Latar Belakang Analisis Empiris Dan Studi Perbandingan Dari Rasio Risiko Kredit Antara Bank Umum Pemerintah Dan Bank Komersial Swasta Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era teknologi informasi yang begitu maju sekarang ini memberikan pengaruh yang sangat signifikan di seluruh segi kehidupan termasuk di bidang perekonomian. Teknologi informasi yang begitu pesat perkembangannya menyebabkan dampak terhadap muncul nya peluang – peluang diberbagai bidang usaha yang dengan tidak langsung menyebabkan kehidupan perekonomian dan sosial menjadi dinamis. Semakin kompleks nya kebutuhan para pelaku ekonomi tersebut membuat mereka tidak hanya mengkonsumsi barang-barang seperti makanan, minuman, pakaian, rumah, tetapi mengkonsumsi barang tidak nyata jasa. Perkembangan perekonomian tersebut dapat dirasakan di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Di Indonesia sendiri yang semakin pesat kegiatan perekonomiannya tersebut sangat membutuhkan suatu lembaga keuangan yang mengatur, menghimpun dan menyalurkan dana yang dipercaya oleh masyarakat dalam bentuk simpanan. Hal inilah yang mendorong perkembangan cukup pesat dari industri perbankan. Sebagaimana dikemukan oleh Dahlan Siamat 2005 : 275 peran bank dalam menjalankan intermediasi keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Universitas Sumatera Utara Industri perbankan merupakan lembaga yang mempunyai peran strategis dalam kelancaran perekonomian suatu negara pada era modern seperti saat sekarang ini. Banyak sektor yang ditopang pertumbuhannya oleh industri perbankan, misalnya saja sektor pertanian, peternakan, pembangunan konstruksi, perdagangan, real estate dan property, dan masih banyak lagi sektor-sektor ekonomi lainnya yang perkembangannya dewasa ini di topang oleh sektor perbankan, bahkan dibeberapa negara maju sektor perbankan merupakan sektor utama yang menunjang perekonomian negara tersebut. Sektor-sektor tersebut sangat tergantung pada perbankan, oleh karena itu apabila bisnis perbankan mengalami masalah, secara otomatis sektor-sektor tersebut akan terkena imbasnya juga sehingga perekonomian suatu negara pun akan terganggu. Terdapat banyak jenis-jenis bank yang ada tetapi ada kategori bank yang sangat familiar di mata masyarakat yaitu jenis bank yang ditinjau dari segi kepemilikannya, yaitu terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing. Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia BRI, Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya. Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannyapun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Universitas Sumatera Utara Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain. Bank milik swasta asing adalah bank yang merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain. Pada dasarnya tujuan utama dari setiap perusahaan adalah selalu berusaha untuk memperoleh laba keuntungan yang maksimal, yaitu baik yang berasal dari kegiatan operasionalnya maupun kegiatan non-operasional pada perusahaan yang bersangkutan. Begitu pula bagi setiap perusahaan perbankan, keuntungan laba juga merupakan hal yang mutlak untuk diperoleh, yaitu agar dapat mempertahankan kontinuitas operasional perusahaan atau dalam istilah akuntansi disebut dengan going concern. Melihat kondisi satu dasawarsa belakangan ini, perusahaan perbankan khususnya yang berada di Indonesia mengalami perkembangan bisnis yang sangat pesat, yaitu baik dari segi volume usaha, mobilisasi dana dari masyarakat maupun tingkat profitabilitas yang diperoleh. Profitabilitas perusahaan perbankan menunjukkan pendapatan yang mampu dihasilkan oleh perusahaan dalam satu atau setiap periode. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan aspek yang mencerminkan kemampuan setiap perusahaan untuk menghasilkan laba, dimana perusahaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa keuntungan yang diperoleh setiap perusahaan akan sangat mempengaruhi kontinuitas perusahaan yang bersangkutan, yaitu baik pada masa sekarang maupun di masa-masa yang akan datang. Perusahaan akan memperoleh laba jika jumlah pendapatan penghasilan yang diterima Universitas Sumatera Utara nilainya lebih besar dibandingkan dengan besarnya pengeluaran biaya yang dikeluarkan. Penghasilan bank dapat berasal dari hasil penerimaan bunga kredit yang diberikan, agio saham, jasa di bidang keuangan dan lain-lain. Industri perbankan merupakan industri yang syarat dengan risiko, terutama karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat dan diputar dalam bentuk berbagai investasi, seperti pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga dan penanaman dana lainnya. Apabila semakin baik pengelolaan dari manajemen risiko perbankan tersebut maka bank tersebut akan cenderung mengalami keuntungan yang besar, sedangkan jika pengelolaan dari manajemen risiko yang buruk akan mengakibatkan bank mengalami risiko kerugian yang besar pula. Ditengah beratnya tantangan yang dihadapi, bank pada umumnya mampu mempertahankan kinerja yang positif. Profitabilitas dan likuiditas stabil pada tingkat yang memadai. Namun demikian, fungsi intermediasi masih terkendala akibat perubahan kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan. Ada satu keadaan dimana mengakibatkan suatu permasalahan dalam perkreditan yaitu pada masa inflasi yang melonjak hal ini menyebabkan daya beli masyarakat turun, begitu juga dengan tingkat pengembalian masyarakat atas kreditpembiayaan bank. Kondisi ini menyebabkan peningkatan kreditpembiayaan bermasalah pada bank, baik pada bank pemerintah maupun bank swasta. Peningkatan kredit bermasalah disebabkan oleh penurunan pengembalian masyarakat dan juga naiknya suku bunga mengikuti laju inflasi sehingga masyarakat semakin kewalahan untuk memenuhi kewajiban kredit mereka. Universitas Sumatera Utara Bank pemerintah atau swasta tidak bisa terus menaikkan suku bunga mengikuti laju inflasi karena akan berdampak pada peningkatan kredit bermasalahnya. Pilihan lain yang harus dilakukan bank adalah menurunkan tingkat profitabilitas yang harus dicapai agar suku bunga kredit tidak terus naik sehingga menyebabkan nasabah semakin sulit mengembalikan kredit pada bank. Dengan begitu, dapat dilihat bahwa bank pemerintah maupun swasta mengalami peningkatan kreditpembiayaan bermasalah NPLNPF ketika tingkat inflasi naik. Peningkatan NPL terjadi karena berkurangnya kemampuan masyarakat peminjam untuk mengambalikan pinjaman ditambah dengan naiknya suku bunga pinjaman akibat inflasi yang mengakibatkan semakin sulitnya pengembalian pinjaman dan bunganya. Peningkatan kreditpembiayaan bermasalah tersebut berdampak pada penurunan tingkat profitabilitas bank ROA yang notabene merupakan suatu kondisi yang harus dipenuhi agar bank tetap bertahan hidup. Saat krisis finansial Amerika yang diawali oleh krisis subprime mortgage meledak pada September 2008, Indonesia dihadapkan pada trauma krisis yang menghantam negeri ini sepuluh tahun lalu. Banyak pihak memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia termasuk perbankan akan terpuruk. Ini cukup beralasan sebab perdagangan saham Indonesia akhir Oktober 2008 telah terkontraksi hingga 42.0 dibandingkan posisi Agustus 2008 sebelum krisis meledak, dan merupakan salah satu negara dengan kontraksi perdagangan saham yang terburuk di dunia. Selain itu nilai tukar rupiah telah Universitas Sumatera Utara terdepresiasi 20.1 terhadap posisi sebelum krisis. Kondisi ini terus berlanjut hingga November 2008 dimana perdagangan saham Indonesia terkontraksi 42.7 dan rupiah terdepresiasi hingga 32.6 terhadap posisi Agustus 2008. Namun dalam perjalanannya, perekonomian Indonesia tidaklah seburuk yang dibayangkan banyak pihak. Hanya beberapa bulan setelah krisis meledak, IHSG dan rupiah kembali rebound. Selain itu beberapa indikator makroekonomi yang sempat memburuk pada akhir 2008, mulai membaik pada 2009. Dengan Fenomena ini, peneliti tertarik Untuk melihat apakah terdapat perbedaan dari rasio risiko kredit dari bank pemerintah dan bank swasta di tahun tahun yang sangat rentan akan imbas krisis amerika tersebut yaitu tahun 2008, 2009, dan 2010 maka peneliti mencoba untuk membandingkan rasio risiko kredit pada bank pemerintah dan bank swasta pada tahun 2008, 2009, 2010.

1.2 Perumusan Masalah