Perbandingan Skripsi Penulis dengan Penelitian terdahulu 2

2.2.4 Konsep Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak

Setelah memahami pengertian tindak pidana secara umum, penulis ingin memberikan pemahaman tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak. Tindak Pidana kekerasan terhadap anak akan terbagi menjadi beberapa bagian pembahasan seperti dibawah ini.

Didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kekerasan menunjukkan kata sifat keras pada suatu kegiatan, kekerasan dapat diartikan sebagai “perihal keras atau perbuatan atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik orang lain” (W.J.S Poerwadarminta, 1990 : 425).

Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak memberikan pengertian yang otentik tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan. Hanya dalam pasal 89

KUHP (R. Soesilo, 1984 : 84) disebutkan bahwa yang disamakan dengan melakukan kekerasan itu, membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Penjelasan pasal 89 KUHP (R.Soesilo, 1984 : 84) dijelaskan bahwa : Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dsb. Yang disamakan dengan kekerasan menurut pasal ini adalah membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya.

Penulis menyadari bahwa belum ada suatu pengertian yang baku atau resmi termuat tentang Tindak Pidana Kekerasan. Oleh karena itu penulis mencoba Memberikan pengertian tentang Tindak Pidana Kekerasan, dengan berdasar dari pengertian tindak pidana kekerasan sebagaimana telah dibahas. Tindak Pidana Kekerasan adalah suatu tindakan bertentangan dengan aturan hukum yang dapat memberikan dampak negatif secara fisik, emosional dan psikologis terhadap orag yang menjadi sasaran.

Didalam KUHP, pengaturan tentang Tindak Pidana Kekerasan tidak disatukan dalam bab khusus, akan tetapi terpisah-pisah dalam bab tertentu. Di dalam KUHP (R. Soesilo, 1981) Tindak Pidana Kekerasan dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Tindak Pidana terhadap nyawa orang lain ; pasal 338-350 KUHP

2. Tindak Pidana penganiayaan, pasal 351-358 KUHP

3. Tindak Pidana pencurian, perampokan pasal 365 KUHP

4. Tindak Pidana terhadap Kesusilaan khususnya pasal 285 KUHP

5. Tindak Pidana karena kelalaian menyebabkan kematian pasal 359-367 KUHP

Adapun bentuk-bentuk tindak pidana kekerasan adalah sebagai berikut :

1. Tindak Pidana Pembunuhan

2. Tindak Pidana Penganiayaan Berat

3. Tindak Pidana Pencurian dengan kekerasan

4. Tindak Pidana Perkosaan

5. Tindak Pidana Kekerasan terhadap Ketertiban Umum. Dalam rumusan permasalahan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai

Bagaimana Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak yang menyebabkan Kematian korban a.n Engeline, terdapat kata “Anak” dalam klausa rumusan permasalahan penelitian tersebut. Sehingga penulis perlu memberikan penjelasan mengenai Anak. Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang- Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Dalam Pasal 15a UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Kekerasan terhadap anak dapat mengambil beberapa bentuk. Empat bentuk kekerasan terhadap anak adalah :

1. Kekerasan secara fisik, Kekerasan Fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa. Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang seorang anak (dikutip dari Wikipedia : Kekerasan Fisik, 2015 : URL).

2. Pelecehan seksual, Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang lebih tua terhadap seorang anak untuk mendapatkan stimulasi seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, paparan senonoh dari alat kelamin kepada anak, menampilkan pornografi kepada anak, kontak seksual yang sebenarnya terhadap anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak ("Child Sexual Abuse". Medline Plus. U.S. National Library of Medicine. 2 April 2008).

3. Kekerasan Psikologis, Kekerasan Psikologis adalah yang paling sulit untuk didefinisikan. Itu bisa termasuk nama panggilan, ejekan, degradasi, perusakan harta benda, penyiksaan atau perusakan terhadap hewan peliharaan, kritik yang berlebihan, tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan, pemutusan komunikasi, dan pelabelan sehari-hari atau penghinaan ("Child Abuse". The National Center for Victims of Crime)

4. Penelantaran Anak. Penelantaran anak adalah situasi dimana orang dewasa yang bertanggung jawab gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik (kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan), emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih sayang), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah) , atau medis yaitu kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter (dikutip dari Wikipedia : Penelantaran Anak, 2015 : URL).

2.2.5 Konsep Gabungan Perbuatan yang Dapat Dihukum (Samenloop)

Gabungan perbuatan yang dapat dihukum ini membahas tentang “gabungan (Samenloop) perbuatan yang boleh dihukum atau peristiwa pidana”. Dalam peristiwa pidana gabungan (Samenloop) melukiskan satu orang melakukan beberapa peristiwa pidana. Walaupun kita mengenal “mengulangi (Residive) peristiwa pidana” yang menggambarkan satu orang melakukan beberapa peristiwa pidana, akan tetapi terdapat perbedaan antara Samenloop dengan Residive. Perbedaannya yaitu pada Samenloop antara melakukan peristiwa pidana yang satu dengan yang lain belum pernah ada putusan hakim (vonis), sedangkan dalam Residive antara melakukan peristiwa pidana satu dengan yang lain sudah ada putusan hakim (vonis).

Gabungan (Samenloop) peristiwa pidana terbagi menjadi tiga macam yaitu (R. Soesilo, 1991 : 80) :

a. Gabungan satu perbuatan (concursus idealis) sebagaimana tercantum dalam pasal 63 KUHP.

Menurut Pasal 63 KUHP dikatakan : Ayat (1) “Jika sesuatu perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan

pidana, maka hanya dikenakan satu saja dari ketentuan itu; jika hukumannya berlainan, maka yang dikenakan ialah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya. Ayat (2) “Jika bagi sesuatu perbuatan yang terancam oleh ketentuan pidana umum pada ketentuan pidana yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saja yang akan digunakan.

b. Pebuatan yang diteruskan (voortgezette handeling) sebagaimana tercantum dalam pasal 64 KUHP. Menurut Pasal 64 KUHP dikatakan : Ayat (1) “Jika beberapa perbuatan berhubungan, sehingga dengan

demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing- masing perbuatan itu menjadi kejahatan atau pelanggaran; jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan yang terberat hukuman utamanya.” Ayat (2) “Begitu juga hanya digunakan satu ketentuan pidana saja , bila orang dipersalahkan memalsu atau merusakkan uang dan memakai benda untuk melakukan perbuatan memalsu atau merusakkan uang. Ayat (3) “Akan tetapi jika kejahatan yang diterangkan dalam pasal 364, 373, dan 379 dan ayat pertama dari pasal 407, dilakukan sebagai perbuatan yang diteruskan dan jumlah dari harga kerugian atas kepunyaan orang lantaran perbuatan terus-menerus itu semua Rp. 25, maka masing-masing dihukum menurut ketentuan pidana dalam pasal 362, 372, 378 dan 406.

c. Gabungan beberapa perbuatan (concurcus realis) sebagaimana tercantum dalam pasal 65 KUHP. Menurut Pasal 65 KUHP dikatakan : Ayat (1) “Dalam gabungan dari beberapa perbuatan yang masing-masing

harus dipandang sebagai perbuatan sendiri-sendiri dan yang masing- masing menjadi kejahatan yang terancam dengan hukuman utama yang sejenis, maka satu hukuman saja dijatuhkan.” Ayat (2) “Maksimum hukuman ini ialah jumlah hukuman-hukuman yang tertinggi ditentukan untuk perbuatan itu, akan tetapi tidak boleh lebih dari hukuman maksimum yang paling berat ditambah sepertiganya.”

2.2.6 Konsep Penyertaan Perbuatan Pidana

Sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP, Uraian mengenai Penyertaan Perbuatan Pidana adalah sebagai berikut :

Ayat (1)

: Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana i.

Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan itu. ii.

Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan suatu perbuatan.

Ayat (2)

: Tentang orang-orang dalam sub (ii) itu yang boleh dipertanggngkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh mereka itu, serta akibatnya.

Dalam suatu peristiwa pidana dapat dijelaskan bahwa yang dihukum sebagai “orang yang melakukan” atau dalam hal ini pelaku tindak pidana, dapat dikategorikan menjadi 4 (empat macam) sesuai pasal 55 KUHP yaitu :

a. Orang yang melakukan (pleger) : Orang ini adalah seorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana.

b. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen) : Disini sedikitnya ada dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian dia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi dia menyuruh orang lain, disuruh (pleger) itu harus hanya merupakan suatu alat (instrument) saja, maksudnya dia tidak dapat dihukum karena tidakk dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya

c. Orang yang turut melakukan (medepleger) : “Turut melakukan” dalam arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikitnya harus ada dua orang yaitu orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana itu. Disini diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa pidana tersebut. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk medepleger akan tetapi dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige) seperti yang tercantum dalam pasal 56 KUHP.

d. Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan dsb, dengan sengaja membujuk melakukan perbuatan tersebut (uitlokker) : Orang itu harus sengaja membujuk orang lain, sedang membujuknya harus mamakai salah satu dari jalan seperti pemberian, salah memakai kekuasaan dsb. Yang disebutkan dalam pasal itu artinya tidak boleh memakai jalan lain. Disini seperti halnya dengan “suruh melakukan” sedikitnya harus ada dua orang yaitu “orang yang membujuk” dan “orang yang dibujuk”. Hanya perbedaannya pada “membujuk melakukan”, orang yang dibujuk itu dapat dihukum juga sebagai pleger, sedangkan pada “suruh melakukan”, orang yang disuruh itu tidak dapat dihukum (R.Soesilo, 1991).

2.2.7 Konsep Penyidikan

Konsep mengenai penyidikan pada penelitian ini mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Penulis akan mendeskripsikan konsep penyidikan tindak pidana berdasarkan :

1. UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya dalam skripsi ini disebut KUHAP),

2. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya dalam skripsi ini disebut UU Polri),

3. Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (selanjutnya dalam skripsi ini disebut Perkap 14/2012) dan

4. UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Deskripsi tentang penyidikan merupakan konsep dasar dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu tentang penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban a.n Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali.

Pengertian tentang penyidikan termuat dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP, Pasal

1 butir 13 UU Polri dan Pasal1 butir 2 Perkap 14/2012 yaitu : Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Mengenai penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penyidikan memiliki dua tujuan yaitu mencari dan mengumpulkan alat bukti dan dengan alat bukti itu membuat terang tindak pidana tersebut. Kemudian mencari dan mengumpulkan alat bukti untuk menemukan tersangkanya. Yang bertugas dalam melaksanakan penyidikan adalah penyidik dan dibantu oleh penyidik pembantu. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 angka 1 KUHAP).

Proses Penyidikan Tindak Pidana juga melihat dari tingkat kesulitan dari perkara yang dihadapi. Sehingga dalam rangka mengoptimalkan kinerja penyidik, maka dapat dilakukan mekanisme penggabungan penanganan perkara melalui surat perintah penyidikan gabungan. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 21 Perkap 14/2012 yang menjelaskan bahwa :

Ayat (1)

: “Atasan penyidik selaku penyidik wajib mengorganisir seluruh sumber daya yang tersedia untuk : Pembentukan tim penyidik, dukungan anggaran penyidikan dan dukungan peralatan.”

Ayat (2)

: “Pembentukan tim penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kompetensi penyidik dan kriteria tingkat kesulitan perkara yang ditangani, dan dapat dibentuk tim penyidik gabungan dari beberapa satuan fungsi reskrim (Join Investgation Team).”

Ayat (3)

: “Tim penyidik dapat dibantu oleh tim bantuan teknis dan tenaga ahli.”

Dasar dimulainya proses penyidikan oleh penyidik Polri adalah adanya laporan tentang peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pidana. Dalam Pasal 1 angka 24 KUHAP, laporan didefinisikan sebagai “pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepda pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana.”

Tahapan proses penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Perkap 14/2012 meliputi :

1. Penyelidikan

2. Pengiriman SPDP

3. Upaya Paksa

4. Pemeriksaan

5. Gelar Perkara

6. Penyelesaian Berkas Perkara

7. Penyerahan Berkas Perkara Ke Penuntut Umum

8. Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti dan

9. Penghentian Penyidikan

Proses selanjutnya yang dilakukan oleh penyidik adalah melakukan upaya paksa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa upaya paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi : pemanggilan,

penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat.

Tahap Pemanggilan dalam upaya paksa. Ketentuan mengenai pemanggilan terhadap saksi untuk dimintai keterangannya sesuai pasal 112 KUHAP yaitu :

(1) Penyidik melakukan pemeriksaan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat pemanggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu harus memenuhi panggilan tersebut;

(2) Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

Kemudian dijelaskan juga dalam Pasal 27 Ayat (1) Perkap 14/2012 bahwa Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dilakukan secara tertulis dengan menerbitkan surat panggilan atas dasar laporan polisi, laporan hasil penyelidikan, dan pengembangan hasil pemeriksaan yang tertuang dalam berita acara.

Tahapan Penahanan dalam upaya paksa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) KUHAP, ketentuan tentang penahanan oleh penyidik yaitu :

Ayat (1) : Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagimana dimaksud dlam Pasal 20 hanya berlaku paling lama 20 hari, Ayat (2)

: Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesei, dapat diperpanjang oleh penuntut umum ynag berwenang untuk paling lama empat puluh hari.

Kemudian dalam Pasal 44 Perkap 14/2012 juga diatur tentang pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan terhada tersangka yaitu :

a. Tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri,

b. Tersangka dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya,

c. Tersangka dikhawatirkan akan meghilangkan barang bukti, dan

d. Tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan.

Dalam hal penyidik menggunakan kewenangannya untuk melakukan penahanan, maka terdapat dua syarat yang harus dipenuhi penyidik, yakni syarat objektif dan syarat subjektif. Syarat objektif diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :

Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberia bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :

a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086).

Tahapan Penggeledahan dalam upaya paksa. Dalam hal melaksanakan kewenangan melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan barang, penyidik memiliki ketentuan yang dijelaskan pada Pasal

33 KUHAP, yaitu :

a. Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan.

b. Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.

c. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.

d. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.

e. Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dati turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.

Tahapan Penyitaan dalam upaya paksa. Di dalam Pasal 38 ayat (1) KUHAP diatur bahwa “Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.” Selanjuntnya didalam pasal 39 ayat (1) huruf a KUHAP diuraikan bahwa “yang dapat dikenakan penyitaan adalah

benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.”

Pada tahap Pemeriksaan, Penyidik melakukan pemeriksaan terhadapa Saksi, Ahli dan Tersangka. sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1) Perkap 14/2012 dijelaskan : “Pemeriksaan terhadap saksi dilakukan oleh penyidik/ penyidik pembantu untuk mendapatkan keterangan tentang apa yang ia dengar, ia lihat, dan ia alami sendiri”.

Pada pasal 65 ayat (1) Perkap 14/2012 dijelaskan “Pemeriksaaan terhadap ahli dilakukan oleh penyidik/ penyidik pembantu untuk mendapatkan keterangan dari seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan penyidikan”.

Selanjutnya pada pasal 66 ayat (1) Perkap 14/2012 dijelaskan “Pemeriksaan terhadap tersangka dilakukan oleh penyidik / penyidik pembantu untuk mendapatkan keterangan tersangka tentang perbuatan pidana yang dilakukan”.

2.2.8 Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Penyidikan

memperlihatkan keanekaragaman dalam hal indikator penilaian tingkat efektifitas suatu hal. Fokus penelitian yang penulis lakukan adalah dalam aspek penegakan hukum yaitu penyidikan. Sehingga penulis perlu melakukan pembahasan tentang konsep efektifitas untuk menganalisa salah satu persoalan dalam penelitian ini, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali.

Kepustakaan

Konseptual

mengenai

efektifitas

Efektifitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian target atau tujuan yang ditetapkan. Menurut Ravianto (1989:113), “pengertian efektifitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya maupun mutunya, maka dapat dikatakan efektif”. Kemudian dalam kesempatan lain Ndraha (2005:163) menjelaskan, “efisiensi digunakan untuk mengukur proses, efektifitas guna mengukur keberhasilan mencapai tujuan”

Barnard (dalam Prawirosoentono, 1997: 27) berpendapat “Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not.” Pendapat ini antara lain menunjukkan bahwa suatu kegiatan dikatakan efektif apabila telah mencapai tujuan yang ditentukan.

Mengutip Ensiklopedia administrasi, (The Liang Gie, 1967) menyampaikan pemahaman tentang efektifitas sebagai berikut : Efektifitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai

terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki, kalau seseorang melakukan suatu perbuatan denngan maksud tertentu yang memang dikehendaki. Maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki.

Dari diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya tindak-tindakan untuk mencapai hal tersebut. Efektifitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah

mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut.

Efektifitas memiliki beberapa jenis, salah satunya adalah efektifitas dalam penegakan hukum. Pembahasan mengenai efektifitas penegakan hukum pada dasarnya akan mengarah pada efektifitas hukum itu sendiri, yakni dalam menerapkan atau menegakkan hukum. Efektifitas hukum dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuannya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu, sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak (Soekanto, 2011 : 5).

Menurut Soerjono Soekanto (2002 : 5-8) bahwa penegakan hukum adalah Kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam

kaidah-kaidah / pandangan nilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Ia berpendapat bahwa masalah pokok dari penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas hukum menurut Soerjono Soekanto (2002 : 17) antara lain :

1. Faktor Aturan Hukum (Undang-undang)

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata,

sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja, Masih banyak aturan aturan yang hidup dalam masyarakat yang mampu mengatur kehidupan masyarakat. Jika hukum tujuannya hanya sekedar keadilan, maka kesulitannya karena keadilan itu bersifat subjektif, sangat tergantung pada nilai-nilai intrinsik subjektif dari masing-masing orang.

2. Faktor penegak hukum

Faktor ini meliputi pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum atau law enforcement. Bagian-bagian law enforcement itu adalah aparatur penegak hukum yang mampu memberikan kepastian, keadilan dan kemanfaat hukum secara proporsional. Aparatur penegak hukum menyangkup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum, sedangkan aparat penegak hukum dalam arti sempit dimulai dari kepolisian, kejaksaan, kehakiman, penasehat hukum dan petugas sipir lembaga pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur diberikan kewenangan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, yang meliputi kegiatan penerimaan laporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, penbuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi serta upaya pembinaan kembali terpidana. Secara sosiologis, setiap aparat penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan. Kedudukan tersebut merupakan peranan atau role, oleh karena

itu seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya mempunyai peranan. Suatu hak merupakan wewenang untuk berbuat dan tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Suatu peranan tertentu dapat di jabarkan dalam unsur- unsur sebagai berikut :

1. Peranan yang ideal / ideal role ;

2. Peranan yang seharusnya / expected role;

3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri / perceived role; dan

4. Peranan yang sebenarnya dilakukan / actual role. Penjelasan Peranan ideal dan peranan yang seharusnya pada penegak hukum Kepolisian diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai berikut : Peranan yang Ideal terdapat pada : Pasal 4 UU Polri yaitu

“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.”

Kemudian Peranan yang seharusnya terdapat pada : Pasal 5 UU Polri Ayat (1) adalah :

“Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.”

Pasal 5 UU Polri Ayat (2) adalah : “Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang

merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).”

Dalam menjalankan tugasnya penegak hukum tentunya menemui hambatan sehingga berpengaruh pada pelaksanaan peranan yang diinginkan. Adapun hambatan menurut Soerjono Soekanto tersebut adalah :

1. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain, dengan siapa dia berinteraksi.

2. Tingkat aspirasi (harapan) yang relatif belum tinggi.

3. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.

4. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu.

5. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Penegak hukum dalam menjalankan perannya tidak dapat berbuat sesuka hati mereka juga harus memperhatikan etika yang berlaku dalam lingkup profesinya, etika memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Dalam profesi penegak hukum sendiri mereka telah memiliki kode etik yang diatur tersendiri, tapi dalam prakteknya kode etik yang telah ditetapkan dan di sepakati itu masih banyak di langgar oleh para penegak hukum. Akibat perbuatan-perbuatan para penegak hukum yang tidak memiliki integritas bahkan dapat dikatakan tidak beretika dalam menjalankan profesinya, sehingga mengakibatkan lambatnya pembangunan hukum yang diharapkan oleh bangsa ini, bahkan menimbulkan pikiran-pikiran negatif dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum.

Ada tiga elemen penting yang mempengaruhi mekanisme bekerjanya aparat dan aparatur penegak hukum, antara lain : (1) institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (2) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk

mengenai kesejahteraan aparatnya; dan (3) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

3. Faktor sarana atau fasilitas

Fasilitas pendukung secara sederhana dapat dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ruang lingkupnya terutama adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Fasilitas pendukung mencangkup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan sebagainya.

4. Faktor masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat. Masyarakat mempunyai pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. Masyarakat Indonesia mempunyai pendapat mengenai hukum sangat berfariasi antara lain :

a. Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan;

b. Hukum diartikan sebagai disiplin, yakni sistem ajaran tentang kenyataan;

c. Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku pantas yang diharapkan;

d. Hukum diartikan sebagai tata hukum (yakni hukum positif tertulis) ;

e. Hukum diartikan sebagai petugas atau pejabat;

f. Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa;

g. Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan;

h. Hukum diartikan sebagai perilaku teratur dan unik;

i. Hukum diartikan sebagai jalinan nilai; j. Hukum diartikan sebagai seni. Berbagai pengertian tersebut di atas timbul karena masyarakat hidup dalam

konteks yang berbeda, sehingga yang seharusnya dikedepankan adalah keserasiannya, hal ini bertujuan supaya ada titik tolak yang sama. Masyarakat juga mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengindentifikasi dengan petugas (dalam hal ini adalah penegak hukum adalah sebagai pribadi).

5. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan, karena didalam pembahasannya diketengahkan masalah sistem nilai nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non material. Hal ini dibedakan sebab sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan), maka hukum menyangkup, struktur, subtansi dan kebudayaan. Struktur mencangkup wadah atau bentuk dari sistem tersebut yang, umpamanya, menyangkup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hukum antara lembaga- lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibanya, dan seterusnya. Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencangkup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yangmerupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (hingga dianuti) dan apa yang diangap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan estrim yang harus diserasikan.

Pasangan nilai yang berperan dalam hukum menurut Soerdjono Soekanto (2002) adalah sebagai berikut :

a. Nilai ketertiban dan nilai ketenteraman.

b. Nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/seakhlakan.

c. Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/ inovatisme. Dengan adanya keserasian nilai dengan kebudayaan masyarakat setempat

diharapkan terjalin hubungan timbal balik antara hukum adat dan hukum positif di Indonesia, dengan demikian ketentuan dalam pasal-pasal hukum tertulis dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat supaya hukum perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara efektif. Kemudian diharapkan juga adanya keserasian antar kedua nilai tersebut akan menempatkan hukum pada tempatnya.

Indonesia adalah negara hukum. Negara Hukum adalah negara yang berdasarkan hukum, dimana kekuasaan tunduk pada hukum dan semua orang sama dihadapan hukum (Mochtar Kusumaatmaja). Pengertian tersebut kemudian mengacu pada salah satu asas hukum yaitu Equality before the law atau persamaan dihadapan hukum. Asas ini menjadi salah satu doktrin rule of law yang berkembang di Indonesia.

Asas persamaan dihadapan hukum merupakan asas dimana terdapat kesetaraaan dalam hukum pada setiap individu tanpa adanya pengecualian. Asas kesamaan di dalam hukum itu bisa dijadikan standar untuk mengakomodasi kelompok-kelompok marginal dan kelompok minoritas. Namun akibat adanya perbedaan sumber daya, kekuasaan dan informasi, asas tersebut sering

didominasi oleh kelompok penguasa sebagai tameng untuk melindungi aset dan kekuasaannya.

Dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 disebutkan : “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya”. Pasal tersebut memberi pengertian bahwa setiap warga negara tanpa harus melihat apakah dia penduduk asli atau bukan, berasal dari golongan terdidik atau rakyat jelata yang buta huruf, golongan menengah keatas atau kaum marginal yang bergumul dengan kemiskinan, harus dilayani sama dihadapan hukum.

Asas berikutnya yang terkait adalah asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c disebutkan bahwa :

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Kemudian untuk menjelaskan asas praduga tidak bersalah ini, M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan”, menjelaskan bahwa :

Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap (Harahap, 2013).

Berdasarkan penjelasan Yahya Harahap, dapat diketahui siapapun memiliki kedudukan yang sama dimuka hukum dan dianggap tidak bersalah hingga terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

2.2.9 Konsep Ilmu Kepolisian

Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 (UU Polri) disebutkan dalam pasal 13 bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas-tugas tersebut dilakukan di tengah masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan keteraturan sosial, dan hal itu tidak cukup hanya didasarkan pada keterampilan semata. Tugas-tugas kepolisian terus berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan rasa aman, ketertiban, dan penegakan hukum. Ditengah semakin pesatnya perkembangan lingkungan strategik, dan perkembangan peradaban umat manusia, tugas-tugas yang awalnya hanya dilihat sebagai sebuah keterampilan, telah bergeser menjadi sebuah profesi yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan. Ilmu Kepolisian merupakan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi kepolisian yang dipelajari, dikaji dan dikembangkan melalui lembaga pendidikan keilmuwan.

Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian adalah lembaga pendidikan yang telah mempelajari, mengkaji, dan mengembangkan Ilmu Kepolisian selama 69 (enam puluh sembilan) tahun. Dalam kurun waktu itulah, Ilmu Kepolisian mulai dikenal, dipelajari, dipahami, didalami dan bahkan juga ditentang keberadaannya sebagai sebuah ilmu pengetahuan baru yang berdiri sendiri. Hal ini dapat dipahami karena sejak awal kelahirannya, tugas-tugas yang berkaitan dengan penyelenggaraan

fungsi kepolisian, cukup dilakukan berdasarkan perintah penguasa, dengan keterampilan secukupnya, tanpa dilandasi oleh ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan.

membuktikan tugas-tugas penyelenggaraan fungsi kepolisian mau tidak mau harus mampu menjawab perkembangan lingkungan strategis dan harapan masyarakat. Karena fungsi kepolisian adalah fungsional dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara. Fungsi kepolisian harus dilihat dalam perspektif bahwa individu, masyarakat dan negara, masing-masing adalah sebuah sistem yang secara keseluruhan memproses masukan-masukan program pembangunan untuk menghasilkan keluaran berupa kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan.

Dalam perkembangannya,

sejarah

Dalam memahami konsep Ilmu kepolisian, penulis akan menguraikan beberapa pendapat, pandangan dan pemahaman dari para tokoh ilmuwan yang relevan dengan pokok pembahasan dalam penelitian ini. Diawali dari pendiri Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Prof Mr. Djokosoetono (1955-1965). Djokosoetono menjelaskan bahwa Ilmu Kepolisian merupakan segenap ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas kepolisian.

Selanjutnya Prof. Parsudi Suparlan, Ph. D. yang merupakan Dosen PTIK dan Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia memberikan pemahaman tentang pengertian Ilmu Kepolisian. Parsudi Suparlan (2004) menjelaskan bahwa :

Ilmu Kepolisian merupakan sebuah bidang Ilmu yang corak pendekatannya antar-bidang (interdisciplinary) yang memiliki paradigma sendiri yang mencakup metodologi, teori-teori, konsep-konsep, metode-metode, dan bahkan label-label khusus menjadi ciri-cirinya yang berbeda dari metodologi atau paradigma dan pendekatan antar-bidang atau sesuatu. Ilmu Kepolisian mempelajari masalah-masalah sosial dan isu-isu penting serta pengelolaan keteraturan sosial dan moral dari masyarakat, upaya-upaya penegakan

hukum dan keadilan, dan tehnik-tehnik penyidikan dan penyelidikan berbagai tindak kejahatan serta cara-cara pencegahannya.

Selain itu, Inspektur Jenderal Polisi Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, M.Si yang merupakan Alumni KIK-UI 2008; Dosen KIK-UI dan PTIK sejak 2008; Gubernur/Ketua STIK-PTIK sejak 2014 memberikan pengertian tentang Ilmu Kepolisian. Rycko (2008) menjelaskan bahwa Ilmu Kepolisan merupakan sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari fungsi dan lembaga kepolisian dalam mengelola masalah-masalh sosial guna mewujudkan keteraturan sosial. Sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, sehingga dengan demikian corak pendekatannya adalah antar-bidang (interdisciplinary), memiliki paradigma sendiri yang terbentuk secara epistemologi bercorak akumulatif dan eklektis.

Pengertian lain tentang Ilmu Kepolisian juga dijelaskan oleh Dr. Bakharudin Muhammad Syah, M.Si yang merupakan Alumni KIK-UI tahun 2008; Dosen KIK-UI tahun 2008; Dosen Utama PTIK tahun 2015. Menurut Bakharudin (2008), Ilmu Kepolisian merupakan Ilmu Terapan. Sebagai sebuah ilmu terapan (profesi) Ilmu Kepolisian mementingkan kajiannya pada identifikasi-identifikasi masalah-masalh dan pemecahannya secara profesional. Secara lebih luas, Ilmu Kepolisan dapat didefinisikan sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah sosial dan isu-isu penting serta pengelolaan keteraturan sosial dan moral masyarakat, mempelajari upaya-upaya penegakan hukum dan keadilan serta mempelajari tehnik-tehnik penyidikan dan penyelidikan berbagai tindak kejahatan serta cara-cara pencegahannya.

Berbagai pandangan dan pendapat para pemikir Ilmu Kepolisian diatas menunjukkkan betapa Ilmu Kepolisian merupakan ilmu yang hidup terus tumbuh

berkembang dan memiliki keluasan cakupan untuk dikaji. Oleh karena itu, penulis mencoba menyajikan beberapa pengertian Ilmu Kepolisian yang masih relevan dengan penelitian penulis yang berjudul Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak yang menyebabkan Kematian Engeline Pada Ditreskrimum Polda Bali. Sehingga pemahaman tentang Konsep Ilmu Kepolisan yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, mampu memberikan uraian yang mendalam dan menyeluruh dalam menjawab persoalan dalam penelitian ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Dengan mengacu pada hasil studi kepustakaan yang dikaitkan dengan permasalahan yang akan diteliti, penulis menyusun kerangka berpikir atau membangun model sendiri sebagai penuntun dalam melaksanakan penelitian. Dengan gambaran yang semakin jelas tersebut dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif, penulis dapat merinci informasi yang dibutuhkan untuk dapat memecahkan permasalahan dalam penelitian ini. Definisi dari Kerangka Berpikir adalah :

Model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diindentifikasi sebagai hal yang penting, sehingga menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan. (Uma Sekaran dalam Sugiyono, 2011 : 6).

Jadi dalam kerangka berpikir yang disusun oleh penulis, dijelaskan tentang pokok- pokok pemahaman yang merupakan pondasi berpikir dari setiap pemikiran dari keseluruhan proses penulisan skripsi yang berjudul Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak yang Menyebabkan Kematian Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali.

Gambar 1 : KERANGKA BERPIKIR

PERISTIWA KEMATIAN ENGELINE

• PERHATIAN PUBLIK

REAKSI SOSIAL

STUDI KASUS

FENOMENA KONTEMPORER

• SCIENTIFIC INVESTIGATION

• KORBAN ANAK

RUMUSAN PERMASALAHAN

URAIAN TINDAK

URAIAN PROSES

PIDANA KEKERASAN

FAKTOR-FAKTOR YANG THD ANAK YANG

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

MEMPENGARUHI MENYEBABKAN

YANG MENYEBABKAN

PROSES PENYIDIKANNYA KEMATIAN ENGELINE

KEMATIAN ENGELINEPADA

DITRESKRIMUM POLDA BALI

• TEORI HUKUM PIDANA RANCANGAN & PENELITIAN

• TEORI MANAJEMEN PELAKSANAAN

• KONSEP TINDAK PIDANA • KONSEP TINDAK PIDANA

KEKERASAN TERHADAP ANAK

• KONSEP GABUNGAN TEMUAN

PERBUATAN YG DAPAT PENELITIAN

PEMBAHASAN

DIHUKUM • KONSEP PENYERTAAN PERBUATAN PIDANA • KONSEP PENYIDIKAN • KONSEP FAKTOR-FAKTOR

YG PENGARUHI

KESIMPULAN :

PENYIDIKAN 1. PENERAPAN PASAL OLEH PENYIDIK SUDAH TEPAT YAITU

• KONSEP ILMU KEPOLISIAN PERBUATAN MARGRIET DIKATEGORIKAN TP THD NYAWA ORG,

TP PENGANIAYAAN DAN TP KEKERASAN THD ANAK. 2. KESALAHAN PROSEDUR OLAH TKP DAN MEKANISME PENGGABUNGAN BERKAS PERKARA POLRESTA DPS DAN

SARAN DITRESKRIMUM POLDA BALI.

3. FAKTOR PENEGAK HUKUM, MASYARAKAT, DAN KEBUDAYAAN MENGHAMBAT PENYIDIKAN

SELESAI

Dari kerangka berpikir yang penulis susun diatas, dapat dijelaskan bahwa Peristiwa kematian Engeline ini merupakan fenomena kontemporer. Fenomena kontemporer adalah gejala atau kejadian yang terjadi pada masa kini (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015 : URL). Fenomena tentang kematian Engeline ini disertai adanya perhatian publik yang luar biasa, munculnya reaksi sosial dari berbagai golongan masyarakat karena korban Engeline adalah seorang anak, kemudian dalam penanganannya oleh Polri, muncul paradigma Scientific Identification yang bertujuan memberikan kekuatan pada alat bukti yang ditemukan. Hal tersebut mendorong penulis untuk melakuka penelitian dengan metode Studi Kasus.

Rumusan Masalah dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga persoalan. Masing-masing persoalan kemudian akan dilakukan analisis dan pembahasan terhadap hasil temuan penelitian menggunakan teori dan konsep yang sudah disiapkan. Analisis terhadap temuan penelitian ini bertujuan untuk menentukan hipotesa yang penulis tentukan dapat diterima atau tidak. Pembahasan terhadap masing-masing persoalan tentunya menggunakan kaidah-kaidah ilmiah sesuai dengan metode penelitian ilmiah, sehingga kemudian didapat kesimpulan yang valid.

Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan oleh penulis berdasarkan persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Masing-masing persoalan dilakukan pembahasan berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah kemudian menjadi kesimpulan penelitian. Penarikan kesimpulan ini kemudian dilanjutkan pada penentuan saran oleh penulis, sehingga penulisan skripsi ini mampu memberikan kontribusi positif pada tataran akademis maupun tataran praktis.

BAB III RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif. Parsudi Suparlan menjelaskan tentang pengertian pendekatan kualitatif sebagai berikut :

Pendekatan Kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola. Yang dianalisis gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi dianalisis lagi dengan menggunakan teori yang objektif (Suparlan, 1994 : 6).

Dari penjelasan tersebut dinyatakan bahwa sasaran kajian dari pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang menjadi prinsip umum dan mendasar sebagai akibat dari gejala-gejala yang terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini akan dijelaskan mengenai pola-pola yang merupakan prinsip umum berdasarkan perwujudan pelaksanaan penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali.

Dalam pendekatan kualitatif ini, Penulis akan melakukan penelitian yang sifatnya eksploratif, artinya penelitian dilaksanakan dengan kegiatan mencari, mengungkap, menggali secara cermat dan lengkap fakta-fakta yang terkandung dalam suatu permasalahan yang bersifat spesifik.

Terdapat beberapa pertimbangan yang mendasari penulis untuk melakukan pendekatan secara kualitatif dalam penelitian ini, diantaranya Pertama, penulis memiliki pemikiran bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Ditreskrimum

Polda Bali terhadap Tindak Pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, lebih sesuai untuk digambarkan dalam bentuk uraian kata-kata dan laporan informasi secara mendalam dan holistik, bukan menggunakan data angka yang diolah dengan statistik. Sebagaimana dijelaskan oleh Strauss dan Corbin (1998:11, sebagaimana disadur oleh Ritchie dan Lewis, 2003:3), bahwa penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang menghasilkan temuan bukan berdasarkan ketentuan statistik atau cara lain yang bersifat penghitungan.

Kedua, penulis bermaksud untuk memperoleh pemahaman secara menyeluruh terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline ditinjau dari deskripsi tindak pidananya, proses penyidikan terhadap kasus tersebut, dan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimum Polda Bali.

Sedangkan metode penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun penelitian ini adalah metode Studi Kasus. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Secara

umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok permasalahan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) didalam konteks kehidupan nyata (Robert K. Yin, 2008 :1).

Seperti dijelaskan oleh Robert K. Yin (2008:1), peristiwa kematian Engeline merupakan fenomena kekinian yang menjadi buah bibir dalam lingkungan sosial saat ini, sehingga penulis menganggap tepat apabila melakukan penelitian dengan metode studi kasus.

Selain itu, tujuan penulis menggunakan metode studi kasus adalah untuk membatasi cakupan penelitian. Sebagaimana penulis gambarkan pada bab

pendahuluan, bahwa proses penyidikan terhadap kematian Engeline dilakukan oleh penyidik dari Polresta Denpasar dan penyidik Polda Bali. Untuk mencapai tujuan dari penelitian, penulis memilih Ditreskrimum Polda Bali sebagai lokasi penelitian.

Dengan demikian metode Studi kasus membantu penulis untuk dapat mewujudkan tujuan penelitian melalui pembahasan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, Yin (2003a, 2009) menyatakan bahwa :

Tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekadar untuk menjelaskan seperti apa objek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekadar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) objek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) objek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi atau metode penelitian lain cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), berapa (how many) dan seberapa besar (how much).

3.2 Sumber Data dan Informasi

Dalam penulisan skripsi ini tentunya diperlukan data dan informasi yang valid dan dapat dipercaya kebenarannya. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh penulis dari sumber data di lokasi penelitian. Sumber data ini sering disebut informan. Sumber data primer pada penelitian ini ialah Berkas Perkara Nomor : BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM yang disertai penjelasan dari informan yang terlibat dalam pembuatan Berkas Perkara tersebut. Selanjutnya penulis melakukan penentuan informan lain dalam rangka menjawab permasalahan penelitian. Penentuan

informan dilakukan berdasarkan latar belakang dan peran yang dimiliki masing- masing informan dalam permasalahan yang diteliti. Penulis memperoleh informasi melalui wawancara mendalam dengan para informan tersebut.

Informan-informan sebagai sumber data primer yang penulis tentukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Mantan KAPOLDA BALI, Inspektur Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Ronny Franky Sompie, S.H, M.H. Informasi yang diperoleh dari Inspektur Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Ronny Franky Sompie, S.H, M.H adalah mengenai kebijakan strategis Kapolda Bali pada saat itu terhadap penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali.

2. Kapolresta Denpasar, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali. Informasi yang didapat adalah mengenai proses penegakan hukum dan kebijakan taktis dan teknis pelaksanaan proses penegakan hukum serta berbagai aspek yang mempengaruhi penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

3. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali, Penyidik Reserse Kriminal Polresta Denpasar. Informasi yang didapat mengenai proses penyidikan, berbagai faktor yang mempengaruhi proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

4. Kepala Laboratorium DNA Pusdokkes Polri sebagai pakar dalam Scientific Investigation. Informasi yang didapat adalah mengenai

prosedur standar dalam melakukan Olah TKP sehingga mampu mendapatkan bukti-bukti yang kuat untuk dianalisa secara ilmiah.

5. Masyarakat Bali di lingkungan Tempat Kejadian Perkara. Informasi yang didapat adalah pendapat-pendapat masyarakat tentang munculnya peristiwa kematian Engeline di lingkungan mereka, informasi terkait kehidupan di rumah Engeline.

Sumber-sumber informasi diatas selain memberikan data dan informasi, juga menjadi penghubung bagi penulis dengan sumber informasi lain yang dapat dijadikan informasi untuk kemudian dianalisis dengan teori dan konsep yang sudah disiapkan.

Sumber informasi lainnya adalah Data sekunder. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia (Saifuddin, 2012 : 91). Dijelaskan bahwa selain kata-kata atau tindakan sebagai sumber data utama, diperlukan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain yang merupakan sumber data (Moleong, 2011 : 216).

Data Sekunder adalah data yang diambil dari sumber tidak langsung. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pencarian data sekunder yang meliputi :

1. Intel dasar Provinsi Bali dan Kota Denpasar.

2. Hasil Gelar Perkara.

3. Hasil P-19 dan P-21.

4. Administrasi Penyidikan lainnya.

5. Informasi pada media yang terkait.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian ilmiah selalu dilakukan proses pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik-teknik tertentu. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010 : 62).

Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, studi dokumen atau penelaahan dokumen. Penjelasan mengenai masing-masing teknik adalah sebagai berikut :

1. Wawancara Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan (Burhan Ashofa, 2004: 95). Wawancara didefinisikan oleh Sugiyono (2008: 72) sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur yaitu jenis wawancara campuran antara wawancara terstruktur yang untuk mengetahui informasi baku dimana peneliti memiliki panduan wawancara dan wawancara tak terstruktur dimana wawancara berjalan mengalir sesuai topik atau dikatakan wawancara terbuka (Sugiyono, 2008: 74).

2. Pengamatan (Observasi) Pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan

objek pengamatan (Muhammad dan Djali, 2005 : 31). Pada teknik ini, penulis melakukan observasi terhadap satuan kerja Ditreskrimum Polda Bali, sehingga dengan adanya pengamatan ini, maka akan didapat data secara langsung untuk kemudian dilakukan analisis untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini.

3. Studi Dokumen Studi dokumen atau penelaahan dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menelaah dokumen yang ada, untuk mempelajari pengetahuan atau fakta yang hendak diteliti (Muhammad dan Djaali, 2005 : 29). Studi Dokumen dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan, literatur terkait konsep dan teori serta dokumen- dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Studi Dokumen merupakan cara memperoleh data-data dengan memfokuskan pada data yang ada pada pustaka-pustaka baik yang terorganisir maupun yang tidak. Studi Dokumen dimaksudkan untuk mencari data sekunder yang dibutuhkan guna menjelaskan data primer.

3.4 Teknik Analisis Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan analisis data terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian. Menurut Sugiyono, pengertian analisis data adalah :

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana

yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010 : 89).

Analisis data yang dilakukan berasal dari hasil wawancara, studi dokumen dalam proses penelitian yang penulis laksanakan terhadap peristiwa kematian Engeline. Dalam penelitian ini, diolah menggunakan model interaktif Hubberman dan Miles dalam Sugiyono (2010) seperti skema di bawah ini.

Gambar 2 : Analisis Data Kualitatif

Dari bagan diatas Sugiyono menjelaskan sebagai berikut : Reduksi data adalah merangkum, memilih hal hal yang pokok,

memfokuskan pada hal hal yang penting dicari tema dan polanya.Setelah dilakukan pereduksian data maka selanjutnya dilakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Kemudian penarikan kesimpulan atau penafsiran data dilakukan setelah seluruh proses pengumpulan dara berakhir. Kesimpulan tersebut akan diverifikasi, dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali secara sepintas pada catatan lapangan (Sugiyono, 2010)

Langkah-langkah analisis data kualitatif diatas merupakan pedoman bagi penulis dalam penelitian ini. Sehingga diharapkan penulis mampu memperoleh pemahaman yang tepat dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

3.5 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian dengan metode studi kasus terhadap peristiwa kematian Engeline ini, penulis berusaha menyajikan hasil penelitian secara objektif dan sesuai dengan kaidah ilmiah. Namun demikian terdapat keterbatasan dalam penelitian penelitian ini. Penulis perlu menjelaskan keterbatasan tersebut untuk menunjukkan bahwa penelitian ini tetap objektif dan sesuai dengan kaidah ilmiah. Keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sumber Data Primer yang Eksklusif. Penulis berusaha menggunakan sumber data yang akurat dan valid dalam melakukan analisis terhadap permasalahan penelitian, sehingga penulis memutuskan untuk mencari Berkas Perkara yang memuat peristiwa kematian Engeline. Dalam hal ini penulis memperoleh Berkas Perkara Nomor : BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum. Perlu penulis jelaskan bahwa berkas perkara ini diperoleh secara eksklusif. Arti kata eksklusif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah khusus, sehingga berkas perkara ini merupakan sumber data khusus yang penulis dapatkan. Latar belakang penulis yang merupakan anggota Polri dan memiliki akses ke Satuan Kerja Polda Bali, merupakan alasan bagaimana sumber data ini dapat diperoleh.

2. Margriet Ch. Megawe sebagai Informan. Pada saat penelitian ini dilakukan, penulis menyadari bahwa proses persidangan kasus yang menyebabkan kematian Engeline ini masih berjalan. Hal ini berdampak pada munculnya hambatan dalam memperoleh informasi melalui informan penting dalam penelitian ini yaitu

terduga pelaku Margriet Ch. Megawe. Margriet Ch. Megawe merupakan salah satu informan penting yang perlu digali keterangannya untuk mendukung analisis permasalahan. Penulis belum bisa melakukan wawancara terhadap Margriet Ch. Megawe karena masih berjalannya agenda persidangan kasus kematian Engeline. Penulis menilai informasi yang diperoleh dari Margriet Ch. Megawe merupakan informasi pembanding dalam melakukan analisis permasalahan penelitian. Penulis menyadari bahwa sebelum hakim memutuskan perkara dalam persidangan dengan kekuatan hukum tetap, Margriet harus dianggap tidak bersalah sebagai perwujudan keadilan bagi setiap Warga Negara Indonesia (equality before the law).

BAB IV TEMUAN PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Dalam rangka memperoleh informasi yang akan digunakan untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini, penulis harus menentukan lokasi penelitian. Penulis mengambil lokasi penelitian di Provinsi Bali dan Kota Denpasar yang selanjutnya akan penulis jelaskan sebagai berikut.

4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Bali dan Kota Denpasar

Provinsi Bali sebagai daerah pusat wisata Indonesia bagian tengah, dan tujuan wisata dunia memiliki potensi yang menunjang pertumbuhan kepariwisataan. Potensi tersebut antara lain mencakup potensi manusia dan kebudayaannya. Panorama alam yang indah dan ideal, hutan yang hijau, gunung, danau, sungai serta sawah yang membentang dengan teras-teras serta pantai yang indah dengan beragam pasir hitam dan putih. Perpaduan alam, manusia dan kebudayaan Bali yang unik yang berlandaskan kepada konsepsi keserasian mewujudkan satu kondisi estetika yang ideal dan bermutu tinggi.

Provinsi Bali merupakan salah satu dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia. Provinsi Bali terdiri dari Pulau Bali, Pulau Nusa Penida serta beberapa Pulau-pulau kecil lainnya memiliki luas wilayah 5.632,82 kilometer persegi. Secara administrasi Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga Provinsi Bali merupakan salah satu dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia. Provinsi Bali terdiri dari Pulau Bali, Pulau Nusa Penida serta beberapa Pulau-pulau kecil lainnya memiliki luas wilayah 5.632,82 kilometer persegi. Secara administrasi Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga

Daerah Bali berada pada posisi 8°3'40" - 8°50'48" lintang selatan dan 114°25'53" - 115°42'40" Bujur timur. Pulau Bali memiliki letak yang sangat strategis, karena menghubungkan lalu lintas laut dan darat antara Pulau Jawa dengan Nusa Tenggara. Bali juga terletak antara Benua Asia dan Australia. Secara geografis di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan memanjang dari barat ke timur. Dengan batas wilayahnya nya adalah Utara : Laut Bali, Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), Selatan : Samudera Indonesia, Barat : Selat Bali (Provinsi Bali)

Diantara pegunungan tersebut terdapat sejumlah gunung sebagai puncaknya seperti : Gunung Agung (3.142 meter), Gunung Batur (1.717 meter), Gunung Abang (2.276 meter), Gunung Batukaru (2.276 meter). Gunung Agung dan Gunung Batur merupakan gunung berapi. Disebelah utara dan selatan pegunungan tersebut terbentang tanah daratan. Danau-danaunya adalah Danau Batur dengan luas 1.607,5 hektar, Danau Beratan 375,6 hektar, Danau Buyan 336 hektar dan Danau Tamblingan 110 hektar. Sungai-sungai yang bersumber dari hutan dan danau tersebut kebanyakan mengalir ke daerah selatan, seperti sungai Unda, Sungai Petanu, Sungai Ayung, Sungai Pulukan, Sungai Loloan dan lain-lain.

Untuk memberi gambaran lebih jelas mengenai daerah penelitian, penulis juga akan menguraikan gambaran kota Denpasar untuk menunjang pemahaman dasar mengenai kota tempat Engeline, korban tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.

Kota Denpasar, selain merupakan ibu kota daerah tingkat II, juga merupakan ibu kota Provinsi Bali dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, serta perekonomian. Letak yang sangat strategis ini sangatlah menguntungkan, baik dari segi pusat pendidikan, ekonomi, maupun kepariwisataan karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar berada di antara 08° 35″31”-08° 44″ 49′ Lintang Selatan dan 115° 10″ 23′-

115° 16″ 27′ Bujur Timur, yakni berbatasan dengan: di sebelah utara Kabupaten Badung, di sebelah timur Kabupaten Gianyar, di sebelah selatan

Selat Badung; dan di sebelah barat Kabupaten Badung. Luas seluruh Kota Denpasar adalah 12.778 Ha, termasuk tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha.

Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 8,09 %, sedangkan sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 3,01 %. Hal ini disebabkan program keluarga berencana yang ada di Kota Denpasar dapat dilaksanakan dengan baik. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ini disebabkan oleh faktor urbanisasi yang sangat dominan, yakni dengan alasan pokok mencari pekerjaan. Secara regional penyebab banyaknya penduduk yang masuk ke Kota Denpasar karena Denpasar merupakan ibu kota provinsi. Hampir semua kegiatan ekonomi ataupun pendidikan terfokus di kota ini. Selama tahun 2008, pertambahan penduduk sebesar 477.199 orang, semula 65.159 orang pada tahun 2007 menjadi 642.358 orang pada tahun 2008. Apabila dilihat dari jumlah penduduk dan tingkat migrasinya, Denpasar tergolong kota besar. Namun, dari segi luas wilayahnya Denpasar tidak dapat dikategorikan sebagai kota besar. Sehingga di antara sembilan kabupaten/kota Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 8,09 %, sedangkan sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 3,01 %. Hal ini disebabkan program keluarga berencana yang ada di Kota Denpasar dapat dilaksanakan dengan baik. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ini disebabkan oleh faktor urbanisasi yang sangat dominan, yakni dengan alasan pokok mencari pekerjaan. Secara regional penyebab banyaknya penduduk yang masuk ke Kota Denpasar karena Denpasar merupakan ibu kota provinsi. Hampir semua kegiatan ekonomi ataupun pendidikan terfokus di kota ini. Selama tahun 2008, pertambahan penduduk sebesar 477.199 orang, semula 65.159 orang pada tahun 2007 menjadi 642.358 orang pada tahun 2008. Apabila dilihat dari jumlah penduduk dan tingkat migrasinya, Denpasar tergolong kota besar. Namun, dari segi luas wilayahnya Denpasar tidak dapat dikategorikan sebagai kota besar. Sehingga di antara sembilan kabupaten/kota

Kemudian untuk memberi gambaran utuh terhadap lokasi penelitian, penulis selain menguraikannya dalam bentuk narasi tentang intel dasar Provinsi Bali, penulis mencoba menyajikan Peta Provinsi Bali. Sehingga dapat diperoleh informasi yang lengkap terhadap lokasi yang menjadi tempat kejadian peristiwa pidana ini. Adapun Provinsi Bali ditunjukkan dalam peta sebagai berikut.

Gambar 3 : PETA PROVINSI BALI

(Sumber : https://sujarman81.wordpress.com/tag/bali)

Kemudian penulis juga mencoba menggambarkan secara jelas titik lokasi Tempat Kejadian Perkara yang terdapat dalam peta Kota Denpasar, sehingga dapat diketahui informasi mengenai tempat kejadian perkara dalam peta.

Gambar 4 : PETA KOTA DENPASAR

(Sumber : http://www.indonesia-tourism.com/bali/map/denpasar-map.png)

4.1.2 Gambaran Umum Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali

Pada prosesnya, penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan Kematian ini, dilakukan oleh Subdirektorat IV Remaja, Anak dan Wanita (Renata) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali dengan terduga pelaku Margriet Ch. Megawe dan Satuan Reserse Kriminal Polresta Denpasar dengan Agustay Handa May. Namun pada penelitian ini, Penulis mengambil penelitian dengan fokus pada substansi tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh terduga pelaku Margriet Ch. Megawe. Penelitian yang penulis lakukan ini berada di lingkungan Subdit IV Renata sebagai bagian dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali. Hal tersebut sesuai dan sebagaimana termuat dalam Berkas Perkara No. BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum.

Alasan lain penulis memilih melakukan penelitian di Subdit IV Renata Ditreskrimum Polda Bali adalah karena proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, telah terlaksananya serangkaian proses penyidikan terhadap terduga pelaku utama Margriet Ch. Megawe, sehingga dalam pelaksanaanya penulis lebih dapat menguraikan permasalahan penelitian dan memperoleh data yang dibutuhkan secara mendalam dan lengkap.

Penulis akan menguraikan gambaran umum Ditreskrimum Polda Bali untuk memberikan uraian secara utuh tentang satuan kerja yang melakukan serangkaian tindakan penyidikan terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

Direktorat Kriminal Umum Polda Bali merupakan unsur pelaksanaan tugas pokok

yang berada

dibawah

Kapolda.

Ditreskrimum bertugas Ditreskrimum bertugas

1. Pembinaan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum, identifikasi dan laboratorium forensik lapangan.

2. Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak dan wanita baik sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum.

4. Penganalisasian kasus beserta penanganannya, serta mempelajari dan mengkaji efektifitas pelaksanaan tugas Ditreskrimum.

5. Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana umum di lingkungan Polda dan

6. Pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan informasi dan dokumentasi program kegiatan Ditreskrimum.

Ditreskrimum dipimpin oleh Direktur Reserse Kriminal Umum yang bertanggung jawab kepada Kapolda dan dalam melaksanakan tugas sehari-hari dibawah kendali Wakapolda (Pertelaahan Tugas Direskrimum Polda Bali, Polda Bali 2014).

Secara umum satuan kerja Direktorat Kriminal Umum Polda Bali terdiri dari beberapa satuan pendukung dalam pelaksnaan tugas, satuan-satuan pendukung tersebut terdiri dari :

1. Sub Bagian Perencanaan dan Administrasi (Subbag Renmin)

2. Bagian Pembinaan Operasional (Bagbinopsnal)

3. Bagian Pengawasan Penyidikan (Bagwasidik)

4. Seksi Identifikasi (Sie Ident)

5. Subdirektorat Sesuai dengan Perkap No. 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Satuan pada Tingkat Polda Berkaitan dengan Pembagian Tugas Ditreskrimum, Ditreskrimum Polda Bali terdiri dari empat Subdirektorat, yaitu Subdirektorat I menangani Tindak Pidana Keamanan Negara, Subdirektorat II menangani Tindak Pidana Harta Benda dan Bangunan Tanah, Subdirektorat III menangani Tindak Pidana Kejahatan dan Kekerasan, Subdirektorat IV menangani Tindak Pidana Remaja, Anak dan Wanita. Adapun pejabat-pejabat utama di lingkungan Ditreskrimum Polda Bali adalah sebagai berikut : Direktur

: Kombes Pol. Drs. Bambang Yogisworo, SH. Wakil Direktur

: AKBP I Komang Sandi Arsana, S.IK. Kasubdit I Kamneg

: AKBP Sugeng Sudarso, SH., S. IK. Kasubdit II Harda Bangtah

: AKBP Gede Nyoman Artha, SH. Kasubdit III Jatanras

: AKBP Marsdianto, SH., S. IK. Kasubdit IV Renata

: AKBP S. A. P. A. Saparini, SH.

WAKIL DIREKTUR

a BAG WASIDIK

SUB ANEV

D SK itre

SUBDIT I

SUBDIT II

SUBDIT III

SUBDIT IV

SIE IDENTIFIKASI

ld

Ba

li) L

UNIT

4.1.3 Gambaran Umum Subdit IV Renata

Dalam Perkap No. 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Satuan pada Tingkat Polda Berkaitan dengan Pembagian Tugas Ditreskrimum, Subdit IV Renata merupakan satuan kerja pada Ditreskrimum yang bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang berkaitan dengan Remaja, Anak dan Wanita. Subdit IV dipimpin oleh seorang Kepala Subdirektorat dan membawahi 5 (lima) satuan kerja setingkat unit. Unit- unit yang bekerja dibawah Subdit IV adalah Unit Perdagangan Manusia, Unit Remaja, Anak dan Wanita, Unit Asusila, Unit KDRT dan Unit Tenaga Kerja. Masing-masing unit dipimpin oleh seorang Kepala Unit yang bertanggung jawab langsung kepada Kasubdit.

Tabel 3 : Data Anggota Subdit IV Renata

NO N A M A

PANGKAT / NRP

JABATAN

1 2 3 4 1 S.A.P.A SAPARINI, S.H.,M.M.

KASUBDIT IV 2 NI NYOMAN SUKERNI, SH

AKBP / 66010011

KANIT I 3 I KADEK SUPENDODI

KOMPOL / 62060374

PENYIDIK PEMBANTU 4 PUTU ADI WIRATAMA

BRIPKA / 81030287

PENYIDIK PEMBANTU 5 NI PUTU SRI MAHAYANI, S.H.

BRIGADIR/ 84121471

PENYIDIK PEMBANTU 6 KADEK DWI PUSITA NINGRUM

BRIGADIR/ 85090342

PENYIDIK PEMBANTU 7 NI PUTU NARIASIH

BRIPDA / 93040979

KANIT II 8 SRI MEGA IRAWATI

KOMPOL / 63110115

PENYIDIK PEMBANTU 9 I GST AYU MURNIASIH

AIPTU / 67040527

PENYIDIK PEMBANTU 10 I GST NGR ARISTIAWAN

BRIPKA / 81010628

PENYIDIK PEMBANTU 11 I WAYAN WISNAWA ADI PUTRA

BRIPKA / 84040086

KANIT III 12 I NYOMAN SUANDI, S.H.

AKP / 83101381

PENYIDIK 13 A.A. GD RAI PARWATA, SH

AKP / 64070406

PENYIDIK 14 I PT GEDE ASTONO

IPDA / 62040194

PENYIDIK PEMBANTU 15 YULIA NELY SRI RAHAYU

AIPTU / 64100657

PENYIDIK PEMBANTU 16 KADEK AGUS SAPUTRA

AIPTU / 66040103

PENYIDIK PEMBANTU 17 NI KOMANG SRI RUSMAWATI

BRIGADIR / 86031386

PENYIDIK PEMBANTU 18 CLEMENTINA WODO

BRIPDA / 95050563

KANIT IV 19 I NYOMAN WINAWAN

KOMPOL / 60110430

PENYIDIK PEMBANTU 20 NI NYOMAN MARLENI

BRIPKA / 81080401

PENYIDIK PEMBANTU 21 NI MADE BELLA ANDRIANI

BRIGADIR/ 84111277

PENYIDIK PEMBANTU 22 YOHANA AGUSTINA PANDHIE

BRIPDA / 95090319

KANIT V 23 A.A. CATUR PUTRA

KOMPOL / 58060764

PENYIDIK PEMBANTU 24 PUTU RATMI D., S.H.

AIPTU / 67120081

PENYIDIK PEMBANTU 25 NI PUTU ERVINA WARAPSARI

BRIPTU / 89120214

BRIPDA / 95080610

PENYIDIK PEMBANTU

Gambar 6 : STRUKTUR ORGANISASI SUBDIT IV RENATA

(Sumber : Bagian Perencanaan Administrasi Ditreskrimum Polda Bali)

4.2 Deskripsi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian Engeline.

Pada bagian ini penulis menjelaskan deskripsi tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban Engeline yang dlakukan oleh terduga pelaku Margriet Ch. Megawe sebagaimana termuat dalam Berkas Perkara No : BP/ 84/ VII/ 2015 Ditreskrimum. Penulis menguraikan secara berurutan mengenai identitas terduga pelaku, identitas korban dan hubungan korban dengan terduga pelaku.

4.2.1 Margriet Ch. Megawe

Margriet Christina Megawe alias Margriet Ch. Megawe alias Ibu Tely alias Tely merupakan terduga pelaku dalam kasus Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak yang menyebabkan kematian Engeline. Margriet Ch. Megawe lahir di Kalimantan Timur pada tanggal 3 Maret 1955, dan pada saat penulisan ini dibuat, Margriet Ch. Megawe berumur 60 tahun. Margriet Ch. Megawe merupakan Warga Negara Indonesia yang beragama Kristen, memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan bertempat tinggal di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur.

Margriet Ch. Megawe menikah pada tahun 1976 dengan Wayne Leese, seorang warga negara Amerika dan memiliki satu orang anak bernama Yvonne Caroline Megawe. Pernikahan Margriet Ch. Megawe berakhir dengan perceraian, kemudian pada tahun 1986, Margriet Ch. Megawe menikah lagi dengan Douglas Scarborough, warga negara Amerika dan memiliki satu orang anak bernama Christina Scarborough. Pada bulan September tahun 2008, Douglas meninggal dunia di Singapura.

Margriet Ch. Megawe tinggal di Bali sejak tahun 2006 hingga tahun 2007 dan memiliki rumah di daerah Canggu Kecamatan Kuta Utara. Namun sejak tahun 2007 hingga sekarang (pada saat penulisan ini dibuat), Rumah di daerah Canggu disewakan dan Margriet Ch. Megawe tinggal di rumah Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur. Selama tinggal di Bali, Margriet Ch. Megawe belum memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) Bali. Margriet Ch. Megawe hanya memiliki KIPEM (Kartu Identitas Penduduk Musiman/Sementara).

Rumah di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur merupakan rumah pada tanah sewaan, yang Margrieth sewa selama 30 tahun. Dirumah itu, Margriet Ch Megawe tidak tinggal bersama anak kandungnya Yvonne dan Christina. Margriet Ch Megawe hanya tinggal bersama Engeline dan Agustay Handa May, seorang pembantu rumah tangga.

Dalam kesehariannya, Margriet Ch. Megawe tidak memiliki pekerjaan. Biaya hidupnya di peroleh dari hasil usaha ternak ayam dan rumah kos, selain itu anak kandung Margriet Ch. Megawe secara rutin memberi dukungan dana setiap bulannya.

4.2.2 Engeline Margriet Megawe

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit V Subdit IV Ditreskrimum Polda Bali Kompol Yohana Agustina Pandhie menjelaskan tentang Engeline Engeline alias Engeline Margriet Megawe lahir di Klinik Bersalin Canggu

pada tanggal 19 Mei 2007. Engeline merupakan anak kandung dari pasangan Ahmad Rosidik dan Hamidah. Ayah kandung Engeline, Ahmad Rosidik lahir di Banyuwangi pada tanggal 4 Juni 1986, merupakan warga negara indonesia bersuku Jawa. Ahmad Rosidik bekerja sebagai buruh proyek. Ibu Kandung Engeline, Hamidah adalah wanita yang lahir di Banyuwangi pada tanggal 6 November 1987. Hamidah merupakan warga negara indonesia bersuku jawa dan bekerja sebagai ibu rumah tangga (Wawancara, 10 Desember 2015)

Pada saat penulisan ini dibuat, kedua pasangan tersebut sudah bercerai.

Yohana menambahkan tentang latar belakang Engeline yaitu : Pada tanggal 19 Mei 2007, Hamidah belum memberi nama pada anak

yang dilahirkannya. Hamidah mengetahui anak yang dilahirkannya bernama Engeline alias Engeline Margriet Megawe pada saat Ahmad Rosidik memberi tahu bahwa Margriet Ch. Megawe yang akan mengadopsi Engeline. Kedua orang tua Engeline memutuskan untuk memberikan Engeline pada Margriet Ch. Megawe sebagai anak angkat karena tidak mampu untuk membayar biaya persalinan. Proses penyerahan Engeline kepada Margriet Ch. Megawe dilakukan tiga hari setelah Engeline lahir yaitu pada tanggal 21 Mei 2007 bertempat di Klinik Bersalin Canggu. (Wawancara, 10 Desember 2015)

Engeline diangkat sebagai anak oleh Margriet Ch. Megawe dengan dibuatkan Surat Pengakuan Pengangkatan Anak Nomor 18 tanggal 24 Mei 2007 di notaris Anneke Wibowo SH. Proses pembuatan surat tersebut disaksikan oleh Ahmad Rosidik, Hamidah dan Margriet Ch. Megawe (sebagaimana tertulis Berkas Perkara). Pada saat pembuatan Surat Pengakuan Pengangkatan Anak Nomor 18 tanggal 24 Mei 2007 Notaris Anneke Wibowo SH, Margriet disarankan oleh Notaris untuk segera menindaklanjuti surat tersebut ke Pengadilan untuk mendapatkan Akta Pengangkatan Anak, namun sampai saat ini, Margrieth tidak menindaklanjuti tanpa alasan yang jelas. Sejak itu Engeline diasuh oleh Margriet Ch. Megawe.

4.2.3 Hubungan Margrieth Ch. Megawe dan Engeline

Untuk mengetahui informasi mengenai hubungan Margriet Ch.Megawe dan Engeline, penulis melakukan wawancara dengan penyidik Ditreskrimum Polda Bali Kompol Yohana Agustina Pandhie dan penelaahan dokumen dalam Berkas Perkara No : BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum. Sehingga penulis dapat memperoleh keterangan yang mendalam untuk mendeskripsikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

Sejak Margriet Ch. Megawe mengajak kedua orang tua kandung Engeline, yaitu Rosyidik dan Hamidah membuat Surat Pengakuan Pengangkatan Anak di Notaris Annneke Wibowo SH, Engeline mulai mendapat pengasuhan dari Margriet Ch. Megawe. Walaupun setelah Surat Pengakkuan

Pengangkatan Anak tersebut dibuat, Margriet Ch. Megawe tidak menindaklanjuti dengan pembuatan Akta Penetapan Anak oleh pengadilan. Dalam kehidupan sehari-hari, Margriet Ch. Megawe tinggal di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur. Margriet Ch. Megawe beternak ayam untuk dijual dengan tujuan menambah pendapatan keluarga. Pada tahun 2014 jumlah ayam yang dimiliki Margriet Ch. Megawe mencapai kurang lebih 200 (dua ratus) ekor, selain itu Margriet Ch. Megawe juga memelihara anjing 5 (lima) ekor dan kucing 17 (tujuh belas) ekor. Margriet Ch. Megawe dalam keterangannya menyuruh Engeline untuk memberi makan dan minum seluruh binatang peliharaannya. Walaupun dalam rumah tersebut terdapat seorang pembantu rumah tangga, Engeline tetap mengerjakan pekerjaan tersebut.

Kegiatan yang dilakukan Engeline mulai pukul 06.00 WITA sampai dengan pukul 09.00 atau 10.00 WITA adalah memberi makan ayam, anjing dan kucing setiap harinya. Setelah itu pada pukul 11.00 Engeline berangkat ke sekolah. Engeline merupakan murid Sekolah Dasar 12 Sanur. Engeline melaksanakan kegiatan sekolah dengan berangkat dari rumah ke sekolah yang berjarak kurang lebih 2 Km (Kilometer) dengan berjalan kaki. Engeline kembali dari sekolah sekitar pukul 17.00 WITA. Selama tinggal bersama Margriet Ch. Megawe, Engeline tidak pernah terlihat bermain dengan teman-teman seumurannya, Engeline hanya melakukan pekerjaan seperti yang diperintahkan Kegiatan yang dilakukan Engeline mulai pukul 06.00 WITA sampai dengan pukul 09.00 atau 10.00 WITA adalah memberi makan ayam, anjing dan kucing setiap harinya. Setelah itu pada pukul 11.00 Engeline berangkat ke sekolah. Engeline merupakan murid Sekolah Dasar 12 Sanur. Engeline melaksanakan kegiatan sekolah dengan berangkat dari rumah ke sekolah yang berjarak kurang lebih 2 Km (Kilometer) dengan berjalan kaki. Engeline kembali dari sekolah sekitar pukul 17.00 WITA. Selama tinggal bersama Margriet Ch. Megawe, Engeline tidak pernah terlihat bermain dengan teman-teman seumurannya, Engeline hanya melakukan pekerjaan seperti yang diperintahkan

Selama hidupnya, Engeline sering mengalami kekerasan fisik dan psikis secara terus menerus oleh Margriet Ch. Megawe. Pada tanggal 15 Mei 2015, Engeline mengalami kekerasan dengan cara dipukul pada bagian muka yang mengakibatkan hidung Engeline berdarah. Berdasarkan keterangan yang diambil dari Agustay Handa May (Tersangka dalam Berkas Perkara lain) Engeline mengatakan bahwa dirinya telah dipukul oleh Margriet Ch. Megawe. Kekerasan secara fisik tersebut dilakukan kembali oleh Margriet Ch. Megawe pada tanggal 16 Mei 2015. Dengan bertempat di kamar tidur Margriet Ch. Megawe, pada saat itu Margriet Ch. Megawe menarik rambut Engeline dan membenturkan kepalanya ke lantai, selanjutnya Margriet Ch. Megawe menyuruh Agustay Handa May untuk mengambil sprei dari kamar Agustay Handa May dan mengambil boneka yang berada di lemari Engeline. Setelah Agustay Handa May kembali, Margriet Ch Megawe menyuruhnya untuk membungkus tubuh Engeline dengan menggunakan sprei tersebut. Agustay Handa May membungkus mayat Engeline dengan cara meletakkan dan membentangkan kain sprei berwarna putih polos bercampur abu-abu tersebut. Setelah itu mayat diangkat dan dipindahkan ke atas sprei. Pada saat itu Agustay Handa May melihat jari tengah tangan kiri Engeline masih bergerak- gerak, kemudian Margriet Ch. Megawe menyuruh Agustay Handa May meletakkan boneka yang sebelumnya diambil dari lemari Engeline dan meletakkannya di dada Engeline. Atas perintah Margriet Ch. Megawe, Agustay Handa May mengambil tali dan melilitkannya ke leher Engeline sebanyak dua kali dan membuat simpul. Pada saat itu Agustay Handa May menarik tali Selama hidupnya, Engeline sering mengalami kekerasan fisik dan psikis secara terus menerus oleh Margriet Ch. Megawe. Pada tanggal 15 Mei 2015, Engeline mengalami kekerasan dengan cara dipukul pada bagian muka yang mengakibatkan hidung Engeline berdarah. Berdasarkan keterangan yang diambil dari Agustay Handa May (Tersangka dalam Berkas Perkara lain) Engeline mengatakan bahwa dirinya telah dipukul oleh Margriet Ch. Megawe. Kekerasan secara fisik tersebut dilakukan kembali oleh Margriet Ch. Megawe pada tanggal 16 Mei 2015. Dengan bertempat di kamar tidur Margriet Ch. Megawe, pada saat itu Margriet Ch. Megawe menarik rambut Engeline dan membenturkan kepalanya ke lantai, selanjutnya Margriet Ch. Megawe menyuruh Agustay Handa May untuk mengambil sprei dari kamar Agustay Handa May dan mengambil boneka yang berada di lemari Engeline. Setelah Agustay Handa May kembali, Margriet Ch Megawe menyuruhnya untuk membungkus tubuh Engeline dengan menggunakan sprei tersebut. Agustay Handa May membungkus mayat Engeline dengan cara meletakkan dan membentangkan kain sprei berwarna putih polos bercampur abu-abu tersebut. Setelah itu mayat diangkat dan dipindahkan ke atas sprei. Pada saat itu Agustay Handa May melihat jari tengah tangan kiri Engeline masih bergerak- gerak, kemudian Margriet Ch. Megawe menyuruh Agustay Handa May meletakkan boneka yang sebelumnya diambil dari lemari Engeline dan meletakkannya di dada Engeline. Atas perintah Margriet Ch. Megawe, Agustay Handa May mengambil tali dan melilitkannya ke leher Engeline sebanyak dua kali dan membuat simpul. Pada saat itu Agustay Handa May menarik tali

Margriet Ch. Megawe kemudian menyuruh Agustay Handa May menggali lubang di halaman belakang rumah dekat kandang ayam yang sudah ada sebelumnya, yaitu dibuat pada bulan April 2015 dengan ukuran 80 cm x 150 cm dengan kedalaman 20 cm. Agustay Handa May menggali lagi lubang tersebut sesuai perintah majkannya dengan kedalaman 50 cm. Setelah itu bungkusan mayat dikubur pada lubang tersebut. Untuk menghilangkan kecurigaan, Margriet Ch. Megawe melaporkan Engeline hilang atau meninggalkan rumah tanpa pesan ke Polsek Denpasar Timur pada tanggal 16 Mei 2015 dengan menerima Surat Tanda Penerimaan Laporan tentang Laporan Polisi No : LP 140/ V/ 2015/ BALI/ RESTA/ SEKDENTIM.

Pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015, Engeline ditemukan telah meninggal dunia terkubur di halaman belakang rumah Margriet Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur. Petugas menemukan bungkusan kain sprei warna putih dalam keadaan basah dan setelah dibuka terdapat jenazah anak perempuan yang diduga sebagai Engeline. Pada saat ditemukan, jenazah tersebut mengenakan pakaian daster anak warna putih motif batik warna hijau bunga-bunga, kemudian pada leher jenazah melingkar tali berwarna cokelat dan biru. Disamping tubuh jenazah terdsapat baju kaos warna hitam dan celana pendek warna biru dengan ikat pinggang kotak-kotak hitam putih, satu celana dalam anak perempuan, satu boneka Barbie dan kain merah motif batik. Diatas Pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015, Engeline ditemukan telah meninggal dunia terkubur di halaman belakang rumah Margriet Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur. Petugas menemukan bungkusan kain sprei warna putih dalam keadaan basah dan setelah dibuka terdapat jenazah anak perempuan yang diduga sebagai Engeline. Pada saat ditemukan, jenazah tersebut mengenakan pakaian daster anak warna putih motif batik warna hijau bunga-bunga, kemudian pada leher jenazah melingkar tali berwarna cokelat dan biru. Disamping tubuh jenazah terdsapat baju kaos warna hitam dan celana pendek warna biru dengan ikat pinggang kotak-kotak hitam putih, satu celana dalam anak perempuan, satu boneka Barbie dan kain merah motif batik. Diatas

4.2.4 Perbuatan Tindak Pidana Margriet Ch. Megawe

Penulis akan menguraikan Perbuatan Tindak Pidana Margriet sebagaimana tercantum dalam Berkas Perkara Nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum untuk memberikan gambaran unsur-unsur yang terpenuhi dalam persangkaan pasal yang dilanggar, sebagai berikut :

1. Pembunuhan Berencana, sebagaimana dimaksud dalam pasal 340 KUHP.

Unsur yang terpenuhi :

a. Barang Siapa

Sebagai subyek hukum adalah : Margriet Ch. Megawe; tempat tanggal lahir : Kalimantan Timur, 3 Maret 1955; Jenis kelamin : Perempuan; Agama : Kristen; Kewarganegaran : Indonesia; Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga; Alamat : Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur.

Hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Agustay Handa May yang telah penulis uraikan pada pemeriksaan saksi.

b. Dengan Sengaja

Sekitar bulan April 2015, tersangka Margriet Ch. Megawe, menyuruh Saksi Agustay Handa May membuat lubang di belakang kandang ayam di pojok rumahnya. Sejak lubang itu dibuat sampai digunakan untuk mengubur mayat Engeline, lubang tersebut tidak pernah digunakan baik sebagai tempat Sekitar bulan April 2015, tersangka Margriet Ch. Megawe, menyuruh Saksi Agustay Handa May membuat lubang di belakang kandang ayam di pojok rumahnya. Sejak lubang itu dibuat sampai digunakan untuk mengubur mayat Engeline, lubang tersebut tidak pernah digunakan baik sebagai tempat

Kejadian tersebut berlanjut pada keesokan harinya, tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 12.30 WITA, tersangka Margriet Ch. Megawe memanggil Agustay Handa May dari kamarnya dengan mengatakan “Agus kesini sebentar” dengan nada biasa tidak berteriak. Agustay kemudian menuju ke kamar tersangka melalui pintu depan. Pada saat Agustay Handa May membuka pintu kamar tersangka, Agustay Handa May melihat tersangka memegang keras rambut Engeline dengan kedua tangannya. Posisi tubuh Engeline miring menghadap ke tempat tidur, kaki menyentuh lantai, tangan kiri terkulai lemas ke lantai, posisi kepala setinggi tempat tidur kemudian tersangka langsung melepaskan pegangannya sehingga korban jatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai, setelah itu korban terkulai lemas.

Untuk memastikan korban sudah meninggal dunia, tersangka menyuruh saksi Agustay Handa May menginjak kaki korban dan menyulutnya dengan rokok, namun Agustay Handa May menolak, akhirnya Margriet Ch. Megawe sendiri yang melakukannya.

Hal ini dikuatkan dengan hasil pemeriksaan TKP, Keterangan saksi : Agustay Handa May, Rahmat Handono, Putu Kariani, dan Susiani. Keterangan

Ahli : Ir. Lukas Budi Santoso M.Si, dr. Dudut Rustyadi Sp.F, drg. Agung Wijaya Kusuma.

c. Direncanakan terlebih dahulu

Dilihat dari rangkaian peristiwa kekerasan yang dilakukan Margriet Ch. Megawe terhadap Engeline sebelum dinyatakan hilang pada tanggal 16 Mei 2015, tergambar bahwa tersangka telah berencana dan menghendaki kematian korban. Hal ini ditunjukkan dengan adanya lubang yang digali Agustay Handa May atas perintah dari Margriet Ch. Megawe pada bulan April 2015. Kemudian setelah korban meninggal dunia, tersangka berusaha menutupi kejahatannya dengan mengubur Engeline pada lubang yang sudah dipersiapkan, kemudian menyamarkannya lubang dengan potongan bambu, ceceran makanan ayam dan menutupi dengan keranjang plastik warna merah. Setelah itu Margriet Ch. Megawe membuat alibi seolah-olah korban hilang / meninggalkan rumah tanpa pesan dengan menyuruh Agustay Handa May menanyakan kepada saksi Rahmat Handono dan Susiani. Pada saat Agustay menanyakan keberadaan Engeline, pada saat itu Rahmat Handono dan Susiani kembali ke rumah sekitar pukul 17.00 WITA. Tersangka juga aktif menanyakan kepada para tetangga, selanjutnya melaporkan ke Kepala Lingkungan dan ke Polsek Denpasar Timur. Sehingga seolah-olah benar bahwa Engeline telah hilang dari rumah.

Hal tersebut dikuatkan dengan hasil pemeriksaan TKP, keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Putu Kariani, Agustay Handa May, Frangky Alexander Maringka , Keterangan Ahli : Ir. Lukas Budi Santoso M.Si, Ngurah Wijaya Putra S.Si, M.Si, dr. Dudut Rustyadi Sp.F.

d. Menghilangkan nyawa orang lain

Unsur ini terpenuhi yaitu tersangka Margriet Ch. Megawe pada tanggal

16 Mei 2015 sekitar pukul 12.30 WITA, telah menghilangkan nyawa korban Engeline. Yang bertepat di dalam kamarnya dengan cara memegang keras rambur korban Engeline dengan kedua tangannya, Posisi tubuh Engeline miring menghadap ke tempat tidur, kaki menyentuh lantai, tangan kiri terkulai lemas ke lantai, posisi kepala setinggi tempat tidur kemudian tersangka langsung melepaskan pegangannya sehingga korban jatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai, setelah itu korban terkulai lemas. Untuk memastikan korban sudah meninggal dunia, tersangka menyuruh saksi Agustay Handa May menginjak kaki korban dan menyulutnya dengan rokok, namun Agustay Handa May menolak, akhirnya Margriet Ch. Megawe sendiri yang melakukannya.

Hal ini didukung oleh keterangan saksi : Agustay Handa May, Ipda I Ketut Rayun, Brigadir Agung Kusuma Jaya; Keterangan Ahli : Ir. Lukas Budi Santoso M.Si, Ngurah Wijaya Putra S.Si, M.Si, dr. Dudut Rustyadi Sp.F. ; Hasil pemeriksaan surat-surat dan Bukti Petunjuk.

2. Pembunuhan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 338 KUHP.

Unsur yang terpenuhi :

a. Barang Siapa

Sebagai subyek hukum adalah : Margriet Ch. Megawe; tempat tanggal lahir : Kalimantan Timur, 3 Maret 1955; Jenis kelamin : Perempuan; Agama : Kristen; Kewarganegaran : Indonesia; Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga; Alamat : Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur.

Hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Agustay Handa May.

b. Dengan Sengaja

Sekitar bulan April 2015, tersangka Margriet Ch. Megawe, menyuruh Saksi Agustay Handa May membuat lubang di belakang kandang ayam di pojok rumahnya. Sejak lubang itu dibuat sampai digunakan untuk mengubur mayat Engeline, lubang tersebut tidak pernah digunakan baik sebagai tempat sampah maupun tempat pembuangan kotoran ayam / air. Pada tanggal 16 Mei 2015 tersangka menyuruh Agustay Handa May untuk menggali lubang yang sudah ada untuk mengubur korban Engeline.

Bahwa sejak 2013 korban Engeline sudah mengalami kekerasan psikis dan fisik sampai akhirnya pada tanggal 15 Mei 2015, yaitu sehari sebelum dinyatakan hilang, korban dilihat oleh saksi Agustay Handa May hidungnya dalam keadaan berdarah dan saat ditanya, korban mengatakan “abis dipukul mama.”

Kejadian tersebut berlanjut pada keesokan harinya, tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 12.30 WITA, tersangka Margriet Ch. Megawe memanggil Agustay Handa May dari kamarnya dengan mengatakan “Agus kesini sebentar” dengan nada biasa tidak berteriak. Agustay kemudian menuju ke kamar tersangka melalui pintu depan. Pada saat Agustay Handa May membuka pintu kamar tersangka, Agustay Handa May melihat tersangka memegang keras rambut Engeline dengan kedua tangannya. Posisi tubuh Engeline miring menghadap ke tempat tidur, kaki menyentuh lantai, tangan kiri terkulai lemas ke lantai, posisi kepala setinggi tempat tidur kemudian tersangka langsung melepaskan Kejadian tersebut berlanjut pada keesokan harinya, tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 12.30 WITA, tersangka Margriet Ch. Megawe memanggil Agustay Handa May dari kamarnya dengan mengatakan “Agus kesini sebentar” dengan nada biasa tidak berteriak. Agustay kemudian menuju ke kamar tersangka melalui pintu depan. Pada saat Agustay Handa May membuka pintu kamar tersangka, Agustay Handa May melihat tersangka memegang keras rambut Engeline dengan kedua tangannya. Posisi tubuh Engeline miring menghadap ke tempat tidur, kaki menyentuh lantai, tangan kiri terkulai lemas ke lantai, posisi kepala setinggi tempat tidur kemudian tersangka langsung melepaskan

Untuk memastikan korban sudah meninggal dunia, tersangka menyuruh saksi Agustay Handa May menginjak kaki korban dan menyulutnya dengan rokok, namun Agustay Handa May menolak, akhirnya Margriet Ch. Megawe sendiri yang melakukannya.

Hal ini dikuatkan dengan hasil pemeriksaan TKP, Keterangan saksi : Agustay Handa May, Rahmat Handono, Putu Kariani, dan Susiani. Keterangan Ahli : Ir. Lukas Budi Santoso M.Si, dr. Dudut Rustyadi Sp.F, dan Ngurah Wijaya Putra S.Si, M.Si.

c. Menghilangkan nyawa orang lain

Unsur ini terpenuhi yaitu Margriet Ch. Megawe pada tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 12.30 WITA, telah menghilangkan nyawa korban Engeline. Yang bertepat di dalam kamarnya dengan cara memegang keras rambur korban Engeline dengan kedua tangannya, Posisi tubuh Engeline miring menghadap ke tempat tidur, kaki menyentuh lantai, tangan kiri terkulai lemas ke lantai, posisi kepala setinggi tempat tidur kemudian tersangka langsung melepaskan pegangannya sehingga korban jatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai, setelah itu korban terkulai lemas. Untuk memastikan korban sudah meninggal dunia, Margriet menyuruh saksi Agustay Handa May menginjak kaki korban dan menyulutnya dengan rokok, namun Agustay Handa May menolak, akhirnya Margriet Ch. Megawe sendiri yang melakukannya.

Hal ini didukung oleh keterangan saksi : Agustay Handa May, Ipda I Ketut Rayun, Brigadir Agung Kusuma Jaya; Keterangan Ahli : Ir. Lukas Budi

Santoso M.Si, Ngurah Wijaya Putra S.Si, M.Si, dr. Dudut Rustyadi Sp.F. ; Hasil pemeriksaan surat-surat dan Bukti Petunjuk.

3. Penganiayaan dengan Rencana Terlebih Dahulu yang Menyebabkan Kematian sebagaimana dimaksud dalam pasal 353 ayat 1 dan 3 KUHP.

Unsur yang terpenuhi :

a. Barang siapa

Sebagai subyek hukum adalah : Margriet Ch. Megawe; tempat tanggal lahir : Kalimantan Timur, 3 Maret 1955; Jenis kelamin : Perempuan; Agama : Kristen; Kewarganegaran : Indonesia; Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga; Alamat : Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur.

Hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Agustay Handa May.

b. Melakukan penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu

Bahwa sejak 2013 korban Engeline sudah mengalami kekerasan psikis dan fisik sampai akhirnya pada tanggal 15 Mei 2015, yaitu sehari sebelum dinyatakan hilang, korban dilihat oleh saksi Agustay Handa May hidungnya dalam keadaan berdarah dan saat ditanya, korban mengatakan “abis dipukul mama.”

Pada tanggal 16 Mei 2015, Tersangka Margriet Ch. Megawe memegang keras rambut Engeline dengan kedua tangannya. Posisi tubuh Engeline miring menghadap ke tempat tidur, kaki menyentuh lantai, tangan kiri terkulai lemas ke lantai, posisi kepala setinggi tempat tidur kemudian tersangka langsung melepaskan pegangannya sehingga korban jatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai, setelah itu korban terkulai lemas.

Untuk memastikan korban sudah meninggal dunia, tersangka menyuruh saksi Agustay Handa May menginjak kaki korban dan menyulutnya dengan rokok, namun Agustay Handa May menolak, akhirnya Margriet Ch. Megawe sendiri yang melakukannya. Setelah itu tersangka menyuruh Agustay Handa May untuk membungkus mayat Engeline dengan sprei yang diambil dari kamar Agustay Handa May kemudian menguburnya di halaman belakang.

Sekitar bulan April 2015, tersangka Margriet Ch. Megawe telah menyuruh Saksi Agustay Handa May membuat lubang di belakang kandang ayam di pojok rumahnya. Sejak lubang itu dibuat sampai digunakan untuk mengubur mayat Engeline, lubang tersebut tidak pernah digunakan baik sebagai tempat sampah maupun tempat pembuangan kotoran ayam / air.

halaman belakang, tersangkamenyuruh mengambil bambu-bambu sisa dan meletakkannya di atas tanah, kemudian mengambil keranjang merah untuk kemudian diletakkan diatas bambu-bambu tadi. Kemudian tersangka mengambil makanan ayam dan melemparkannya diatas galian kuburan dengan berkata “biar tidak ketahuan kalau disini ada bekas galian.”

Setelah mayat

Berdasarkan hasil pemeriksaan TKP pada saat penemuan mayat korban bahwa setelah mayat korban diangkat dari lubang, di dalam lubang terdapat genangan air, padahal disekitar lubang tidak ditemukan sumber air maupun saluran pembuangan air.

Hal tersebut dikuatkan dengan hasil pemeriksaan TKP, keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Putu Kariani, Agustay Handa May, Frangky Alexander Maringka , Keterangan Ahli : Ir. Lukas Budi Santoso M.Si, Ngurah

Wijaya Putra S.Si, M.Si, dr. Dudut Rustyadi Sp.F dan Hasil pemeriksan surat- surat.

c. Mengakibatkan kematian

Unsur ini terpenuhi yaitu akibat penganiayaan yang dilakukan tersangka Margreit Ch. Megawe sehingga menyebabkan korban meninggal dunia kemudian mengubur di halaman belakang. Hal ini dikuatkan oleh keterangan saksi Agustay Handa May dan I Ketut Rayun; Keterangan Ahli : dr. Dudut Rustyadi Sp.F; Hasil pemeriksaan surat : VER UK. 01.15/ IV.E.19/ VER/ 281/ 2015 dari RSUP Sanglah Denpasar.

4. Melakukan kekerasan terhadap anak secara terus menerus sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 C Jo. 80 ayat 1 dan 3 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 55 KUHP.

Unsur yang terpenuhi :

a. Setiap orang

Sebagai subyek hukum adalah : Margriet Ch. Megawe; tempat tanggal lahir : Kalimantan Timur, 3 Maret 1955; Jenis kelamin : Perempuan; Agama : Kristen; Kewarganegaran : Indonesia; Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga; Alamat : Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur.

Hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Agustay Handa May.

b. Menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap anak secara terus menerus.

Sekitar bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015, tersangka Magriet Ch. Megawe sering melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap Sekitar bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015, tersangka Magriet Ch. Megawe sering melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap

Hal ini dilihat oleh Margriet Ch. Megawe namun tersangka hanya membiarkan saja Agustay Handa May melakukan kekerasan terhadap korban, padahal tersangka selaku ibu (ibu angkat) yang selama ini menjaga korban bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.

Unsur Anak terpenuhi yaitu korban adalah Engeline Margriet Megawe, anak berumur 8 tahun, yang lahir pada tanggal 19 Mei 2007. Berjenis kelamin perempuan

Hal ini dikuatkan dengan Keterangan Saksi : Ni Komang Juniati, Lorainne Soriton, Yuliet, Frangky Alexander Maringka, Susiani, Rahmat Handono, dan Agustay Handa May; Keterangan Ahli : dr. Ida Bagus Putu Alit Sp. F. DFM, Retno Indaryati, Erlinda M.Pd; Hasil pemeriksaan surat : VER UK. 01.15/ IV.E.19/ 281/ 2015 dari RSUP Sanglah.

c. Mengakibatkan mati

Akibat kekerasan fisik yang dilakukan oleh tersangka Margriet Ch. Megawe telah menyebabkan korban Engeline meninggal dunia.

Hal ini dikuatkan dengan Keterangan Saksi : Agustay Handa May, Iketut Rayun; Keterangan Ahli : dr. Dudut Rustyadi Sp.F, drg. Agung Wijaya Kusuma; Hasil pemeriksaan surat : VER UK. 01.15/ IV.E.19/ 281/ 2015 dari RSUP Sanglah.

5. Eksploitasi Ekonomi Anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 I Jo. Pasal 88 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Unsur yang terpenuhi :

a. Setiap Orang

Sebagai subyek hukum adalah : Margriet Ch. Megawe; tempat tanggal lahir : Kalimantan Timur, 3 Maret 1955; Jenis kelamin : Perempuan; Agama : Kristen; Kewarganegaran : Indonesia; Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga; Alamat : Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur.

Hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Agustay Handa May yang telah penulis uraikan pada pemeriksaan saksi dalam temuan penelitian.

b. Menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak

Unsur terpenuhi yaitu sejak tahun 2013, tersangka Margriet Ch. Megawe telah beternak ayam dan pada tahun 2014 jumlah ayam menjadi 200 ekor, disamping ayam, tersangka juga memelihara anjing 5 ekor dan kucing 17 ekor. Tersangka membebankan tanggung jawab memberi makan dan minum ayam kepada korban Engeline sejak yang bersangkutan Kelas 1 SD. Walaupun tersangka memiliki pembantu rumah tangga, tetapi korban Engeline tetap harus Unsur terpenuhi yaitu sejak tahun 2013, tersangka Margriet Ch. Megawe telah beternak ayam dan pada tahun 2014 jumlah ayam menjadi 200 ekor, disamping ayam, tersangka juga memelihara anjing 5 ekor dan kucing 17 ekor. Tersangka membebankan tanggung jawab memberi makan dan minum ayam kepada korban Engeline sejak yang bersangkutan Kelas 1 SD. Walaupun tersangka memiliki pembantu rumah tangga, tetapi korban Engeline tetap harus

Engeline setiap bangun pagi sudah disuruh untuk memberi makan ternak oelh tersangka, bukannya disuruh untuk makan terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan Engeline sejak Kelas 1 SD sampai sebelum dilaporkan hilang pada tanggal 16 Mei 2015.

Akibat melaksanakan pekerjaan memberi makan ayam,dari pagi hingga menjelang berangkat sekolah, dan sepulang dari sekolah juga melakukan pekerjaan yang sama, sehingga korban selaku anak, tidak mempunyai waktu bermain, belajar dan untuk mengurus dirinya sendiri bahkan tertidur di kelas karena kelelahan.

Bahwa Margriet Ch. Megawe memelihara ayam dengan tujuan untuk dijual guna menambah penghasilan keluarga. Hal tersebut dikuatkan dengan Keterangan Saksi : Susiani, Handono, Atik, Lorainne Soriton, Yuliet Christien, Frangky Alexander Mringka, Agustay Handa May, Yvonne Carolie Megawe, Juwari, I Putu Sukanaya, Putu Sri Wijayanti SE; Keterangan Ahli : dr. I Made Rustika M.Si, Erlinda M.Pd; Keterangan Tersangka : bahwa benar terangka memelihara ayam untuk dijual dan mendapat penghasilan dari penjualan ayam satu minggu sekitar Rp. 450.000 (empat ratus lima puluh ribu rupiah).

6. Perlakuan Salah dan Penelantaran terhadap Anak secara terus menerus sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 B Jo. 77 B UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Unsur yang terpenuhi :

a. Setiap orang

Sebagai subyek hukum adalah : Margriet Ch. Megawe; tempat tanggal lahir : Kalimantan Timur, 3 Maret 1955; Jenis kelamin : Perempuan; Agama : Kristen; Kewarganegaran : Indonesia; Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga; Alamat : Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur.

Hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Agustay Handa May.

b. Menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah.

Margriet Ch. Megawe mengangkat anak atas nama Engeline Margriet Megawe pada tanggal 24 Mei 2007 dari Ayah kandungnya yang bernama Achmad Rosyidi dan Ibu kandungnya yang bernama Hamidah sesuai dengan Surat Pengakuan Pengangkatan Anak Nomor 18 tangga 24 Mei 2007 yang dibuat di kantor Notaris Anneke Wibowo SH, yang beralamat di Jalan Teuku Umar 17D Denpasar, namun pengangkatan anak tersebut tidak ditindaklanjuti ke pengadilan untuk pengurusan Akta.

Korban Engeline masuk SD tidak menggunakan akta kelahiran dan keterangan dari tersangka Margriet Ch. Megawe yang menyatakan bahwa korban belum dibuatkan akta kelahiran dan sampai saat ini tersangka memang belum menindaklanjuti Surat Pengangkatan Anak ke Pengadilan Negeri Denpasar.

Data korban sesuai dengan formulir pengisian data di SD 12 Sanur Denpasar, dalam kolom agama tertulis beragama Kristen Protestan, namun Data korban sesuai dengan formulir pengisian data di SD 12 Sanur Denpasar, dalam kolom agama tertulis beragama Kristen Protestan, namun

Korban Engeline tidak mempunyai waktu untuk membersihkan dirinya sendiri, istirahat, belajar dan bersosialisasi dengan lingkungan. Bahwa rumah tersangka banyak ditemukan kotoran ayam, anjing dan kucing, serta dilingkungan rumah yang kotorserta bau, sehingga rumah tersebut tidak layak untuk ditempati oleh anak seusia Engeline.

Bahwa Tersangka tidak pernah mengingatkan korban untuk makan, sehingga badan korban kurus dan tersangka tidak pernah mengingatkan waktu sekolah, sehingga korban sering terlambat datang ke sekolah.

Hal ini didukung oleh keterangan saksi : Susiani, Rahmat Handono, Atik, Lorainne Soriton, Yuliet Christien, Frangky Alexander Maringka, Agustay Handa May, I ketut Ruta, Putu Sri Wijayanti, Arhana bin Juddah; Keterangan Ahli : dr. I Made Rustika M.Si, I Gede Heri Purnama ST, MT MIDEA, Dra. Retno Indrayati, Erlinda M.Pd, DR. Seto Mulyadi.

c. Penelantaran

Korban tidak tepenuhi kehidupannya secara wajar terkait dengan fisik yaitu kurus, kurang gizi, korban kotor baik pakaian maupun tubuh. Hal ini dikuatkan dengan Keterangan Saksi : I Wayan Sardula, I Ketut Ruta, Ni Komang Juniati, Putu Sri Wijayanti SE; Keterangan Ahli : dr. Ida Bagus Putu Alit Sp. F. DFM, DR. dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani SPA (K) yang telah penulis uraikan pada pemeriksaan saksi dalam temuan penelitian.

Korban tidak terpenuhi kebutuhannya secara mental. Korban hanya bergaul dengan orang tertentu (bergaul dengan binatang seperti anjing dan kucing) disebabkan karena Engeline dibatasi pergaulannya. Selain itu Korban Korban tidak terpenuhi kebutuhannya secara mental. Korban hanya bergaul dengan orang tertentu (bergaul dengan binatang seperti anjing dan kucing) disebabkan karena Engeline dibatasi pergaulannya. Selain itu Korban

Korban tidak terpenuhi kebutuhannya secara spritual yaitu semenjak diangkat menjadi anak oleh tersangka Margriet Ch. Megawe, tidak pernah dibaptis dan tidak pernah diajak beribadah ke gereja. Hal ini didukung keterangan saksi : Susiani, Rahmat Handono, I Ketut Ruta, Putu Sri Wijayanti, Arhanna bin Juddah; Keterangan Ahli : Dra. Retno Indrayati, dr. I Made Rustika M.Si yang telah penulis uraikan dalam temuan hasil penelitian.

Korban tidak terpenuhi kehidupannya secara sosial karena korban dibatasi untuk bermain dengan temannya / tetangga. Hal ini dikuatkan oleh Keterangan Saksi : Agustay Handa May, Putu Sri Wijayanti, Rahmat Handono; Keterangan Ahli : dr. I Made Rustika M.Si, Dra. Retno Indrayati, Erlinda M.Pd yang telah penulis uraikan pada pemeriksaan saksi dan ahli dalam temuan hasil penelitian.

7. Diskriminasi terhadap Anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 A Jo. Pasal 77 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Unsur yang terpenuhi :

a. Setiap orang

Sebagai subyek hukum adalah : Margriet Ch. Megawe; tempat tanggal lahir : Kalimantan Timur, 3 Maret 1955; Jenis kelamin : Perempuan; Agama : Kristen; Kewarganegaran : Indonesia; Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga; Alamat : Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur. Hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi : Rahmat Handono, Susiani, Agustay Handa May yang telah penulis uraikan pada pemeriksaan saksi dalam temuan penelitian.

b. Memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.

Margriet Ch. Megawe mengangkat anak atas nama Engeline Margriet Megawe pada tanggal 24 Mei 2007 dari Ayah kandungnya yang bernama Achmad Rosyidi dan Ibu kandungnya yang bernama Hamidah sesuai dengan Surat Pengakuan Pengangkatan Anak Nomor 18 tangga 24 Mei 2007 yang dibuat di kantor Notaris Anneke Wibowo SH, yang beralamat di Jalan Teuku Umar 17D Denpasar, namun pengangkatan anak tersebut tidak ditindaklanjuti ke pengadilan untuk pengurusan Akta.

Korban Engeline masuk SD tidak menggunakan akta kelahiran dan keterangan dari tersangka Margriet Ch. Megawe yang menyatakan bahwa korban belum dibuatkan akta kelahiran dan sampai saat ini tersangka memang belum menindaklanjuti Surat Pengangkatan Anak ke Pengadilan Negeri Denpasar. Sedangkan dua anak kandung Megriet Ch Megawe yaitu Christina Scarborough dan Yvonne Caroline Megawe dibuatkan akta kelahiran.

Bahwa perbuatan tersangka Margriet Ch. Megawe yang melakukan pengangkatan Engeline sebagai anak, memiliki kewajiban untuk mengurus akta Bahwa perbuatan tersangka Margriet Ch. Megawe yang melakukan pengangkatan Engeline sebagai anak, memiliki kewajiban untuk mengurus akta

Ayat (1) :”Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.” Ayat (2)

:”Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Akta Kelahiran.” Ayat (3)

:”Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.”

Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Margriet Ch. Megawe sampai akhirnya korban ditemukan meninggal dunia. Dan pada saat di sekolah di TK, tersangka mengaku sebagai Ibu Angkat, namun ketika menyekolahkan di SD, tersangka mengaku sebagai Ibu Kandung pada saat pendaftaran sekolah. Perbuatan yang telah dilakukan tersangka mengakibatkan korban mengalami kerugian baik materiil maupun moril, sehingga menghambat fungsi sosial, karena identitasnya tidak jelas.

Margriet tinggal di jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur hanya mendaftarkan diri sebagai penduduk sementara pada Kepala Lingkungan, hal ini sesuai dengan identitas kependudukan sementara atau KIPEM yang dimiliki oleh tersangka. Namun lain halnya dengan korban Engeline, walaupun telah diangkat dengan Surat Pengakuan Pengangkatan Anak Nomor 18 tanggal 24 Mei 2007, Engeline tidak dilaporkan keberadaaannya pada rumah tersebut melalui Kepala Lingkungan hingga saat ditemukan Meninggal dunia.

Margriet memperlakukan Engeline berbeda dari saudara-saudaranya yaitu Christina Scarborough dan Yvonne Caroline Megawe. Dimana Engeline Margriet memperlakukan Engeline berbeda dari saudara-saudaranya yaitu Christina Scarborough dan Yvonne Caroline Megawe. Dimana Engeline

Hal ini didukung oleh Keterangan Saksi : I Ketut Ruta, Putu Sri Wijayanti, Rahmat Handono, Christina Scarborough; Keterangan Ahli : Dra. Retno Indrayati, dr. I Made Rustika M.Si, DR. Seto Mulyadi, Erlinda M.Pd, Drs. Ida Bagus Pancima; dan Keterangan Tersangka yang menjelaskan bahwa tersangka memang benar tidak mengurus akta kelahiran dengan alasan sibuk, kemudian tersangka tidak pernah membawa Engeline untuk mengikuti kegiatan di gereja serta tidak pernah dibaptis karena tersangka sibuk. Kemudian dikuatkan juga dengan Barang Bukti : 1 (satu) Buku laporan Hasil Pencapaian Kompetensi SD Negeri 12 Sanur milik Engeline, 1 (satu) Lembar Formulir Pendaftaran murid baru SD Negeri 12 Sanur tahun ajaran 2013/2014 atas nama Engeline, 1 (satu) Lembar Formulir Pendaftaran Playgroup Tri Ratna Permata Bumi yang ditandatangani Margriet Ch. Megawe, 1 (satu) Lembar Kartu Pembayaran SPP Playgroup Tri Ratna Permata Bumi atas nama Engeline Margriet Megawe.

4.3 Uraian Proses Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak yang Menyebabkan Kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

Dalam menguraikan proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali, penyidik menggunakan langkah-langkah penyidikan seperti yang tercantum dalam Pasal 15 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 Dalam menguraikan proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali, penyidik menggunakan langkah-langkah penyidikan seperti yang tercantum dalam Pasal 15 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012

1. Penyelidikan.

2. Pengiriman SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan).

3. Upaya Paksa.

4. Pemeriksaan.

5. Gelar Perkara.

6. Penyelesaian Berkas Perkara.

7. Penyerahan Berkas Perkara ke Penuntut Umum.

8. Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti.

9. Penghentian Penyidikan. Penulis akan menguraikan secara menyeluruh kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali dan Jajarannya dalam menemukan titik terang peristiwa kematian Engeline.

4.3.1 Penyelidikan Laporan Anak Hilang

Penulis melakukan wawancara dengan Kanit Buser Satreskrim Polresta Denpasar, Iptu Sulhadi. Sulhadi mengatakan bahwa Proses penyelidikan terhadap kasus Engeline ini dilakukan oleh anggota

Kepolisian Sektor Denpasar Timur yang dibantu oleh anggota Buser Resta Denpasar. Sebagai bentuk respon terhadap Laporan Polisi No : LP/ 140/ V/ 2015/ BALI/ RESTA/ SEK DENTIM tanggal 16 Mei 2015 tentang anak yang meninggalkan rumah tanpa pesan yang dilaporkan oleh Margriet Ch. Megawe (Wawancara, 10 Desember 2015)

Pada saat itu Sulhadi ikut dan berperan sebagai Kepala Tim Penyelidikan terhadap laporan orang hilang. Pada tanggal 10 Juni 2015, Engeline ditemukan telah meninggal dunia terkubur di halaman belakang rumah Margriet Ch. Megawe. Engeline ditemukan di rumah jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar

Sulhadi manambahkan dalam keterangannya bahwa, jenazah Engeline yang ditemukan terkubur, dinilai penyidik Satreskrim Polresta Denpasar patut diduga sebagai korban kejahatan, sehingga pada saat itulah, Kapolresta Denpasar, Kombes Pol. Anak Agung Made Sudana SH, S.IK meningkatkan status peristiwa Engeline menjadi Proses Penyidikan. Hal ini dikuatkan dengan adanya hasil olah Tempat Kejadian Perkara dan fakta-fakta yang diperoleh penyidik dalam pemeriksaan terhadap para saksi dalam Berkas Perkara No : BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum. Berikut ini akan penulis uraikan hasil Penanganan Tempat Kejadian Perkara :

1. Tindakan Pertama pada Tempat Kejadian Perkara Pada tanggal 10 Juni 2015, sekitar pukul 12.15 WITA telah ditemukan Jenazah di jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur. Jenazah tersebut diduga adalah jenazah korban Engeline yang dilaporkan meninggalkan rumah tanpa pesan sejak tanggal 16 Mei 2015. Jenazah ditemukan di lubang belakang kandang ayam pojok sebelah timur TKP. Pada saat ditemukan, jenazah terbungkus kain sprei berwarna putih. Petugas langsung menutup dan mengamankan TKP

Petugas Identifikasi Polresta Denpasar Ida Bagus Tirta telah membuat sketsa TKP dan telah dibuat Berita Acara Pemeriksaan TKP oleh Aiptu Rahmat Eko Lesmono. Petugas kemudian mengamankan saksi-saksi yang berada di TKP yaitu Susiana, Rahmat Handono, Putu Kariani, dan I Dewa Ketut Raka.

2. Pengolahan Tempat Kejadian Perkara Petugas juga mengamankan hal-hal yang ditemukan di TKP. Pada kubangan di halaman belakang rumah samping kandang ayam ditemukan 2. Pengolahan Tempat Kejadian Perkara Petugas juga mengamankan hal-hal yang ditemukan di TKP. Pada kubangan di halaman belakang rumah samping kandang ayam ditemukan

Pada kubangan setelah bungkusan jenazah diangkat dari tempat kuburan tersebut, ditemukan genangan air pada lubang kubangan tempat korban ditemukan. Korban adalah seorang perempuan, yang pada lehernya terdapat lilitan tali plastik warna cokelat dan biru. Jenazah tersebut diduga Engeline dengan kondisi membusuk setelah kain pembungkusnya dibuka.

Tali plastik berwarna biru juga ditemukan di sebelah timur pintu geser kamar Margriet Ch. Megawe. Tali plastik warna cokelat ditemukan di barat bangunan dekat mobil kijang warna biru. Petugas juga menemukan sandal jepit warna putih tali orange yang ditemukan di depan kamar mandi sebelah mesin cuci samping tumpukan kayu, di belakang lemari di dalam kamar Margriet Ch. Megawe. Selain itu petugas juga melakukan pemotretan terhadap Jenazah.

3. Pemeriksaan TKP secara Kriminalistik oleh Puslabfor Cabang Denpasar Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP No. Lab : 433A/ KBF/ 2015 tanggal 10 Juni 2015 menerangkan bahwa : Mayat korban Engeline ditemukan dalam keadaan terkubur di lubang galian tanah yang berada di halaman belakang dekat kandang ayam dan dikelilingi pohon pisang. Terletak 2 (dua) meter dari tembok sisi selatan, 4

(empat) meter dari tembok sisi timur dan 9.85 (sembilan koma delapan puluh lima) meter dari bangunan rumah utama yang terdekat.

Lubang terdiri dari dua bagian yaitu lubang besar yang berukuran panjang 1,8 (satu koma delapan) meter dan lebar 0.9 (nol koma sembilan) meter dan didalamnya ada lubang kecil disisi barat berukuran diameter 75 (tujuh puluh lima) centimeter dan dalam keadaan basah berair, sedangkan bagian lubang yanglain dalam keadaan tidak basah dan tidak berair. Selain itu didalam lubang terdapat 4 (empat) bilah bambu dengan ukuran 50 (lima puluh) centimeter.

Pada lubang galian tanah tidak ditemukan saluran pipa air atau got buangan limbah rumah tangga. Pada lubang galian tanah tersebut tidak ditemukan sumber mata air yang berasal dari dalam tanah.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP No. Lab : 433B/ KBF/ 2015 tanggal 11 Juni 2015 menerangkan bahwa Lubang galian tanah tempat korban ditemukan, dalam keadaan basah sedikit berair, hal ini berbeda dengan keadaan bagian lubang yang lain dan pinggiran lubang dalam keadaan tidak berair dan kering. Pada barang bukti baju daster yang dipakai oleh korban, benar terdapat noda darah.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP No. Lab : 433C/ KBF/ 2015 tanggal 12 Juni 2015 menerangkan bahwa lubang galian tanah tempat korban ditemukan, dalam keadaan kering demikian juga keadaan bagian lubang yang lain dan pinggiran lubang dalam keadaan tidak berair dan kering.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP No. Lab : 433D/ KBF/ 2015 tanggal 15 Juni 2015 menerangkan bahwa Barang

Bukti tali warna merah (secara kasat mata cokelat) dan biru yang ditemukan di TKP adalah benar memiliki kesamaan warna, diameter dan bentuk pintalan dengan tali yang terdapat pada leher korban. Pada salah satu ujung tali warna merah terdapat kesamaan bekas potongan yaitu berserabut, Sedangkan pada salah satu ujung tali warna biru terdapat kesamaan bekas potongan yaitu bekas dibakar dengan tali yang terdapat pada leher korban.

Lubang galian tanah tempat korban ditemukan, dalam keadaan kering, demikian juga dengan keadaan bagian lubang yang lain dann pinggiran lubang dalam keadaan tidak berair dan kering.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Tekis Kriminalistik TKP No. Lab : 433E/ KBF/ 2015 tanggal 16 Juni 2015 menerangkan bahwa : Lubang galian tanah tempat korban ditemukan, dalam keadaan kering demikian juga dengan keadaan bagian lubang yang lain dan pinggiran lubang dalam keadaan tidak berair dan kering.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Tekis Kriminalistik TKP No. Lab : 433F/ KBF/ 2015 tanggal 20 Juni 2015 menerangkan bahwa : Lubang galian tanah tempat korban ditemukan, dalam keadaan kering demikian juga dengan keadaan bagian lubang yang lain dan pinggiran lubang dalam keadaan tidak berair dan kering.

4. Prosedur Penanganan Awal Beberapa temuan penelitian terkait pengolahan Tempat Kejadian Perkara diatas didapat dari sumber data Berkas Perkara No: BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM. Penulis menyajikan hasil teknis penyelidikan diatas untuk menggambarkan secara menyeluruh proses penyelidikan kematian Engeline. Untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam, penulis juga 4. Prosedur Penanganan Awal Beberapa temuan penelitian terkait pengolahan Tempat Kejadian Perkara diatas didapat dari sumber data Berkas Perkara No: BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM. Penulis menyajikan hasil teknis penyelidikan diatas untuk menggambarkan secara menyeluruh proses penyelidikan kematian Engeline. Untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam, penulis juga

Menurut salah satu tokoh sosial masyarakat di Bali, Siti Sapurah mengatakan sebagai berikut : Proses pencarian Engeline yang dilaporkan hilang ke Polsek Dentim

(Denpasar Timur) tidak ditindaklanjuti serius oleh petugas. Petugas tidak curiga sama sekali pada Margriet sebagai pelapor, harusnya ketika dilaporkan hilang oleh Margriet, petugas melakukan upaya pencarian awal di tempat tinggal Engeline, bukannya malah mencari ke tempat lain. Petugas itu ngomong ke saya kalau dirinya tidak curiga ke Margriet karena sebagai Pelapor, ini sebabnya Engeline cukup lama ditemukan. (Wawancara, 11 Desember 2015).

Dari keterangan Siti Sapurah dapat diketahui bahwa penanganan awal terhadap Laporan Orang Hilang tidak direspon dengan baik. Hal ini dikuatkan dengan lamanya Engeline ditemukan yaitu 26 Hari sejak dilaporkan hilang. Menurut pakar scientific investigation, Putut Widodo menjelaskan bagaimana prosedur penyelidikan orang hilang sebagai berikut :

Harusnya polisi bisa lebih sigap dan profesional menerima Laporan Orang Hilang tersebut. Polisi harus memiliki rasa curiga yang tinggi dan insting yang peka terhadap setiap Laporan masyarakat yang masuk. Dalam kasus orang hilang, analisis pertama yang menjadi dasar upaya penyelidikan adalah memperoleh identitas, latar belakang, perilaku keseharian, dan lingkungan tempat tinggal. Jadi pencarian awal harusnya dimulai dari pendalaman terhadap orang- orang terdekatnya yaitu orang tua. Namun polisi juga ada kemungkinan menemui hambatan ketika melakukan upaya tadi, contohnya ketika melakukan pendalaman pada rumah orang tua Engeline, polisi tidak diperbolehkan masuk, atau tidak pernah ada di rumah dsb. Ketika hal itu terjadi maka harusnya kecurigaan polisi semakin tinggi, Apa sebenarnya yang terjadi pada rumah itu?

Selain itu penulis juga menemukan informasi yang menjelaskan bagaimana petugas kesulitan melakukan pencarian di lingkungan rumah Margriet. Salah satu petugas Polresta Denpasar, Putu Sukanaya bahkan harus Selain itu penulis juga menemukan informasi yang menjelaskan bagaimana petugas kesulitan melakukan pencarian di lingkungan rumah Margriet. Salah satu petugas Polresta Denpasar, Putu Sukanaya bahkan harus

Saya melakukan penyamaran ke rumah Margriet dengan pura-pura mau membeli ayam dan ternyata saya berhasil masuk. Pada waktu itu Agus membuka pintu pagar dan mempersilahkan saya masuk, kemudian diajak untuk bertemu Margriet untuk membicarakan ayam. Saya bertahan selama 2 jam di lingkungan rumah dan tidak menemukan apapun. Selama ini belum ada petugas yang bisa masuk ke dalam rumah karena selalu diusir oleh pemilik rumah, sehingga saya penasaran (Liputan 6, 2015 : URL).

Dari penjelasan tersebut menunjukkan penanganan awal yang salah karena tidak dilakukan upaya pencarian di lingkungan terdekat Engeline, sehingga menjadi salah satu indikasi penyebab pencarian yang memakan waktu cukup lama yaitu 26 Hari hingga Engeline ditemukan pada tanggal 10 Juni 2015 di rumah Margriet.

4.3.2 Pengiriman Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)

Sebagaimana terlampir dalam Berkas Perkara No: BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi yang memberikan informasi bahwa Penyidikan tindak pidana telah dimulai. SPDP dengan No : B/ 195/ VI/ 2015/ Ditreskrimum berisi bahwa pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2015 penyidikan tindak pidana menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran dan atau melakukan kekerasan psikis dan atau penelantarann dalam lingkup rumah tangga, telah dimulai.

Laporan Polisi No : LP/ 260/ VI/ 2015/ BALI/ SPKT tentang terjadinya tindak pidana perlakuan salah dan penelantaran terhadap anak, dengan pelapor Ni Nyoman Masni, SH menjadi dasar dikeluarkannya SPDP dengan Laporan Polisi No : LP/ 260/ VI/ 2015/ BALI/ SPKT tentang terjadinya tindak pidana perlakuan salah dan penelantaran terhadap anak, dengan pelapor Ni Nyoman Masni, SH menjadi dasar dikeluarkannya SPDP dengan

4.3.3 Upaya Paksa

Tahapan Upaya Paksa merupakan serangkaian kegiatan penyidik yang meliputi : Pemanggilan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan, dan Pemeriksan Surat. Berdasarkan Berkas Perkara No. BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM, rangkaian proses penyidikan pada tahap Upaya Paksa meliputi :

1. Pemanggilan Penyidik Ditreskrimum Polda Bali melakukan upaya paksa berupa pemanggilan kepada para saksi dan para ahli untuk kemudian diambil keterangannya dalam rangka membuat terang suatu peristiwa yang diduga tindak pidana dengan terduga pelaku Margriet Ch. Megawe. Adapun Proses pemanggilan saksi sesuai dengan Berkas Perkara No. BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum dengan Terduga pelaku Margriet Ch. Megawe adalah sebanyak 42 orang saksi. Selain itu, penyidik juga melakukan proses pemanggilan ahli sesuai dengan Berkas Perkara No. BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum adalah sebanyak 14 orang Ahli.

2. Penangkapan Pada tahap penangkapan, penyidik Ditreskrimum Polda Bali mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan No : SP.KAP/ 74/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015 terhadap Margriet Ch. Megawe karena diduga telah melakukan tindak pidana. Surat Penangkapan ini dikeluarkan berdasarkan Laporan Polisi No. : LP/ 260/ Vi/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 12 Juni 2015 2. Penangkapan Pada tahap penangkapan, penyidik Ditreskrimum Polda Bali mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan No : SP.KAP/ 74/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015 terhadap Margriet Ch. Megawe karena diduga telah melakukan tindak pidana. Surat Penangkapan ini dikeluarkan berdasarkan Laporan Polisi No. : LP/ 260/ Vi/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 12 Juni 2015

3. Penahanan Penyidik Ditreskrimum Polda bali mengeluarkan Surat Perintah Penahanan No: SP. HAN/ 49/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015 dan Berita Acara Penahanan tanggal 14 Juni 2015 tentang penahanan terduga pelaku Margriet Ch. Megawe. Margriet ditahan di Rutan (Rumah Tahanan) Polda Bali selama 40 Hari sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penahanan. Dalam proses pemeriksaan terhadap kematian Engeline, Penyidik Ditreskrimum Polda Bali mengajukan permintaan perpanjangan penahanan terhadap terduga pelaku Margriet Ch. Megawe kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, melalui surat B/ 4964/ VI/ 2015.

Kompol Yohana Agustina Pandhi SH menjelaskan alasan permintaan perpanjangan penahanan sebagai berikut Adapun alasan penyidik mengajukan permohonan perpanjangan

penahanan adalah karena penyidikan perkara belum selesai karena penyidik masih membutuhkan keterangan dari beberapa ahli tambahan. (Wawancara tanggal 3 Desember 2015).

4. Penggeledahan Dengan Surat Penggeledahan Nomor SP. GELEDAH/ 03/ VI/ 2015/ DITRESKRIMUM tanggal 14 Juni 2015, penyidik Ditreskrimum Polda Bali melakukan penggeledahan rumah di jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur dan dibuatkan Berita Acara Penggeledahan tanggal 23 Juni 2015. Penyidik dari Satuan Kerja Polresta Denpasar telah melakukan Penggeledahan berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Nomor : SPRIN DAH/ 11/ VI/ 2015/ RESKRIM Tanggal 10 Juni 2015, terhadap TKP

Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur. Untuk selanjutnya dibuatkan Berita Acara Penggeledahan. Hasil Penggeledahan adalah sebagai berikut :

a. Pada TKP Jl. Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur, pada kubangan di halaman belakang rumah samping kandang ayam dekat pohon pisang, ditemukan terkubur bungkusan mayat jenis kelamin perempuan dengan barang berupa : 1 Sprei warna putih, 1 Kain korden warna merah motif batik, 1 Daster anak tanpa lengan, 1 Boneka Barbie, 1 Baju Kaos warna hitam bertuliskan “Bring Your Life”, Tali Plastik warna cokelat bersambung biru, 1 Celana dalam anak warna orange, 1 Celana Jeans pendek warna biru dengan ikat pinggang kain motif kotak-kotak, 1 Keranjang plastik warna merah, 4 potongan bambu dan sampah, dan 1 cangkul kecil gagang kayu.

b. Pada lokasi penggeledahan kamar kos Agustay Handa May (tersangka pada berkas perkara lain) di jalan Ceningan Sari Gg. Cempaka No. 25 Denpasar ditemukan : 1 palu besi yang tangkainya terbuat dari kayu, 1 baju kaos bernomor 13 warna biru putih cokelat motif bergaris, 1 baju kaos warna biru muda berlambang F, 1 celana jeans pendek warna biru,

1 celana jeans pendek warna hitam. Berdasarkan surat perintah penggeledahan No. SPRIN DAH/ 14/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 14 Juni 2015 oleh penyidik Polresta Denpasar, telah dilakukan penggeledahan terhadap TKP Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur selanjutnya dibuatkan Berita Acara Penggeledahan. Hasil Penggeledahan tersebut ditemukan : 2 buah anak kunci lemari yang terletak di atas lemari di kamar Agustay Handa May.

Berdasarkan surat perintah penggeledahan No : SPRIN DAH/ 15/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 15 Juni 2015 telah dilakukan penggeledahan terhadap TKP Jl. Sedap Malam No. 26 Denpasar selanjutnya dibuatkan Berita Acara Penggeledahan. Hasil penggeledahan adalah : Di kamar kosong nomor 2 ditemukan sebilah pisau dengan gagang kayu, Di sebelah timur pintu geser kamar Margriet Ch. Megawe disamping bawah lemari ditemukan gulungan tali plastik warna biru, Di sebelah barat bangunan dekat dengan mobil kijang warna biru ditemukan tali plastik warna cokelat.

Berdasarkan surat perintah penggeledahan No. SPRIN DAH/ 16/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 20 Juni 2015 telah dilakukan penggeledahan terhadap TKP Jl. Sedap Malam No. 26 Denpasar selanjutnya dibuatkan Berita Acara Penggeledahan. Hasil Penggeledahan adalah sebagai berikut : Di belakang lemari arah menuju kamar mandi dalam kamar Margriet Ch. Megawe ditemukan 1 alat pel warna hijau, Di dapur depan freezer ditemukan 1 alat pel warna ungu, Di depan pintu gudang dapur sebelah kamar Margriet Ch. Megawe ditemukan alat pel warna biru, Di depan kamar mandi dapur sebelah barat kamar Magriet Ch. Megawe ditemukan 1 Alat pel warna hitam.

Berdasarkan surat perintah penggeledahan No. SPRIN DAH/ 17/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 24 Juni 2015 telah dilakukan penggeledahan terhadap TKP Jl. Sedap Malam No. 26 Denpasar selanjutnya dibuatkan Berita Acara Penggeledahan. Hasil Penggeledahan adalah sebagai berikut : Di halaman rumah belakang dekat kandang ayam sebelah pohon pisang ditemukan 1 Cangkul kecil gagang kayu.

Berdasarkan surat perintah penggeledahan No. SPRIN DAH/ 18/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 29 Juni 2015 telah dilakukan penggeledahan terhadap TKP Jl. Sedap Malam No. 26 Denpasar selanjutnya dibuatkan Berita Acara Penggeledahan. Hasil Penggeledahan adalah sebagai berikut : diatas kursi dekat mobil Daihatsu Hi-Line BM 1212 AY ditemukan 1 bilah parang yang ujungnya bengkok bergagang kayu.

Berdasarkan surat perintah penggeledahan No. SPRIN DAH/ 22/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 1 Juli 2015 telah dilakukan penggeledahan terhadap TKP Jl. Sedap Malam No. 26 Denpasar selanjutnya dibuatkan Berita Acara Penggeledahan. Hasil Penggeledahan adalah sebagai berikut : Di halaman belakang rumah dekat kandang ayam sebelah pohon pisang ditemukan 1 buah keranjang warna merah.

5. Penyitaan Pada tahap penyitaan barang bukti, penyidik Ditreskrimum Polda Bali mengeluarkan surat perintah penyitaan yang kemudian dicantumkan dalam berkas perkara. Disamping itu, penulis juga menemukan surat perintah penyitaan yang tercantum dalam berkas perkara lain yaitu Agustay Handa May, yang selanjutnya akan penulis jabarkan dalam penelitian ini untuk memberi gambaran menyeluruh terhadap proses penyitaan yang terjadi dalam kasus kematian Engeline. Surat Perintah Penyitaan Nomor : SP. SITA/188/ VI/ 2015/ DITRESKRIMUM tanggal 15 Juni 2015 telah dilakukan penyitaan barang berupa :

a. 1 (satu) buah buku Laporan Hasil Pencapaian Kompetensi Peserta Didik Sekolah Dasar Negeri 12 Sanur atas nama Engeline Margriet Megawe.

b. 1 (satu) lembar formulir Surat Pendaftaran murid baru SD Negeri 12 Sanur tahun ajaran 2013/2014 atas nama Engeline Margriet Megawe, yang ditanda tangani oleh Kepala Sekolah SD Negeri 12 Sanur, Ketut Ruta S.Pd.

c. 1 (satu) lembar forulir pendaftaran Playgroup Tri Ratna Permata Bumi yang ditandatangani oleh Margriet Ch. Megawe tanggal 12 Mei 2012.

d. 1 (satu) lembar kartu pembayaran SPP Playgroup Tri Ratna Permata Bumi atas nama Engeline Margriet Megawe.

e. 1 (satu) lembar foto copy KTP atas nama Margriet Ch. Megawe yang dilegalisir.

f. 1 (satu) lembar pas foto berwarna ukuran 2x3 atas nama Margriet Ch. Megawe.

g. 1 (satu) lembar foto copy register permohonan KIPEM (Kartu Identitas Penduduk Musiman/Sementara) kelurahan Kebon Kori atas nama pemohon Margriet Ch. Megawe yang dlegalisir.

Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SP. SITA/ 202/ VI/ 2015/ DITRESKRIMUM tanggal 23 Juni 2015 telah dilakukan penyitaan barang berupa :

a. 1 (satu) baju kemeja sekolah warna putih.

b. 1 (satu) baju kemeja sekolah warna biru.

c. 1 (satu) baju kemeja sekolah warna hijau muda.

d. 1 (satu) rok sekolah warna merah muda.

e. 1 (satu) rok sekolah warna biru dongker.

f. 1 (satu) topi sekolah warna biru dongker.

g. 1 (satu) dasi sekolah warna merah.

h. 1 (satu) tas sekolah warna pink. Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SP. SITA/ 214/ VI/ 2015/ DITRESKRIMUM tanggal 26 Juni 2015 telah dilakukan penyitaan barang berupa :

a. 1 (satu) buah ember warna merah tanpa pegangan dengan ukuran diameter 35 cm dan tinggi 30 cm yang digunakan Engeline untuk mengangkut dan memberi makan ayam.

b. 1 (satu) buah ember berwarna pink dengan pengangan bergambar animasi yang bertuliskan powerfour, dengan ukuran diameter 35 cm dan tinggi 32 cm yang digunakann untuk mencampur air dengan vitamin yang kemudian dibagikan pada botol-botol tempat minum ayam.

c. 1 (satu) buah ember warna hijau dengan pegangan dan diameter 28 cm dan tinggi 24 cm yang digunakan oleh Engeline untuk mengangkut makanan ayam dan memberi makan ayam.

d. 1 (satu) buah ember warna orange ada pegangan , dengan ukuran diameter 30 cm dan tinggi 27,5 cm yang digunakan Engeline untuk mengangkut makanan ayam dan memberi makan ayam.

e. 1 (satu) buah gayung warna biru ada pegangan dengan ukuran diameter

14 cm dan tinggi 13 cm yang digunakan korban Engeline untuk mengambil makanan ayam dari karung ke ember, kemudian untuk mengambil makanan ayam dari ember ke kandang.

f. 1 (satu) bilah bambu yang digunakan Margriet Ch. Megawe untuk memukul Engeline. Bambu tersebut berukuran panjang 97,5 cm.

g. 1 (satu) potong kayu dengan ukuran 2 cm x 3 cm yang digunakan untuk memukul Engeline.

Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SPRIN. SITA/ 176/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 11 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Penyidik Polresta Denpasar dan tercantum dalam Berkas Perkara lain dengan terduga pelaku Agustay Handa May, telah dilakukan penyitaan barang berupa :

a. 1 (satu) sprei warna putih ukuran 120 cm x 200 cm.

b. 1 (satu) daster anak tanpa kerah warna putih motif bola-bola biru.

c. 1 (satu) boneka Barbie.

d. 1 (satu) baju kaos warna hitam bertuliskan “Bring Your Life”.

e. 1 (satu) celana jeans pendek warna biru dengan ikat pinggang motif kotak-kotak.

f. 1 (satu) tali plastik warna cokelat disambung tali plastik warna biru.

g. 1 (satu) celana dalam anak warna orange.

h. 1 (satu) kain korden warna merah motif batik.

i. 1 (satu) cangkul bergagang kayu. j. 4 (empat) potongan bambu. k. Sampel sampah l. 1 (satu) baju kaos warna putih merah dan biru bertuliskan nomor “13”. m. 5 (lima) lembar kertas buku gambar kecil berisi gambar. n. 1 (satu) celana jeans pendek warna hitam. o. 1 (satu) celana jeans pendek warna biru.

Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SPRIN. SITA/ 185/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 12 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Penyidik Polresta Denpasar dan tercantum dalam Berkas Perkara lain dengan Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SPRIN. SITA/ 185/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 12 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Penyidik Polresta Denpasar dan tercantum dalam Berkas Perkara lain dengan

a. 1 (satu) HP Blackberry GSM 9300 Curve warna hitam silver.

b. 1 (satu) HP Nokia GSM RM 969 warna hitam.

c. 1 (satu) HP Nokia GSM 5000d-2 RM 362 warna hitam. Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SPRIN. SITA/ 201/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 15 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Penyidik Polresta Denpasar dan tercantum dalam Berkas Perkara lain dengan terduga pelaku Agustay Handa May, telah dilakukan penyitaan barang berupa :

a. 1 (pisau) dengan gagang kayu yang dilapisi lakban warna hitam.

b. 1 (satu) tali plastik warna cokelat.

c. 1 (satu) tali plastik warna biru.

d. 1 (satu) pasang sandal dengan tali warna orange. Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SPRIN. SITA/ 204/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 23 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Penyidik Polresta Denpasar dan tercantum dalam Berkas Perkara lain dengan terduga pelaku Agustay Handa May, telah dilakukan penyitaan barang berupa :

a. 1 (satu) pasang sandal sponge japit warna kuning-orange bertuliskan “fashion”.

b. 1 (satu) pasang sandal sponge model shop warna putih bertuliskan “Hubol”. Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SPRIN. SITA/ 205/ VI/

2015/ RESKRIM tanggal 1 Juli 2015 yang dikeluarkan oleh Penyidik

Polresta Denpasar dan tercantum dalam Berkas Perkara lain dengan terduga pelaku Agustay Handa May, telah dilakukan penyitaan barang berupa : 1 (satu) buah keranjang plastik warna merah dalam kondisi pecah.

Kemudian, dengan Surat Perintah Penyitaan Nomor : SPRIN. SITA/ 206/ VI/ 2015/ RESKRIM tanggal 4 Juli 2015 yang dikeluarkan oleh Penyidik Polresta Denpasar dan tercantum dalam Berkas Perkara lain dengan terduga pelaku Agustay Handa May, telah dilakukan penyitaan barang berupa : 1 (satu) HP Nokia warna putih model 3120-1C type RM 364.

6. Pemeriksaan Surat Pada tahap pemeriksaan surat, pemyidik melakukan beberapa pemeriksaan terhadap hasil penyidikan secara ilmiah (scientific investigation). Bukti berupa surat yang diteliti oleh penyidik berupa :

a. Hasil pemeriksaan Polygraph (lie detector) dengan subyek Agustay Handa May.

Pemeriksaan yang dilakukan adalah Silent Stimulation Test (SST) kepada subjek diberikan susunan pertanyaan jenis Modified General Question Test (MGQT) berupa 10 rangkaian pertanyaan yang terdiri dari

3 pertanyaan relevan, 2 pertanyaan control, 4 pertanyaan irrelevant dan

1 pertanyaan stimulus. Pada tes ini subjek tidak perlu menjawab. Tes berikutnya adalah Verbal Answer Test (VAT) kepada subjek diberikan susunan pertanyaan jenis Modified General Question Test (MGQT) berupa 10 rangkaian pertanyaan yang terdiri dari 3 pertanyaan relevan, 2 pertanyaan control, 4 pertanyaan irrelevant dan 1 pertanyaan stimulus. Pada tes ini subjek menjawab setiap pertanyaan dengan YA atau TIDAK.

Selanjutnya dilakukan Mix Question Tes (MQT) kepada subjek diberikan susunan pertanyaan jenis Modified General Question Test (MGQT) berupa 10 rangkaian pertanyaan dengan urutan pertanyaan yang diubah, subjek menjawab setiap pertanyaan dengan jawaban YA atau TIDAK.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, diperoleh kesimpulan bahwa subjek Agus dalam menjawab pertanyaan relevan “kasus pembunuhan Engeline, apakah kamu membunuh Engeline?” kemudian subjek Agus menjawab “TIDAK”, kemudian hal tersebut menunjukkan bahwa subjek Agus terindikasi “TIDAK BERBOHONG” (No deception indicated).

b. Hasil Visum Et Reportum dengan Nomor : VER UK. 01.15/ IV.E.19/ VER/ 281/ 2015 tanggal 9 Juli 2015 dari RSUP Sanglah Denpasar.

Dari pemeriksaan diketahui pada jenazah perempuan berumur sekitar delapan tahun, sudah dalam keadaan membusuk. Pada tubuhnya ditemukan luka-luka dan pendarahan dalam otak yang disebabkan kekerasan tumpul. Kemudian ditemukan juga luka bakar pada punggung kanan yang disebakan disulut rokok. Hasil berikutnya adalah diketahuinya sebab kematian korban Engeline yaitu kekerasan tumpul pada kepala yang menimbulkan pendarahan dalam otak.

c. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Gigi dan Mulut atas jenazah tanggal 11 Juni 2015.

Dari hasil pemeriksaan Gigi dan Mulut terhadap jenazah Engeline, dapat diketahui bahwa terdapat kehilangan gigi yaitu 2 gigi permanen depan atas, 5 gigi sulung depan atas, patah tulang rahang atas kanan yang dikelilingi resapan darah ukuran 3 cm x 2 cm. Terdapat lubang Dari hasil pemeriksaan Gigi dan Mulut terhadap jenazah Engeline, dapat diketahui bahwa terdapat kehilangan gigi yaitu 2 gigi permanen depan atas, 5 gigi sulung depan atas, patah tulang rahang atas kanan yang dikelilingi resapan darah ukuran 3 cm x 2 cm. Terdapat lubang

Lepasnya 7 gigi rahang atas diduga kekerasan tumpul dari arah depan. Terdapat memar pada selaput lendir bibir bagian atas yang melintang terhadap garis pertengahan dengan ukuran 3 cm x 2 cm. kemudian dilihat dari lokasi memar pada bibir dan rahang atas pada lokasi yang sama menunjukkan adanya kekerasan tumpul dari arah depan.

Sehingga dapat disimpulkan hilangnya gigi dan patah tulang rahang atas disebabkan adanya benturan pada mulut korban dari arah depan dengan benda tumpul. Kemudian terjadinya luka-luka sehubungan dengan waktu kematian korban tidak dapat ditentukan sehingga luka-luka terseut bisa saja terjadi pada saat kematian atau beberapa saat sebelum kematian.

d. Hasil Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab : 438/ KBF/ 2015 tanggal 26 Juni 2015.

Hasil pemeriksaan profil DNA yang merupakan barang bukti yang ditemukan pada saat dilakukan Olah TKP oleh penyidik dapat disimpulkan sebagai berikut :

Swab pada lantai dapur, swab pada kulkas dapur, tisue di lantai kamar Margriet Ch. Megawe (BB 1 sampai dengan BB 3), spon pel warna biru, warna hitam, warna merah muda, warna hijau (BB 14 sampai dengan BB 17), swab nat kamar, swab keramik di bawah tempat tidur, Swab pada lantai dapur, swab pada kulkas dapur, tisue di lantai kamar Margriet Ch. Megawe (BB 1 sampai dengan BB 3), spon pel warna biru, warna hitam, warna merah muda, warna hijau (BB 14 sampai dengan BB 17), swab nat kamar, swab keramik di bawah tempat tidur,

Profil DNA bercak darah di tissue dapur, bercak darah pada pintu buffet, bercak darah di laci buffet (BB 3 sampai dengan BB 5), bercak darah ditembok kamar Agustay Handa May (BB7) dan bercak darah di kuku jari (BB13) adalah benar tidak cocok dengan profil DNA Engeline.

Tali plastik warna biru (BB2 dan BB 30) adalah benar memiliki kesamaan. Kemudian tali plastik warna merah (BB21 dan BB31) adalah benar memiliki kesamaan. Selanjutnya baju kaos lengan pendek hitam, celana blue jeans (BB25 dan BB26) adalah benar tidak terdapat sperma.

e. Laporan Pemeriksaan Psikologis dengan subjek Margriet Ch. Megawe. Tanggal 10 Juni 2015.

Dari pemeriksaan psikiatrik dan psikologis dapat disimpulkan bahwa sosok terperiksa adalah seorang wanita dengan gangguan kepribadian campuran yang tidak dapat melakukan pengasuhan dengan baik, bahkan cenderung menelantarkan korbannya (anak angkatnya) dan melakukan serangkaian tindak kekerasan terstruktur yang diyakininya sebagai suatu tindakan yang benar.

Selain itu, kondisi terperiksa adalah layak dan mampu menjalani proses penyidikan, karena pada hasil pemeriksaan tidak didapatkan kelainan maupun gangguan jiwa.

4.3.4 Pemeriksaan Saksi, Ahli dan Tersangka

Dalam tahap pemeriksaan ini, penyidik Ditreskrimum Polda Bali melakukan pemeriksaan dalam rangka membuat terang perkara tindak pidana dengan terduga pelaku Margriet Ch. Megawe. Pada tahap ini, penyidik Dalam tahap pemeriksaan ini, penyidik Ditreskrimum Polda Bali melakukan pemeriksaan dalam rangka membuat terang perkara tindak pidana dengan terduga pelaku Margriet Ch. Megawe. Pada tahap ini, penyidik

1 (satu) orang.

Tabel 4 : DAFTAR SAKSI

NO NAMA

PEKERJAAN

KET

1 Nyoman Masni, SH

Ketua LPA

Saksi

2 I Ketut Rayun

Polri

Saksi

3 Agung Kusumajaya

Polri

Saksi

4 I Dewa Ketut Raka

Ibu Rumah Tangga

Saksi

6 Rosidik

Buruh Proyek

8 Rahmat Handono

Swasta

Saksi

9 Misnatik als. Atik

11 Arhana bin H. Juddah

Swasta

Saksi

12 Lorenne I. Soriton

Ibu Rumah Tangga

Saksi

13 Yuliet Christen H.

Ibu Rumah Tangga

Saksi

14 Frangky Alexander Maringka Ibu Rumah Tangga Saksi Agustay Handa May

Swasta / Pembantu

15 Saksi

Rumah Tangga

Ketut Sutapa

Perangkat Desa /

16 Saksi

Kepala Lingkungan

17 I Wayan Gede Sardula

Guru TK

Saksi

I Ketut Ruta Guru / Kepala Sekolah

18 Saksi

SDN 12 Sanur

19 Putu Sri Wijayanti SE

Guru

Saksi

20 Ni Komang Juniati

Swasta

Saksi

21 Anneke Wibowo

Notaris

Saksi

22 Christina T. Scarborough

Mahasiswa

Saksi

23 Yvonne Caroline Megawe

Swasta

Saksi

24 Andika Andakonda

Swasta

Saksi

25 Mohammad Halki

Swasta

Saksi

26 Yeanne Megawe

Ibu Rumah Tangga

Saksi

27 Juwari

Buruh Bangunan

Saksi

28 I Putu Sukanaya

Polri

Saksi

29 Callista Rukmiastanti

Wiraswasta

Saksi

30 Putu Kariani

Saksi Yosep Daga Ngara als.

Ibu Rumah Tangga

Security

31 Saksi Yosep

32 Wahidah als. Mak DAh

Saksi Ni Nengah Ayu Purnami als.

Pedagang

33 Saksi Ibu Ayu

Benediktus Marianus

Koordinator Security

35 Saksi Sinagula

Riden Landu Hamaweku als. Swasta

36 Saksi Riden

37 Nurul Hasobah

Swasta

Saksi

38 Ni Ketut Sriani Als. Anik

Ibu Rumah Tangga

Saksi

39 Ni Nyoman Reki

Ibu Rumah Tangga

Saksi

40 Ni Ketut Rai Sukaniti

Saksi Ni luh Kade Adnyani al. Bu

Swasta

Wiraswasta

41 Saksi Kadek

Saksi Sumber : Data diolah oleh penulis berdasarkan telaah Berkas Perkara Nomor : BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM

42 Muhammad Ramli

WIraswasta

1. Pemeriksaan Saksi Nyoman Masni SH. Saksi merupakan pemerhati anak yang sehari-hari bekerja sebagai Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bali. Saksi Nyoman Masni dimintai keterangannya sehubungan dengan kasus menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran atau melakukan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga atau penelantaran dalam lingkup rumah tangga yang dialami oleh korban Engeline.

Nyoman Masni tidak mengenal anak bernama Engeline, tetapi mengetahui nama Engeline dari media karena dikabarkan hilang dari rumah pada tanggal 16 Mei 2015. Berdasarkan pemeriksaan oleh penyidik, Nyoman Masni juga tidak mengenal Margriet Ch. Megawe, namun mengetahui bahwa Margriet Ch. Megawe merupakan ibu angkat Engeline dari Media. Nyoman Masni mengetahui informasi bahwa Engeline telah hilang dari rumahnya pada tanggal 18 Mei 2015 melalui media.

Pada tanggal 10 Juni 2015 Nyoman Masni memperoleh informasi dari Kepolisian bahwa Engeline telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, sehingga atas kejadian tersebut Nyoman Masni telah menduga telah terjadi Pada tanggal 10 Juni 2015 Nyoman Masni memperoleh informasi dari Kepolisian bahwa Engeline telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, sehingga atas kejadian tersebut Nyoman Masni telah menduga telah terjadi

2. Pemeriksaan Saksi I Ketut Rayun

I Ketut Rayun, Ipda merupakan Anggota Polresta Denpasar yang pada saat itu bertugas melakukan penyelidikan terhadap laporan anak hilang di Polsek Denpasar Timur. Menurut keterangan I Ketut Rayun, pada tanggal

10 Juni 2014, tim Penyelidik Polresta Denpasar mendapat panggilan dari Kapolda Bali untuk melakukan pengecekan ulang terhadap TKP Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur, terkait laporan anak hilang atas nama Engeline.

Setelah tiba di lokasi, I Ketut Rayun kemudian membagi tugas pada timnya. I Ketut Rayun bersama anggota Agung Kusumajaya masuk ke halaman belakang kandang ayam, kemudian di belakang kandang ayam terdapat pohon pisang dan sampah-sampah kotoran ayam dan daun.

Selanjutnya I Ketut Rayun bersama Agung Kusumajaya mencoba mencangkul-cangkul tanah di belakang kandang ayam tesebut. I Ketut Rayun menyuruh Agung untuk mencoba menggali pelan-pelan. Pada saat Agung Kusumajaya mencangkul sebanyak dua kali, sudah terlihat kain putih, selanjutnya Agung Kusumajaya mencangkul lagi secara perlahan sehingga menemukan bungkusan kain besar pada lubang itu. Agung kemudian Selanjutnya I Ketut Rayun bersama Agung Kusumajaya mencoba mencangkul-cangkul tanah di belakang kandang ayam tesebut. I Ketut Rayun menyuruh Agung untuk mencoba menggali pelan-pelan. Pada saat Agung Kusumajaya mencangkul sebanyak dua kali, sudah terlihat kain putih, selanjutnya Agung Kusumajaya mencangkul lagi secara perlahan sehingga menemukan bungkusan kain besar pada lubang itu. Agung kemudian

Sebelum ditemukan mayat, tanah sekitar dalam keadaan kering, kemudian setelah dilakukan penggalian terhadap lubang, kondisi tanah bagian dalam ternyata basah, setelah dicangkul lebih dalam lubang tersebut tergenang air.

3. Pemeriksaan Saksi Rosidik Menurut Rosidik, Engeline adalah anak kandung Rosidik yang kedua, dari pernikahannya dengan Hamidah. Engeline lahir pada tanggal 19 Mei 2007 di Klinik Bersalin Canggu, Kuta Utara, Badung. Pada tanggal 24 Mei 2007, Rosidik diajak Margriet Ch. Megawe ke notaris untuk menandatangani surat perjanjian pengangkatan anak.

4. Pemeriksaan Saksi Susiani Susiani dalam pemeriksaan mengaku mengenal Engeline dan Margriet Ch. Megawe namun tidak memiliki hubungan keluarga. Susiani tinggal dengan menyewa kamar kos di rumah Margriet Ch. Megawe, Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur.

Sejak tahun 2013, Margriet Ch. Megawe mulai beternak ayam dan Engeline sejak kelas 1 SD memberikan makan dan minum ayam. Hal itu dilakukan Engeline mulai bangun pagi pukul 06.00 WITA sampai hendak pergi ke sekolah, kemudian setelah kembali dari sekolah, Engeline mengerjakan pekerjaan tersebut kembali. Pekerjaan itu dilakukan hingga Engeline dinyatakan hilang pada tanggal 16 Mei 2015.

Pada suatu ketika, Susiani mengetahui ketika Engeline disuruh oleh Margriet CH. Megawe untuk membantu menutup kandang ayam dengan Pada suatu ketika, Susiani mengetahui ketika Engeline disuruh oleh Margriet CH. Megawe untuk membantu menutup kandang ayam dengan

Dalam keterangannya, Susiani sering mendengar Margriet Ch. Megawe mengatakan kepada Engeline disaat sedang diam dan tidak melakukan pekerjaan, Margriet Ch. Megawe berkata “kamu sudah saya kasih hidup, kerja yang betul!”. Susiani mendengar hal itu sekitar bulan April 2015.

Kemudian sekitar bulan Mei 2015, Susiani juga mendengar Margriet Ch. Megawe mengancam Engeline dengan berkata ”kamu kalau tidak kasih makan ayam, kamu tidak usah sekolah dan tidak usah makan!”.

Selama tinggal di rumah Margriet Ch. Megawe, Susiani mengetahui bahwa lingkungan dan kondisi rumah kotor dan tidak layak huni karena banyak kotoran ayam yang berserakan sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Susiani juga pernah melihat Engeline setelah pulang sekolah dan pingsan, namun Margriet Ch. Megawe tidak membawanya ke dokter.

Pada tanggal 15 Mei 2015 Susiani diberi tahu oleh Agustay Handa May bahwa Engeline telah dipukul oleh Margriet Ch. Megawe sampai hidungnya berdarah.

Susiani menyatakan dalam keterangannya didepan penyidik bahwa saat terakhir dirinya bertemu dengan Engeline tanggal 16 Mei 2015 pada pukul 12.30 WITA, Engeline mengenakan pakaian daster tanpa lengan dan sandal berwarna putih tali orange. Kemudian sekitar pukul 17.00 WITA, Susiani datang dari luar rumah dan kemudian Agustay Handa May memberitahu bahwa Engeline telah hilang dari rumah.

5. Pemeriksaan Saksi Rahmat Handono Sejak tahun 2013, Margriet Ch. Megawe mulai beternak ayam dan Engeline sejak kelas 1 SD memberikan makan dan minum ayam. Hal itu dilakukan Engeline mulai bangun pagi pukul 06.00 WITA sampai hendak pergi ke sekolah, kemudian setelah kembali dari sekolah, Engeline mengerjakan pekerjaan tersebut kembali. Pekerjaan itu dilakukan hingga Engeline dinyatakan hilang pada tanggal 16 Mei 2015.

Selama Rahmat Handono tinggal di rumah Margriet Ch. Megawe, Rahmat Handono todak pernah mengajak Engeline bersembahyang, bahkan tidak tahu Engeline menganut agama apa. Rahmat juga tidak pernah melihat Margriet Ch. Megawe mengajari Engeline untuk sembahyang.

Rahmat Handono mengetahui Engeline bangun pukul 06.00 WITA dan langsung memberi makan ayam sambil menarik ember berisi makanan ayam dan karena tidak ada tempat untuk makan ayam, sehingga makanan berantakan, hal tersebut membuat Margriet Ch. Megawe marah dengan nada keras, kemuudian Margriet Ch. Megawe berkata “ini gimana acak- acakan makanan mahal ini!” dan sekitar pukul 10.30 WITA Rahmat Handono masih melihat Engeline mencuci tempat minum ayam yang kotor, kemudian setelah itu baru bersiap untuk berangkat ke sekolah.

Pada April 2015, Rahmat Handono mendengar Margriet Ch. Megawe berkata kepada Engeline “kamu sudah saya kasih hidup, kerja yang betul” yaitu pada saat Engeline diam dan tidak melakukan pekerjaan. Selama tinggal disana, Engeline tidak menjawab apapun ketika ditanya Rahmat Handono, dia tidak mau berkomunikasi. Margriet Ch. Megawe juga tidak Pada April 2015, Rahmat Handono mendengar Margriet Ch. Megawe berkata kepada Engeline “kamu sudah saya kasih hidup, kerja yang betul” yaitu pada saat Engeline diam dan tidak melakukan pekerjaan. Selama tinggal disana, Engeline tidak menjawab apapun ketika ditanya Rahmat Handono, dia tidak mau berkomunikasi. Margriet Ch. Megawe juga tidak

Lingkungan dan kondisi rumah kotor dan tidak layak huni karena banyak kotoran ayam yang berserakan sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal itu disebabkan karena Margriet Ch. Megawe memiliki 100 ekor ayam, 15 ekor kucing dan 5 ekor anjing. Seluruh hewan peliharaan itu yang mengurus adalah Engeline, kemudian setelah Agustay Handa May bekerja disana, Agustay Handa May dan Engeline yang mengurus ternak tersebut.

Kemudian pada bulan April 2015, Rahmat Handono juga sempat melihat Agustay Handa May memindahkan tanah dengan menggunakan gerobak Arco warna merah. Tanah tersebut dipindahkan dari halaman belakang kandang ayam dipindahkan ke halaman depan dekat pintu pagar yang besar.

Rahmat Handono yakin bahwa Agustay Handa May melakukannya atas perintah Margriet Ch. Megawe, karena jika Agustay Handa May melakukannya tanpa seijin majikannya, maka Margriet akan marah. Pada saat itu, Margriet Ch. Megawe tidak memarahi Agustay Handa May.

Pada hari jumat tanggal 15 Mei 2015 sekitar pukul 09.30 WITA, Rahmat Handono mendengar teriakan Engeline dari kamar Margriet Ch. Megawe seperti berteriak kesakitan “Aaaaaaaa..”

Rahmat Handono yang pada tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 17.00 WITA datang dari luar rumah kemudian diberitahu oleh Agustay Handa May bahwa Engeline telah hilang dari rumah.

6. Pemeriksaan Saksi Misnatik als. Atik Atik adalah mantan pembantu rumah tangga yang pernah bekerja di rumah Margriet Ch. Megawe. Dalam keterangannya, Misnatik saat berkunjung ke rumah Margriet Ch. Megawe sekitar bulan Januari 2015 pukul 11.00 WITA, kondisi rumah Margriet Ch. Megawe kotor dan banyak hewan peliharaan seperti ayam, kucing, dan anjing. Pada saat itu Atik melihat Engeline sedang memberi makan ayam dengan cara mengangkat ember besar yang berisi jagung dan konsentrat kemudian diberikan pada ayam.

7. Pemeriksaan Saksi Arhana bin H. Juddah Arhanna pernah bertanya kepada Margret Ch. Megawe als Bu Tely “kamu gereja dimana?” kemudian Margriet Ch. Megawe als Bu Tely menjawab “gerejanya di rumah”. Kemudian Arhanna juga pernah bertanya tentang Engeline kepada Margrieth Ch. Megawe als Bu Tely “Tel kok kamu ngga pernah membabtis Engeline?” jawab Margriet Ch. Megawe als Bu Tely “Nanti anak ini umur 18 tahun, seandainya dia ingin sama dengan agama orang tuanya, agar bisa dilakukan”

8. Pemeriksaan Saksi Lorenne I. Soriton Menurut Lorenne I. Soriton kegiatan sehari-hari Engeline adalah bangun pagi pukul 05.00 WITA, karena dibangunkan oleh Margriet Ch. Megawe. Pada saat itu Engeline belum sempat makan apa-apa dan langsung bersih-bersih rumah kemudian memberi makan ayam, kemudian membersihkan kotoran ayam yang ada di halaman. Pada pukul 10.00 WITA Engeline bersiap-siap berangkat ke sekolah. Pada pukul 11.00 WITA 8. Pemeriksaan Saksi Lorenne I. Soriton Menurut Lorenne I. Soriton kegiatan sehari-hari Engeline adalah bangun pagi pukul 05.00 WITA, karena dibangunkan oleh Margriet Ch. Megawe. Pada saat itu Engeline belum sempat makan apa-apa dan langsung bersih-bersih rumah kemudian memberi makan ayam, kemudian membersihkan kotoran ayam yang ada di halaman. Pada pukul 10.00 WITA Engeline bersiap-siap berangkat ke sekolah. Pada pukul 11.00 WITA

Sekitar bulan Januari 2015 sekitar pukul 20.00 WITA, Lorenne I. Soriton melihat Margriet Ch. Megawe memukul Engeline di bagian betis kanan berkali-kali dengan menggunakan kayu jenis balok berukuran kurang lebih 1 (satu) meter berkali-kali sehingga menyebabkan betis kanan Engeline bengkak berwarna biru.

Engeline juga sering dimaki-maki oleh Margriet Ch. Megawe dengan kata-kata “kamu sudah saya kasih hidup, kasih makan, kasih besar, gak mau kerja! Dari kecil saya harus didik kamu mandiri!”

Sekitar bulan Februari 2015, di halaman rumah Margriet Ch. Megawe, Lorenne I. Soriton melihat Margriet Ch. Megawe memukul Engeline dengan menggunakan bambu berukuran sedang kurang lebih 1 (satu) meter ke bagian punggung sampai bambu itu pecah, hal ini mengakibatkan punggung Engeline bengkak dan berwarna biru.

9. Pemeriksaan Saksi Yuliet Christen H. Setiap Yuliet Christen bangun pagi, paling awal pukul 06.00 WITA selalu mendapati Engeline sudah memberi makan ayam yang jumlahnya banyak, hal ini ata perintah Margriet Ch. Megawe. Engeline mengurus ayam sampai pukul 10.00 WITA, bahkan Yuliet Christen pernah melihat Engeline masih memberi makan ayam saat Engeline sudah mengenakan pakaian sekolah, padahal Engeline hadrus berangkat pukul 11.00 WITA dengan berjalan kaki menempuh jarak 2 Km.

Yuliet Christen mengatakan bahwa Engeline ditarik rambutnya oleh Margriet Ch. Megawe hanya gara-gara tidak menjawab saat dipanggil oleh

Margriet Ch. Megawe. Yuliet juga pernah mendengar Margriet Ch. Megawe memarahi Engeline dengan membentak dan mengeluarkan kata-kata kasar seperti “kamu bodoh, pembohong, saya sudah kasih kamu makan, bukan untuk enak-enakan, saya sudah kasih kamu hidup, kamu harus kerja! Jangan malas-malasan!”

10. Pemeriksaan Saksi Frangky Alexander Maringka Frangky Alexander Maringka merupakan mantan pekerja Margriet Ch. Megawe. Saat itu bersama istri dan anaknya pernah tinggal di rumah Margriet Ch. Megawe selama 3 bulan dari tanggal 13 Desember 2014 sampai dengan 9 Maret 2015. Frangky kasihan melihat Engeline mengurus ayam sehingga dirinya berinisiatif untuk membantu Engeline dalam mengurus ayam, sedangkan keseharian Engeline yaitu bangun pagi pukul

06.00 WITA, Engeline membantu Frangky memberi makan ayam kemudian dia membantu Margriet Ch. Megawe bersih-bersih dapur seperti menyapu dan mengepel serta membersihkan rumah. Kemudian sekitar pukul 11.00 WITA Engeline mandi untuk bersiap-siap sekolah dengan berjalan kaki dan pulang sekitar pukul 16.30 WITA dan Engeline kembali memberi makan kucinga dan anjing.

Selama tinggal di rumah Margriet Ch. Megawe, Frangky pernah melihat tetangga rumah yang tidak diketahui namanya, datang ke rumah 2 kali untuk membeli 2 ekor ayam seharga Rp. 250.000, kemudian pada kedatangan kedua, yang berselang hanya tiga hari, orang tersebut membeli

4 ekor ayam, tetapi Frangky tidak mengetahui harganya. Dalam keterangan yang dihimpun penyidik, Frangky Alexander Maringka menyatakan saat dirinya tinggal di rumah Margriet Ch. Megawe,

Engeline sering terlihat bermain dengan membawa boneka Barbie. Frangky Alexander Maringka sempat membantu Engeline memasang kepala boneka Barbie yang lepas. Biasanya setiap bermain diluar, boneka itu selalu digendong.

Sekitar bulan Februari 2015, Frangky mengatakan bahwa Margriet Ch Megawe memukul Engeline dengan sepotong bambu karena anak ayam milik Margriet Ch Megawe hilang satu ekor. Frangky pada saat tinggal di rumah Margriet Ch. Megawe, Engeline selalu dibentak-bentak oleh Margriet Ch. Megawe dengan kata-kata “bodoh! Pembohong! God damn it! (bahasa inggris)”

11. Pemeriksaan Saksi Agustay Handa May Agustay Handa May merupakan pembantu rumah tangga yang tinggal di rumah Margriet Ch. Megawe di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur. Agustay Handa May bekerja dengan Margriet Ch Megawe sejak bulan Maret 2015. Tugasnya adalah memberi makan ayam sekitar 100 (seratus) ekor, 5 (lima) ekor anjing dan 10 (sepuluh) ekor kucing. Agustay Handa May mengenal Engeline sebagai anak dari Margriet Ch. Megawe.

Dalam melaksanakan pekerjaanya, Agustay Handa May selalu dibantu oleh Engeline. Namun Agustay Handa May sering mendengar Margriet Ch. Megawe setiap hari selalu memarahi Engeline. Margriet Ch. Megawe mengeluarkan kata-kata “disini aku membayar kamu! Kalau tidak mau kerja, keluar dari rumah ini!”. Engeline juga tidak diperbolehkan bergaul dengan teman sebayanya, apabila ingin ke luar rumah, maka disuruh masuk oleh Margriet Ch. Megawe.

Sekitar bulan April 2015, Margriet menyuruh Agustay Handa May membuat Lubang di belakang kandang ayam di pojok timur rumahnya. Sejak lubang itu dibuat sampai digunakan untuk mengubur mayat Engeline, lubang itu tidak pernah digunakan sebagai tempat sampah maupun tempat pembuangan kotoran ayam atau air. Hingga pada tanggal 16 Mei 2015, Margiet Ch. Megawe menyuruhnya menggali lubang tersebut lebih dalam untuk mengubur Engeline.

Agustay Handa May juga mengatakan sempat bertemu dengan Engeline pada tanggal 15 Mei 2015. Pada saat itu hidung Engeline terlihat dalam keadaan berdarah, dan saat Agustay Handa May bertanya, Engeline mengatakan bahwa dirinya telah dipukul oleh mama (Margriet Ch. Megawe).

Pada tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 12.30 WITA, Agustay mendengar suara Engeline menangis sambil berteriak “mama...mama lepas!” suara tersebut terdengar selama 2-3 menit setelah itu tidak terdengar lagi. Beberapa saat kemudian pada saat Agustay Handa May mengambil gergaji dan palu di depan kamar Agustay Handa May yang akan digunakan untuk membuat kandang ayam, Margriet Ch. Megawe memanggil Agustay Handa May dari kamarnya dengan mengatakan “Agus kesini sebentar” dengan nada biasa tidak berteriak. Agustay Handa May kemudian menuju ke kamar Margriet Ch. Megawe melalui pintu depan. Saat memasuki kamar, Agustay Handa May melihat Margriet Ch. Megawe sedang memegang rambut korban Engeline dengan keras oleh kedua tangannya. Pada saat itu posisi tubuh Engeline miring menghadap ke tempat tidur, kaki menyentuh lantai, tangan kiri terkulai lemas ke lantai, posisi kepala setinggi tempat tidur. Setelah Agustay Handa May masuk,

Margriet melepas pegangannya sehingga Engeline jatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai sebanyak satu kali. Engeline terkulai lemas.

Untuk memastikan Engeline sudah meninggal dunia, Margriet Ch Megawe menyuruh Agustay Handa May menginjak kaki Engeline, dan menyulutnya dengan rokok namun Agustay Handa May menolaknya, akhirnya Margiet Ch. Megawe yang melakukannya.

Sebelum meninggal, Engeline mengenakan pakaian daster tanpa lengan kemudian setelah selesai mengubur jenazah Engeline, Margriet Ch. Megawe menyuruh Agustay Handa May bahwa apabila Susiani dan Rahmat Handono datang, agar mengatakan Engeline telah hilang.

12. Pemeriksaan Saksi I Wayan Gede Sardula Wayan Gede Sardula adalah Kepala Sekolah PAUD Tri Ratna Permata Bumi. Dalam keterangannya Wayan Gede Sardula mengatakan bahwa pada saat Engeline bersekolah disana, fisiknya dalam keadaan kurus.

13. Pemeriksaan Saksi I Ketut Ruta Ketut Ruta adalah Kepala Sekolah SD 12 Sanur Denpasar Selatan. Ketut Ruta diambil keterangannya oleh penyidik dalam rangka menggali informasi tentang Engeline selama bersekolah disana. Ketut Ruta menerangkan menurut pemberitahuan Margriet Ch. Megawe kepada dirinya, selama di Bali Engeline tidak pernah diajak beribadah ke gereja.

Dalam hal pendaftaran sekolah SD 12 Denpasar Selatan, harus menunjukkan akta kelahiran atau surat keterangan lahir, kartu domisili, dan administrasi uang pendaftaran sudah, tetapi untuk persyaratan Akta

Kelahiran keterangan lahir Engeline tidak dapat dipenuhi oleh Margriet Ch. Megawe.

Selain itu, sekitar bulan April 2015 Ketut Ruta melihat Engeline dalam keadaan rambut acak-acakan, pakaian kelihatan agak kotor, dan bajunya tidak disetrika.

14. Pemeriksaan Saksi Putu Sri Wijayanti S.E. Putu Sri Wijayanti adalah wali kelas Engeline selama Engeline bersekolah di SD 12 Sanur Denpasar Selatan. Dalam Catatan surat pendaftaran murid, nama Margriet Ch. Megawe tercatat sebagai ibu kandung Engeline, Engeline beragama kristen protestan dan sebelumnya bersekolah di TK Tri Ratna Permata Bumi. Sekitar bulan Agustus 2014, pada saat Margriet menjemput Engeline, Putu Sri Wijayanti bertanya pada Margriet Ch. Megawe “Dimana gereja Engeline disini bu?” kemudian Margriet Ch. Megawe menjawab “selama disini saya belum pernah membawa Engeline ke Gereja”

Sekitar bulan Agustus 2014 ketika Putu Sri Wijayanti mengeramasi rambut Engeline, dirinya menawarkan pada Engeline apakah mau tinggal dengan bu guru, pada saat itu Engeline yang pendiam hanya mengangguk tanda setuju. Kemudian hal tersebut Putu Sri Wijayanti tawarkan kepada Margriet Ch. Megawe saat menjemput Engeline di sekolah. “apakah boleh Engeline tinggal bersama saya?” kemudian dijawab oleh Margriet Ch. Megawe “tapi Engeline punya tugas memberi makan ayam, kucing dan anjing”

Selama menjadi wali kelas Engeline, Putu Sri Wijayanti melihat penampilan Engeline kurang bersih dan dirinya pernah mencuci rambut

Engeline pada jam istirahat sekolah karena di kepala korban terdapat debu dan tanah yang sudah mengeras, sehingga dapat mengganggu konsentrasi belajar. Putu Sri Wijayanti juga pernah mengelap leher dan wajah Engeline dengan tissue karena banyak debu dan kotoran yang menempel. Kemudian sekitar bulan April 2015 Putu Sri Wijayanti juga melihat kaos kaki putih Engeline sudah berubah menjadi cokelat dan mengetahui bahwa Engeline sering datang terlambat ke sekolah.

Perilaku Engeline di sekolah adalah pendiam, suka menyendiri, tidak mau bergaul bahkan saat korban tidak membawa alat tulis, Putu Sri Wijayanti menyuruh untuk meminjam kepada temannya, namun Engeline menolak, kemudian dalam hal penerimaan pelajaran, Engeline kurang aktif dan kurang fokus, dalam prestasi, Engeline termasuk peringkat sedang.

15. Pemeriksaan Saksi Ni Komang Juniati Ni Komang Juniati merupakan keponakan Kepala Sekolah SD 12 Sanur. juga orangtua dari teman Engeline sejak TK hingga ditemukan meninggal dunia.

Ni Komang Juniati mengatakan bahwa sekitar bulan Februari 2015 saat Ni Komang Juniati hendak mengantar korban ke sekolah, Engeline diajak untuk mampir ke rumahnya untuk menjemput Helen, anak Ni Komang Juniati. Pada saat itu, Engeline dimandikan oleh Ni Komang Juniati dan melihat badan Engeline disekitar perut dekat pusar terdapat bekas kehitam- hitaman (seperti bekas cubitan) dan kemudian bertanya pada Engeline “kenapa badanmu ini Engeline?” kemudian Engeline menjawab “habis dipukul mama”. Kemudian Ni Komang Juniati memberikan Engeline baju bekas anaknya karena baju Engeline dalam keadaan kotor.

16. Pemeriksaan Saksi Christina Scarborough Christina Scarborough merupakan anak kandung Margriet Ch. Megawe hasil pernikahan yang kedua dengan warga negara amerika Douglas Scarborough. Saat ini Christina tinggal di amerika. Dalam keterangannya, Christina Scarborough menyatakan bahwa dirinya diasuh oleh Margrieth Ch. Megawe dengan penuh kasih sayang dan tidak pernah mendapat kekerasan psikis maupun fisik dari orangtuanya.

17. Pemeriksaan Saksi Yvonne Caroline Megawe Yvonne Caroline Megawe merupakan anak kandung Margriet Ch. Megawe hasil pernikahannya yang pertama dengan warga negara amerika Wayne Leese yang berakhir dengan perceraian. Yvonne Caroline Megawe mengatakan bahwa Margriet Ch. Megawe mendapatkan biaya hidup dari bantuan dirinya, bantuan dari Christina Scarborough dan hasil dari penjualan ayam.

18. Pemeriksaan Saksi Andika Andakonda Pada saat Andika Andakonda bertemu dengan Agustay Handa May, Agustay Handa May bercerita bahwa yang melakukan pembunuhan tersebut adalah majikannya dengan cara menjambak rambut dengan kedua tangannya, kemudian membenturkannya ke lantai, kemudian Agustay Handa May mengatakan jika dirinya hanya membantu membungkus saja, semua yang dilakukannya atas perintah dari majikannya.

19. Pemeriksaan Saksi Juwari Pada bulan Desember 2014, Juwari membeli 5 ekor ayam karena di depan rumah Margriet Ch. Megawe tertulis “terima kos dan jual ayam kampung”. Pada waktu itu Juwari bermaksud membeli ayam sehingga 19. Pemeriksaan Saksi Juwari Pada bulan Desember 2014, Juwari membeli 5 ekor ayam karena di depan rumah Margriet Ch. Megawe tertulis “terima kos dan jual ayam kampung”. Pada waktu itu Juwari bermaksud membeli ayam sehingga

20. Pemeriksaan Saksi I Putu Sukanaya Putu Sukanaya menjelaskan bahwa dirinya sempat membeli ayam ke rumah Margriet Ch. Megawe. Pada saat itu Agustay Handa May yang membantu menangkapkan ayam, namun Agustay Handa May tidak berani menentukan harga sehingga Margriet Ch. Megawe yang sedang berada di kamar dipanggil. Kemudian Margriet Ch. Megawe menentukan harga ayam dan sepakat Putu Sukanaya membeli 2 ekor dengan harga Rp. 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah).

21. Pemeriksaan Saksi Putu Kariani Putu Kariani merupakan pembantu rumah tangga Margriet Ch. Megawe yang baru bekerja sampai ditemukannya jenazah Engeline. Pada tanggal 8 Juni 2015 sekitar pukul 14.00 saat dirinya mengejar ayam yang lepas ke belakang kandang dekat lubang, Margriet Ch. Megawe berkata “Putu! Awas ada lubang, nanti kamu jatuh!”

Tabel 5 : DAFTAR AHLI

NO NAMA

PEKERJAAN

KET.

dr. Ida Bagus Putu Alit Sp. F. Dokter Spesialis

1 PNS

DFM Forensik Dokter Spesialis

2 dr. Dudut Rustyadi Sp.F

PNS

Forensik

3 dr. I Made Rustika M.Si

Dosen Unud

Psikolog Anak

4 Dra. Retno Indrayati

PNS

Psikolog Ketua Tim Pertimbangan

5 Drs. Ida Bagus Pancima

PNS

Perijinan Pengangkatan Anak

Konsultan Tumbuh DR. dr. I Gusti Ayu Trisna

Kembang-Pediatri Windiani SPA (K) Sosial

6 PNS

I Gede Heri Purnama ST, MT Ahli Kesehatan

7 PNS

MIDEA Lingkungan

Ketua Dewan

Psikolog

8 DR. Seto Mulyadi

Komnas Perlindungan Anak Komisioner Komisi Ahli Anak

9 Erlinda M.Pd

Perlindungan Anak Indonesia

10 Dr. I Ketut Westra SH. MH

PNS

Ahli Kenotarisan

11 drg. Agung Wijaya Kusuma

PNS

Dokter Gigi Puslabfor Mabes

12 Ir. Lukas Budi Santoso M.Si

Polri

Polri Kepala Sub Bid.

Ngurah Wijaya Putra S.Si, Kimia Biologi

13 Polri

M.Si Forensik Labfor Denpasar Dokter Spesialis

14 Dr. Lely Setyawati Sp. KJ (K) PNS Kesehatan Jiwa

Sumber : Data diolah oleh penulis berdasarkan telaah Berkas Perkara Nomor : BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM

1. Pemeriksaan Ahli dr. Ida Bagus Putu Alit Sp. F. DFM dr. Ida Bagus Putu Alit Sp. F. DFM merupakan dokter spesialis forensik dan bertugas sebagai Ketua Tim Terpadu Pencatatan dan Pelaporan Korban Tindak Pidana Perempuan dan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Ida Bagus Putu Alit diperiksa penyidik sehubungan dengan keahliannya di bidang Forensik dan tergabung dalam tim otopsi jenazah Engeline. Dalam keterangannya, Ida Bagus Putu Alit mangatakan bahwa memang benar berdasarkan Surat Permintaan dari Polresta Denpasar Nomor : B/ 1428/ VI/ Reskrim tanggal 10 Juni 2015, Ida Bagus Putu Alit dan team melakukan pemeriksaan luar terhadap jenazah Engeline di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Denpasar.

Pada korban Engeline, dirinya menemukan 21 (dua puluh satu) buah luka memar berwarna kehitaman karena proses pembusukan, sehingga Pada korban Engeline, dirinya menemukan 21 (dua puluh satu) buah luka memar berwarna kehitaman karena proses pembusukan, sehingga

Dari hasil otopsi ditemukan saluran cerna yang kosong dan hanya ditemukan tinja pada usus besar yang mendatar. Saluran pencernaan secara anatomi saluran pencernaan terdiri dari kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum dan dubur. Pada pemeriksaan pada rongga tengkorak ditemukan otak yang sudah membusuk berwarna abu-abu kemerahan terutama di bagian bawah otak. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa luka-luka yang ada, disebabkan oleh kekerasan tumpul dan satu buah luka pada punggung kanan sesuai dengan luka akibat disulut rokok.

Status gizi dipengaruhi faktor anak dan juga asupan gizi serta pola asuh. Salah satu dari penyebab gizi yang kurang adalah kurangnya makanan (kualitas dan kuantitas) yang dikonsumsi anak. Pada otopsi, Ida Bagus Putu Alit dan tim menemukan lambung yang kososng tidak berisi makanan sehingga kurangnya asupan makanan bisa dipertimbangkan sebagai penyebab kurang gizi tersebut. Lambung kosong dipengaruhi oleh beberaa faktor yang salah satunya adalah jenis makanan. Secara umum lambung akan kosong setelah 4-6 jam dari makan terakhir.

Pengosongan lambung adalah proses pencernaan yang merupakan tanda intravital. Yang dimaksud dengan tanda intravital adalah tanda yang terjadi pada saat orang tersebut masih hidup, sehingga pada saat orang sudah meninggal, proses pencernaan akan berhenti dan tidak terjadi pengosongan lambung lagi. Sehingga dapat dijelaskan bahwa kematian tidak mempengaruhi pengosongan lambung.

Pola asuh yang Ida Bagus Putu Alit maksud adalah kalau Engeline dirawat dengan baik, sesuai dengan kebutuhannya, maka status gizinya akan baik, sebaliknya kalau perawatan anak tidak sesuai dengan kebutuhan anak, maka status gizinya akan buruk seperti penjelasan diatas.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, perlu dipertimbangkan bahwa Engeline dalam keadan tidak terawat. Bukti yang diperoleh adanya kebersihan gigi dan mulut atau Oral Hygiene yang buruk. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya gigi yang hilang, dan sebagian gigi berlubang.

Dalam pemeriksaan, jenazah sudah membusuk dengan terbentuknya zat sabun (Safonifikasi/Penyabunan). Terbentuknya substansi ini karena jenazah berada pada tempat yang berair. Dari proses safonifikasi ini diperkirakan waktu kematian sekitar 3 minggu sebelum pemeriksaan. Berat badan Engeline meskipun ada perubahan tetapi dengan interval yang tidak jauh berbeda saat itu adalah 21 kg.

2. Pemeriksaan Ahli dr. Dudut Rustyadi Sp.F dr. Dudut Rustyadi Sp.F merupakan ahli kedokteran forensik. Dalam pemeriksaan oleh penyidik, Dudut Rustyadi menyatakan benar telah menerima jenazah Engeline pada tanggal 10 Juni 2015 yang terbungkus sprei warna putih dalam keadaan basah.

Dudut Rustyadi menyatakan penyebab kematian Engeline adalah kekerasan benda tumpul pada kepala yang menimbulkan pendarahan di dalam otak. Kekerasan tumpul pada kepala dapat diakibatkan karena benturan kepala ke lantai.

Pada saat ditemukan, jenazah Engeline sudah dalam keadaan membusuk dan telah terjadi proses Penyabunan yaitu proses pembusukan Pada saat ditemukan, jenazah Engeline sudah dalam keadaan membusuk dan telah terjadi proses Penyabunan yaitu proses pembusukan

Proses Penyabunan adalah terbentuknya jaringan berwarna keputihan dan lunak berbau tengik yang terjadi pada jaringan tubuh setelah kematian. Hal tersebut terjadi karena adanya kelembaban disekitar mayat yaitu mayat dalam keadaan basah dan suhu lingkungan dalam tanah hangat, biasanya proses ini terjadi paling cepat 2 minggu.

Dudut Rustyadi menyatakan bahwa waktu kematian jenazah tersebut adalah 3 - 4 minggu sebelum pemeriksaan dilakukan pada tanggal 10 Juni 2015. Berdasarkan proses pembusukan berupa penyabunan di hampir seluruh tubuh mayat / jenazah.

3. Pemeriksaan Ahli dr. I Made Rustika M.Si Made Rustika menjelaskan bahwa anak seusia 5 -12 tahun, belum saatnya dibebankan tugas seperti yang dilakukan oleh Engeline. Pada usia itu anak-anak membutuhkan waktu untuk bergaul dengan teman sebaya, mendapat kasih sayang orang tua atau yang bertanggung jawab terhadap dirinya, orang tua memberi kesempatan untuk sekolah, menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk proses pendidikan. Apabila kebutuhan itu kurang terpenuhi, maka anak akan merasa rendah diri.

Kebutuhan religius juga harus dipenuhi sejak anak berumur lima tahun yaitu beribadah sesuai agamanya. Selain itu orang tua memberi contoh untuk mengajak melakukan kegiatan keagamaan di tempat ibadah sesuai agama yang dianut orangtuanya.

4. Pemeriksaan Ahli Dra. Retno Indrayati Retno Indrayati mengatakan bahwa sering dimarahi dan dibentak- bentak merupakan perlakuan salah karena secara psikologis, hal tersebut tidak memberikan kenyamanan psikologis dan arahan yang mendidik terhadap anak.

Sebagai orang tua, baik itu orang tua kandung atau orang tua asuh atau orang tua angkat sudah merupakan suatu kewajiban untuk mulai memperkenalkan agama dan kegiatan spritual kepada anak yang akan mendukung perkembangan moral sejak dini, hal ini bisa dikategorikan sebagai penelantaran kebutuhan spriritual.

Hak anak untuk mendapatkan legalitas secara hukum merupakan tugas orang tua atau orang tua asuh yang seharusnya menunjukkan komitmen dan itikad baik untuk menyelesaikan legalitas tersebut. Jika itu tidak dilakukan berarti melanggar hak anak atas kepastian dan perlindungan hukum.

Setelah anak berumur 5-10 tahun, orang tua atau wali adalah memberi kesempatan anak untuk bermain, dan membentuk sikap yang sehat / kemandirian sesuai dengan usianya; memberikan motivasi, edukasi tentang hal baik dan buruk, membantu anak mencapai kemampuan membaca, menulis dan berhitung maupun menyelesaikan tugas-tugas akademik sesuai dengan pendidikannya; menjamin perkembanyan fisik dan kesehatan anak; Memberikan kasih sayang dan perhatian.

Anak yang berumur 5-10 tahun, memang perlu dilatih untuk belajar mengurus dirinya sendiri namun masih memerlukan perhatian dan Anak yang berumur 5-10 tahun, memang perlu dilatih untuk belajar mengurus dirinya sendiri namun masih memerlukan perhatian dan

Apabila anak berumur 8 tahun mendapatkan perlakuan seperti : menyiapkan makanan sendiri, ini sangat beresiko sekali karena berhadapan dengan api/kompor terlebih apabila tidak mendapat pengawasan; sering dimarahi dan dibentak-bentak : ini termasuk perlakuan salah karena secara psikologis tidak memberikan kenyamanan psikologis dan arahan yang mendidik.

Kalau anak yang selalu berada dalam kamar, tidak pernah bergaul, ini harus dicari penyebabnya. Hal ini sangat diperlukan peran orang tua atau orang dewasa pengganti untuk mencari dan menggali akar penyebabnya. Orang tua atau orang dewasa pengganti harus lebih aktif menanyakan kepada anak dan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya (bukan membiarkan), bilamana sebagai orang tua atau orang dewasa pengganti membiarkan hal itu terjadi, maka ini tergolong penelantaran psikologis.

5. Pemeriksaan Ahli Drs. Ida Bagus Pancima Ida Bagus Pancima menerangkan bahwa :

a. Saat nyonya Margriet Ch. Megawe belum menindak lanjuti proses pengangkatan anak, maka Engeline belum sah menjadi anak angkat, sehingga status sosial sebagai anak angkat masih belum jelas, begitu juga tidak memiliki Legalitas Hukum.

b. Karena berumur 3 hari Engeline sudah diajak dan diasuh oleh Margriet Ch. Megawe dan dikuatkan oleh Surat Pengangkatan Anak dibawah notaris, berarti nyonya Margriet Ch. Megawe harus memenuhi hak anak dan hak anak asuh.

c. Hak anak adalah bagian dari HAM yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, Negara,pemerintah pusat dan daerah.

d. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan dan kesehatan karena orang tua kandungnya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

e. Dalam hal ini seharusnya nyonya Margriet Ch. Megawe harus menunjukkan komitmen dan itikad baik untuk menyelesaikan legalitas anak tersebut, bukan malah membiarkan hingga Engeline berumur 8 tahun. Hal ini berarti Margriet telah melanggar hak anak atas kepastian hukum dan perlindungan hukum yang merupakan suatu kewajiban bagi Margiet Ch. Megawe.

6. Pemeriksaan Ahli DR. dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani SPA (K) Gusti Ayu Trisna Windiani diperiksa oleh penyidik dalam rangka memperoleh keterangan ahli tentang tumbuh kembang anak. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh penyidik , maka Gusti Ayu Trisna Windiani akan menjelaskan dampak yang ditimbulkan terhadap tumbuh kembang Engeilne yaitu :

a. Engeline tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan Asuh yang baik yaitu : pangan, yang mana Engeline sering lemas karena kelaparan; sandang, dimana korban sering memakai pakaian kotor seperti tidak disetrika dan kaos kaki kotor; Papan yaitu korban tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak.

b. Sangat kotor (banyak kotoran ayam, anjing dan kucing). Engeline tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang baik yaitu berupa kebersihan diri (kotor, bau, kurus, rambut sering acak-acakan, kepala terdapat kotoran tanah dan debu yang mengeras, wajah dan leher berdebu dan tidak pernah istirahat)

c. Engeline tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan Asih berupa kasih sayang, sering dimarahi dengan nada keras, marah marah tanpa mengenal waktu.

d. Engeline tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan Asah berupa stimulasi mental psikososial dimana Engeline tidak pernah bermain dengan teman sebayanya, tidak pernah istirahatm hampir sebagian waktunya dipakai bekerja memberi makan ayam dan membersihkan tempat minuman ayam-ayam tersebut, dan tidak pernah diajak beribadah.

e. Engeline menunjukkan adanya tanda tanda kekerasan dan penelantaran fisik yaitu adanya cubitan di daerah perut, kondisi fisik kurus, badan kotor, rambut sering acak-acakan, kepala terdapat kotoran seperti tanah dan debu yang sudah mengeras, wajah dan leher berdebu, pakaian kotor, keadan umum yang sering lemas, sering tertidur di kelas..

f. Engeline menunjukkan adany tanda-tanda kekerasan dan penelantaran emosional yaitu sering dimarahi dengan nada keras dan marah-marah tanpa mengenal waktu, Engeline tampak pendiam, menyendiri, lambat dalam beradaptasi, ketika Engeline ditanya kenapa terlambat datang ke sekolah, Engeline menjawab harus memberi makan 50 ekor lebih ayam sebelum berangkat.

g. Sesuai UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu pada Pasal 4 : korban kehilangan hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan mendapat perlindungan dari kekerasan; Pasal 13 : mendapat perlindungan dari perlakuan penelantaran dan kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; Pasal 11 : Korban kehilangan haknya untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi; Tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat 1 dan

2 : dimana identitas diri setiap anak harus diberikan dan dituangkan dalam akte kelahiran; Tidak sesuai dengan Pasal 42 : korban tidak pernah diajak beribadah bahwa seharusnya setiap anak mendapatkan perlindungan dalam beribadah; Pasal 45 : korban tidak mendapat perawatan yang baik, kebersihan diri tidak terjaga.

h. Berdasarkan hasil visum tersbut bahwa Engeline berumur 8 tahun dengan berat badan 22 kg dan panjang badan 127 cm. dapat dijelaskan menurut Perhitungan Standar Pertumbuhan WHO 2006, pada tubuh Engeline telah terjadi mal nutrisi akut dan mengalami gizi kurang.

i. Penilaian Gusti Ayu Trisna Windiani terhadap pertumbuhan Engeline bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) tergolong kurus atau tidak normal, kemudian untuk perkembangan, Engeline mengalami gangguan perkembangan mental emosional dilihat dari keterangan para saksi yang mengatakan Engeline pendiam, tidak mau bergaul, kurang aktif, kurang fokus, sering tertidur di kelas dan saat ditanya menangis. Hal tersebut menunjukkan Engeline mengalami ganggan pertumbuhan dan perkembangan mental emosional.

7. Pemeriksaan Ahli I Gede Heri Purnama ST, MT MIDEA Gede Heri sebagai ahli kesehatan lingkungan menerangkan keadaan rumah Margriet Ch Megawe bahwa :

a. Lingkungan rumah : sangat kotor dan cenderung bau sehingga dimungkinkan menjadi sarang atau tempat berkembang biak vector penyakit atau binatang yang dapat membawa virus atau bakteri sebagai sumber penyakit.

b. Dari sisi pencahayaan kamar : ventilasi cukup karena berada pada dua sisi dinding dan mendapatkan pencahayaan alami dari sinar matahari.

c. Dari sisi pertukaran udara : ruang atau kamar tidak mencukupi karena ventilasi ruangan tidak dapat dibuka tutup, hampir semuanya adalah ventilasi permanen kecuali pintu masuk kamar.

d. Dari sisi kebisingan suara : Gede Heri memperkirakan sekitar 55 dBA (satuan kebisingan) yang berada di atas ambang mutu yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/ Menkes/ SK/ VII/ 1999 mengenai persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Yang disebabkan oleh pompa air sumur dalam yang diletakkan didalam berdekatan dengan tempat tidur. Pompa air sumur selayaknya ditempatkan pada lokasi tertentu yang jauh dari kamar tidur dan mempunyai perlindungan terhadap kebisingan.

e. Dari sisi bahan lantai kamar atau lantai ruangan : secara umum sudah memenuh kriteria namundilihat dari sisi kebersihannya terlihat sangat kotor seperti tidak terawat atau tidak pernah dibersihkan. Hal ini dapat terlihat dari banyak hewan peliharaan yang berkeliaran dan membuang kotoran dimana-mana sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap e. Dari sisi bahan lantai kamar atau lantai ruangan : secara umum sudah memenuh kriteria namundilihat dari sisi kebersihannya terlihat sangat kotor seperti tidak terawat atau tidak pernah dibersihkan. Hal ini dapat terlihat dari banyak hewan peliharaan yang berkeliaran dan membuang kotoran dimana-mana sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap

f. Dari sisi sumber air bersih : dapat dikatakakan layak kemudian kualitas air bersih yang keluar dari sumber air secara umu layak karena tidak berbau dan berwarna, namun sistem penyaluran air besih sebagai bahan konsumsi manusia terkontaminasi oleh kotoran binatang peliharan. Karena cenderung terjadi kontak antara kotoran binatang dengan tangan manusia sehingga dapat menularkan penyakit ketubuh manusia, hal ini dapt menghilangkan nafsu makan.

g. Dari sisi pengolahan sampah : didalam rumah dan pekarangan terlihat satu titik sebagai lokasi pengumpulan dan pemusnahan sampah yang bercampur dengan kotoran binatang, jika pemusnahannya dengan cara dibakar, asap sampah cenderung mengganggu sistem pernafasan manusia. Fakta yang ditemukan Gede Heri hampir diseluruh halaman, ruangan, kamar, lantai, dan lorong terdapat sampah, kotoran binatang, barang-barang yang tidak terpelihara.

h. Dari segi pengolahan makanan : sarana penyimpanan bahan makanan mentah sudah baik karena memiliki lemari pendingin, namun sarana pengolahan makanan tidak layak karena terdapat kotoran peliharaan, debu, barang-barang pengolah makanan cenderung kotor.

Gede Heri memperhatikan dan mencermati foto-foto yang ditunjukkan penyidik dan secara umum tidak jauh berbeda saat Gede Heri datang ke Gede Heri memperhatikan dan mencermati foto-foto yang ditunjukkan penyidik dan secara umum tidak jauh berbeda saat Gede Heri datang ke

8. Pemeriksaan Ahli DR. Seto Mulyadi Seto Mulyadi dalam pemeriksaan terhadap dirinya menerangkan bahwa :

a. Perlakuan salah adalah perlakuan yang tidak sesuai terhadap fisik dan emosi seorang anak dan perbuatan yang melanggar hak-hak anak sebagaimana dalam Konvensi Hak Anak. Bentuk Perlakuan salah adalah menelantarkan pendidikan dan kesehatannya, membiarkan anak dalam kekerasan, tidak memberi kasih sayang dan merawat serta mengasuh anak dengan baik, juga penyalahgunaan seksual akibat perilaku maanusia yang keliru.

b. Penelantaran adalah kelalaian yang dilakukan baik secara sengaja maupun ketidaksengajaan, mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya, tidak diberikan hak anak untuk tumbuh kembang secara normal, tidak memberikan kasih sayang yang utuh kepada anak, tidak diberikan hak anak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, melakukan tindakan pengabaian terhadap kepentingan anak, begitu juga tidak diberikan hak anak untuk bertemu dengan salah satu orang tua.

c. Bentuk Penelantaran adalah pemeliharaan anak yang kurang memadai, kelalaian dalam mendapatkan pengobatan meliputi kegagalan merawat anak dengan baik, kelalaian dalam pendidikan meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk mampu berinteraksi dengan lingkungan.

d. Perbuatan membiarkan adalah perbuatan tidak menghiraukan anak, tidak memelihara atau merawat baik-baik terhadap anak dari keterangan para saksi bahwa perbuatan Margriet terhadap Engeline telah melanggar hak-hak anak sebagaimana dalam Konvensi Hak Anak.

e. Seharusnya Margriet Ch. Megawe mengurus Akta kelahiran Engeline sebagai identitas korban yang merupakan salah satu hak anak, namun hal tersebut tidak dilakukan hingga Engeline meninggal dunia.

Berdasarkan keterangan para saksi, maka selaku ahli anak, Seto Mulyadi berpendapat bahwa perbuatan Margriet Ch. Megawe telah melakukan perbuatan diskriminasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak, dengan cara :

a. Tidak merawat korban anak layaknya dilakukan oleh seorang yang menjalani kuasa asuh baik pendidikan dan kesehatan korban anak, Engeline juga tidak mendapat makan secara teratur sehingga tubuhnya kurus dan tidak sesuai dengan tinggi badan yang dimilikinya.

b. Engeline juga sering mendapat perlakuan kasar dari Margrie Ch Megawe, baik secara fisik maupun verbal yang mengakibatkan Engeline mengalami gangguan fungsi sosial. Seperti suka menyendiri, anak yang pendiam, lambat dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan teman-temannya. Kondisi fisiknya juga kurus, rambutnya serig acak- acakan ketika bersekolah. Pakaian sekolah kotor dan tidak rapi karena b. Engeline juga sering mendapat perlakuan kasar dari Margrie Ch Megawe, baik secara fisik maupun verbal yang mengakibatkan Engeline mengalami gangguan fungsi sosial. Seperti suka menyendiri, anak yang pendiam, lambat dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan teman-temannya. Kondisi fisiknya juga kurus, rambutnya serig acak- acakan ketika bersekolah. Pakaian sekolah kotor dan tidak rapi karena

c. Setiap pagi Engeline harus bangun pagi dan memberi makan 200 ekor ayam, 17 ekor kucing, dan 5 ekor anjing sebelumm berangkat ke sekolah. Dimana hal tersebut tidak dilakukan oleh anak-anak yang berumur 8 tahun. Sehngga ketika disekolah, Engeline dijauhi teman- temannya karena bu kotoran ayam.

d. Setelah pulang dari sekolah, Engeline harus mengerjakan pekerjaan rumah dengan membersihkan rumah. Engeline tidak diberi waktu untuk bermain dan bersosialisasi dengan temannya.

e. Dari keterangan Yvonne Caroline Megawe dan Christina Scarborough, saat mereka masih anak-anak, mereka diajarkan mandiri dan mendapat kasih sayang dari Margriet Ch. Megawe, sedangkan kasih sayang tersebut tidak pernah diberikan kepada Engeline, sehingga disini Margriet Ch. Megawe tela melakukan diskriminasi terhadap Engeline.

9. Pemeriksaan Ahli Erlinda M.Pd Margriet Ch. Megawe mempekerjakan Engeline untuk bekerja memberikan makan terhadap 200 ekor ayam, 17 ekor kucing dan 5 ekor anjing setiap hari yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak seusia Engeline. Hal tersebut berarti Margriet Ch. Megawe telah melakukan perbuatan mengeksploitasi ekonomi terhadap anak dengan cara menyuruh anak bekerja, yang akhirnya ayam-ayam tersebut dijual untuk mendapatkan uang.

Margriet Ch. Megawe juga melakukan eksploitasi ekonomi dan eksploitasi fisik berupa mempekerjakan Engeline demi keuntungan pribadi Margriet Ch. Megawe juga melakukan eksploitasi ekonomi dan eksploitasi fisik berupa mempekerjakan Engeline demi keuntungan pribadi

Erlinda menerangkan bahwa Margriet Ch. Megawe sebagai orang yang mengasuh Engeline, juga telah membiarkan Engeline berada dalam kekerasan sehingga menyebabkan meninggal dunia. Seharusnya, Margriet Ch. Megawe memberikan perlindungan, menjaga dari segala bentuk kekerasan apapun, namun hal itu tidak dilakukan oleh Margriet Ch. Megawe, Engeline menjadi korban kekerasan yang menyebabkan meninggal dunia. Perbuatan tersebut menurut Erlinda dapat dikatakan Margriet Ch. Megawe telah melakukan tindak pidana membiarkan dan melakukan kekerasan terhadap anak yang melanggar Pasal 76C Jo. Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dari keterangan kedua anak kandung Margriet Ch. Megawe (Yvonne dan Christina), saat mereka masih anak-anak, mereka diajakrkan madiri dan mendapat kasih sayang dari Margrieth Ch. Megawe, sedangkan kasih sayang tersebut tidak diberikan kepada Engeline. Sehingga perbuatan Margriet Ch. Megawe telah melakukan diskriminasi terhadap Engeline sebagaimana tercantum dalam Pasal 76A Jo Pasal 77 UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002.

10. Pemeriksaan Ahli drg. Agung Wijaya Kusuma drg. Agung Wijaya Kusuma menerangkan bahwa pada mayat Engeline terdapat gigi yang hilang yaitu : 2 (dua) gigi permanen depan atas, 5 (lima) 10. Pemeriksaan Ahli drg. Agung Wijaya Kusuma drg. Agung Wijaya Kusuma menerangkan bahwa pada mayat Engeline terdapat gigi yang hilang yaitu : 2 (dua) gigi permanen depan atas, 5 (lima)

11. Pemeriksaan Ahli Ir. Lukas Budi Santoso M.Si Ir. Lukas Budi Santoso M.Si, Kombes Pol. merupakan Ahli Polygraph yang bertugas di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri. Pada saat diambil keterangannya oleh penyidik, Lukas Budi Santoso menyatakan hasil pemeriksaan terhadap Agustay Handa May. Yaitu dapat disimpulkan bahwa subjek Agustay Handa May dalam menjawab pertanyaan yang relevan : “kasus pebunuhan Engeline, apakah kamu membunuh Engeline?” kemudian Agustay Handa May menjawab “tidak”. Hal tersebut ditunjukkan dalam polygraph bahwa subjek Agustay Handa May terindikasi “No Deception Indicated (Tidak Berbohong)”.

Selain itu, Agustay Handa May juga tidak terindikasi berbohong ketika menyatakan Margriet Ch Megawe memerintahkan Agustay Handa May untuk mengambil tali yang guna mengalungka pada leher Engeline, pada saat itu Engeline dalam keadaan tergeletak di lantai dan jari-jarinya masih terlihat bergerak-gerak. Kemudian tali tersebut dikalungkan dan ditarik dengan keras sehingga kepala Engeline bergerak keatas. Agustay Handa May menarik tali dengan keras pada leher Engeline atas inisiatif sendiri karena dijanjikan uang sebesar 200 juta rupiah.

12. Pemeriksaan Ahli Ngurah Wijaya Putra S.Si, M.Si Ngurah Wijaya Putra S.Si, M.Si, AKBP merupakan Ahli Kimia Biologi Forensik yang bertugas di Laboratorium Forensik Denpasar. Dalam keterangannya, Ngurah Wijaya Putra menyatakan bahwa seutas tali plastik warna merah berukuran panjang 140 cm dalam keadaan rangkap dengan salah satu ujungnya bersimpul dan serabut yang sesuai dengan tali yang ditemukan di dapur. Seutas tali plastik warna biru berukuran panjang 63 cm dalam keadaan rangkap dengan salah satu ujungnya bersimpul dan dibakar, sesuai dengan tali plastik yang ditemukan di sebelah timur kamar Margriet Ch. Megawe. Spektrum warna sesuai dengan laboratorium forensik adalah warna merah namun secara kasat mata tali plastik tersebut berwarna cokelat.

Ngurah Wijaya Putra juga menerangkan bahwa lubang tempat mengubur Engeline terdiri dari dua bagian yaitu lubang besar ukuran 1,8 m x 0,9 m dan didalamnya terdapat lubang kecil disisi barat berukuran diameter 75 cm dan kedalaman 70 cm dalam keadaan basah berair. Sedangkan bagian lubang yang lain dalam keadaan tidak basah dan tidak berair, didalam lubang terdapat empat potong bilah bambu berukuran panjang 50 cm, di lubang galian tanah tersebut tidak ditemukan saluran pipa air atau got buangan air limbah rumah tangga dan juga tidak ditemukan sumber mata air yang berasal dari dalam tanah.

Pada saat dilakukan pencarian barang bukti di TKP, Ngurah Wijaya Putra menerangkan bahwa di kamar tidur Margriet Ch, Megawe, kamar tidur Engeline, dan kamar tidur Agustay Handa May terdapat noda darah. Di luar Pada saat dilakukan pencarian barang bukti di TKP, Ngurah Wijaya Putra menerangkan bahwa di kamar tidur Margriet Ch, Megawe, kamar tidur Engeline, dan kamar tidur Agustay Handa May terdapat noda darah. Di luar

Sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP Penemuan Mayat di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur No. Lab : 433A/ KBF/ 2015 tanggal 10 Juni 2015, pada kesimpulan poin 1 barang bukti berupa swab dikamar Margriet Ch. Megawe dan dapur (BB 1 sampai dengan BB 10) tersebut diatas, benar terdapat noda darah. Dan pada saat penyidik melakukan pemeriksaan terhadap Ngurah Wijaya Putra, sedang dilakukan analisis untuk menentukan Profil DNA-nya.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP Penemuan Mayat di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur No. Lab : 433B/ KBF/ 2015 tanggal 11 Juni 2015, pada kesimpulan poin 1 barang bukti berupa swab di kamar kos Agustay Handa May, kamar, baju daster (BB 1 sampai dengan BB 3 dan BB12) tersebut diatas benar terdapat noda darah dan sedang dilakukan analisis untuk menentukan profil DNA-nya.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP Penemuan Mayat di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur No. Lab : 433C/ KBF/ 2015 tanggal 12 Juni 2015, pada kesimpulan poin 1 barang bukti berupa swab di lantai depan dan samping timur kamar Margriet (BB 1 dan BB 2) tersebut diatas benar terdapat noda darah dan sedang dilakukan analisis untuk menentukan profil DNA-nya.

Kemudian hasil pemeriksaan Profil DNA barang bukti tersebut diatas telah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik No. Lab : 438/ KBF/ 2015 tanggal 26 Juni 2015 dengan kesimpulan sebagai berikut : Kemudian hasil pemeriksaan Profil DNA barang bukti tersebut diatas telah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik No. Lab : 438/ KBF/ 2015 tanggal 26 Juni 2015 dengan kesimpulan sebagai berikut :

b. Profil DNA bercak darah di tisue dapur, bercak darah pada pintu buffet, bercak darah di laci buffet (BB 3 sampai BB 5), bercak darah di tembok kamar Agustay Handa May (BB 7) dan bercak darah di kuku jari (BB 17) seperti dalam I adalah benar tidak cocok dengan profil DNA korban Engeline.

c. Tali plastik warna biru (BB 22 dan BB 30) seperti tersebut dalam I adalah benar memiliki kesamaan.

d. Tali plastik warna merah (BB 21 dan BB 31) seperti tersebut dalam I adalah benar memiliki kesamaan.

e. Baju kaos lengan pendek, celana blue jeans (BB 25 dan BB 26), celana dalam warna orange, baju daster (BB 28 dan BB 29) seperti tersebut dalam I adalah benar tidak terdapat sperma.

Ngurah Wijaya Putra menerangkan bahwa sesuai Berita Acara Pemeriksaan Ahli Forensik bahwa jenazah Engeline memiliki berat badan

22 kg, dan tinggi badan 127 cm. Sesuai dengan keterangan Margriet Ch. Megawe saat diperiksa sebagai saksi bahwa pada saat Engeline hilang tanggal 16 Mei 2015, Margriet Ch. Megawe sempat mencari ke kamar Agustay Handa May, namun Engeline tidak ditemukan, dan kemudian Margriet mengatakan bahwa lemari kamar Agustay Handa May dalam 22 kg, dan tinggi badan 127 cm. Sesuai dengan keterangan Margriet Ch. Megawe saat diperiksa sebagai saksi bahwa pada saat Engeline hilang tanggal 16 Mei 2015, Margriet Ch. Megawe sempat mencari ke kamar Agustay Handa May, namun Engeline tidak ditemukan, dan kemudian Margriet mengatakan bahwa lemari kamar Agustay Handa May dalam

Demikian juga sesuai dengan Keterangan Agustay Handa May (dalam berkas perkara lain), tanggal 10 Juni 2015, yang mengaku membunuh Engeline di kamarnya dan selanjutnya menyembunyikan jenazah korban dibawah kursi sofa. Namun berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan saat Ngurah Wijaya Putra melakukan pemeriksaan teknis kriminalistik tanggal 20 Juni 2015, jenazah Engeline tidak bisa disembunyikan dibawah kolong kursi sofa, karena pasti akan terlihat.

Tabel 6 : DAFTAR TERSANGKA

NO NAMA

PEKERJAAN

KET.

Margriet Ch. Megawe

Als.

Margriet Christina Megawe

Als. Ibu Rumah

1 Margriet Tersangka

Tangga Als.

Bu Tely

Als. Tely

Sumber : Data diolah oleh penulis berdasarkan telaah Berkas Perkara Nomor : BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM

Margriet Ch. Megawe dimintai keterangan oleh penyidik sebagai tersangka dalam tindak pidana melakukan pembunuhan berencana; Margriet Ch. Megawe dimintai keterangan oleh penyidik sebagai tersangka dalam tindak pidana melakukan pembunuhan berencana;

Margriet Ch. Megawe diperiksa penyidik sebanyak 6 (enam) kali, yaitu pada tanggal 14 Juni 2015 pukul 05.00 WITA, 14 Juni 2015 pukul 18.05 WITA,

16 Juni 2015 pukul 12.45 WITA, 22 Juni pukul 10.30 WITA, 29 Juni 2015 pukul

17.00 WITA dan 7 Juli 2015. Pada pemeriksaan tanggal 14 Juni 2015 pukul

05.00 WITA, Margriet Ch. Megawe dimintai keterangannya oleh penyidik tanpa didampingi oleh penasehat hukum, sehingga berdasarkan ketentuan dalam hukum acara pidana, penyidik telah menyampaikan kepada Margriet terkait Pemberitahuan Hak Tersangka dan Penunjukan Penasehat Hukum. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 54 dan 55 KUHAP.

Margriet Ch. Megawe kemudian secara pribadi menunjuk Hotma Sitompoel S.H, M.Hum melalui Kantor Hukum “Hotma Sitompoel and Associates” yang beralamat di Jalan Martapura No. 3 Jakarta Pusat, untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum selama proses pemeriksaan berlangsung. Sehingga pada pemeriksaan tanggal 22 Juni pukul

10.30 WITA, 29 Juni 2015 pukul 17.00 WITA dan 7 Juli 2015, Margriet Ch. Megawe dimintai keterangan oleh penyidik dengan didampingi penasehat hukum.

Saat dilakukan pemeriksaan Margriet oleh penyidik pada hari Selasa, tanggal 7 Juli 2015, telah disiapkan 115 (seratus lima belas) pertanyaan yang terkait dengan tindak pidana penganiayaan anak yang mengakibatkan anak Saat dilakukan pemeriksaan Margriet oleh penyidik pada hari Selasa, tanggal 7 Juli 2015, telah disiapkan 115 (seratus lima belas) pertanyaan yang terkait dengan tindak pidana penganiayaan anak yang mengakibatkan anak

4.3.5 Gelar Perkara

Dalam proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, penyidik secara berkala melaksanakan gelar perkara baik di lingkup internal penyidik maupun bersama dengan pihak Kejaksaan Tinggi. Sebagaimana disampaikan Irjen Pol Ronnie Sompie dalam Debat Live “Tabir Kematian Engeline” Polda Bali dengan Stasiun TV TV-One tanggal 27 Juni 2015, Ronnie Sompie mengatakan :

“...Polda Bali sangat berterima kasih kepada masyarakat Indonesia atas perhatiannya dalam kasus Engeline ini. Adanya kontribusi pemikiran yang sangat baik tentunya akan membantu penyidik dalam menuntaskan kasus ini. Saya sudah memimpin 2 kali Gelar Perkara pada hari ini, dan berdasarkan hasil gelar perkara tersebut, saya sudah perintahkan penyidik untuk memeriksa Agustay sebagai saksi. Saya juga selalu mengevaluasi segala hal yang sudah diperbuat oleh penyidik. Percayalah, saya langsung yang memimpin, mengevaluasi, mengawasi dan mengendalikan proses penyidikan ini supaya lengkap...”

Hal senada juga disampaikan Kapolresta Denpasar, Kombes Pol. Anak Agung Made Sudana S.H, S.IK. bahwa setiap terdapat informasi baru, penyidik selalu menjalankan mekanisme gelar perkara dalam menentukan tindakan selanjutnya, hal ini bertujuan supaya penyidik tetap fokus dan terarah dalam mengungkap fakta-fakta yang ada dalam peristiwa matinya Engeline ini. (Hasil wawancara tanggal 2 Desember 2015).

Salah satu uraian hasil gelar perkara yang penulis dapatkan yaitu Gelar Salah satu uraian hasil gelar perkara yang penulis dapatkan yaitu Gelar

1. Bahwa pada tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 13.00 WITA telah terjadi tindk pidana penganiayaan yang mengakibatkan anak mati atau pembunuhan yang diduga dilakukan oleh Margriet Ch. Megawe.

2. Bahwa diduga Agustay Handa May membiarkan terjadinya tindak pidana tersebut, dimana pada saat Margriet Ch. Megawe menjambak rmbut Engeline dengan kedua tangannya, dan kemudian membenturkan kepala Engeline ke lantai sebanyak satu kali, Agustay Handa May hanya melihat saja tanpa melakukan apa-apa.

3. Bahwa atas perintah dari Margriet Ch. Megawe, Agustay Handa May mengambil sprei dan korden di kamarnya. Kemudian Agustay juga disuruh menginjak kaki korban namun menolak selanjutnya dilakukan sendiri oleh Margiet Ch. Megawe untuk memastikan korban telah meninggal dunia.

4. Bahwa Agustay Handa May juga disuruh menyulut rokok ke tubuh korban namun menolak sehingga Margriet Ch. Megawe yang melakukannya sendiri. Selanjutnya Agustay Handa May disuruh membungkus korban.

5. Bahwa yang memerintahkan Agustay Handa May untuk menggali lubang adalah Margriet Ch. Megawe dan kemudian menyuruhnya mengangkat bungkusan jenazah Engeline dan selanjutnya menimbunnya.

6. Bahwa Margriet Ch. Megawe melakukannya secara sadar tanpa suruhan dari siapapun.

7. Bahwa peran Agustay Handa May adalah membiarkan terjadinya tindak pidana, menguburkan, menyembunyikan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian korban.

Dari rangkuman fakta-fakta tersebut diatas, dirangkaikan dengan pendapat- pendapat dan rekomendasi dari para peserta gelar perkara, maka direkomendasikan kepada penyidik untuk melakukan tindakan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan gelar perkara, maka penyidik lakukan pemeriksaan terhadap Agustay Handa May sebagai Saksi.

2. Konsultasikan penerapan pasal dengan Jaksa Penuntut Umum.

3. Terhadap Margriet Ch. Megawe sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka dengan alat bukti sebagai berikut : Keterangan Agustay Handa May sebagai saksi, hasil VER Otopsi dan Hasil Olah TKP Forensik.

4.3.6 Penyelesaian Berkas Perkara

Dalam penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, bagian terpenting dalam penyelesaian berkas perkara adalah pembuatan resume berkas perkara. Pada bagian akhir resume, penyidik menguraikan analisis fakta dan analisis yuridis berupa analisis terhadap unsur Pasal yang diterapkan.

Selama proses penyidikan ini, penyidik berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dengan tujuan menyelesaikan berkas perkara. Pada penyerahan berkas perkara tahap 1, penyidik Ditreskrimum mendapat surat dari Jaksa penuntut umum berupa surat P-19 (berkas belum lengkap), sehingga kemudian penyidik meminta petunjuk kepada Jaksa Penuntut Umum. Adapun petunjuk jaksa penuntut umum adalah sebagai berikut :

a. Agar penanganan atas berkas perkara penelantaran anak yang ditangani oleh Polda Bali diserahkan kepada Polresta Denpasar atau penanganan perkara pembunuhan yang ditangani Polresta Denpasar diserahkan kepada Polda Bali, sehingga penanganan menjadi satu berkas.

b. Agar dalam berkas perkara dicermati alat-alat bukti yang mendukung pembuktian unsur-unsur pasal yang disangkakan oleh penyidik b. Agar dalam berkas perkara dicermati alat-alat bukti yang mendukung pembuktian unsur-unsur pasal yang disangkakan oleh penyidik

Hal ini kemudian ditindak lanjuti penyidik dengan melakukan penggabungan penanganan kasus yang melibatkan tersangka Margriet Ch. Megawe berdasarkan Surat Perintah Kapolda Bali Nomor : B/ 5735/ VII/ 2015/ Ditreskrimum. Sehingga penyidik Polresta Denpasar melakukan pelimpahan berkas perkara tersangka Margriet Ch. Megawe berdasarkan surat Kapolresta Denpasar nomor B/ 4966/ VII/ 2015/ Resta Denpasar.

Selanjutnya ketika penyidik telah melengkapi Resume berkas perkara, maka berkas perkara telah siap untuk diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum.

4.3.7 Penyerahan Berkas Perkara ke Penuntut Umum

Penyidik menyerahkan berkas perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum yang sudah lengkap kepada Jaksa Penuntut Umum pada tanggal

26 Agustus 2015. Setelah dilakukan penelitian oleh penuntut umum, maka pada tanggal 3 September 2015, Berkas Perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM dinyatakan lengkap melalui Surat Kepala Kejaksaan Tinggi Bali No : B-2309/ P.1.4/ Epp.1/ 09/ 2015 perihal Pemberitahuan Hasil penyidikan perkara pidana atas nama Margriet Ch. Megawe sudah lengkap.

4.3.8 Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti

Setelah berkas perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM dinyatakan telah lengkap, maka penyidik kemudian menyerahkan Tersangka dan Barang Bukti ke penuntut umum melalui surat Kapolda Bali No. B/ 6985/ XI/ 2015 Ditreskrimum perihal Pengiriman tersangka dan barang bukti atas nama Margriet Ch. Megawe. Proses penyerahan tersangka dan barang bukti ke Setelah berkas perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ DITRESKRIMUM dinyatakan telah lengkap, maka penyidik kemudian menyerahkan Tersangka dan Barang Bukti ke penuntut umum melalui surat Kapolda Bali No. B/ 6985/ XI/ 2015 Ditreskrimum perihal Pengiriman tersangka dan barang bukti atas nama Margriet Ch. Megawe. Proses penyerahan tersangka dan barang bukti ke

4.3.9 Penghentian Penyidikan

Dalam penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, sebagaimana termuat dalam berkas perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum, tidak dilakukan proses penghentian penyidikan. Hal ini disebabkan berkas perkara yang disusun oleh penyidik telah dinyatakan lengkap oleh penuntut umum dan dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu penuntutan dan persidangan.

4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak yang Menyebabkan Kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

Proses Penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali dalam menangani peristiwa kematian Engeline tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Temuan Penelitian yang penulis dapatkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyidikan akan penulis jelaskan sebagai berikut.

4.4.1 Aturan Hukum

Dalam faktor aturan hukum yang mempengaruhi serangkaian proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline sebagaimana termuat dalam berkas perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum, terbagi menjadi 2 jenis aturan hukum yaitu aturan hukum secara formil dan materil.

Aturan hukum formil yang menjad pedoman penyidik dalam melakukan tindakan penyidikan adalah Undang-undang nomor 81 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Selanjutnya aturan hukum materiil yang menjadi dasar penyidik dalam mengungkap fakta-fakta dalam peristiwa kematian Engeline ini adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu penyidik Ditreskrimum, Kompol Yohana, beliau mengatakan bahwa dalam penerapan pasal persangkaan tindak pidana terhadap Margriet Ch. Megawe, tim penyidik sempat berdiskusi tentang penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-undang nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, namun berdasarkan hasil koordinasi dengan tim jaksa penuntut umum, akhirnya diputuskan hanya Undang-undang perlindungan anak saja yang digunakan. Alasan penyidik akhirnya menggunakan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 adalah penyidik bisa lebih fokus dalam mencari keterkaitan Margriet Ch. Megawe terhadap pembunuhan Engeline, dan penggunaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 ini sangat cocok jika dilihat dari korban yang merupakan anak-anak.

4.4.2 Penegak Hukum

Faktor penegak hukum sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak yang Faktor penegak hukum sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak yang

Pada pelaksanaan proses penyidikan terhadap peristiwa kematian Engeline ini, penulis menemukan fakta bahwa penyidikan ini melibatkan penyidik dari Polresta Denpasar dan penyidik dari Ditreskrimum Polda Bali, bahkan mendapat bantuan teknis dan asistensi dari Penyidik Mabes Polri, sehingga pengungkapan peristiwa pidana ini dapat dilakukan dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal.

Penulis melakukan wawancara dengan Kepala Unit Perempuan dan Perlindungan Anak Satreskrim Polresta Denpasar, AKP Udayani, yang menjelaskan bahwa pada awal proses penyidikan kasus kematian Engeline ini, seluruh penyidik Polresta Denpasar dikerahkan untuk bekerja keras membuat penanganan kasus ini berjalan dengan cepat, bahkan dalam prosesnya salah satu penyidik Polresta Denpasar meninggal dunia karena sakit yang dideritanya memburuk pada saat bekerja menangani kasus ini. Hal ini menunjukkan bahwa beban kerja penyidik yang cukup tinggi mempengaruhi kesehatan dirinya. AKP Udayani menjelaskan bahwa penanganan kasus Engeline ini terasa lebih mudah saat mendapat backup personil dari Ditreskrimum Polda Bali.

Sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor SP. SIDIK/ 584/ VI/ 2015/ DITRESKRIMUM tanggal 12 Juni 2015, penyidik yang tergabung dalam proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh terduga pelaku Margriet Ch. Megawe sejumlah 55 orang.

4.4.3 Sarana atau Fasilitas

Secara umum, proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline yang dilakukan oleh penyidik

Ditreskrimum Polda Bali menggunakan sarana atau fasilitas yang dimiliki oleh Ditreskrimum Polda Bali dan Laboratorium Forensik cabang Denpasar.

4.4.4 Masyarakat

Berdasarkan temuan penulis di lapangan, proses penyidikan peristiwa kematian Engeline ini memiliki pengaruh yang kuat secara sosial. Hal ini disebabkan sejak awal penanganan peristiwa hilangnya anak telah terpublikasikan secara luas di masyarakat. Sehingga berakibat pada munculnya reaksi publik yang menyoroti perkembangan proses penyidikan ini. Seluruh media massa lokal, nasional, elektronik maupun cetak turut ambil bagian dalam penggalian informasi. Dapat diduga bahwa dalam melaksanakan proses penyidikan, penyidik mendapatkan pengaruh dari reaksi publik yang berkembang di masyarakat (hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Denpasat, AKP I.G.A Udayani S.IK tanggal 2 Desember 2015)

Munculnya reaksi publik yang luar biasa dalam masyarakat membuat media termotivasi mengembangkan pemberitaan terhadap perkembangan hasil penyidikan yang sebenarnya masih dalam proses pencarian fakta-fakta hukum oleh penyidik. Adanya pemberitaan yang dilakukan media tertentu, menimbulkan opini-opini dalam masyarakat yang belum tentu sesuai dengan fakta hukum yang ada, hal ini mempengaruhi proses penyidikan.

Pemberitaan yang dilakukan media tentunya membutuhkan informasi dari penyidik selaku pihak yang menjalankan proses penyidikan. Penyidik oleh karenanya dituntut mampu bertindak profesional dalam menjalankan proses penyidikan dan menyampaikan hal-hal yang perlu disampaikan dalam rangka pemenuhan tugas pokok Polri yaitu pelayanan terhadap masyarakat.

4.4.5 Kebudayaan

Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang memiliki corak pluralistik atau heterogen, sehingga memunculkan berbagai tafsir dalam diri masyarakat Indonesia.

Peristiwa kematian Engeline ini merupakan peristiwa matinya anak yang diduga dilakukan oleh terduga pelaku Margriet Ch. Megawe sebagai ibu angkat Engeline. Dalam budaya masyarakat Indonesia, orang tua atau orang dewasa yang diangkat merupakan orang yang memiliki kewajiban mengasuh dan memberi perlindungan terhadap anak yang diasuhnya. Orang tua juga memiliki tanggung jawab dalam tumbuh kembang anak, pendidikan dan mental spritual.

Peristiwa kematian Engeline ini juga melibatkan sosok anak sebagai objek kejahatan. Dimana dalam aturan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak berhak memperoleh perlindungan dari kekerasan. Namun dalam peristiwa ini, penyidik dalam kode etiknya memiliki tugas menyajikan fakta-fakta hukum yang diperoleh dari proses penyidikan, bukan berdasarkan opini yang berkembang. Kemudian setelah dinilai lengkap, maka fakta-fakta tersebut akan diuji di pengadilan, sehingga muncul putusan sidang yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Namun yang terjadi adalah masyarakat menginginkan terduga pelaku dihukum seberat-beratnya dengan berbagai upaya, atas dasar moral dan rasa iba terhadap korban. Hal inilah yang melatar belakangi munculnya reaksi publik dalam masyarakat.

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Analisis Deskripsi Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak yang Menyebabkan Kematian Engeline.

Berdasarkan temuan penelitian dalam Bab IV, dapat kita ketahui bahwa perbuatan Margriet Ch Megawe tidak mencerminkan sebagai orang tua angkat yang baik bagi Engeline. Oleh karena itu untuk memperoleh deskripsi yang jelas tentang perbuatan tersebut, penulis akan melakukan pembahasan dengan menggunakan Konsep Tindak Pidana, Konsep Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak, Konsep Gabungan Perbuatan yg dapat Dihukum dan Konsep Penyertaan Perbuatan Pidana.

5.1.1 Analisis Tindak Pidana

Dalam Studi Dokumen yang telah penulis lakukan pada Berkas Perkara Nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum, disebutkan bahwa Margriet Ch. Megawe telah melakukan tindak pidana yang menyebabkan kematian Engeline. Tindak Pidana tersebut kemudian dianalisis oleh penyidik sehingga Magriet Ch. Megawe di persangkakan pada tujuh buah pasal tindak pidana. Penyidik menganalisis perbuatan Margriet Ch. Megawe telah memenuhi unsur tindak pidana terhadap nyawa orang lain, tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam KUHP dan tindak pidana terhadap anak sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam meninjau perbuatan Margriet Ch. Megawe dalam peristiwa kematian Engeline, perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. Hal tersebut Dalam meninjau perbuatan Margriet Ch. Megawe dalam peristiwa kematian Engeline, perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. Hal tersebut

a. Perbuatan Margrieth Ch. Megawe merupakan (handeeling) kelakuan atau tingkah laku yang diancam dengan pidana.

b. Dalam perbuatan itu mengandung kesalahan, yaitu hubungan sikap batin dalam diri Margriet Ch. Megawe dan perbuatan yang dilakukannya.

c. Perbuatan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

Dasar dari pemahaman tentang tindak pidana merupakan pondasi dari kemampuan penyidik dalam menganalisis perbuatan yang dilakukan Margriet Ch. Megawe. Sehingga dapat diketahui bahwa perbuatannya merupakan perbuatan pidana yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam KUHP, yaitu Tindak Pidana terhadap nyawa orang lain (pasal 338-350 KUHP) dan Tindak Pidana penganiayaan (pasal 351-358 KUHP).

5.1.2 Analisis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak

Sebagaimana disebutkan dalam temuan penelitian, bahwa Margriet Ch. Megawe telah dipersangkakan melanggar pasal-pasal dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Temuan Penelitian juga menjelaskan perlakuan Margriet terhadap Engeline dalam melakukan kekerasan terhadap anak, mengeksploitasi anak secara ekonomi (melalui pekerjaan mengurus ternak), menempatkan anak pada situasi perlakuan salah dan penelantaran anak (Gizi yang buruk dan Sebagaimana disebutkan dalam temuan penelitian, bahwa Margriet Ch. Megawe telah dipersangkakan melanggar pasal-pasal dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Temuan Penelitian juga menjelaskan perlakuan Margriet terhadap Engeline dalam melakukan kekerasan terhadap anak, mengeksploitasi anak secara ekonomi (melalui pekerjaan mengurus ternak), menempatkan anak pada situasi perlakuan salah dan penelantaran anak (Gizi yang buruk dan

Penyidik melakukan penerapan pasal dengan melihat hasil pemeriksaan terhadap para saksi, ahli dan tersangka, sehingga ketika dirasa sudah memenuhi unsur secara tepat, maka penyidik menuangkan dalam analisis yuridis berkas perkara. Dasar dari pemahaman tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak ini merupakan pondasi dari penyidik untuk menganalisis perbuatan yang dilakukan Margriet Ch. Megawe.

Penulis berpendapat bahwa perbuatan Margriet Ch. Megawe merupakan perbuatan tindak pidana kekerasan terhadap anak, yaitu melanggar ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

5.1.3 Analisis Gabungan Perbuatan yang Dapat Dihukum

Kemudian dalam memandang tindak pidana yang dilakukan Margriet Ch. Megawe terhadap Engeline, penulis menggunakan Konsep Gabungan Perbuatan Yang Dapat Dihukum, yaitu Perbuatan yang diteruskan (voorgazette handeling) sebagaimana dicantumkan dalam pasal 64 KUHP.

Seperti dijelaskan dalam temuan penelitian, Margriet sejak awal tinggal bersama Engeline kerap melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap anak angkatnya, bahkan seiring bertambahnya umur Engeline, kekerasan tersebut juga mengalami peningkatan (sebagaimana dijelaskan dalam persangkaan pasal). Namun penulis melihat hal tersebut sebagai perbuatan yang diteruskan, karena diawali dengan satu niat/kehendak yaitu melakukan kekerasan kepada Engeline, kemudian perbuatan tersebut sama macamnya Seperti dijelaskan dalam temuan penelitian, Margriet sejak awal tinggal bersama Engeline kerap melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap anak angkatnya, bahkan seiring bertambahnya umur Engeline, kekerasan tersebut juga mengalami peningkatan (sebagaimana dijelaskan dalam persangkaan pasal). Namun penulis melihat hal tersebut sebagai perbuatan yang diteruskan, karena diawali dengan satu niat/kehendak yaitu melakukan kekerasan kepada Engeline, kemudian perbuatan tersebut sama macamnya

Penulis menilai dari hasil pemeriksaan terhadap para saksi dan ahli, menjelaskan bahwa perbuatan kekerasan terhadap Engeline dilakukan secara terus menerus oleh Margriet Ch. Megawe. Perbuatan tersebut dilakukan secara terus menerus sehingga pada akhirnya menimbulkan hilangnya nyawa Engeline.

5.1.4 Analisis Penyertaan Perbuatan Pidana

Dalam mengembangkan penilaian dari unsur pelaku tindak pidana. Penulis melakukan analisis dengan Konsep Penyertaan Perbuatan Pidana sesuai pasl 55 KUHP. Hal ini penting sekali untuk menguraikan sejauh mana peran Margriet Ch. Megawe dalam peristiwa tindak pidana ini. Apakah sebagai orang yang melakukan tindak pidana, orang yang menyuruh melakukan tindak pidana, orang yang turut serta melakukan tindak pidana atau menjadi orang yang membujuk melakukan tindak pidana tersebut. Uraian tentang Penyertaan Perbuatan Pidana diatur dalam pasal 55 KUHP.

Dalam proses penyidikan awal, yaitu dalam rangka mencari fakta-fakta hukum tentang pelaku yang melakukan tindak pidana yang menyebabkan kematian Engeline, penyidik menduga terdapat pelaku lain selain Agustay Handa May (tersangka dalam Berkas Perkara lain) yaitu Margriet Ch. Megawe (tersangka dalam Berkas Perkara yang penulis teliti). Adanya kecurigaan penyidik bahwa Margriet Ch. Megawe terlibat sebagai orang yang melakukan, orang yang menyuruh melakukan, orang yang turut serta melakukan bahkan Dalam proses penyidikan awal, yaitu dalam rangka mencari fakta-fakta hukum tentang pelaku yang melakukan tindak pidana yang menyebabkan kematian Engeline, penyidik menduga terdapat pelaku lain selain Agustay Handa May (tersangka dalam Berkas Perkara lain) yaitu Margriet Ch. Megawe (tersangka dalam Berkas Perkara yang penulis teliti). Adanya kecurigaan penyidik bahwa Margriet Ch. Megawe terlibat sebagai orang yang melakukan, orang yang menyuruh melakukan, orang yang turut serta melakukan bahkan

Temuan penelitian diatas menjelaskan bahwa peristiwa kematian Engeline ini tidak dilakukan oleh satu orang pelaku saja, namun ada pihak lain yang turut serta melakukan tindak pidana yang menyebabkan kematian Engeline. Hal ini sebagaimana penulis jelaskan menggunakan Konsep Penyertaan Perbuatan Pidana, yaitu setidaknya ada dua orang, antara lain orang yang melakukan (Pleger) dan orang yang turut serta melakukan (Medepleger) tindak pidana itu.

5.2 Analisis Proses Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak yang Menyebabkan Kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

Pada bagian ini, penulis akan menyajikan uraian Analisis proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline yang dilaksanakan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali. Analisis akan penulis uraikan dalam dua tahap yaitu proses penyelidikan hilangnya Engeline dan proses penyidikan tindak pidana kekerasan yang menyebabkan kematian Engeline.

5.2.1 Analisis Penyelidikan

Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP, Penyelidikan didefinisikan sebagai “serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP, Penyelidikan didefinisikan sebagai “serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau

Proses penyelidikan dimulai saat Margriet Ch. Megawe membuat laporan polisi nomor : LP/ 140/ V/ 2015/ Bali/ Resta/ Sek Dentim tanggal 16 Mei 2015 tentang anak meninggalkan rumah tanpa pesan. Proses penyelidikan ini diawali oleh Polsek Denpasar Timur kemudian dilimpahkan ke Satreskrim Polresta Denpasar karena tidak membuahkan hasil. Kemudian Satreskrim Polresta Denpasar melakukan pencarian hingga pada tanggal 10 Juni 2015 memperoleh hasil, jenazah Engeline ditemukan di halaman belakang rumah Margriet.

Berdasarkan hasil temuan penelitian, penulis menilai proses penyelidikan awal yang dilakukan Polsek Denpasar Timur tidak mencerminkan petugas yang profesional, proporsional dan prosedural seperti yang sudah digariskan dalam Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri Pasal 7 Ayat (1) huruf c yang berbunyi : “setiap anggota Polri wajib menjalankan tugas secara profesional, proporsional dan prosedural”. Petugas Polsek Denpasar Timur tidak menindaklanjuti hilangnya anak dengan melakukan serangkaian tindakan kepolisian sebagaimana dijelaskan dalam Perkap 14 Tahun 2012. Petugas tidak melakukan tahapan observasi (pengamatan) pada lingkungan terdekat Engeline, hal ini berakibat muncul asumsi negatif (upaya intervensi dan suap) terhadap personil Polsek Denpasar

Timur. Penulis menilai petugas tidak bekerja secara Profesional, Proporsional dan Prosedural.

Pada tahapan Olah TKP, penyidik Satreskrim Polresta Denpasar bersama dengan Tim Puslabfor Cabang Denpasar telah melakukan Olah TKP sebanyak 6 kali dalam upaya mencari alat bukti untuk menjerat tersangka. Berdasarkan Teori Manajemen oleh G.R Terry, tahapan Olah TKP tidak memiliki perencanaan yang baik, karena idealnya tidak perlu dilakukan beberapa kali. Pada proses pelaksaanaan Olah TKP ini, penyidik melakukan sebanyak 6 kali. Proses Olah TKP sebanyak 6 kali tersebut bertujuan mencari alat bukti yang kuat untuk menemukan pelaku, namun rentang waktu yang cukup lama akan berakibat pada berubahnya status Tempat Kejadian Perkara. Penulis berpendapat ketika TKP sudah tidak lagi status quo maka penyidik akan memperoleh kesulitan dalam mencari alat bukti. Berdasarkan Teori Manajemen oleh G.R. Terry, hasil alat bukti forensik yang diperoleh dari Olah TKP ini nyatanya belum mampu meyakinkan hakim pada persidangan Kasus Engeline, untuk itu dalam proses Olah TKP diperlukan pengawasan oleh pimpinan penyidik.

5.2.2 Analisis Pengiriman Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan

Pada proses pengiriman Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), penyidik menyusun berdasarkan laporan polisi yang telah ada, sehingga perlu dikeluarkan SPDP guna membuat terang suatu tindak pidana dan dalam rangka menemukan pelakunya. Seperti dijelaskan dalam Pasal 14 ayat (1) Perkap 14/2012 yaitu Penyidikan dilakukan berdasarkan laporan polisi dan surat perintah penyidikan.

Dalam Perkap 14/2012, Laporan Polisi adalah “laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya suatu peristiwa yang diduga terdapat pidananya baik yang ditemukan sendiri maupun melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh sesorang karena hak atau kewajiban berdasarkan peratuan perundang-undangan.”

Proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum dapat dimulai berdasarkan munculnya Laporan Polisi Nomor : LP/ 260/ VI/ 2015/ Bali/ SPKT tanggal 12 Juni 2015 dengan Pelapor Ni Nyoman Masni. Kemudian penyidik membuat Surat Perintah Penyidikan nomor Sp. Sidik/ 584/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 12 Juni 2015 dan pada saat yang bersamaan juga mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Denpasar melalui surat B/ 195/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 12 Juni 2015. Kemudian melihat perkembangan hasil penyidikan di Polresta Denpasar untuk perkara dengan Agustay Handa May (tersangka dalam Berkas Perkara lain) dan hasil penyidikan di Ditreskrimum Polda Bali untuk perkara dengan terduga pelaku Margriet Ch Megawe (Berkas Perkara No. BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum), dan dalam rangka mempercepat penanganan kasus dan meningkatkan kinerja penyidik, maka Kapolda Bali (saat itu) Irjen Polisi (Purn.) Drs. Ronny Franky Sompie, S.H, M.H selaku atasan penyidik membuat Surat Perintah Tugas Penanganan Perkara Gabungan antara Penyidik Polresta Denpasar dan Penyidik Ditreskrimum Polda Bali (Join Investigation Team).

Analisis penulis pada proses dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan hingga dikirimkannya SPDP ke Kepala Kejaksaan Tinggi adalah telah sesuai dengan ketentuan dalam Perkap 14/2012.

5.2.3 Analisis Upaya Paksa

Proses selanjutnya yang dilakukan oleh penyidik dalam membuat terang suatu tindak pidana adalah melakukan upaya paksa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa : upaya paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi : pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat. Uraian dari masing-masing tahap upaya paksa akan penulis jelaskan sebagai berikut.

1. Analisis Proses Pemanggilan

Sesuai ketentuan dalam Perkap 14/2012, dapat kita ketahui bahwa seseorang dapat dilakukan pemeriksaan terhadap seseorang adalah dengan adanya Surat Pemanggilan yang dikeluarkan oleh penyidik. Namun pada pelaksanaan pada proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline ini, ada beberapa saksi yang dipanggil tanpa surat panggilan.

Seperti penulis uraikan dalam temuan hasil penelitian yaitu pada proses pemanggilan, penyidik telah melakukan pemanggilan terhadap Saksi sejumlah

42 orang, Ahli sejumlah 14 orang dan Tersangka sejumlah 1 orang. Penulis menemukan 22 (dua puluh dua) orang Saksi telah dilakukan pemanggilan tanpa Surat Pemanggilan dan 1 (satu) orang ahli telah dilakukan pemanggilan tanpa Surat Pemanggilan. Penulis berpendapat bahwa penyidik hanya melakukan pemanggilan secara lisan yang didengar dan dimengerti oleh para saksi dan ahli, sehingga penyidik tetap dapat melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan ahli tersebut. Walaupun secara umum telah diatur dalam Perkap 14/2012 tentang proses pemanggilan, namun pada temuan penulis, penyidik 42 orang, Ahli sejumlah 14 orang dan Tersangka sejumlah 1 orang. Penulis menemukan 22 (dua puluh dua) orang Saksi telah dilakukan pemanggilan tanpa Surat Pemanggilan dan 1 (satu) orang ahli telah dilakukan pemanggilan tanpa Surat Pemanggilan. Penulis berpendapat bahwa penyidik hanya melakukan pemanggilan secara lisan yang didengar dan dimengerti oleh para saksi dan ahli, sehingga penyidik tetap dapat melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan ahli tersebut. Walaupun secara umum telah diatur dalam Perkap 14/2012 tentang proses pemanggilan, namun pada temuan penulis, penyidik

2. Analisis Proses Penangkapan

Proses penangkapan yang dilakukan penyidik Ditreskrimum Polda Bali terhadap Margriet Ch. Megawe dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penangkapan nomor Sp. Kap/ 74/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015. Penyidik menilai berdasarkan adanya bukti permulaan yang cukup, maka penyidik memutuskan untuk menangkap tersangka Margriet Ch. Megawe. Adapun persangkaan pasal yang digunakan pada saat itu adalah bahwa Margriet Ch. Megawe telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 76 B jo 77 B Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Berdasarkan penangkapan tersebut, penyidik kemudian membuat berita acara penangkapan tanggal 14 juni 2015, selain itu penyidik juga membuat Surat Pemberitahuan penangkapan nomor B/ 4638/ VI/ 2015/ Ditreskrimum kepada pihak keluarga Margriet Ch. Megawe.

Penulis menilai, proses penangkapan ini telah sesuai dengan KUHAP dan Perkap 14/2012.

3. Analisis Proses Penahanan

Sebagaimana dijelaskan dalam temuan penelitian, setelah dilakukan penangkapan, penyidik melakukan penahanan terhadap Margriet Ch. Megawe. Penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penahanan nomor Sp. Han/ 48/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015 dengan masa penahanan 20 hari terhitung dari tanggal 14 Juni 2015 sampai dengan 4 Juli 2015. Kemudian penyidik menuangkannya dalam Berita Acara Penahanan. Dalam surat perintah Sebagaimana dijelaskan dalam temuan penelitian, setelah dilakukan penangkapan, penyidik melakukan penahanan terhadap Margriet Ch. Megawe. Penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penahanan nomor Sp. Han/ 48/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015 dengan masa penahanan 20 hari terhitung dari tanggal 14 Juni 2015 sampai dengan 4 Juli 2015. Kemudian penyidik menuangkannya dalam Berita Acara Penahanan. Dalam surat perintah

Dari uraian diatas, proses penahanan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum terhadap Margriet Ch. Megawe telah memenuhi ketentuan Perkap 14/2012.

4. Analisis Proses Penggeledahan

Tahapan upaya paksa berikutnya yang dilakukan oleh penyidik adalah Penggeledahan. Berdasarkan Surat Perintah Geledah nomor Sp. Geledah/ 03/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2015, penyidik melakukan penggeledahan di rumah Margriet Ch. Megawe di Jalan Sedap Malam No. 26 Denpasar Timur, kemudian menuangkan hasil penggeledahan dalam Berita Acara Pengeledahan. Dalam hal melakukan proses penggeledahan, penyidik mengirim surat kepada Kepala Pengadilan Negeri nomor B/ 08/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tentang permintaan persetujuan penggeledahan.

Penulis menilai, tindakan yang dilakukan penyidik telah sesuai dengan ketentuan KUHAP.

5. Analisis Proses Penyitaan

Merujuk pada ketentuan di dalam KUHAP yaitu dalam pasal 38 ayat (1) dan Pasal 39 ayat (1) huruf a, maka berdasarkan hasil penelitian bahwa tindakan penyidik berupa mengajukan permintaan izin / izin khusus penyitaan barang bukti kepada Ketua Pengadilan Negeri Denpasar melalui surat nomor B/ 99/ VI/ 2015/ Ditreskrimum tanggal 16 Juni 2015, telah sesuai dengan ketentuan KUHAP.

6. Analisis Proses Pemeriksaan Surat

Pada tahapan pemeriksaan surat, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap :

a. Hasil pemeriksaan Polygraph (lie detector) dengan subyek Agustay Handa May.

b. Hasil Visum Et Reportum dengan Nomor : VER UK. 01.15/ IV.E.19/ VER/ 281/ 2015 tanggal 9 Juli 2015 dari RSUP Sanglah Denpasar.

c. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Gigi dan Mulut atas jenazah tanggal 11 Juni 2015.

d. Hasil Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab : 438/ KBF/ 2015 tanggal 26 Juni 2015.

e. Laporan Pemeriksaan Psikologis dengan subjek Margriet Ch. Megawe. Tanggal 10 Juni 2015.

Setelah pemeriksaan dilakukan, penyidik menuangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Penulis menilai tahapan ini telah sesuai dengan Perkap 14/2012.

5.2.4 Analisis Pemeriksaan Saksi, Ahli dan Tersangka

Dalam Pasal 118 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberi keterangan itu setelah mereka menyetujuinya. Dan kemudian dalam Pasal ayat (1) 120 KUHAP, dijelaskan bahwa penyidik apabila menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.

Merujuk pada ketentuan diatas, maka penulis menilai tindakan penyidik Ditreskrimum Polda Bali dalam memeriksa saksi, ahli dan tersangka, telah sesuai dengan ketentuan KUHAP dan Perkap 14/2012. Dimana keterangan para saksi, ahli dan tersangka dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan, Merujuk pada ketentuan diatas, maka penulis menilai tindakan penyidik Ditreskrimum Polda Bali dalam memeriksa saksi, ahli dan tersangka, telah sesuai dengan ketentuan KUHAP dan Perkap 14/2012. Dimana keterangan para saksi, ahli dan tersangka dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan,

5.2.5 Analisis Gelar Perkara

Sebagaimana telah penulis uraikan dalam temuan hasil penelitian bahwa proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline dengan Margriet Ch. Megawe, penyidik secara berkala melaksanakan gelar perkara, baik secara internal maupun melibatkan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Bali. Didalam Perkap 14/2012, gelar perkara dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu pada awal prosses penyidikan, pertengahan proses penyidikan, dan akhir proses penyidikan. Kemudian dalam pasal 70 ayat (2) huruf d Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa Gelar Perkara pada tahap awal penyidikan bertujuan untuk menentukan saksi, dan barang bukti, kemudian pada Pasal 70 ayat (3) huruf e Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa Gelar perkara pada tahap pertengahan penyidikan bertujuan untuk memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka dan barang bukti dengan pasal yang dipersangkakan.

Merujuk pada ketentuan diatas, Gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik pada tanggal 27 Juni 2015 sebanyak 2 kali pada hari yang sama, merupakan gelar perkara awal dan pertengahan penyidikan. Dalam hasil rekomendasi pada gelar perkara yang dipimpin langsung oleh Kapolda Bali itu menjelaskan bahwa :

a. Setelah dilakukan Gelar perkara ini maka penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap Agustay Handa May sebagai saksi.

b. Penyidik supaya berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penerapan pasal.

c. Terhadap Margriet Ch. Megawe sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka dengan dasar alat bukti sebagai berikut : Terdapat kesesuaian antara Keterangan Agustay Handa May sebagai saksi dengan Hasil VER Otopsi, dan Hasil Olah TKP Forensik.

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa Gelar Perkara tahap awal da pertengahan yang dilakukan penyidik sesuai dengan ketentuan dalam Perkap 14/2012.

5.2.6 Analisis Penyelesaian Berkas Perkara

Dalam temuan hasil penelitian telah penulis uraikan bahwa bagian terpenting dalam berkas perkara adalah resume, kemudian didalam resume penyidik memberikan analisis yuridis terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka Margriet Ch. Megawe. Penyidik tidak hanya menuangkan persangkaan Pasal 76 B Jo 77 B Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi terdapat pasal-pasal persangkaan lain yang diterapkan penyidik dalam melengkapi berkas perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum dengan tersangka Margriet Ch. Megawe.

Selanjutnya sesuai dengan Pasal 73 ayat (3) Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa Pemberkasan sekurang-kurangnya memuat : Sampul Berkas Perkara, Daftar Isi, Resume, Laporan Polisi, Berita Acara setiap tindakan penyidik atau penyidik pembantu, Administrasi penyidikan, daftar saksi, daftar tersangka dan daftar barang bukti. Yang kemudian penulis lakukan analisis terhadap Berkas Perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum, selanjutnya dapat penulis Selanjutnya sesuai dengan Pasal 73 ayat (3) Perkap 14/2012 dijelaskan bahwa Pemberkasan sekurang-kurangnya memuat : Sampul Berkas Perkara, Daftar Isi, Resume, Laporan Polisi, Berita Acara setiap tindakan penyidik atau penyidik pembantu, Administrasi penyidikan, daftar saksi, daftar tersangka dan daftar barang bukti. Yang kemudian penulis lakukan analisis terhadap Berkas Perkara nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum, selanjutnya dapat penulis

5.2.7 Analisis Penyerahan Berkas Perkara ke Penuntut Umum

Dalam temuan penelitian, telah penulis jelaskan bahwa penyerahan berkas perkara tahap 1 oleh penyidik, ternyata dinilai belum lengkap dan mendapat petunjuk melalui P-19 Jaksa Penuntut Umum. Penyidik kemudian melaksanakan petunjuk tersebut selama maksimal 14 hari sejak diterima P-19, kemudia pada tanggal 26 Agustus 2015, penyidik mengirimkan kembali berkas perkara tersebut dan sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa penuntut umum melalui surat pemberitahuan Kejaksaan Tinggi Bali Nomor B/ 2309/ P.1.4/ Epp.1/ 09/ 2015.

Salah satu mekanisme penyelesaian berkas perkara yang dilakukan penyidik adalah melakukan penggabungan berkas perkara yang ditangani Polresta Denpasar dan Berkas Perkara yang ditangani Ditreskrimum Polda Bali. Hal tersebut merupakan petunjuk Jaksa karena ada kesesuaian antara saksi, terduga pelaku dan barang bukti yang didapat.

Penulis kemudian melihat, walaupun secara eksplisit tidak tertuang dalam KUHAP, mekanisme penggabungan berkas ini merupakan taktik penyidik dan jaksa penuntut umum dalam penyelesaian berkas perkara, bahkan secara administrasi penyidikan berkas perkara telah lengkap, sehingga penulis menilai tahapan proses penyidikan ini telah sesuai dengan KUHAP dan Perkap 14/2012.

5.2.8 Analisis Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti

Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP, dijelaskan bahwa dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP, dijelaskan bahwa dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan

Berdasarkan ketentuan diatas tindakan penyidik kemudian menyerahkan tersangka Margrieth Ch. Megawe dan barang bukti kepada Kejaksaan Tinggi Bali dengan surat pengantar B/ 6985/ XI/ 2015/ Ditreskrimum dan daftar barang bukti. Selanjutnya penyidik membuat berita acara penyerahan tersangka dan barang bukti. Penulis menyimpulkan tindakan penyidik telah sesuai dengan ketentuan KUHAP dan Perkap 14/2012.

5.3 Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Efektifitas Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak yang Menyebabkan Kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, penulis menggunakan Konsep Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyidikan menurut Soerjono Soekanto. Penulis akan menjelaskan sebagai berikut.

5.3.1 Analisis Aturan Hukum

Faktor pertama dalam penegakan hukum yang berpengaruh terhadap efektifitas penyidikan menurut Soerjono Soekanto (1983) adalah Aturan Hukum atau Undang-undang.

Dalam temuan hasil penelitian sudah penulis uraikan tentang aturan hukum formil dan bagaimana penyidik menggunakan aturan hukum materiil sebagai dasar persangkaan terhadap tersangka Margriet Ch. Megawe. Tindakan penyidik menggunakan aturan hukum dalam KUHP dan Undang- undang nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyidikan.

Analisis penulis dalam faktor aturan hukum ini menilai dari sisi kekuatan dan kelemahan aturan hukum itu sendiri. Penulis berpendapat bahwa kekuatan yang dimiliki aturan hukum atau undang-undang, akan mendorong penyidik untuk bekerja lebih terarah dan terencana dalam mencari unsur-unsur yang terpenuhi dan untuk mewujudkan tujuan penyidikan, yaitu membuat terang suatu tindak pidana dan dalam rangka menemukan pelakunya. Berikutnya, kekuatan yang dimiliki aturan hukum adalah terdapat sanksi atau pertanggung jawaban pidana didalamnya. Hal ini berpengaruh pada upaya preventif seseorang yang ingin melakukan sebuah perbuatan pidana dalam melihat sanksi yang akan dibebankan padanya. Kekuatan yang lain dalam aturan hukum adalah sebagai sarana pengawasan kepada penyidik supaya tetap profesional dalam melaksanakan tahap-tahap penyidikan dengan baik, sehingga tidak terjadi rekayasa penyidikan untuk mencapai hasil yang cepat.

Dari sisi kelemahan aturan hukum, penulis berpendapat aturan hukum yang baik memerlukan penegak hukum yang baik juga, artinya sebaik apapun aturan hukum yang ada, tanpa didukung oleh penegak hukum yang baik, mustahil aturan hukum tersebut dapat mewujudkan keteraturan sosial dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia berkembang cukup pesat, sehingga aturan Dari sisi kelemahan aturan hukum, penulis berpendapat aturan hukum yang baik memerlukan penegak hukum yang baik juga, artinya sebaik apapun aturan hukum yang ada, tanpa didukung oleh penegak hukum yang baik, mustahil aturan hukum tersebut dapat mewujudkan keteraturan sosial dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia berkembang cukup pesat, sehingga aturan

Dari uraian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyidikan diatas, penulis kemudian menyimpulkannya dalam dua bentuk yaitu apakah faktor tersebut mendukung atau justru menghambat proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Ditreksrimum Polda Bali. Berdasarkan Analisis tentang kekuatan dan kelemahan faktor aturan hukum, maka penulis menyimpulkan faktor aturan hukum sangat mendukung efektivitas penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

5.3.2 Analisis Penegak Hukum

Faktor berikutnya yang mempengaruhi efektifitas penyidikan adalah faktor penegak hukum. Soerjono Soekanto menjeaskan bahwa, penegak hukum memiliki kedudukan (status) dan peranan (role) secara sosiologis.

Soerjono Soekanto juga menjelaskan bahwa peranan yang seharusnya dari para penegak hukum telah dirumuskan dalam beberapa undang-undang. Salah satunya itu ada didalam undang-undang perihal peranan yang ideal dan yang seharusnya yaitu pasal 4 dan pasal 5 UU Polri.

Selanjutnya dalam mewujudkan peranan yang seharusnya dari seorang penegak hukum, Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa terdapat hambatan- hambatan dalam mewujudkan peranan yang seharusnya.

Pada temuan hasil penelitian telah penulis sampaikan bahwa dalam pelaksanaan proses penyidikan kematian Engeline ini melibatka penyidik dari

Polresta Denpasar dan Ditreskrimum Polda Bali, Bahkan penyidik Mabes Polri turut memberi bantuan teknis dan asistensi pada proses penyidikan. Hal ini tentunya bukan tanpa alasan bahwa atasan penyidik melakukan Join Investigation Team. Penulis kemudian menganalisis faktor penegak hukum dengan merujuk pada konsep diatas, maka penulis berpendapat bahwa terdapat hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penyidikan kematian Engeline sebagai berikut :

1. Keterbatasan kemampuan Sumber Daya Manusia penyidik.

2. Penyidik merasa putus asa dalam menangani penyidikan.

3. Tingginya beban kerja mempengaruhi proses penanganan kasus.

4. Adanya intervensi dari berbagai pihak pada penyidik mempengaruhi fokus penyidikan.

5. Penyidik kurang daya inovatifnya dalam menyusun taktik dan teknis penyidikan.

Dari hambatan-hambatan diatas sehingga penyidik perlu mendapatkan bantuan dan motivasi dari atasan penyidik dalam hal ini Kapolda Bali, untuk membuat proses penanganan kasus kematian Engeline tetap berjalan terarah, fokus dan profesional. Penulis menilai faktor penegak hukum disini menghambat proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

5.3.3 Analisis Sarana atau Fasilitas

Pada faktor sarana atau fasilitas, Soerjono soekanto menjelaskan bahwa tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut meliputi tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, Pada faktor sarana atau fasilitas, Soerjono soekanto menjelaskan bahwa tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut meliputi tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik,

Dalam proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan kematian Engeline, penyidik menggunakan sarana atau fasilitas yang dimiliki oleh Polda Bali dan Laboratorium Forensik cabang denpasar, selain itu adanya bantuan teknis dari penyidik Mabes Polri berupa alat-alat Daktiloskopi, Polygraph Test Kit dan Fasilitas dari INAFIS Polri. Secara keseluruhan, penulis menilai tidak ada hambatan dalam faktor sarana atau fasilitas, sehingga dapat penulis simpulkan bahwa faktor sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali mendukung penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

5.3.4 Analisis Masyarakat

Faktor berikutnya yang berpengaruh pada proses penyidikan tindak pidana kekerasa terhadap anak yang menyebabkan kematian adalah faktor masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, faktor masyarakat disini merupakan pemahaman konsep bahwa penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Pada pembahasan ini faktor masyarakat cenderung menitik beratkan pada pendapat-pendapat masyarakat mengenai hukum yang sangat mempengaruhi kepatuhan hukumnya, bagaimana masyarakat mengidentifikasi suatu hukum pada diri pribadi penegak hukumnya. Untuk jelasnya akan penulis jelaskan suatu contoh yang menghubungkan masyarakat yang malihat hukum pada diri penegak hukumnya.

Polisi dianggap sebagai hukum oleh masyarakat luas. Hal ini merupakan ilustrasi bagaimana masyarakat rata-rata mempunyai pengharapan, agar polisi

dapat menanggulangi masalah yang dihadapi. Proses anggapan itu bahkan tanpa memperhitungkan apakah polisi tersebut baru saja menyelesaikan pendidikan kepolisiannya, atau merupakan polisi yang telah berpengalaman. Harapan tersebut tertuju pada polisi dari yang berpangkat terendah hingga yang tertinggi. Masyarakat yang berurusan dengan polisi, tidak “sempat” berpikir tentang pendidikan yang dialami polisi. Warga masyarkat mempunyai persepsi bahwa setiap anggota polisi dapat menyelesaikan gangguan- gangguan yang dialaminya. Dalam mewujudkan persepsinya masyarakat melakukan tindakan-tindakan yang menurutnya dapat digunakan untuk mewujudkan tujuannya yaitu polisi dapat menyelesaikan gangguan-gangguan dalam masyarakat. Salah satu tindakan masyarkat itu menurut pendapat penulis adalah dengan menggunakan media sebagai sarana pembentuk opini publik dalam rangka menimbulkan reaksi sosial dalam masyarakat.

Peristiwa kematian Engeline ini mendapat sorotan dari media yang cukup luas karena informasi mengenai anak yang hilang telah menhyebar melalui media sosial, bahkan pemberitaannya tidak hanya dalam lingkup nasional, tetapi hingga dunia internasional. Media berlomba-lomba mencari informasi apapun yang dirasa terbaru dan menarik untuk disajikan pada khalayak ramai. Penyebaran informasi ini membuat para tokoh masyarakat yang berkepentingan turut berpartisipsi dalam penyelesaian kasus ini. Diantara tokoh-tokoh masyarakat tersebut bahkan terjun langsung ke lokasi kejadian untuk menghimpun informasi, yang kemudian dari informasi yang didapat diolah dengan opininya sendiri kemudian menyebarluaskan kepada masyarakat melalui media. Kegiatan-kegiatan individual itu tentunya menciptakan reaksi publik yang kemudian menanyakan langsung kepada penyidik Polri selaku Peristiwa kematian Engeline ini mendapat sorotan dari media yang cukup luas karena informasi mengenai anak yang hilang telah menhyebar melalui media sosial, bahkan pemberitaannya tidak hanya dalam lingkup nasional, tetapi hingga dunia internasional. Media berlomba-lomba mencari informasi apapun yang dirasa terbaru dan menarik untuk disajikan pada khalayak ramai. Penyebaran informasi ini membuat para tokoh masyarakat yang berkepentingan turut berpartisipsi dalam penyelesaian kasus ini. Diantara tokoh-tokoh masyarakat tersebut bahkan terjun langsung ke lokasi kejadian untuk menghimpun informasi, yang kemudian dari informasi yang didapat diolah dengan opininya sendiri kemudian menyebarluaskan kepada masyarakat melalui media. Kegiatan-kegiatan individual itu tentunya menciptakan reaksi publik yang kemudian menanyakan langsung kepada penyidik Polri selaku

Namun jika dilihat dari sisi lain dalam proses penyidikan ini, fungsi pengawasan terhadap tindakan penyidik meningkat tajam, sehingga memaksa penyidik untuk bekerja lebih hati-hati dan lebih profesional. Hal ini tentunya positif bagi organisasi Polri. Namun melihat beban kerja yang tinggi pada para penyidik, maka diperlukan suatu dorongan motivasi dari atasan penyidik untuk tetap membuat proses penyidikan berjalan terarah dan fokus pada tujuan. Hal inilah yang dilakukan Kapolda Bali terhadap anggotanya. Kapolda Bali memfokuskan pada pelayanan informasi kepada publik dengan menggelar jumpa pers, diskusi pada stasiun televisi dan sebagainya, sedangkan dalam gelar perkara, tetap mengarahkan tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan penyidik dalam rangka membuat terang tindak pidana yang menyebabkan kematian Engeline. Penulis menilai hal ini sebagai taktik dan strategi penyidikan tindak pidana.

Berdasarkan hasil Analisis diatas, penulis menyimpulkan bahwa faktor masyarakat dalam proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang meyebabkan kematian Engeline ini berpengaruh menghambat proses penyidikan.

5.3.5 Analisis Kebudayaan

Faktor Kebudayaan juga berpengaruh terhadap proses penegakan hukum (Soerjono Soekanto, 1983). Dalam menganalisis faktor kebudayaan ini, Faktor Kebudayaan juga berpengaruh terhadap proses penegakan hukum (Soerjono Soekanto, 1983). Dalam menganalisis faktor kebudayaan ini,

1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga, “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Dengan dimasukkannya pasal ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan kuatnya dasar hukum dan amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum.

Penulis menghubungkan faktor kebudayaan ini dengan budaya masyarakat Indonesia. Budaya masyarakat Indonesia yang heterogen namun cenderung menjunjung tinggi moral dalam interaksi sosial dan prinsip-prinsip hukum seperti tersebut diatas, belum sepenuhnya dapat terlaksana. Bahkan adanya sorotan media sebagai pembentuk opini publik, menyebabkan munculnya dukungan-dukungan terhadap pihak-pihak yang dinilai telah dirugikan. Sebagai contoh nyata dalam peristiwa penggusuran pemukiman pemukiman liar. Ketika media berpihak pada masyarakat yang tergusur, maka meluaslah dukungan-dukungan terhadap pihak-pihak tersebut, sehingga membuat kelompok itu merasa seolah-olah benar menolak proses penggusuran oleh pemerintah. Padahal jika dilihat dari sisi legalitas, proses penggusuran tentunya telah melewati prosedur-prosedur negoisasi dan sosialisasi dari pemerintah. Bahwa kelompok yang menempati lokasi pemukiman liar tersebut menyalahi aturan dan disarankan untuk pindah dalam kurun waktu tertentu. Munculnya dukungan bahkan cenderung provokatif terhadap keputusan pemerintah tentunya berdampak pada terjadinya konflik sosial, hal ini tentunya tidak diharapkan.

Merujuk pada Analisis diatas, proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline ini tidak terlepas dari berlakunya asas equality before the law dan asas presumption of Merujuk pada Analisis diatas, proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline ini tidak terlepas dari berlakunya asas equality before the law dan asas presumption of

Penulis menilai faktor kebudayaan mampu menggiring penyidik dalam menentukan tindakan penyidikan ke arah yang diinginkan masyarakat. Sehingga Penulis menyimpulkan faktor kebudayaan cenderung menghambat proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil temuan penelitian, dan pembahasan dengan menggunakan teori dan konsep terkait, diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Pertama, Penerapan pasal oleh penyidik dinilai sudah tepat, sesuai perbuatan Margriet Ch. Megawe. Perbuatan yang dilakukan oleh Margriet Ch. Megawe merupakan tindak pidana yang dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap nyawa orang lain, tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam KUHP dan tindak pidana kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kedua, proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali, telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam KUHAP, Perkap 14/2012 dan UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun terdapat kesalahan prosedur penanganan awal proses penyelidikan terhadap Laporan Orang Hilang oleh Petugas Polsek Denpasar Timur dan kesalahan dalam pelaksanaan Olah TKP oleh tim Puslabfor Cabang Denpasar.

Ketiga, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyidikan. Faktor-faktor tersebut adalah Faktor Aturan Hukum, Faktor Penegak Hukum, Faktor Sarana dan Fasilitas, Faktor Masyarakat dan Faktor Kebudayaan. Dari Ketiga, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyidikan. Faktor-faktor tersebut adalah Faktor Aturan Hukum, Faktor Penegak Hukum, Faktor Sarana dan Fasilitas, Faktor Masyarakat dan Faktor Kebudayaan. Dari

6.2 Saran

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan, penulis mengajukan saran sebagai berikut.

1. Dalam tataran Akademis

a. Penelitian ini dilaksanakan terbatas pada penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali sebagaimana tercantum dalam Berkas Perkara Nomor BP/ 84/ VII/ 2015/ Ditreskrimum dengan Tersangka Margriet Ch. Megawe. Guna memperoleh pemahaman yang menyeluruh, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian terhadap penyidikan yang dilaksanakan penyidik Polresta Denapasar, proses penuntutan yang dilaksanakan oleh penuntut umum dan persidangan oleh Majelis Hakim terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

b. Analisis yang penulis sajikan terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline terbatas hanya dalam perspektif Hukum Pidana yang menjelaskan tentang perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dan disertai ancaman (sanksi). Dapat dikatakan perspektif tersebut merupakan bagian dari Hukum Kepolisian. Guna memperoleh pemahaman yang mendalam tentang penerapan Ilmu Kepolisian, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian dan analisis dengan menggunakan perspektif teori-teori lain untuk pemahaman yang lebih baik.

2. Dalam tataran Praktis

a. Penulis menyarankan untuk melakukan evaluasi dan penilaian (assesment) terhadap para penyidik, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan personil yang dimiliki oleh Satuan Kerja Ditreskrimum dalam menangani perkara yang ada. Hal ini bertujuan untuk memetakan kekuatan personil sebagai bahan pertimbangan pimpinan untuk mewujudkan organisasi yang profesional.

b. Merujuk pada faktor penegak hukum dalam menghambat proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, penulis mengajukan saran untuk melaksanakan pelatihan tentang Optimalisasi Olah TKP, sehingga dapat meningkatkan kemampuan penyidik dalam melakukan Olah TKP yang profesional.

c. Saran berikutnya adalah melaksanakan pelatihan tentang taktik dan strategi penyidikan yang profesional. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kinerja yang positif dan profesional bagi penyidik pada saat menangani perkara yang disertai munculnya perhatian publik.