerah kota bisa dikatakan sudah cukup kuat, terlihat
dari nilai koefisien korelasi yang mencapai 0.5. Namun untuk anggaran kesehatan
dengan AHH pada daerah kabupaten ada yang bernilai negatif yang artinya ada
daerah kabupaten yang IPM nya tinggi tetapi indeks kesehatannya rendah atau
kecil.
Korelasi silang tahun digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh
anggaran pada tahun tertentu terhadap IPM satu tahun hingga empat tahun
setelahnya. Diharapkan nilai koefisien korelasi setiap sektor pada tahun 2007 bisa
berpengaruh pada IPM hingga tahun 2011 dan diharapkan juga bisa terlihat pola
apakah nilai korelasinya semakin tinggi seiring bertambahnya tahun. Pada
Lampiran 5 sampai Lampiran 8 memperlihatkan ternyata tidak terdapat pola
khusus atau trend pada nilai koefisien korelasi silang tahun. Hal ini karena
besarnya anggaran dan juga besarnya persentase anggaran yang fluktuatif.
SIMPULAN
Nilai IPM setiap kabupaten dan kota di Jawa Barat dari tahun 2007-2011
terus meningkat walaupun secara agregat ada daerah yang jumlah anggaran
ekonomi, anggaran kesehatan, dan anggaran pendidikannya turun ataupun naik.
Setelah dibuat diagram pencar, terlihat daerah kabupaten dan kota memiliki
gerombol tersendiri karena daerah kota cenderung memiliki nilai IPM yang lebih
besar daripada daerah kabupaten. Setelah melihat kekuatan hubungan antara
anggaran dengan nilai IPM dan anggaran dengan komponen penyusun IPM
menggunakan perhitungan koefisien korelasi didapatkan hasil yang berbeda ketika
menggunakan persentase anggaran dengan nilai anggaran dalam rupiah serta
ketika dilakukan pemisahan penghitungan antara daerah kabupaten dan kota.
Terlihat bahwa hasil yang didapatkan ketika menggunakan nilai anggaran apalagi
untuk daerah kota saja memiliki nilai yang seluruhnya positif dan cukup besar.
Hal ini berarti besarnya anggaran belanja yang dialokasikan pemerintah bisa
dikatakan mempengaruhi besarnya nilai IPM daerah kabupaten dan kota di
Propinsi Jawa Barat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2012. Katalog Indeks Pembangunan Manusia 2007-2011.
BPS, Jakarta.
Furqon. 2011. Statistika Terapan untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Huntsberger, D V. dan Billingsley, P. 1987. Elements of Statistical Inference.
Allyn and Bacon. New York.
Kacaribu, R D. 2013. Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan faktor-faktor
yang mempengaruhi di Propinsi Papua [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu
Ekonomi FEM IPB.
[Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri. 2006. Permendagri Nomor 13 [Internet].
www.hukum.unsrat.ac.id. [20 Januari 2014].
[Kemenkeu RI] Kementrian Keuangan RI. 2011. Data Keuangan Daerah
[Internet]. www.djpk.depkeu.go.id [08 November 2013].
Kintamani, Ida. 2008. Analisis Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan. 14(072): 421-429.
Supangat, Andi. 2008. Statistika: Dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan
Nonparametrik. Kencana. Jakarta.
Yamin, S. dan Kurniawan, H. 2009. SPSS COMPLETE: Teknik Analisis Statistik
Terlengkap dengan Software SPSS. Salemba Infotek. Jakarta.
12
6
Lampiran 1. Diagram Batang Anggaran Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
1a.
Ekonomi
14.00
12.00
2007
2008
Anggaran (%)
10.00
2009
8.00
2010
2011
6.00
4.00
2.00
0.00
Daerah
1b.
Kesehatan
25.00
20.00
Anggaran (%)
2007
2008
15.00
2009
2010
10.00
2011
5.00
0.00
Daerah
13
1c.
Pendidikan
70.00
60.00
Anggaran (%)
50.00
2007
40.00
2008
2009
30.00
2010
20.00
2011
10.00
0.00
Daerah
14
6
Lampiran 2. Tabel nilai IPM
No
Nama Daerah
1
Kab. Bandung
IPM
2007
72.97
IPM
2008
73.41
IPM
2009
73.84
IPM
2010
74.05
IPM
2011
74.43
2
Kab. Bekasi
71.55
72.10
72.47
72.93
73.54
3
Kab. Bogor
70.08
70.66
71.35
72.16
72.58
4
Kab. Ciamis
70.14
70.57
70.96
71.37
71.81
5
Kab. Cianjur
67.65
68.17
68.66
69.14
69.59
6
Kab. Cirebon
67.30
67.70
68.37
68.89
69.27
7
Kab. Garut
69.99
70.52
70.98
71.36
71.70
8
Kab. Indramayu
66.22
66.78
67.39
67.75
68.40
9
Kab. Karawang
68.45
69.06
69.47
69.79
70.28
10
Kab. Kuningan
69.70
70.12
70.42
70.89
71.55
11
Kab. Majalengka
68.94
69.40
69.94
70.25
70.81
12
Kab. Purwakarta
69.88
70.31
70.79
71.17
71.59
13
Kab. Subang
70.03
70.43
70.86
71.14
71.50
14
Kab. Sukabumi
69.21
69.66
70.17
70.66
71.06
15
Kab. Sumedang
71.30
71.68
72.14
72.42
72.67
16
Kab. Tasikmalaya
71.24
71.35
71.73
72.00
72.51
17
Kota Bandung
74.86
75.35
75.64
76.06
76.39
18
Kota Bekasi
75.31
75.73
76.10
76.36
76.68
19
Kota Bogor
74.73
75.16
75.47
75.75
76.08
20
Kota Cirebon
73.87
74.26
74.68
74.93
75.42
21
Kota Depok
77.89
78.36
78.77
79.09
79.36
22
Kota Sukabumi
73.66
74.17
74.57
74.91
75.36
23
Kota Tasikmalaya
72.75
73.35
73.96
74.40
74.85
24
Kota Cimahi
74.42
74.79
75.17
75.51
76.01
25
Kota Banjar
70.17
70.61
70.98
71.38
71.82
26
Kab. Bandung Barat
72.65
72.99
73.35
73.80
15
Lampiran 3. Diagram Pencar Persentase Anggaran dengan IPM
3a. Ekonomi dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
16
6
3b. Kesehatan dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
17
3c. Pendidikan dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
18
6
Lampiran 4. Diagram Pencar Nilai Anggaran (Rupiah) dengan IPM
4a. Ekonomi dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
19
4b. Kesehatan dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
20
6
4c. Pendidikan dengan IPM
Keterangan plot
(2008 – 2011)
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
1
Lampiran 5. Tabel nilai korelasi Persentase Anggaran dengan IPM
21
6
22
Lampiran 6. Tabel nilai korelasi Anggaran (Rupiah) dengan IPM
3
Lampiran 7. Tabel nilai korelasi Persentase Anggaran dengan Komponen IPM
23
1
24
Lampiran 8. Tabel nilai korelasi Anggaran (Rupiah) dengan Komponen IPM
25
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1989 dari pasangan Bapak
Hasnul, S.H. dan Ibu Ekmawati, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri Sepanjang Jaya VIII Bekasi,
kemudian melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Bekasi hingga tahun 2004.
Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Bekasi dan
lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima IPB melalui jalur
SPMB sebagai mahasiswa Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama di IPB penulis pernah aktif sebagai anggota BEM FMIPA divisi
Internal dan anggota pengurus Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta
sebagai staf divisi Survey and Research. Penulis menjalankan tugas Praktek
Lapang di PT. Essence Indonesia - International Flavour and Fragrance Jakarta
selama dua bulan sebagai staf Data Processing.
DENGAN ANGGARAN BELANJA
KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA BARAT
TRI UTAMI MAHARANI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan
Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Tri Utami Maharani
NIM G14070081
6
5
ABSTRAK
TRI UTAMI MAHARANI. Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia
dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Dibimbing oleh
BAGUS SARTONO dan LA ODE ABDUL RAHMAN.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang digunakan
untuk mengukur salah satu aspek dari hasil pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, yakni derajat perkembangan manusia. IPM mempunyai tiga unsur
yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Pada penelitian ini akan dilihat
bagaimana hubungan nilai Indeks Pembangunan Manusia di setiap kabupaten dan
kota di Jawa Barat dengan anggaran belanja untuk sektor ekonomi, kesehatan, dan
pendidikan, serta akan dilihat pula bagaimana korelasi setiap sektor anggaran
dengan komponen penyusun IPM. Pada awalnya untuk melihat hubungan
anggaran dengan IPM digunakan persentase namun ternyata nilai korelasinya
cukup kecil, kemudian persentase anggaran diganti dengan nilai anggaran dalam
satuan rupiah. Selain itu penggabungan perhitungan daerah kabupaten dan kota
juga mempengaruhi nilai korelasi dimana ketika digabungkan diperoleh korelasi
yang negatif antara anggaran dengan IPM serta antara anggaran dengan komponen
penyusun IPM. Diagram pencar menujukkan daerah kabupaten dan kota memiliki
pola gerombol tersendiri sehingga daerah kota dipisahkan dari perhitungan untuk
melihat apakah mempengaruhi nilai korelasi tersebut. Nilai korelasi yang
diperoleh menunjukkan bahwa anggaran belanja memiliki hubungan dengan
besarnya IPM kabupaten dan kota di Jawa Barat.
Kata kunci : Anggaran Belanja, Indeks Pembangunan Manusia, Korelasi
ABSTRACT
TRI UTAMI MAHARANI. Analysis of The Relation between Human
Development Index and Budget of Districts and Cities in West Java. Supervised
by BAGUS SARTONO and LA ODE ABDUL RAHMAN.
Human Development Index (HDI) is an indicator used to measure one
aspect of the development outcomes of the government, namely the degree of
human development. Human Development Index has 3 elements, economic,
health, and education. This research will discuss about how the relationship of the
Human Development Index value in every district and city in West Java with the
budget for the sector of economic, health, and education, as well as will be seen
also how the correlation of each budget sector by components of the HDI. At first
to see the relationship with the HDI used the percentage of the budget but in fact
the correlation is small enough, then the percentage of the budget is replaced with
budget in rupiah. Furthermore combining district and city areas in the calculation
also affects the correlation value; when combined, the correlation value between
budget and HDI is negative. The same thing happens to the corrlation between
budget and HDI components. In addition, the scatterplots show that districts and
cities has its own pattern of clusters so that the cities which have high HDI values
are separated from the calculations to see if it affects the value of the correlation.
6
Correlation values obtained in the calculation indicate that the budget is related to
HDI values of the districts and cities in West Java.
Key words: Budget, Human Developent Index, Correlation
7
ANALISIS HUBUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DENGAN ANGGARAN BELANJA
KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA BARAT
TRI UTAMI MAHARANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
6
9
Judul Skripsi : Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan
Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
Nama
: Tri Utami Maharani
NIM
: G14070081
Disetujui oleh
Dr. Bagus Sartono, M.Si
Pembimbing I
La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Anang Kurnia
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah korelasi, dengan judul Analisis
Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten
dan Kota di Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Bagus Sartono, M.Si dan
Bapak La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan dan arahan, serta Bapak Dr. Farit Mochamad Afendi,
M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran untuk karya ilmiah
ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh
keluarga, dan teman-teman (Merlin, Nurul, Agung, Sugi, Andi) atas segala do’a,
semangat, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Tri Utami Maharani
11
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
1
HASIL DAN PEMBAHASAN
3
Deskripsi Anggaran Jawa Barat
3
Ekonomi
5
Kesehatan
6
Pendidikan
6
Indeks Pembangunan Manusia
7
Hubungan Anggaran dengan IPM
8
SIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
12
RIWAYAT HIDUP
25
6
vi
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi nilai koefisien korelasi
3
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Rata-rata persentase anggaran ekonomi pada tahun 2007-2011
Rata-rata persentase anggaran kesehatan pada tahun 2007-2011
Rata-rata persentase anggaran pendidikan pada tahun 2007-2011
Diagram pencar persentase anggaran ekonomi tahun 2008 dengan IPM
tahun 2008
5 Diagram pencar persentase anggaran kesehatan tahun 2008 dengan IPM
tahun 2008
6 Diagram pencar anggaran pendidikan tahun 2008 dengan IPM tahun
2008
3
4
4
8
8
9
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Diagram batang anggaran kabupaten dan kota di Jawa Barat
Tabel nilai IPM
Diagram pencar persentase anggaran dengan nilai IPM
Diagram pencar nilai anggaran (Rupiah) dengan nilai IPM
Tabel nilai korelasi persentase anggaran dengan nilai IPM
Tabel nilai korelasi anggaran (Rupiah) dengan nilai IPM
Tabel nilai korelasi persentase anggaran dengan komponen IPM
Tabel nilai korelasi anggaran (Rupiah) dengan komponen IPM
12
14
15
18
21
22
23
24
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan manusia atau peningkatan kualitas sumber daya manusia
menjadi hal yang sangat penting dalam strategi kebijakan pembangunan nasional.
Keberhasilan pembangunan dewasa ini seringkali dilihat dari pencapaian kualitas
sumber daya manusianya. Human Development Index (HDI) atau Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang dikembangkan oleh United Nation
Development Program (UNDP) merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan
suatu daerah. Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator yaitu angka
harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan kemampuan daya
beli. Dalam hal ini, pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia di wilayahnya, baik dari aspek fisik
(kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi
(daya beli), serta aspek moralitas (iman dan taqwa).
Salah satu usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas masyarakat
pada aspek tersebut adalah dengan mengalokasikan sejumlah dana dalam
anggaran belanja daerah, dimana terdapat sembilan sektor anggaran untuk setiap
kabupaten dan kota yang terdiri dari anggaran ekonomi, kesehatan, pendidikan,
perumahan dan fasilitas umum, perlindungan sosial, ketertiban dan ketentraman,
lingkungan hidup, pariwisata dan budaya, serta pelayanan umum. Besarnya
anggaran pada setiap sektor bervariasi dan hal tersebut bisa mencerminkan
keseriusan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pada setiap sektor
anggaran. Kenaikan anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya diharapkan dapat
meningkatkan nilai IPM di daerah tersebut.
Penelitian ini dikhususkan pada kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat
serta berfokus pada analisis hubungan anggaran ekonomi, kesehatan, dan
pendidikan dengan nilai IPM masing-masing daerah serta hubungan ketiga sektor
anggaran tersebut dengan komponen penyusun IPM. Selain itu akan dilihat pula
apakah terjadi perbedaan atau kesenjangan antara capaian IPM daerah kabupaten
dan IPM daerah kota di Propinsi Jawa Barat.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan anggaran
belanja ekonomi, pendidikan, dan kesehatan kabupaten dan kota di Jawa Barat
dengan nilai IPM nya serta hubungan ketiga sektor anggaran tersebut dengan
komponen penyusun IPM.
METODOLOGI
Data yang digunakan merupakan data anggaran keuangan pemerintah daerah
untuk Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2011 serta data Indeks Pembangunan
Manusia beserta komponennya. Data anggaran tersebut diperoleh dari situs
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan Republik
Indonesia (DJPK Kemenkeu RI) dimana terdapat 5 klasifikasi data anggaran atau
data APBD yaitu anggaran secara umum, anggaran menurut fungsi, anggaran
62
menurut urusan, anggaran menurut jenis pajak, dan anggaran menurut rincian
retribusi. Dalam penelitian ini digunakan data anggaran menurut fungsi yang
diartikan sebagai klasifikasi APBD yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan
keterpaduan pengelolaan keuangan negara. Fungsi disini diartikan juga sebagai
perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan nasional (Permendagri nomor 13 tahun
2006). Adapun data IPM untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat diperoleh dari
Badan Pusat Statistik. Terdapat 17 kabupaten dan 9 kota sebagai amatan dan tiga
peubah anggaran yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Ketiga peubah ini
juga akan dilihat hubungannya dengan komponen-komponen IPM yaitu anggaran
ekonomi dengan pengeluaran per kapita atau indeks daya beli, anggaran kesehatan
dengan indeks kesehatan, dan anggaran pendidikan dengan angka melek huruf dan
rata-rata lama sekolah (indeks pendidikan).
Metode Analisis
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis statistika deskriptif pada peubah anggaran dan nilai IPM
untuk melihat gambaran umum serta deskripsi mengenai nilai anggaran dan
nilai IPM juga fluktuasinya selama tahun 2007 sampai tahun 2011.
2. Membuat diagram pencar sebagai visualisasi data untuk melihat bagaimana
pola hubungan, keeratan hubungan, penyebaran data, dan apakah terdapat
pencilan pada data amatan persentase anggaran dengan nilai IPM dan besaran
anggaran dengan nilai IPM pada tahun 2007-2011.
3. Menghitung nilai koefisien korelasi antara masing-masing persentase
anggaran dengan nilai IPM, korelasi antara besaran jumlah anggaran dengan
nilai IPM, korelasi antara persentase anggaran dengan komponen penyusun
IPM, dan korelasi antara besaran jumlah anggaran dengan komponen
penyusun IPM. Analisis korelasi adalah metode statistik yang digunakan
untuk mengukur besarnya hubungan/derajat hubungan linier antara dua variabel
atau lebih. Besaran koefisien korelasi menunjukkan kuat atau lemahnya
hubungan antara dua variabel (Furqon 2011). Nilai koefisien korelasi berkisar
antara -1 hingga 1 di mana nilai korelasi -1 berarti bahwa hubungan antara dua
variabel tersebut adalah hubungan negatif sempurna, nilai korelasi 0 berarti
bahwa tidak ada hubungan antara dua variabel tersebut, sedangkan nilai
korelasi 1 berarti bahwa terdapat hubungan positif sempurna antara dua
variabel tersebut. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi product
moment atau korelasi Pearson karena variabel anggaran dan IPM berskala
rasio. Rumus koefisien korelasinya adalah sebagai berikut:
̅
̅
∑
r=
√∑
̅
̅
∑
dimana :
= data amatan untuk variabel pertama
= data amatan untuk variabel kedua
̅ = rataan dari data amatan variabel pertama
̅ = rataan dari data amatan variabel kedua
3
Interpretasi dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) dapat diklasifikasikan
pada Tabel 1 berikut (Yamin dan Kurniawan 2009):
Tabel 1 Klasifikasi nilai koefisien korelasi
Interpretasi
|r|
0.00 – 0.09
Hubungan korelasinya diabaikan
0.10 – 0.29
Hubungan korelasi rendah
0.30 – 0.49
Hubungan korelasi moderat
0.50 – 0.70
Hubungan korelasi cukup kuat
> 0.70
Hubungan korelasi sangat kuat
4. Menghitung nilai korelasi silang tahun (korelasi antara anggaran tahun tertentu
dengan nilai IPM tahun berikutnya) untuk melihat apakah ada pengaruh
signifikan pada keeratan hubungan/besarnya korelasi antara besaran anggaran
atau persentase anggaran dengan tahun-tahun setelahnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Anggaran Jawa Barat
Rata-rata Persentase
Anggaran
Besaran nilai anggaran belanja tiap daerah di Jawa Barat untuk setiap sektor
anggaran pada tahun 2007-2011 jumlahnya beragam yaitu sekitar 300 miliar
rupiah sampai dengan 2.5 triliun rupiah. Namun pada tahun 2011 Kota Sukabumi
tercatat memiliki total anggaran hanya sebesar 167 miliar rupiah. Hal ini
dikarenakan oleh tidak adanya anggaran untuk 3 sektor yaitu sektor perlindungan
sosial, ketertiban dan ketentraman, serta pariwisata dan budaya. Selain itu 6 sektor
lainnya pun jumlah anggarannya cukup kecil dibandingkan dengan daerah lainnya
yaitu sektor lingkungan hidup yang jumlahnya hanya 175 juta rupiah, sektor
ekonomi sebesar 5 miliar rupiah, dan sektor pelayanan umum sebesar 4 miliar
rupiah. Berbeda jauh dengan daerah lain yang memiliki nilai anggaran puluhan
bahkan ratusan miliar untuk sektor-sektor tersebut.
6.80
6.60
6.40
6.20
6.00
5.80
5.60
5.40
5.20
5.00
6.67
6.35
5.78
2007
1
2008
2
2009
3
5.87
5.66
2010
4
2011
5
Tahun
Gambar 1 Rata-rata persentase anggaran ekonomi pada tahun 2007-2011
46
Rata-rata Persentase
Anggaran
Secara umum rata-rata persentase anggaran belanja untuk kabupaten dan kota
di Jawa Barat dari tahun 2007-20011 yang paling tinggi adalah sektor pendidikan,
kemudian diikuti oleh sektor kesehatan dan yang paling rendah adalah sektor
ekonomi. Gambar 1 memperlihatkan pada tahun 2007 rata-rata persentase
anggaran ekonomi kabupaten dan kota di Jawa Barat adalah sebesar 6.67%
dimana rata-rata persentase anggaran ekonomi yang paling tinggi dimiliki oleh
Kabupaten Garut yaitu sebesar 13.04% dan rata-rata persentase anggaran yang
paling rendah dimiliki oleh Kota Bekasi. Selanjutnya rata-rata persentase
anggaran ekonomi Jawa Barat sampai tahun 2009 turun hingga 5.78% dimana
rata-rata persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Bogor yaitu
sebesar 8.87% dan yang terendah dimiliki oleh Kota Bandung yaitu sebesar 3.46%.
Pada tahun 2011 rata-rata persentase anggaran ekonomi turun menjadi 5.66%
dimana yang tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Purwakarta yaitu sebesar 9.11%
dan yang terendah dimiliki oleh Kota Sukabumi.
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
10.42
2007
1
9.99
2008
2
10.88
11.25
2009
3
2010
4
12.55
2011
5
Tahun
Gambar 2 Rata-rata persentase anggaran kesehatan pada tahun 2007-2011
Gambar 2 memperlihatkan pada tahun 2007 rata-rata persentase anggaran
kesehatan kabupaten dan kota di Jawa Barat adalah sebesar 10.42% dimana ratarata persentase anggaran yang paling tinggi dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu
sebesar 17.91% dan rata-rata persentase anggaran kesehatan yang paling rendah
dimiliki oleh Kota Bogor. Selanjutnya rata-rata persentase anggaran kesehatan
Jawa Barat cenderung naik hingga tahun 2011 mencapai 12.55% dengan rata-rata
persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 21.41%
dan yang terendah dimiliki oleh Kota Bogor yaitu sebesar 5.18%.
Rata-rata Persentase
Anggaran
50.00
40.00
44.28
32.97
35.39
38.78
37.84
2009
3
2010
4
30.00
20.00
10.00
0.00
2007
1
2008
2
2011
5
Tahun
Gambar 3 Rata-rata persentase anggaran pendidikan pada tahun 2007-2011
5
Diagram batang rata-rata persentase anggaran pendidikan yang diperlihatkan
pada Gambar 3 untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat cenderung meningkat dari
tahun 2007-2011. Pada tahun 2010 rata-rata persentase anggaran pendidikan
kabupaten dan kota di Jawa Barat turun menjadi 37.84% dimana rata-rata
persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Kuningan yaitu sebesar
53.17% dan rata-rata persentase anggaran yang terendah dimiliki oleh Kota
Cirebon yaitu sebesar 30.29%. Pada tahun 2011 rata-rata persentase anggaran
pendidikan kabupaten dan kota di Jawa Barat kembali meningkat menjadi 44.28%
dimana rata-rata persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten
Tasikmalaya yaitu sebesar 58% dan rata-rata persentase anggaran yang terendah
dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 27.45%.
Pada data anggaran tahun 2007, tidak terdapat data anggaran untuk
Kabupaten Tasikmalaya. Selain itu, Kabupaten Bandung Barat yang baru
diresmikan pada Juni 2007 baru memiliki data anggaran pada tahun 2008,
sehingga untuk tahun 2007 hanya 15 kabupaten dan 9 kota yang menjadi amatan.
Selebihnya untuk tahun 2008-2011, data anggaran lengkap untuk 17 kabupaten
dan 9 kota di Jawa Barat.
Ekonomi
Rata-rata persentase anggaran ekonomi Jawa Barat dari tahun 2007 sampai
tahun 2011 adalah sekitar 6%. Dari diagram batang 1a pada Lampiran 1 dapat
dilihat pada tahun 2007 dan 2008 Kabupaten Garut memiliki persentase anggaran
ekonomi yang tinggi yaitu sebesar 13.04% dan 11.32%. Meskipun persentase
anggaran ekonominya turun untuk tahun berikutnya, Kabupaten Garut memiliki
persentase anggaran ekonomi yang cukup besar dibandingkan dengan daerah
lainnya. Begitu juga dengan Kabupaten Sukabumi, tahun 2007 persentase
anggaran ekonominya sebesar 10.15% lalu naik pada tahun 2008 menjadi 11.35%.
Setelah tahun 2008, persentase anggaran ekonomi untuk Kabupaten Sukabumi
turun tetapi tetap di atas rata-rata persentase anggaran. Kota Sukabumi yang pada
tahun 2007 persentase anggaran ekonominya sebesar 5.05% mengalami kenaikan
yang cukup tinggi menjadi 11.81% pada tahun 2008 dimana pada tahun tersebut
Kota Sukabumi memiliki persentase anggaran yang paling besar. Akan tetapi pada
tahun 2009 sampai tahun 2011 persentase anggaran ekonomi Kota Sukabumi terus
menurun hingga menjadi yang terendah pada tahun 2011 yaitu sebesar 3.28%.
Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Karawang, Kota Bandung,
Kota Bekasi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Cimahi memiliki persentase anggaran
ekonomi yang selalu di bawah rata-rata dari tahun 2007 sampai tahun 2011,
dimana persentase anggaran terendah dimiliki oleh Kota Bandung dan Kota
Bekasi. Sedangkan selain Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi, Kabupaten
Majalengka, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Subang memiliki persentase
anggaran ekonomi yang selalu diatas 6% juga. Pada tahun 2007 tidak terdapat
data anggaran untuk Kabupaten Tasikmalaya tetapi untuk tahun selanjutnya
persentase anggarannya terlihat fluktuatif. Kemudian Kabupaten Bandung Barat
(yang baru diresmikan pertengahan 2007) pada tahun 2008, 2010, dan 2011
persentase anggarannya di bawah rata-rata kecuali pada tahun 2009 yaitu sebesar
6.26%. Sedangkan kabupaten dan kota lain sisanya memiliki persentase anggaran
yang fluktuatif tapi tidak terlalu signifikan.
6
Kesehatan
Meskipun trendnya fluktuatif, Kota Cirebon dan Kota Sukabumi memiliki
persentase anggaran kesehatan yang paling tinggi dari tahun 2007-2011 dibanding
kabupaten dan kota lainnya. Dari diagram batang 1b pada Lampiran 1, pada tahun
2011 Kota Sukabumi tidak memiliki anggaran kesehatan dan hanya 5 sektor
anggaran yang terisi dari 9 sektor yang ada yaitu ekonomi, pendidikan, perumahan,
lingkungan hidup, dan pelayanan umum. Selain itu persentase anggaran pelayanan
umum yang biasanya sebesar 20-30%, untuk Kota Sukabumi pada tahun 2011
hanya sebesar 2.46%. Kabupaten dan kota lain yang persentase anggaran
kesehatannya selalu diatas 10% dari tahun 2007-2011 adalah Kabupaten Cirebon,
Kota Tasik, Kota Cimahi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Sukabumi, dan Kota
Banjar. Kota Banjar juga memiliki trend persentase anggaran kesehatan yang terus
naik dari tahun 2007-2011. Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bandung Barat
meskipun memiliki persentase anggaran kesehatan yang terus naik hingga tahun
2011 akan tetapi besarnya selalu kurang dari 10%. Begitu juga dengan Kabupaten
Purwakarta, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Depok yang besar
anggaran kesehatan tahun 2007-2011 di bawah 10%. Pada tahun 2007, untuk
Kabupaten Tasikmalaya tidak ada data anggaran kesehatan, akan tetapi pada tahun
2008-2011 persentase anggaran kesehatan Kabupaten Tasikmalaya tergolong
paling kecil dibanding kabupaten dan kota lainnya yaitu di bawah 6%.
Pendidikan
Pada data anggaran Propinsi Jawa Barat tahun 2007-2011, sektor anggaran
pendidikan memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan delapan sektor
anggaran lainnya. Dari diagram batang 1c pada Lampiran 1 terlihat Kabupaten
Bandung dan Kabupaten Garut tercatat selalu memiliki persentase anggaran
pendidikan di atas 40% pada tahun tersebut meskipun trendnya tidak selalu naik
ataupun selalu turun. Sedangkan yang trend persentase anggaran pendidikannya
selalu naik dari tahun 2007-2011 adalah Kabupaten Cirebon, Kota Cimahi,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka. Kabupaten Tasikmalaya juga
memiliki trend persentase anggaran pendidikan yang naik dari 2008-2011 (tidak
ada data anggaran 2007). Meskipun sempat turun pada tahun 2010, persentase
anggaran pendidikan untuk Kabupaten Ciamis tergolong besar di tiap tahunnya.
Tercatat pada tahun 2009 dan 2011 persentase anggaran pendidikan di Kabupaten
Ciamis mencapai lebih dari 55% yaitu sebesar 55.17% dan 61.15%. Kota Depok,
Kota Sukabumi, dan Kota Banjar tercatat memiliki persentase anggaran
pendidikan di bawah 30% setiap tahunnya (2007-2011). Meskipun demikian,
Kota Banjar memiliki trend persentase anggaran kesehatan yang terus naik.
Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru, pada tahun 2008
langsung mendapat porsi persentase anggaran pendidikan yang cukup tinggi yaitu
sebesar 47.04%. Walaupun sempat turun pada tahun 2009, persentase anggaran
pendidikan Kabupaten Bandung Barat tetap berada di atas 40% dan kembali
meningkat pada tahun 2010 hingga tahun 2011.
7
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian
pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai
ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar.
Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan
yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait
banyak faktor. Dimensi kesehatan dapat diukur dari Angka Harapan Hidup yaitu
rata-rata banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang untuk hidup. Ada
dua jenis data yang digunakan dalam menghitung Angka Harapan Hidup yaitu
Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Selanjutnya untuk
mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf
dan rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf adalah persentase usia penduduk
15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun yang digunakan penduduk usia 15
tahun ke atas untuk menjalani pendidikan formal. Adapun untuk mengukur
dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli (purchasing
power parity) yaitu kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah
kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita
sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup
layak. Menurut UNDP, secara teknis IPM dapat dirumuskan sebagai berikut (BPS
2012) :
IPMj = ∑
(i,j)
dimana:
Indeks X (i, j) = Indeks komponen IPM ke-i untuk wilayah ke-j
i
= 1, 2, 3 (urutan komponen IPM)
j
= 1, 2, …. k (wilayah)
Perhitungan indeks dari masing-masing indikator tersebut adalah :
Indeks X(i) =
dimana :
= indikator/komponen ke-i
= nilai minimum dari komponen IPM ke-i
= nilai maksimum dari komponen IPM ke-i
Capaian pembangunan manusia dapat dikategorikan menjadi 4 kategori (BPS
2011), yaitu kategori rendah dengan capaian IPM < 50, kategori menengah bawah
dengan capaian 50 ≤ IPM < 66, kemudian kategori menengah atas 66 ≤ IPM < 80
dan yang terakhir kategori tinggi dengan capaian IPM ≥ 80. Indeks Pembangunan
Manusia kabupaten dan kota di Jawa Barat dari tahun 2007-2011 selalu
mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dari tabel nilai IPM pada Lampiran 2,
terlihat bahwa nilai IPM kabupaten dan kota di Jawa Barat dari tahun 2007-2011
masuk ke dalam kategori menengah atas. Capaian IPM daerah kota selalu di atas
70 dimana kota Depok selalu memiliki IPM yang tertinggi setiap tahunnya.
86
Berbeda dengan daerah kabupaten dimana masih ada kabupaten di Jawa Barat
yang IPM nya di bawah 70 yaitu Kabupaten Indramayu yang memiliki IPM
sebesar 66 pada tahun 2007.
Hubungan Anggaran dengan IPM
Diagram pencar pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa persentase anggaran
ekonomi kabupaten dan kota di Jawa Barat membentuk pola dimana daerah
kabupaten (plot warna hitam) bergerombol di kiri bawah sedangkan daerah kota
(plot warna merah) bergerombol di kiri atas dan membentuk pola tersendiri. Hal
ini disebabkan oleh daerah kota memiliki IPM yang lebih tinggi dari daerah
kabupaten namun persentase anggaran yang dimiliki tergolong rendah. Sebagai
contoh, Gambar 4 memperlihatkan bentuk pola yang dihasilkan untuk hubungan
anggaran ekonomi dengan IPM daerah kabupaten cenderung diagonal acak.
Gambar 4 Diagram pencar persentase anggaran ekonomi tahun 2008 dengan
IPM tahun 2008
Gambar 5 Diagram pencar persentase anggaran kesehatan tahun 2008 dengan
IPM tahun 2008
Begitu juga dengan pola yang dihasilkan untuk diagram pencar antara
persentase anggaran kesehatan 2008 dengan IPM 2008 yang ditunjukkan pada
Gambar 5. Keterangan plot nama daerah dapat dilihat pada halaman 16.
9
Setelah dihitung nilai koefisien korelasinya (Lampiran 5), hasil yang
ditunjukkan adalah sebagian besar korelasi antara persentase anggaran dengan
IPM nya bernilai negatif dan cukup kecil yaitu di bawah 0.5. Hal ini karena nilai
kovarian yang dihasilkan pada perhitungan bernilai negatif serta nilai persentase
anggaran yang sangat bervariasi. Nilai negatif tersebut dapat diartikan bahwa
daerah yang nilai IPM nya tinggi memiliki persentase anggaran
ekonomi/kesehatan/pendidikan yang kecil. Kemudian daerah kota dicoba
dikeluarkan dari perhitungan karena perbedaan pola yang dibentuk pada diagram
pencar sebelumnya dan dihitung kembali nilai koefisien korelasinya, terlihat
bahwa korelasi antara persentase anggaran dengan nilai IPM masih bernilai
negatif dan tidak cukup kuat (nilainya di bawah 0.5).
Gambar 6 Diagram pencar anggaran pendidikan tahun 2008 dengan IPM
tahun 2008
Selanjutnya dicoba untuk tidak memakai persentase melainkan memakai nilai
anggaran dalam satuan juta rupiah untuk melihat apakah korelasinya masih
bernilai kecil atau tidak karena daerah yang persentase anggarannya kecil bisa jadi
secara jumlah dalam juta rupiah ternyata nilainya besar. Diagram pencar yang
dihasilkan dengan menggunakan nilai anggaran dalam jutaan rupiah yang
diperlihatkan oleh Gambar 6 terlihat masih menghasilkan pola yang cenderung
sama yaitu daerah kota bergerombol di daerah kiri atas dan daerah kabupaten
bergerombol di daerah kiri bawah.
Pada Lampiran 4 (4a, 4b, dan 4c), terlihat pola diagram pencar yang
dihasilkan setelah menggunakan nilai besaran anggaran dalam rupiah lebih rapat
dan tidak terlalu menyebar seperti ketika menggunakan nilai persentase anggaran.
Pada tabel korelasi anggaran ekonomi dengan IPM gabungan kabupaten dan kota
(Lampiran 6) terlihat nilai korelasi setiap tahun bernilai negatif dan nilainya
sangat kecil. Setelah daerah kota dikeluarkan dan dihitung nilai korelasi untuk
kabupaten tersendiri dan kota tersendiri, terlihat nilai korelasi yang positif pada
kedua tabel. Nilai korelasi anggaran ekonomi dengan IPM untuk daerah kota lebih
besar dibandingkan kabupaten terutama untuk tahun 2009, 2010, dan 2011
nilainya diatas 0.6 yang berarti hubungannya cukup kuat. Begitu juga dengan
korelasi anggaran pendidikan dengan IPM, pada tabel kabupaten dan tabel kota
6
10
keduanya menunjukkan korelasi yang positif yang berarti semakin besar anggaran
pendidikan akan meningkatkan nilai IPM daerah tersebut atau daerah yang
memiliki IPM yang tinggi juga memiliki anggaran pendidikan yang tinggi. Akan
tetapi hasil berbeda ditunjukkan oleh anggaran kesehatan dengan IPM untuk
daerah kabupaten dimana ada korelasi yang bernilai negatif.
Kemudian hal yang sama dilakukan untuk menghitung korelasi persentase
anggaran dengan komponen-komponen IPM. Pada Lampiran 7 terlihat besarnya
nilai koefisien korelasi masih cukup kecil. Setelah dicoba menggunakan nilai
besaran anggaran dalam rupiah (Lampiran 8) serta dilakukan pemisahan
penghitungan antara kabupaten dan kota dimana diperoleh hasil untuk daerah
kabupaten terlihat nilai korelasi antara anggaran ekonomi dengan PPP dan
anggaran pendidikan dengan Indeks Pendidikan bernilai positif seluruhnya begitu
juga untuk daerah kota yang juga menunjukkan hasil korelasi yang bernilai positif
untuk ketiga sektor. Hubungan antara nilai anggaran dalam rupiah dengan
komponen penyusun IPM daerah kota bisa dikatakan sudah cukup kuat, terlihat
dari nilai koefisien korelasi yang mencapai 0.5. Namun untuk anggaran kesehatan
dengan AHH pada daerah kabupaten ada yang bernilai negatif yang artinya ada
daerah kabupaten yang IPM nya tinggi tetapi indeks kesehatannya rendah atau
kecil.
Korelasi silang tahun digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh
anggaran pada tahun tertentu terhadap IPM satu tahun hingga empat tahun
setelahnya. Diharapkan nilai koefisien korelasi setiap sektor pada tahun 2007 bisa
berpengaruh pada IPM hingga tahun 2011 dan diharapkan juga bisa terlihat pola
apakah nilai korelasinya semakin tinggi seiring bertambahnya tahun. Pada
Lampiran 5 sampai Lampiran 8 memperlihatkan ternyata tidak terdapat pola
khusus atau trend pada nilai koefisien korelasi silang tahun. Hal ini karena
besarnya anggaran dan juga besarnya persentase anggaran yang fluktuatif.
SIMPULAN
Nilai IPM setiap kabupaten dan kota di Jawa Barat dari tahun 2007-2011
terus meningkat walaupun secara agregat ada daerah yang jumlah anggaran
ekonomi, anggaran kesehatan, dan anggaran pendidikannya turun ataupun naik.
Setelah dibuat diagram pencar, terlihat daerah kabupaten dan kota memiliki
gerombol tersendiri karena daerah kota cenderung memiliki nilai IPM yang lebih
besar daripada daerah kabupaten. Setelah melihat kekuatan hubungan antara
anggaran dengan nilai IPM dan anggaran dengan komponen penyusun IPM
menggunakan perhitungan koefisien korelasi didapatkan hasil yang berbeda ketika
menggunakan persentase anggaran dengan nilai anggaran dalam rupiah serta
ketika dilakukan pemisahan penghitungan antara daerah kabupaten dan kota.
Terlihat bahwa hasil yang didapatkan ketika menggunakan nilai anggaran apalagi
untuk daerah kota saja memiliki nilai yang seluruhnya positif dan cukup besar.
Hal ini berarti besarnya anggaran belanja yang dialokasikan pemerintah bisa
dikatakan mempengaruhi besarnya nilai IPM daerah kabupaten dan kota di
Propinsi Jawa Barat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2012. Katalog Indeks Pembangunan Manusia 2007-2011.
BPS, Jakarta.
Furqon. 2011. Statistika Terapan untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Huntsberger, D V. dan Billingsley, P. 1987. Elements of Statistical Inference.
Allyn and Bacon. New York.
Kacaribu, R D. 2013. Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan faktor-faktor
yang mempengaruhi di Propinsi Papua [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu
Ekonomi FEM IPB.
[Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri. 2006. Permendagri Nomor 13 [Internet].
www.hukum.unsrat.ac.id. [20 Januari 2014].
[Kemenkeu RI] Kementrian Keuangan RI. 2011. Data Keuangan Daerah
[Internet]. www.djpk.depkeu.go.id [08 November 2013].
Kintamani, Ida. 2008. Analisis Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan. 14(072): 421-429.
Supangat, Andi. 2008. Statistika: Dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan
Nonparametrik. Kencana. Jakarta.
Yamin, S. dan Kurniawan, H. 2009. SPSS COMPLETE: Teknik Analisis Statistik
Terlengkap dengan Software SPSS. Salemba Infotek. Jakarta.
12
6
Lampiran 1. Diagram Batang Anggaran Kabupaten dan Kota di Jawa Barat
1a.
Ekonomi
14.00
12.00
2007
2008
Anggaran (%)
10.00
2009
8.00
2010
2011
6.00
4.00
2.00
0.00
Daerah
1b.
Kesehatan
25.00
20.00
Anggaran (%)
2007
2008
15.00
2009
2010
10.00
2011
5.00
0.00
Daerah
13
1c.
Pendidikan
70.00
60.00
Anggaran (%)
50.00
2007
40.00
2008
2009
30.00
2010
20.00
2011
10.00
0.00
Daerah
14
6
Lampiran 2. Tabel nilai IPM
No
Nama Daerah
1
Kab. Bandung
IPM
2007
72.97
IPM
2008
73.41
IPM
2009
73.84
IPM
2010
74.05
IPM
2011
74.43
2
Kab. Bekasi
71.55
72.10
72.47
72.93
73.54
3
Kab. Bogor
70.08
70.66
71.35
72.16
72.58
4
Kab. Ciamis
70.14
70.57
70.96
71.37
71.81
5
Kab. Cianjur
67.65
68.17
68.66
69.14
69.59
6
Kab. Cirebon
67.30
67.70
68.37
68.89
69.27
7
Kab. Garut
69.99
70.52
70.98
71.36
71.70
8
Kab. Indramayu
66.22
66.78
67.39
67.75
68.40
9
Kab. Karawang
68.45
69.06
69.47
69.79
70.28
10
Kab. Kuningan
69.70
70.12
70.42
70.89
71.55
11
Kab. Majalengka
68.94
69.40
69.94
70.25
70.81
12
Kab. Purwakarta
69.88
70.31
70.79
71.17
71.59
13
Kab. Subang
70.03
70.43
70.86
71.14
71.50
14
Kab. Sukabumi
69.21
69.66
70.17
70.66
71.06
15
Kab. Sumedang
71.30
71.68
72.14
72.42
72.67
16
Kab. Tasikmalaya
71.24
71.35
71.73
72.00
72.51
17
Kota Bandung
74.86
75.35
75.64
76.06
76.39
18
Kota Bekasi
75.31
75.73
76.10
76.36
76.68
19
Kota Bogor
74.73
75.16
75.47
75.75
76.08
20
Kota Cirebon
73.87
74.26
74.68
74.93
75.42
21
Kota Depok
77.89
78.36
78.77
79.09
79.36
22
Kota Sukabumi
73.66
74.17
74.57
74.91
75.36
23
Kota Tasikmalaya
72.75
73.35
73.96
74.40
74.85
24
Kota Cimahi
74.42
74.79
75.17
75.51
76.01
25
Kota Banjar
70.17
70.61
70.98
71.38
71.82
26
Kab. Bandung Barat
72.65
72.99
73.35
73.80
15
Lampiran 3. Diagram Pencar Persentase Anggaran dengan IPM
3a. Ekonomi dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
16
6
3b. Kesehatan dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
17
3c. Pendidikan dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
18
6
Lampiran 4. Diagram Pencar Nilai Anggaran (Rupiah) dengan IPM
4a. Ekonomi dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
19
4b. Kesehatan dengan IPM
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
20
6
4c. Pendidikan dengan IPM
Keterangan plot
(2008 – 2011)
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2007)
Keterangan plot
(2008 – 2011)
1
Lampiran 5. Tabel nilai korelasi Persentase Anggaran dengan IPM
21
6
22
Lampiran 6. Tabel nilai korelasi Anggaran (Rupiah) dengan IPM
3
Lampiran 7. Tabel nilai korelasi Persentase Anggaran dengan Komponen IPM
23
1
24
Lampiran 8. Tabel nilai korelasi Anggaran (Rupiah) dengan Komponen IPM
25
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1989 dari pasangan Bapak
Hasnul, S.H. dan Ibu Ekmawati, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri Sepanjang Jaya VIII Bekasi,
kemudian melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Bekasi hingga tahun 2004.
Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Bekasi dan
lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima IPB melalui jalur
SPMB sebagai mahasiswa Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama di IPB penulis pernah aktif sebagai anggota BEM FMIPA divisi
Internal dan anggota pengurus Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta
sebagai staf divisi Survey and Research. Penulis menjalankan tugas Praktek
Lapang di PT. Essence Indonesia - International Flavour and Fragrance Jakarta
selama dua bulan sebagai staf Data Processing.