Analisis Determinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Kabupaten Deli Serdang

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS DETERMINAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN DELI SERDANG

Diajukan Oleh :

ARIFIN NUR SIREGAR 050501098

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diantara variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun yang menjadi variabel terikat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sedangkan variabel bebasnya terdiri dari PDRB, Pengeluaran Pemerintah, dan Jumlah Penduduk Miskin.

Penelitian ini menganalisis pengaruh dari PDRB, Pengeluaran Pemerintah, dan Jumlah Penduduk Miskin terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Deli Serdang. Penulis menggunakan model distributed lag dengan metode kuadrat terkecil dengan mempergunakan perangkat lunak komputer E-views 5.1

Hasil dari regresi tersebut menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap IPM dan signifikan pada α 5% sementara PDRB berpengaruh positif terhadap IPM dan signifikan pada α 10 %. Tetapi Jumlah Penduduk Miskin ternyata berpengaruh negatif terhadap IPM dan signifikan pada α 5 %. Artinya untuk menigkatkan IPM pemerintah harus meningkatkan PDRB dan Pengeluaran Pemerintah dan disisi lain Jumlah Penduduk Miskin harus dikurangi.


(3)

Abstract

The aims of this research is to find out the relationship between independent variables in term of dependent variable. The dependent variable is Human Development Index (HDI) while the independent variables are Gross Domestic Product (GDP), Government Expenditure, and a Number of Poor Population.

This research analyzing the effect of GDP, Government Expenditure, and The Number of Poor Population in term of HDI in Deli Serdang Regency. The researcher used distributed lag model with ordinary least squared method using Eviews 5.1 software computer program.

The regression result showing that the relationship of the Government Expenditure variable positively influence on HDI and significant at 5 % level, while GDP positively influence on HDI and significant at 10 % level. However, The Number of Poor Population is negatively influence on HDI and significant at 5 % level. It means that in order to increase HDI, the government have to increase GDP and Government Expenditure, but in another side reduce the Number of Poor Population.

Key word : Human Development Index (HDI), Gross Domestic Product (GDP), Government Expenditure, and The Number of Poor Population.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur ke Hadirat Alloh swt. yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari program Strata 1 Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah “Analisis Determinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang”

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik dalam bentuk moril, material, dan terutama do’a. Maka pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan terutama kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec. sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec. sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Iskandar Syarief, M.A. sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini

5. Bapak Kasyful Mahalli, M.Ec. sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam dalam rangka penyempurnaan skripsi ini


(5)

6. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. sebagai Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam dalam rangka penyempurnaan skripsi ini 7. Seluruh staff pengajar dan staff administrasi Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan

8. Seluruh staff pengawai BPS Provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi penulis

9. .Secara khusus skripsi ini penulis persembahkan buat orangtua tercinta Alm. Drs. Halim Nur Siregar dan Holijah Daulay, S. Ag.

10. Buat seluruh teman seperjuangan Departemen Ekonomi Pembangunan yang juga turut membantu dan memberi masukan kepada penulis khususnya kepada Alex Febrianto, Rahmadi, Robert, Unus Siregar, Akhirul Shaleh, Ilham Fauzi, Egi Dana, M. Yurilsyah, dan Deni Susandra

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu sangat diharapkan saran maupun kritikan yang sifatnya membangun sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan.

Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2010


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 5

1.3. Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Indeks Pembangunan Manusia ... 8

2.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 13

2.3. Pengeluaran Pemerintah ... 29

2.4. Kemiskinan ... 36

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 43

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 43

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4. Pengolahan Data ... 44

3.5. Model Analisa Data ... 44

3.6. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 45

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 47

3.8. Defenisi Operasional ... 49

BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa ... 50

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66

5.2. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... viii


(7)

DAFTAR TABEL

Judul halaman

Tabel

Tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998 – 2007 (%)

Tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Berdasarkan Harga Konstan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998 – 2007 (Milyar Rupiah)

Besarnya Tingkat Pengeluaran Pemerintah di Kabupaten Deli Serdang (Milyar Rupiah)

Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Deli Serdang (Ribu Jiwa)

Hasil Pengujian LM Test Hasil Ramsey RESET Test Hasil Uji Normalitas 4.1.1

4.1.2

4.1.3.

4.1.4.

4.1.5. 4.1.6. 4.1.7.

51

53

54

56

64 64 65


(8)

DAFTAR GAMBAR

Judul

2.1. 2.2. 4.1. 4.2. 4.3.

4.4.

Gambar

Jumlah Penduduk Optimal Diagram Hipotesa Tricle Down

Grafik uji F

Grafik uji t-statistik untuk variabel PDRB(t-1)

Grafik uji t-statistik untuk variabel Pengeluaran Pemerintah

Grafik uji t-statistik untuk variabel Jumlah Penduduk Miskin

halaman

24 28 59 60 61


(9)

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diantara variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun yang menjadi variabel terikat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sedangkan variabel bebasnya terdiri dari PDRB, Pengeluaran Pemerintah, dan Jumlah Penduduk Miskin.

Penelitian ini menganalisis pengaruh dari PDRB, Pengeluaran Pemerintah, dan Jumlah Penduduk Miskin terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Deli Serdang. Penulis menggunakan model distributed lag dengan metode kuadrat terkecil dengan mempergunakan perangkat lunak komputer E-views 5.1

Hasil dari regresi tersebut menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap IPM dan signifikan pada α 5% sementara PDRB berpengaruh positif terhadap IPM dan signifikan pada α 10 %. Tetapi Jumlah Penduduk Miskin ternyata berpengaruh negatif terhadap IPM dan signifikan pada α 5 %. Artinya untuk menigkatkan IPM pemerintah harus meningkatkan PDRB dan Pengeluaran Pemerintah dan disisi lain Jumlah Penduduk Miskin harus dikurangi.


(10)

Abstract

The aims of this research is to find out the relationship between independent variables in term of dependent variable. The dependent variable is Human Development Index (HDI) while the independent variables are Gross Domestic Product (GDP), Government Expenditure, and a Number of Poor Population.

This research analyzing the effect of GDP, Government Expenditure, and The Number of Poor Population in term of HDI in Deli Serdang Regency. The researcher used distributed lag model with ordinary least squared method using Eviews 5.1 software computer program.

The regression result showing that the relationship of the Government Expenditure variable positively influence on HDI and significant at 5 % level, while GDP positively influence on HDI and significant at 10 % level. However, The Number of Poor Population is negatively influence on HDI and significant at 5 % level. It means that in order to increase HDI, the government have to increase GDP and Government Expenditure, but in another side reduce the Number of Poor Population.

Key word : Human Development Index (HDI), Gross Domestic Product (GDP), Government Expenditure, and The Number of Poor Population.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pembangunan di daerah secara umum adalah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Aspek – aspek pembangunan di sini meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspek – aspek lainnya. Diantara aspek tersebut pembangunan ekonomi merupakan aspek yang paling esensial dalam menunjang pembangunan daerah. Diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebabkan terjadinya perubahan sistem desentralisasi di Indonesia. Peran pemerintah daerah menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pembangunan daerah. Salah satu data yang dapat digunakan sebagai indikator untuk perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan regional adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data PDRB ini dapat menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian daerah secara makro, agregatif dan sektoral. Pembentukan angka PDRB ini secara intuisi dipengaruhi oleh banyak faktor terutama ekonomi seperti produktivitas dan efisiensi.

Selain itu, dapat diketahui juga bahwa PDRB yang cukup meningkat dalam segi ekonomi merupakan cerminan dari tingkat pendapatan masyarakat yang lebih baik di daerah tersebut, sedangkan dalam bidang non ekonomi peningkatan tersebut, mengindikasikan adanya perbaikan tingkat kesehatan, pendidikan, perumahan, lingkungan hidup dan aspek lainnya dalam masyarakat. Dalam menghitung pendapatan regional, hanya dipakai konsep Domestik. Berarti seluruh nilai tambah yang ditimbulkan


(12)

wilayah atau regional (dalam hal ini kabupaten maupun kota di propinsi) dihitung dan dimasukkan ke produk wilayah tersebut tanpa memperhatikan kepemilikan faktor – faktor produksi tersebut. Dengan demikian PDRB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan atau balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut.

Sejak tahun 1990, United Nations Development Program (UNDP) telah menerbitkan suatu indikator yang menggabungkan faktor ekonomi dan non-ekonomi yang mendefinisikan kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar Pendapatan Domestik Bruto (PDB) secara Nasional dan Pendapatan Domestik Regional Bruto secara kedaerahan atau regional. Selain PDRB sebenarnya kita juga dapat melihat adanya faktor lain yaitu IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Karena dengan melihat tingkat IPM ini juga kita akan mendapat gambaran tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dalam hal ini Kabupaten Deli Serdang. IPM yang juga dikenal HDI (Human Index Development) ini juga dapat memberikan gambaran atas kinerja Pemerintah Daerah di suatu wilayah.

IPM (Indeks Pembangunan Manusia) memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia yaitu : panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), pendidikan (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan, dan atas) dan memiliki standart hidup yang layak (diukur dari kemampuan daya beli/PPP dan penghasilan). Indeks tersebut bukanlah suatu ukuran menyeluruh tentang pembangunan manusia, tetapi indeks ini memberikan sudut pandang yang semakin luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit antara penghasilan dan kesejahteraan


(13)

Modal manusia (Human Capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi juga diyakini akan lebih membaik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, maupun indikator-indikator lainnya. Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya membuat negara atau daerah yang bersangkutan akan tertinggal dengan negara atau daerah yang lain termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata lain peningkatan kualitas modal manusia juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan. Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa antara modal manusia dan pertumbuhan ekonomi sebenarnya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. .

Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, prosentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta semakin besar akan menimbulkan banyak kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak.


(14)

Selain itu pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang makin kompleks. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri akan menimbulkan semakin tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah harus turun tangan mengatur dan mengurangi dampak negatif dari polusi. Pemerintah juga harus melindungi buruh dalam meningkatkan kesejahteraannya. Musgrave (1980) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam prosentase terhadap PDB secara nasional dan PDRB secara regional semakin besar dan presentase investasi pemerintah terhadap PDB secara nasional dan PDRB secara regional akan semakin kecil.

Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah dalam pembangunan ekonomi beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan pelayanan kesehatan masyarakat

Sementara itu kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan.


(15)

Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan atas dua hal, yaitu (1) faktor alamiah: kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya bencana alam dan lain lain yang bermakna bahwa mereka miskin karena memang miskin dan (2) faktor non alamiah:akibat kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik yang tidak stabil, kesalahan pengelolaan sumber daya alam. Jadi untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, langkah yang dilakukan tidak lain daripada mempertimbangkan kedua faktor tersebut, yaitu mengubah kondisi lingkungannya menjadi lebih baik, meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, dan melakukan perbaikan terhadap sistem yang ada melalui pemberantasan korupsi dan menetapkan pengelola yang kompeten baik dari kemampuan, integritas, maupun moral.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menganilisinya dengan judul “Analisis Determinan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) di Kabupaten Deli Serdang”.

Perumusan masalah

Dalam penelitian ini terlebih dahulu harus merumuskan masalah dengan jelas sebagai dasar penelitian yang dilakukan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh dari Produk Domestik Regional Bruto terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang ?

2. Bagaimana pengaruh dari besarnya Pengeluaran Pemerintah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang ?


(16)

0

<

JPM IPM

ϑ ϑ

3. Bagaimana pengaruh dari Jumlah Penduduk Miskin terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang ?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau kesimpulan sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji atau dibuktikan secara empiris.Dari rumusan di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang, ceteris paribus

0

>

PDRB IPM

ϑ ϑ

2. Pengeluaran Pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang, ceteris paribus >0

PP IPM

ϑ ϑ

3. Jumlah Penduduk Miskin berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang, ceteris paribus


(17)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh dari Produk Domestik Regional Bruto terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang

2. Untuk mengetahui pengaruh dari Pengeluaran Pemerintah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang

3. Untuk mengetahui pengaruh dari Jumlah Penduduk Miskin terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pembaca mengenai peranan pertumbuhan ekonomi dalam hal ini PDRB, Pengeluaran Pemerintah, dan Jumlah Penduduk Miskin terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebagai masukan atau tambahan bagi mahasiswa/i fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan. 3. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang penelitian bagi


(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Indeks Pembangunan Manusia

2.1.1. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia

Indeks pembangunan manusia adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur aspek – aspek yang menjadi kriteria yang relevan atau yang sesuai dengan pelaksanaan otonomi dan pembangunan daerah sebagai indeks komposit yang secara umum terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu :

1. Kawasan Pemerintah 2. Perkembangan Wilayah

3. Kebudayaan Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah tersebut.

Ada 3 (tiga) parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia, yaitu :

1. Tingkat Kesehatan dan panjang umur masyarakat yang dapat dilihat melalui angka harapan hidup (Life Expextacy Rate)

2. Tingkat pendidikan yang dapat diukur dari angka melek huruf dan rata – rata lamanya sekolah

3. Tingkat pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat

Konsep pembangunan manusia berbeda dengan pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua


(19)

pilihan yang dimiliki manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan. Pembangunan manusia merupakan perwujudan tujuan jangka panjang dari suatu masyarakat dan meletakkan pembangunan di sekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan.

IPM digunakan untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara dalam bidang pembangunan manusia. Mengingat manusia sebagai subjek maupun objek pembangunan maka manusia dalam kehidupannya harus mampu meningkatkan kualitas hidupnya sebagai insan pembangunan Secara umum pembangunan manusia dalam pengertian luas mengadung konsep teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia, pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan).

Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai manfaat bukan sebagai objek perubahan dasar yang memokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. Hubungan pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi sangat erat sekali dan merupakan prasyarat untuk tercapainya pembangunan manusia karena peningkatan pembangunan ekonomi akan mendukung peningkatan produktivitas melalui pengisian kesempatan kerja dengan usaha-usaha produktif sehingga tercipta peningkatan pendapatan sesuai dengan UNDP (1966)


(20)

2.1.2. Indikator Indeks Pembangunan Manusia A. Kesehatan

Mencakup sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia berupa petugas kesehatan (dokter, bidan, mantra, tenaga medis, dan sebagainya) maupun keberadaan rumah sakit, klinik, puskesmas dan sarana kesehatan lainnya serta kondisi actual lingkungan /sanitasi.

B. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Angka Melek Huruf

Rendahnya tingkat pendidikan dapat dirasakan sebagai penghambat dalam pembangunan. Dengan demikian, tingkat pendidikan sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Sebagian besar menamatkan pendidikannya minimal tingkat SMTP (sekitar 54,12 persen). Yang perlu menjadi perhatian adalah masih besarnya angka penduduk usia 10 tahun keatas yang sama sekali tidak punya ijazah (sekitar 21,82 persen).

Kemampuan membaca dan menulis masyarakat merupakan indikator pendidikan yang tidak kalah pentingnya untuk dicermati. Hasil Susenas 2006 menunjukkan sekitar 97,69 persen penduduk Kabupaten Deli Serdang yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis, selebihnya sekitar 2,31 persen penduduk masih buta huruf (sekitar 1,47 persen laki – laki yang buta huruf berbanding sekitar 3,16 persen wanita yang buta huruf).

C. Tingkat Pendapatan dan Daya Beli Masyarakat

Pendapatan diukur berdasarkan tingkat pendapatan per-kapita yang telah disesuaikan. Hal ini memberikan pengertian bahwa pendapatan per kapita yang telah disesuaikan adalah pengukuran yang didasarkan terhadap perbedaan tingkat daya beli


(21)

mata uang dari beberapa negara dan disesuaikan pula dengan asumsi atau prinsip kepuasan marginal yang terus menurun dari adanya setiap tambahan pendapatan

(diminishing marginal utility of income).

2.1.3. Indeks Pembangunan Manusia : Pengukuran Pencapaian Pembangunan

Pembagunan Nasional menurut Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang kemudian dijabarkan dalam Repelita adalah pembangunan yang menganut konsep pembangunan manusia. Konsep ini seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk. Bahkan secara Eksplisit disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang berkelanjutan.

Jumlah penduduk yang besar akan menjadi modal pembangunan jika penduduk tersebut berkualitas namun akan menjadi beban pembangunan jika penduduk tersebut kurang kualitasnya. Untuk menciptakan pembangunan manusia yang berkualitas diharapkan pertama sekali terlaksana dalam keluarga melalui penerapan keluarga kecil sejahtera. Program pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana diharapkan dapat mengendalikan jumlah penduduk sehingga angka kelahiran dapat diturunkan yang pada akhirnya dapat mempercepat proses penigkatan kualitas hidup.


(22)

Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikator komposit tunggal walaupun belum mampu mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar tersebut adalah umur yang panjang dan sehat, tingkat harapan hidup dengan diikuti berpengetahuan dan berketerampilan, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standard hidup yang layak

2.1.4. Metode Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia

Adapun komponen-komponen IPM antara lain :

a. lamanya hidup diukur dengan tingkat harapan hidup pada saat lahir

b. tingkat pendidikan diukur dengan dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa dan rata – rata lama sekolah c. tingkat kehidupan yang layak

IPM = 1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3 )

Dimana :

X1 = Lamanya hidup X2= Tingkat Pendidikan

X3 = Tingkat Kehidupan yang layak


(23)

Dimana :

X( )I,J = Indikator ke –I dari daerah j X(imin)= Nilai minimum dari Xi

X(imax)= Nilai maksimum dari Xi

Untuk setiap komponen IPM , masing –masing indeks dapat dihitung dengan rumus umum yaitu : IPM = 1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3 )

2.2. Pertumbuhan Ekonomi

2.2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi modern mengacu kepada perkembangan negara maju Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Jepang. Prof. Simon Kuznets

dalam kuliahnya pada peringatan Nobel mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya ; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.

Defenisi ini memiliki tiga komponen :

1. pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang

2. teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk


(24)

3. penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

2.2.2. Ciri-ciri Pertumbuhan Ekonomi Modern

Pertumbuhan ekonomi modern merupakan tanda-tanda penting didalam kehidupan perekonmian. Prof. Simon Kuznets menunjukkan enam ciri pertumbuhan ekonomi modern yang didasarkan pada produk nasional dan komponennya, penduduk, tenaga kerja, dan sebangsanya.

Berikut ini akan dibahas tentang ciri-ciri pertumbuhan ekonomi modern tersebut. 1. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Produk Per Kapita

Pertumbuhan ekonomi modern sebagaimana terungkap dari pengalaman negara maju sejak akhir abad ke-19, ditandai dengan laju kenaikan produk perkapita yang tinggi dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat. Laju kenaikan yang luar biasa itu paling sedikit sebesar lima kali untuk penduduk dan paling sedikit sepuluh kali untuk produksi.

2. Penigkatan Produksi

Pertumbuhan ekonomi modern terlihat dari semakin meningkatnya laju produk perkapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang menigkatkan efisiensi atau produktivitas per unit input. Hal ini dapat dilihat dari semakin besarnya masukan sumber tenaga kerja dan modal atau semakin menigkatnya efisiensi, atau kedua-duanya. Kenaikan efisiensi berarti penggunaan output yang lebih besar untuk setiap unit input. Menurut Kuznets laju kenaikan produktivitas ternyata dapat


(25)

menjelaskan hampir keseluruhan pertumbuhan produk perkapita di negara maju bahkan kendati dengan beberapa penyesuaian untuk menampung biaya dan input tersembunyi, pertumbuhan produktivitas tetap dapat menjelaskan lebih dari separuh pertumbuhan dalam produk perkapita.

3. Laju Perubahan Struktural yang Tinggi

Perubahan struktural dalam pertumbuhan ekonomi modern mencakup peralihan dari kegiatan pertanian ke non pertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produktif, dan peralihan dari perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum, serta perubahan status kerja buruh.

4. Urbanisasi

Pertumbuhan ekonomi modern ditandai juga dengan semakin banyaknya penduduk di negara maju yang berpindah dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Inilah yang disebut urbanisasi.

Urbanisasi pada umumnya merupakan produk industrialisasi. Skala ekonomi yang timbul dalam usaha non agraris sebagai hasil perubahan teknologi menyebabkan perpindahan tenaga kerja dan penduduk secara besar-besaran dari pedesaan ke perkotaan. Karena sarana teknis transportasi, komunikasi, dan organisasi berkembang menjadi lebih efektif, maka terjadilah penyebaran unit-unit skala optimum. Semua proses ini mempengaruhi pengelompokan penduduk berdasarkan status sosial dan ekonomi serta mengubah pola dasar peri-kehidupan.


(26)

5. Ekspansi Negara Maju

Ekspansi negara-negara maju yang bermula dari bangsa-bangsa Eropa tidak lain adalah akibat revolusi teknologi di bidang trasnportasi dan komunikasi. Hal ini kemudian melahirkan dominasi politik langsung atas negara-negara jajahan, pembukaan daerah yang semula ditutup seperti Jepang dan pemecahan daerah seperti Afrika sub-sahara. Ancaman kekuatan negara maju inilah yang menyebabkan pertumbuhan Jepang dan Uni Soviet. Pada sisi lain, pemecahan Afrika dan dominasi politik yang kian besar terhadap negara negara jajahan merupakan akibat dari bangkitnya imprealisme yang menjadi penyebab ekspansi negara maju seperti Jerman dan Amerika Serikat kuartal akhir abad ke-19. Jadi unsur politik atau kekuatan politik dalam hubungan internasional merupakan faktor penting dalam penyebaran pertumbuhan ekonomi modern. Ini berarti saling ketergantungan semakin menigkat antar bangsa baik karena semakin kuatnya potensi untuk saling berhubungan satu sama lain ataupun karena mereka secara bersama-sama mempergunakan ilmu pengetahuan dan bersifat transnasional.

6. Arus barang, Modal, dan Orang Antarbangsa

Arus ini kian meningkat sejak kuartal kedua abad ke-19 sampai PD 1 dan berlanjut sampai akhir PD II. Namun demikian sejak awal tahun limapuluhan terjadilah peningkatan dalam arus ini. Berikut akan di bicarakan arus ini satu persatu.

Arus barang perdagangan komoditi sebegitu jauh merupakan unsur paling dominan dari ekspansi keluar negara-negara maju. Ada dua kecendrungan yang kita lihat dalam hal ini. Pertama, laju pertumbuhan niaga yang tinggi antara tahun-tahun 1820-an dan 1913. Antara 1820-30 dan 1850-60 dan 1880-89, laju pertumbuhan tersebut mencapai 50% per dasawarsa dan kira-kira 37% per dasawarsa antara 1881-85 dan


(27)

1911-13. Kedua, peranan beberapa negara maju dalam perdagangan dunia antara tahun-tahun 1820-an dan 1913 yang begitu tinggi.

Arus Modal. Arus internasional investasi modal asing berkembang dengan cepat sejak kuartal kedua abad ke-19 sampai PD I. Sebagian besar modal mengalir ke negara maju karena mereka lebih mengutamakan pertimbangan politik daripada ekonomi. Dekade 1950-an menyaksikan adanya perubahan penting dalam arus modal internasional. Volume rata-rata arus modal sekitar $ 2 Milyar per tahun antara 1951-55 dan $ 3,3 Milyar antar 1956-61 atas harga 1913. Tetapi arus modal swasta hanyalah sebesar 45 persen dari jumlah keseluruhan selama 1950-an, sebagian besar dalam bentuk hibah, pinjaman oleh pemrintah dan badan-badan internasional.

Migrasi. Volume kumulatif migrasi internasional yang semakin meningkat sejak akhir 1840 dan berlanjut sampai PD I berkaitan erat dengan pola pertumbuhan ekonomi modern. Faktor yang menyebabkan migrasi internasional ini yaitu mudahnya angkutan antarbenua melalui kapal atau kereta api kemudian keadaan ekonomi yang baik dari suatu daerah atau negara juga dapat mendorong masyarakat atau warga intuk melakukan migrasi.

2.2.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) a. Pengertian PDRB

PDRB adalah total nilai nominal barang – barang dan jasa – jasa yang dihasilkan suatu daerah selama periode 1 (satu) tahun atau tertentu. PDRB digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi yang terpenting adalah untuk mengukur kinerja perekonomian secara keseluruhan. Jumlah ini akan sama dengan jumlah nilai nominal dari konsumsi,


(28)

investasi kotor, pengeluaran pemerintah untuk barang nominal dan jasa, serta eksport netto.

b. Metode Penghitungan PDRB

Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu: - Metode Langsung

Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah yang sama sekali terpisah dari data nasional, sehingga hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakuakan melalui tiga pendekatan antara lain :

1) Pendekatan Produksi

PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit – unit produksi di dalam suatu wilayah/region dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB diperoleh dari Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dikurangi seluruh biaya antara biaya yang benar – benar habis dipakai dalam proses produksi yang dikeluarkan untuk meningkatkan output tersebut. NTB ini masih termasuk biaya penyusutan dan pajak tidak langsung netto yang merupakan bagian dari peran pemerintah dalam menentukan harga.

2) Pendekatan Pendapatan

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor – faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertiakn tersebut, maka NTB adalah jamlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsunglainnya. Dalam pengertian


(29)

PDRB ini didalamnya termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung neto. Berbeda dengan pendekatan produksi, maka kita perlu mengumpulkan data dari pendapatan faktor – faktor produksi yang dimiliki.

3) Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestic bruto, perubahan stok dan ekspor neto, didalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi. Seharusnya ketiga cara pendekatan akan memberikan angka yang sama, tetapi karena sumber data yang ada belum mempunyai system pembukuan yang baik dan tertib maka ketiga pendekatan sering menghasilkan penghitungan yang tidak sama.

- Metode Tidak Langsung atau Alokasi

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah provinsi ke dalam masing – masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat kabupaten/kota. Pemakaian masing –masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataanya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung cenderung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah. Untuk sector ekonomi yang mempunyai manajemen terpusat seperti listrik, telkom, bank dan PJKA terpaksa menggunakan metode alokasi.


(30)

2.2.4. Hasil Penghitungan PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan.

a. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku

PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilakan oleh unit – unit produksi didalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tanun yang bersangkutan. NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NPB/Output dengan biaya antara masing – masing dinilai atas dasar harga berlaku adalah menggambarkan perubahan volime/kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing – masing kegiatan, subsektor, dan sector. Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sector, maka penilaian NPB/Output dilakukan sebagai berikut :

Untuk sektor – sektor primer yang produksinya bias diperoleh secara langsung dari alam seperti pertanian, pertambangan, dan penggalian, pertama kali dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan. Setelah itu ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan. Satuan dan kualitas yang dipergunakan tidak selalu sama antara satu Kabupaten dan kota di Provinsi dengan dengan Kabupaten dan kota lainya.selain itu diperlukan juga data harga per unit/satuan dari barang yang dihasilkan. Harga yang dipergunakan adalah harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen atau harga yang terjadi pada transaksi pertama antara produsen dengan konsumen atau pedagang/penjual. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara :

1) volume produksi dengan harga masing – masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain menghitung nilai produksi utama, dihitung pula nilai produksi


(31)

ikutan yang dihasilkandengan anggapan mempunyai nilai ekonomi. Produksi ikutan yang dimaksud adalah produksi ikutan yang benar – benar dihasilkan sehubungan dengan produksi utamanya.

2) Untuk sektor – sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri, listrik, gas dan air minum, dan sektor bangunan, penghitungannya sama dengan sektor primer. Data yang diperlukan adalah volume produksi yang dihasilkan serta harga produsen masing – masing kegiatan subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara volume produksi dengan harga masing – masing komoditi pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan usaha dengan produksi utamanya.

3) Untuk sektor – sektor yang secara umum produksinya merupakan jasa seperti sektor perdagangan, restoran dan hotel, pengangkutan dan komunukasi, bank dan lembaga keuangan lainnya, sewa rumah dan jasa perusahaan serta pemerintah dan jasa – jasa (perorangan, social/kemasyarakatan dan sosial), untuk menghitung volume produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi yang sesuai dengan masing – masing kegiatan, subsektor, dan sektor. Pemilihan indikator produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia. Selain itu diperlukan juga indikator harga dari masing – masing kegiatan, subsektor dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antar indikator harga masing – masing komoditi/jasa pada tahun yang bersangkutan.


(32)

b. Penghitungan Atas Dasar Harga Konstan

Penghitungan atas dasar harga konstan yaitu jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilakan oleh unit – unit produksi didalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun yang penilaiannya dilakukan dengan harga suatu tahun dasar tertentu. NTB atas dasar harga konstan ini, hanya menggambarkan perubahan volume produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Penghitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral dan melihat perubahan struktur perekonomian suatu kabupaten dan kota di propinsi/daerah dari tahun ketahun tanpa dipengaruhi oleh perubahan harga. Pada dasarnya dikenal empat cara penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan. Masing – masing dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Revaluasi

Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing – masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan ‘biaya antara’ atas dasar harga konstan. Selanjutnya nilai tambah atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan ‘biaya antara’ atas dasar harga konstan.

Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap ‘biaya antara’ yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat banyak disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu ‘biaya antara’ atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing – masing tahun dengan ratio tetap ‘biaya antara’ terhadap output pada tahun dasar.


(33)

2) Ekstrapolasi

Nilai tambah masing – masing tahun atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing – masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan subsektor, dan sektor yang dihitung.

Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.

3) Deflasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing – masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen (IHK), indeks harga perdagangan besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang lebih cocok. Indeks harga diatas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah diatas harga berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.

5) Deflasi Berganda

Dalam deflasi berganda ini yang dideflasi adalah output dan ‘biaya antaranya’, sedangkan nilai tambahnya diperoleh dari selisih antara output dan ‘biaya antara’ hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output


(34)

atas dasar harga kionstan biasanya merupakan IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk ‘biaya antara’ adalah indeks harga dari komponen input terbesar.

Kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap ‘biaya antara’, disamping karena komponennya terlalu banyak, indeks harganya juga belum tersedia dengan baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan, deflasi berganda belum banyak dipakai.

2.2.5. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Jumlah Penduduk Optimal

Teori ini dikembangkan oleh kaum klasik

Gambar 2.1. Jumlah Penduduk Optimal

Pada gambar diatas kurva TP1 menerangkan bahwa adanya hubungan antara jumlah tenaga kerja dan tingkat output (total produksi). Dalam hal ini total output sama dengan nilai PDB. Pada saat jumlah tenaga kerja berada pada L1 dan Total Produksi berada pada Q1 maka kondisi optimal pertumbuhan akan terjadi. Namun jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi L2 dapat di lihat pada gambar bahwa total produksi yaitu

L1 L2

Q2

Q1

Q3

TP1


(35)

PDB menurun. Dalam kasus ini berlaku hukum hasil yang semakin menurun (the law of diminishing return). Pada saat L2 maka dilakukan penambahan terhadap barang modal dan juga tenaga kerja sehingga kurva TP1 bergeser ke TP2 . Adanya penambahan ini mengakibatkan perubahan total output (PDB)

b. Teori Pertumbuhan Neo Klasik

Teori ini dikembangkan olleh solow (1956) dan berdasarkan teori-teori klasik sebelumnya yang telah disempurnakan. Adapun beberapa asumsi penting dalam memahami model solow yaitu :

1. Tingkat ideologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi) 2. Tingkat depresiasi dianggap konstan

3. Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal 4. Tidak ada sektor pemerintah

5. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) dianggap konstan

6. Dalam mempermudah analisis dapat ditambahkan asumsi bahwa seluruh penduduk bekerja sehingga jumlah penduduk sama dengan jumlah tenaga kerja

c. Teori Pertumbuhan Endogenus

Teori ini dikembangkan oleh Romer (1986). Ini merupakan perkembangan mutakhir teori pertumbuhan Klasik-Neoklasik. Dalam teori ini disebutkan bahwa teknologi bersifat endogenus. Hal ini karena teknologi dianggap sebagai faktor produksi tetap sehingga mengakibatkan terjadinya the law of diminishing return. Dalam jangka panjang yang lebih serius dari memperlakukan teknologi sebagai faktor eksogen dan konstan adalah perekonomian yang lebih dahulu maju akan terkejar oleh perekonomian


(36)

yang lebih terbelakang dengan asumsi bahwa tingkat pertambahan penduduk, tingkat tabungan, dan akses terhadap teknologi adalah sama

d. Teori Schumpeter

Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan entepreneurship. Ia berpendapat bahwa kalangan pengusaha yang memiliki kemampuan dan keberanian dalam menyiptakan dan mengaplikasikan berbagai inovasi baru baik dalam masalah produksi, penyusunan teknik tahap produksi maupun sistem manajemennya.

Schumpeter berpandangan bahwa kemajuan perekonomian disebabkan diberikannya kebebasan kepada para entepreneur. Namun kebebasan ini dapat menimbulkan monopoli pasar yang nantinya akan memunculkan masalah masalah non ekonomi sehingga dapat mengancurkan sistem kapitalis tersebut

e. Teori Harrod-Domar

Teori ini menyatakan pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi karena investasi akan menigkatkan stock barang modal sehingga output akan menigkat. Adapun sumber dana investasi domestik berasal dari pendapatan nasional yang ditabung

f. Teori Pertumbuhan Rostow

Menurut W.W. Rostow pembangunan ekonomi atau transformasi masyarakat dari tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi banyak. Analisis Rostow ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik, dan hubungan sosial dalam


(37)

suatu masyarakat dan negara. Dalam bukunya yang berjudul the Stage of Economic

(1960), Rostow mengemukakan tahap-tahap dalam proses pembangunan ekonomi yang dialami oleh negara-negara pada umumnya kedalam lima tahap :

1. Tahap masyarakat tradisional

2. Tahap peletakan dasar untuk tinggal landas 3. Tahap tinggal landas

4. Tahap gerak menuju kedewasaan / kematangan 5. Tahap era konsumsi tinggi massa

g. Teori Pertumbuhan Kuznet

Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional, dan ideologi yang diperlukannya.

Dalam analisisnya Kuznet mengemukakan 6 ciri pertumbuhan ekonomi modern yang dimanifestasikan dalam proses pertumbuhan oleh semua negara yang telah maju yaitu :

1. Dua variabel ekonomi yang bersamaan (agregat) meliputi :

a) tingginya produk perkapita dan laju pertumbuhan penduduk

b) tingginya penigkatan produktivitas terutama produktivitas tenaga kerja 2. Dua struktur variabel transformasi meliputi :

a) tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi b) tingginya tingkat struktur sosial dan ideologi


(38)

3. Dua variabel penyebaran internasional meliputi :

a) kecendrungan negara-negara yang ekonominya sudah maju untuk pergi ke pelosok dunia untuk mendapatkan pasaran bahan baku yang baru

b) arus barang, modal, dan orang antar bangsa yang meningkat

h. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Dalam literatur-literatur konvensional, demokrasi dianggap sebagai barang mewah. Tunutukan akan demokrasi akan menigkat seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita. Hipotesa yang berkaitan dengan ini adalah hipotesa Cruel Choice

(pilhan yang kejam / tidak menyenangkan) antara dua demokrasi dan disiplin. Karena demokrasi pada tahap awal pembangunan tidak terlalu bersahabat dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat maka dibutuhkan oleh suatu negara adalah disiplin. Toeri konvensional yang lain adalah Hipotesa tricle down (tetesan ke bawah) yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan memberi sumbangan pada pembangunan manusia. Jika kue pembangunan membesar maka masyarakat dapat membelanjakan lebih banyak untuk pembangunan manusia. Berdasarka kedua hipotesa tersebut, hubungan antara pembangunan manusia, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi merupakan satu garis linear satu arah dimana pertumbuhan ekonomi menjadi penggeraknya. Jika digambarkan dalam suatu diagram, maka bentuk hubungannya yaitu:

Gambar 2.2. Diagram Hipotesa Tricle Down Pertumbuhan Ekonomi


(39)

Model pertumbuhan Endogenus (dari dalam) memberikan suatu kerangka alternatif untuk mempelajari hubungan antara pembangunan manusia, demokrasi, dan pertumbuhan ekonomi. Toeri ini menyatukan bahwa perbaikan dalam tingkat kematian bayi dan pencapaian pendidikan dasar akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya secara substansial akan meningkatkan peluan bahwa dari waktu ke waktu lembaga-lembaga politik akan menjadi lebih demokratis.

2.3. Pengeluaran Pemerintah

2.3.1. Pengertian Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah adalah rencana keuangan tahuna APBD ditetapkan denga tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Di Indonesia pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi yaitu :

1. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi(subsidi daerah dan harga barang) angsuran dan bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan.


(40)

2. Pengeluaran Pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana dan non fisik. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang bertujuan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi.

Alokasi anggaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kebijakan anggran (Rosen, 2004). Kebijakan ini dikaitkan dengan peranan pemerintah sebagai penyedia barang publik. Dampak eksternalitas dari alokasi kebijakan anggaran untuk kedua bidang tersebut tentunya diharapkan berpengaruh pada peningkatan tingkat pendidikan dan kesehatan bila anggaran yang digunakan sesuai dengan yang diharapkan.

APBD terdiri atas:

1. Anggaran pendapatan, terdiri atas

lain-lain Bagian dana hibah atau

2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.


(41)

Belanja pembangunan adalah belanja modal (capital investment), yaitu kegiatan (proyek) yang bersifat non reccuring capital expenditure yang penyelesaiannya dalam periode waktu tertentu biasanya sampai enam tahun (Curria,1979).

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai apek sehingga dapat dibedakan menjadi :

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa-masa yang akan datang

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan tenaga beli yang lebih luas

Berdasarkan atas penilaian ini maka kita dapat membedakan bermacam-macam pengeluaran negara seperti :

1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima barang-barang atau jasa yang bersangkutan. Misalnya pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan negara atau untuk proyek-proyek produktif barang ekspor

2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan, dan kesehatan masyarakat


(42)

3. Pngeluaran yang tidak self liquiditing maupun yang tidak reproduktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya untuk bidang-bidang rekreasi, pendirian monumen, objek-objek tourisme dan sebagainya.

4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan. Misalnya untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada saat pengeluaran terjadi penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang. Misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Jika hal ini tidak dijalankan sekarang maka kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di masa mendatang pada waktu usia lanjut pasti akan lebih besar

Selain itu ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran yaitu : 1. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa 2. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya

3. Pengeluaran pemerintah untuk pembayaran transfer (transfer payment)

2.3.2 Teori Pengeluaran Pemerintah

Rostow dan Musgrave (2003) mengembangkan teori yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya.Tahap menengah investasi pemerintah mulai menurun sedangkan investasi swasta sudah semakin membesar. Akan tetapi


(43)

peranan pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa publik masih sangat diperlukan. Pada tahap lanjut aktifitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktifitas sosial sepeti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Wagner dan Hyman (2005) mengembangkan teori dimana perkembangan persentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Produk Domestik Bruto. Dalam suatu perekonmian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah akan meningkat terutama pengeluaran pemerintah untuk mengatur hubungan dalam masyarakat seperti hukum, pendidikan, kebudayaan, dan sebagainya.

Landau mencoba untuk melihat hubungan antara investasi di bidang pendidikan dan kesehatan berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi di 84 negara non komunis yang dikategorikan sedang membangun. Landau menemukan bahwa ada pengaruh nyata antara peningkatan tingkat pendidikan yang diukur dari rata-rata lama sekolah dai SD, SMP, dan SMA dan peningkatan derajat kesehatan yang diukur dari usia harapan hidup dengan laju pertumbuhan ekonomi.

Teori Rodenstein-Rodan memberi tekanan pada pembangunan pada semua sektor ekonomi agar tercapai pertumbuhan yang berkelanjutan. Untuk ini diperlukan suatu kerangka teori yang komprehensif tentang proses pembangunan tersebut. Kerangka analistis yang memenuhi karakteristik pembangunan sebagai proses yang holistik ini diberikan oleh para pakar (a.l. Garry Jacobs, Harlan Cleveland, dan Robert MacFalane daei International Center for Peace and Development) dalam bentuk”teori pembangunan sosial.”


(44)

Beberapa pokok pikiran dari teori pembangunan sosial ini adalah sebagai berikut: 1. Proses pembangunan terjadi oleh terciptanya tingkat organisasi yang semakin

tinggi dalam masyarakat yang memungkinkan dihasilkannya kegiatan yang lebih besar dengan menggunakan energi sosial secara lebih efisien;

2. Masyarakat berkembang dengan mengorganisir segala pengetahuan, energi manusia serta sumber daya materiil yang dimiliki masyarakat tersebut untuk mencapai aspirasinya;

3. Pembangunan memerlukan empat jenis infrastruktur dan sumber daya (resources), yaitu yang fisik, sosial, mental dan psikologis. Hanya yang fisik ketersediaannya terbatas;

4. Paling penting dalam proses pembangunan ini adalah menusia yang dengan kemampuan berpikirnya yang semakin meningkat dapat menciptakan sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan. Penetrapan dari intelegensia manusialah yang dapat merubah suatu sumber daya alam (substance) menjadi suatu sumber daya ekonomi (resource). Karenanya kemampuan berpikir manusia merupakan sumber daya yang paling utama.

Menurut teori pembangunan sosial ini, hakekat dari pembangunan adalah pembangunan manusia itu sendiri. Terus meningkatnya kemampuan manusia untuk membentuk (conceive), mendesain, merencanakan, mengalokasikan, mensistemasir, menstandardisir, mengkoordinasi, dan mengintegrasikan berbagai kegiatan, sistem, organisasi serta pengetahuan, kedalam suatu tatanan produksi yang lebih luas dan lebih rumit, merupakan penyebab utama dari terjadinya proses pembangunan sosial.


(45)

2.3.3. Akibat Ekonomis dari Pengeluaran Pemerintah

Pengusahaan kegiatan ekonomis oleh pemerintah berupa pengeluaran pemerintah serta pemindahan tenaga beli dari satu kelompok orang ke kelompok orang lainnya secara potensial dapat mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sektor swasta dan rumah tangga dalam perekonomian antara lain :

1. efek yang bersifat alokasi dan efisiensi, secara sadar pemeintah mengalokasikan kembali sumber-sumber ekonomi dari berbagai barang ke barang lainnya atau jasa-jasa dngan memproduksi barang-barang umum atau jasa-jasa yang mempunyai keuntungan eksternal. Kegiatan alokasi ini merubah pengalihan sumber-sumber ekonomi karena pemberi dan penerima masing-masing mempunyai pola pengeluaran yang berlainan

2. Efek yang menyangkut penyediaan faktor-faktor produksi, pemerintah dapat mempengaruhi tingkat GNP riil dengan mengubah persediaan dari berbagai faktor yang dapat dipakai dalam produksi melalui program-program pengeluaran seperti pendidikan, peningkatan sumber daya manusia, dan lain-lain.

3. Efek menyangkut retribusi/pembagian pendapatan dari pendapatan nasional. Pemerintah mempengaruhi pola distribusi pendapatan riil melalui penyediaan keuntungan di salah satu pihak dan pengurangan pendapatan riil dari sektor swasta maupun rumah tangga di lain pihak.

4. Efek mengenai stabilisasi dan pertumbuhan. Program pengeluaran serta pembiayaan akan mempengaruhi tingkat pencapaian full employment dengan mengubah pengeluaran total dalam perekonomian dan juga mampu mengubah tingkat GNP serta mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.


(46)

2.4. Kemiskinan

2.4.1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan didefinisikan oleh Badan Pusat Statistik sebagai pola konsumsi yang setara dengan 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan. Menurut hasil survei susenas (1999), kemiskinan disetarakan dengan pengeluaran untuk bahan makanan dan non makanan sebesar Rp. 89.845,-/kapita/bulan dan Rp. 69.420,- /kapita/bulan. Dinas sosial mendefinisikan, orang miskin adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan dan mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Ukuran kemiskinan lainnya dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yaitu berdasrkan kelompok prasejahtera dan sejahtera I. Kedua kriteria kemiskinan inilah yang paling banyak digunakan dalam menentukan penduduk miskin.

Kemiskinan atau kemiskinan absolut adalah situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya bisa memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum (Kamus Besar Bahasa Indonesia : 749). Sebagian orang berpendapat bahwa keiskinan itu merupakan suatu proses dan sebagian lagi memandang bahea kemiskinan sebagai akibat atau fenomena dalam masyarakat sebagai suatu proses. Kemiskinan Struktural / relatif adalah kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota masyarakat lainnya. Inilah yang menyebabkan terjadinya masalah ketimpangan pembagian pendapatan.


(47)

Dilihat dari penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian yaitu :

a. Kemiskinan Natural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh suatu keadaan dimana seseorang atau penduduk itu memang asalnya sudah miskin. Kelompok ini dikatakan miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya lainnya sehingga mereka tidak dapat ikut serta aktif dalam pembangunan dan jika ikut dalam pembangunan mereka akan mendapat imbalan yang relatif rendah.

b. Kemiskinan Struktural, yaitu suatu kemiskinan yang disebabkan karena hasil pembangunan yang diterima masyarakat tidak seimbang. Adapun yang termasuk kemiskinan struktural antara lain :

- Petani yang tidak memiliki tanah sendiri

- Petani yang memiliki tanah yang kecil dan hasilnya tidak mencukupi kehidupan keluarga

- Buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih

c. Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya dimana mereka sudah merasa berkecukupan dan tidak kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dan melakukan perubahan, menolak mengikuti perkembangan dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya sehingga menyebabkan tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang umum dipakai dalam pembangunan.


(48)

Untuk ukuran absolut apabila tingkat pendapatan yang diperoleh oleh seseorang atau penduduk terlalu kecil, maka mereka dapat dikatakan miskin. Dalam keadaan seperti ini banyak tolak ukur kebijaksanaan sangat sulit untuk menjangkau mereka. Kemiskinan dapat pula bersifat mutlak atau nisbi.

Kemiskinan bersifat mutlak apabila seseorang atau suatu penduduk tidak dapat memenuhi kebutuhan fisiknya secara layak seperti pangan, pakaian, dan rumah. Sedangkan kemiskinan yang bersifat nisbi yaitu seseorang atau penduduk yang telah memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak tetapi masih dikatakan miskin karena seseorang atau penduduk tersebut berada di lingkungan orang-orang yang memiliki pendapatan yang lebih besar lagi. Di negara sedang berkembang banyak terdapat kemiskinan mutlak dimana sebagian besar penduduk di negara-negara tersebut yang benar-benar miskin dan kelaparan seperti di Sudan, Etiophia, dll. Sedangkan di negara-negara maju terdapat juga masyarakat yang miskin tetapi sebagian besar adalah kemiskinan nisbi.

2.4.2. Pembangunan dan Kemiskinan

Membaiknya indikator-indikator makroekonomi diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap masalah pengangguran, kualitas hidup, terutama kemiskinan yang menjadi issue penting dan terus mendapatkan perhatian serius dari setiap penyelenggara pemerintah. Pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Sebab tujuan utama dari pembangunan adlah menigkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan kesejahteraan. Dengan kata lain pembangunan bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan.


(49)

Masalah pokok yang dihadapi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah kemiskinan dan keterbelakangan dari sebagian besar penduduk pedesaan. Keadaan ini ditandai oleh :

a. Pendapatan yang rendah

b. Terdapatnya kesenjangan antara golongan kaya dengan golongan miskin dalam usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisi-kondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pembangunan.

Kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang pada umumnya melanda penduduk yang tinggal di pedesaan. Salah satu golongan miskin di pedesaan adalah mereka yang termasuk kategori petani kecil, bertempat tinggal di daerah yang terisolasi, dan memiliki lahan pertanian yang tidak luas sehingga dalam usaha menigkatkan taraf hidupnya sangat sulit untuk dicapai.

Dari waktu ke waktu banyak jumlah penduduk miskin yang berasal dari pedesaan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Namun kenyataannya mereka banyak bekerja di sektor informal seperti pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan dan sebagainya sehingga mereka tetap tergolong sebagai penduduk miskin

2.4.3. Karakteristik Ekonomi Kelompok Penduduk Miskin

Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jelaslah untuk setiap distribusi pendapatan apabila semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita maka semakin rendah jumlah penduduk miskin yang mengalami kemiskinan absolut. Tetapi


(50)

dengan tingginya pendapatan perkapita bukan merupakan suatu jaminan bahwa tingkat kemiskinan itu akan semakin rendah.

Oleh karena itu pemahaman mengenai sifat distribusi pendapatan berdasarkan ukuran atau besarnya pendapatan per-orang adalah pusat dari setiap kegiatan dalam menganalisis permasalahan kemiskinan di sejumlah negara yang pendapatannya rendah, tetapi tidak cukup hanya dengan membuat gambaran yang meliputi ruang lingkup yang luas mengenai kemiskinan, tetapi juga perlu diketahui siapa-siapa dan bagaimana ciri-ciri ekonominya.

A. Kemiskinan di Pedesaan

Suatu generalisasi (anggapan sederhana) yang valid mengenai penduduk miskin adalah bahwa mereka pada umumnya bertempat tinggal di daerah pedesaan sengan mata pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan lainnya yang berhubungan erat dengan sektor tradisional. Mereka juga sering dikonsentrasikan kepada kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.

Data-data dari berbagai negara dunia ketiga ternyata turut menunjang generalisasi ini. Sebagai contoh telah diketahui sejak lama bahwa banyak penduduk miskin di negara berkembang masih menggantungkan hidup mereka dari pola pertanian subsisten, baik sebagai petani kecil atau buruh tani yang berpenghailan rendah. Selanjutnya sisa dari penduduk miskin tersebut kebanyakan juga tinggal di pedesaan dan mereka semata-mata mengandalkan hidupnya dari usaha jasa kecil-kecilan dan sebagian lagi bertempat tinggal di daerah-daerah sekitar atau pinggiran kota, perkampungan kumuh di pusat kota dengan berbagai macam mata pencarian seperti penyapu jalan, pedagang asongan, kuli kasar, dan sebagainya.


(51)

Aspek penting lain yang perlu diperhatikan dalam masalah konsentrasi kemiskinan di negara berkembang adalah perhatian pemerintah justru sebagian besar lebih mengarah ke daerah perkotaan dan berbagai sektor industri modern dan komersial. Sementara investasi pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pelayanan masyarakat di pedesaan justru tidak memadai

B. Kaum Wanita dan Kemiskinan

Generalisasi berikutnya tentang kemiskinan, bahwa kemiskinan banyak diderita oleh kaum wanita diamana lebih dari 70 % penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita. Jika dibandingkan standard hidup penduduk termiskin di berbagai dunia ketiga akan terungkap fakta bahwa di semua tempat yang paling menderita adalh kaum wanita dan anak-anak baik penderitaandai segi kekurangan gizi maupun paling sedikit menerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya.

Banyaknya wanita dengan rendahnya kesempatan dan kapasitas mereka dalam mencetak pendapatan sendiri serta terbatasnya kontrol mereka terhadap penghasilan suami merupakan sebab-sebab pokok fenomena yang sangat memprihatinkan tersebut. Selain itu akses kaum wanita juga sangat terbatas untuk memperoleh kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, tunjangan-tunjangan sosial, dan program-program penciptaan lapangan kerja yang dicanangkan oleh pemerintah.


(52)

2.4.4. Konsep Ukuran Kemiskinan

Banyak defenisi yang menjelaskan tentang ukuran kemiskinan. Permasalahannya adalah sulitnya menentukan tingkat hidup minimum karena tingkat hidup tersebut berbeda dari suatu negara ke negara lain dan dari suatu daerah ke daerah lain (dalam satu negara yang sama). Oleh karena itu para ahli ekonomi membuat perkiraan-perkiraan serba konservatif atau sederhana tentang kemiskinan dunia dalam rangka menghindari perkiraan-perkiraan yang berlebihan. Adapun perkiraan itu sendiri didasarkan pada metodologi umum yang sudah populer dengan sebutan garis kemiskinan yang pada dasarnya adalah standard minimum yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Bank Dunia menetapkan bahwa :

1. orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari U$ 1/hari dikategorikan sangat miskin

2. orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari U$ 2/hari di kategorikan penduduk miskin

Berdasarkan standard tersebut 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan sangat miskin dan lebih dari setengah penduduk dunia masuk kedalam kategori miskin pada tahun 2001. Untuk Indonesia, Bank Dunia mengikuti ukuran garis kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik yakni kebutuhan makanan minimum sebanyak 2100 kalori/orang setiap hari.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang harus dilakukan dalam mengumpulkan suatu informasi guna memecahkan masalh dan menguji hipotesis dari suatu peneletian.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganilsis faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Deli Serdang. Faktor-faktor itu antara lain :

1. PDRB

2. Pengeluaran pemerintah 3. Jumlah penduduk miskin

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder (data yang diperoleh dengan mencatat langsung dari publikasi resmi dalam bentuk buku, laporan, dan yang ada kaitannya dengan penelitian ini.)

Sumber data adalah data kuantitatif dalam bentuk data berkala (time series)

dalam kurun waktu dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 (tahunan) yang bersumber dari instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan BPS Kabupaten Deli Serdang.


(54)

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, majalah, laporan-laporan penelitian ilmiah, yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melakukan pencatatan langsung berupa data time series yaitu dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2007.

Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer E-Views 5.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

Model Analisa Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Dalam menganalisis data yang diperoleh untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat yang digunakan dalam model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel tersebut dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square.)

Data yang digunakan dan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan regresi linier berganda. Model persamaannya adalah sebagai berikut :

Y = F (X1, X2, X3)...(3.1) Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ...(3.2)


(55)

Kemudian dispesifikasikan kedalam bentuk distributed Lag yang di logaritmakan sebagai berikut :

Y = a + bLogPDRBt-1 + cLogPP + dLogJPM+ μ...(3.3) Dimana :

Y = Indeks Pembangunan Manusia (%)

PDRBt-1 = Produk Domestik Regional Bruto tahun sebelumnya (Milyar Rupiah) PP = Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rupiah)

JPM = Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa) a = Intercept / konstanta

b, c, d = koefisien regresi μ = Term of Error

Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien Determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar 0<R2<1.

Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji digunakan hipotesis sebagai berikut :


(56)

1) Ho :b1 =0 : Koefisien regresi tidak signifikan 2) Ho :b1 ≠0 : Koefisien regresi signifikan Dengan kriteria

• Jika t hitung < t table maka Ho diterima

• Jika t hitung > t table maka Ho ditolak

Hal ini berarti bahwa variable independent yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variable dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :

t-hitung =

(

)

Sbi b b1

Dimana :

bi = Koefisien variable independen ke-i

b = Nilai hipotesis nol Sbi = Simpangan baku dari variable independen ke-i

3.6.3. Uji F-statistik

Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

Hipotesa

Ho :b1 =b2 =0

Ha :b1b2 ≠0 Dengan Kriteria


(57)

• Ho diterima jika F hitung < F table. Artinya variable variabel bebas secara bersama-sama signifikan mempengaruhi variable dependent pada tingkat kepercayaan tertentu

Nilai F – hitung dapat diperoleh dengan rumus.

F – hitung =

(

)

) /( ) 1 ( 1 / 2 2 k n R k R − − − Dimana :

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan

n = Jumlah sampel

Ha Diterima (F*>Ftabel), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R-square, F-hitung, t-hitung, standard error.

Adanya multikolineritas ditandai dengan:

Standard error tidak terhingga

• Tidak satupun t-statistik yang signifikan

• Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan hipotesis


(58)

3.7.2. Autokorelasi (Serial Correlation)

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Model regresi linier klasik mengasumsikan autokorelasi tidak terdapat didalamnya distribusi atau gangguan μi dilambangkan dengan E(μi : μj) = 0 i = j

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu : a. Dengan menggunakan atau memplot grafik

b. Dengan D-W Test (Uji Durbin-Watson)

D-hit =

− −

t e

et et

2 2 ) 1 (

c. Dengan LM-Test

Khusus untuk model regresi yang mengandung distributed lag, uji D-W tidak bisa digunakan untuk menguji ada tidaknya suatu autokorelasi karena D-W statistik secara asimotik akan biasa mendekati nilai dua. Oleh karena alasan tersebut maka digunakan Langrange Multiplier Test, yakni regresi atas semua variabel bebas dalam persamaan regresi model dinamis tersebut.


(59)

3.8. Defenisi Operasional

1. Indeks Pembangunan Manusia adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat kemajuan suatu daerah melalui pengembangan dan penigkatan kualitas sumber daya manusianya, diukur dalam satuan persen.

2. PDRB adalah nama yang diberikan kepada total nilai nominal barang–barang dan jasa–jasa yang dihasilkan suatu daerah selama periode 1 (satu) tahun atau tertentu dan digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi yang terpenting adalah untuk mengukur kinerja perekonomian secara keseluruhan, diukur dalam satuan milyar rupiah.

3. Pengeluaran Pemerintah adalah suatu realisasi pengeluaran dalam bentuk belanja pemerintah untuk membantu proses pembangunan dan pengembangan suatu daerah terutama di bidang penigkatan kualitas sumber daya manusia, diukur dalam satuan milyar rupiah.

4. Jumlah Penduduk Miskin adalah suatu kelompok masyarakat atau penduduk dimana mereka belum memiliki pekerjaan yang memadai dan belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan layak, diukur dalam satuan ribu jiwa.


(60)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa

4.1.1. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Deli Serdang

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India ekonom Pakistan dibantu ole pembanguna

Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasanya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.

HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:

1. hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan kelahiran


(61)

2. Pengetahuan yang diukur dengan angka (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas

3. standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita

Tabel 4.1.1.

Tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Deli Serdang

Tahun 1998 – 2007 (%)

TAHUN IPM

1998 78.02

1999 66.1

2000 67.14

2001 70.4

2002 68.4

2003 69.6

2004 71.6

2005 72.4

2006 73.2

2007 73.8

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, Deli Serdang dalam Angka

Berdasarkan Indonesia Human Development Report 2004, angka indeks pembangunan manusia Kabupaten Deli Serdang ada peningkatan dari 66,1 pada tahun 1999 menjadi 68,4 pada tahun 2002, namun secara nasional Kabupaten Deli Serdang masih menempati rangking 95 pada tahun 2002, sedangkan pada tahun 1999 pada posisi rangking 93. Oleh karenanya, salah satu upaya untuk meningkatkan angka HDI ini adalah peningkatan kualitas pendidikan.


(1)

LAMPIRAN 6

MODEL : Distributed Lag untuk PP

Dependent Variable: IPM

Method: Least Squares Date: 03/02/10 Time: 18:07 Sample (adjusted): 1999 2007

Included observations: 9 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 71.02469 4.895518 14.50810 0.0000 PDRB 2.23E-07 3.79E-07 0.589912 0.5809 PP(-1) 7.54E-10 1.15E-09 0.653539 0.5423 JPM -1.97E-05 1.30E-05 -1.515022 0.1902 R-squared 0.945767 Mean dependent var 70.29333 Adjusted

R-squared 0.913228 S.D. dependent var 2.704053 S.E. of regression 0.796536 Akaike info criterion 2.684014 Sum squared resid 3.172350 Schwarz criterion 2.771669 Log likelihood -8.078063 F-statistic 29.06513 Durbin-Watson stat 1.678589 Prob(F-statistic) 0.001368

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.783643 Probability 0.532347 Obs*R-squared 3.088394 Probability 0.213483


(2)

MODEL : Distributed Lag untuk PP

LIN-LOG

Dependent Variable: IPM Method: Least Squares Date: 03/02/10 Time: 18:12 Sample (adjusted): 1999 2007

Included observations: 9 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 100.3106 44.12747 2.273202 0.0721

LOG(PDRB) 1.312649 1.763898 0.744175 0.4902 LOG(PP(-1)) 0.128190 0.590967 0.216916 0.8368 LOG(JPM) -4.469833 1.730028 -2.583677 0.0492 R-squared 0.944296 Mean dependent var 70.29333 Adjusted R-squared 0.910873 S.D. dependent var 2.704053 S.E. of regression 0.807270 Akaike info criterion 2.710784 Sum squared resid 3.258420 Schwarz criterion 2.798439 Log likelihood -8.198528 F-statistic 28.25335 Durbin-Watson stat 2.115516 Prob(F-statistic) 0.001462

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.423802 Probability 0.688488 Obs*R-squared 1.982647 Probability 0.371085


(3)

MODEL : Distributed Lag untuk PDRB dan PP

Dependent Variable: IPM

Method: Least Squares Date: 03/02/10 Time: 18:17 Sample (adjusted): 1999 2007

Included observations: 9 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 74.28597 2.092430 35.50224 0.0000 PDRB(-1) -1.11E-07 2.61E-07 -0.427163 0.6870 PP(-1) 1.77E-09 1.44E-09 1.229674 0.2735 JPM -2.73E-05 6.38E-06 -4.282224 0.0078 R-squared 0.944035 Mean dependent var 70.29333 Adjusted R-squared 0.910456 S.D. dependent var 2.704053 S.E. of regression 0.809157 Akaike info criterion 2.715455 Sum squared resid 3.273675 Schwarz criterion 2.803110 Log likelihood -8.219545 F-statistic 28.11393 Durbin-Watson stat 2.002148 Prob(F-statistic) 0.001479

LAMPIRAN 9

MODEL : Distributed Lag untuk PDRB dan PP

LIN-LOG

Dependent Variable: IPM Method: Least Squares Date: 03/02/10 Time: 18:20 Sample (adjusted): 1999 2007

Included observations: 9 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 120.7927 24.24060 4.983073 0.0042 LOG(PDRB(-1)) 1.139424 1.504511 0.757339 0.4830 LOG(PP(-1)) -0.235443 0.925642 -0.254357 0.8093 LOG(JPM) -5.316473 1.084408 -4.902652 0.0045 R-squared 0.944493 Mean dependent var 70.29333 Adjusted R-squared 0.911190 S.D. dependent var 2.704053 S.E. of regression 0.805837 Akaike info criterion 2.707231 Sum squared resid 3.246865 Schwarz criterion 2.794887 Log likelihood -8.182541 F-statistic 28.35984 Durbin-Watson stat 2.358223 Prob(F-statistic) 0.001449


(4)

0 1 2 3 4 5

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

Series: Residuals Sample 1999 2007 Observations 9

Mean 7.88e-15 Median 0.092975 Maximum 1.253767 Minimum -0.936594 Std. Dev. 0.634781 Skewness 0.537091 Kurtosis 2.916954 Jarque-Bera 0.435287 Probability 0.804412

Ramsey RESET Test:

F-statistic 1.708773 Probability 0.031961 Log likelihood ratio 6.843812 Probability 0.032650

Test Equation:

Dependent Variable: IPM Method: Least Squares Date: 03/02/10 Time: 18:25 Sample: 1999 2007

Included observations: 9

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -162204.9 99769.01 -1.625805 0.2025 LOG(PDRB(-1)) -1015.673 624.0946 -1.627434 0.2021 LOG(PP) -670.7064 413.0034 -1.623973 0.2028 LOG(JPM) 8833.040 5429.005 1.627009 0.2022 FITTED^2 26.16173 16.11251 1.623690 0.2029 FITTED^3 -0.123790 0.076426 -1.619736 0.2037 R-squared 0.974239 Mean dependent var 70.29333 Adjusted R-squared 0.931303 S.D. dependent var 2.704053 S.E. of regression 0.708736 Akaike info criterion 2.384052 Sum squared resid 1.506918 Schwarz criterion 2.515536 Log likelihood -4.728236 F-statistic 22.69066 Durbin-Watson stat 2.481103 Prob(F-statistic) 0.013715


(5)

UJI MULTIKOLINEARITAS ANTAR VARIABEL

Pdrb(X1) = F (X2,X3)

Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 03/02/10 Time: 18:36 Sample: 1998 2007

Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1142714. 2406579. 0.474829 0.6494 PP 0.006198 0.001015 6.106398 0.2205 JPM 6.308638 9.021902 0.699258 0.5070 R-squared 0.920152 Mean dependent var 8305828. Adjusted R-squared 0.897338 S.D. dependent var 3829726. S.E. of regression 1227079. Akaike info criterion 31.12150 Sum squared resid 1.05E+13 Schwarz criterion 31.21227 Log likelihood -152.6075 F-statistic 40.33316 Durbin-Watson stat 1.426072 Prob(F-statistic) 0.000144

PP(X2) =F (X1,X3)

Dependent Variable: PP Method: Least Squares Date: 03/02/10 Time: 18:38 Sample: 1998 2007

Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.85E+08 3.55E+08 0.519959 0.6191 PDRB 135.8458 22.24647 6.106398 0.2105 JPM -1958.504 1166.490 -1.678971 0.1371 R-squared 0.939099 Mean dependent var 9.86E+08 Adjusted R-squared 0.921699 S.D. dependent var 6.49E+08 S.E. of regression 1.82E+08 Akaike info criterion 41.11658 Sum squared resid 2.31E+17 Schwarz criterion 41.20735 Log likelihood -202.5829 F-statistic 53.97063 Durbin-Watson stat 1.503320 Prob(F-statistic) 0.000056


(6)

JPM(X3) = F (X1,X2)

Dependent Variable: JPM Method: Least Squares Date: 03/02/10 Time: 18:42 Sample: 1998 2007

Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 225684.8 50309.84 4.485899 0.0028 PDRB 0.010349 0.014801 0.699258 0.5070 PP -0.000147 8.73E-05 -1.678971 0.1371 R-squared 0.639847 Mean dependent var 167170.0 Adjusted R-squared 0.536946 S.D. dependent var 73037.81 S.E. of regression 49700.83 Akaike info criterion 24.70876 Sum squared resid 1.73E+10 Schwarz criterion 24.79953 Log likelihood -120.5438 F-statistic 6.218084 Durbin-Watson stat 2.156555 Prob(F-statistic) 0.028035