PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHA

POLDA BALI

OLEH: YANUAR RIZAL ARDIANTO

NO.MHS. 14678710

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN JAKARTA

Motto :

“.... dan dimana pun berada,

memberikan karya terbaik bagi masyarakat, bangsa, negara dan

dunia.”

“fiat justitia ruat caelum” -tegakkan keadilan walau langit akan runtuh-

Persembahan :

“...untuk Polri yang lebih baik dan dicintai masyarakat”

KATA PENGANTAR

Misteri kematian seorang anak bernama Engeline kerap membuat

berbagai pihak bertanya-tanya mengenai sebab kematian yang sebenarnya.

Bagaimana tidak, berbagai elemen dalam masyarakat turut menyampaikan

rasa peduli dan rasa berduka cita pada gadis berumur 8 tahun itu. Beragam

media saling berlomba-lomba dalam menyajikan informasi terkini dan

mengemas misteri kematian ini menjadi sebuah bahan diskusi forum yang

sangat menarik untuk disimak. Penulis kemudian memilih penyidikan tindak

pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline

sebagai objek penelitian.

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas

rahmat dan hidayahnya, penulis telah berhasil menyelesaikan skripsi dengan

judul “PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG

MENYEBABKAN KEMATIAN ENGELINE PADA DIREKTORAT RESERSE

KRIMINAL UMUM POLDA BALI yang disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kepolisian pada Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian

PTIK.

Dalam penyusunan skripsi ini, ucapan terima kasih disampaikan dengan

hormat kepada,

1. Irjen Pol Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, S.I.K., M. Si. selaku Ketua STIK-

PTIK yang telah membimbing dan membina penulis selama mengikuti

pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian.

2. Dr. Zulkarnein Koto S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing yang tak

pernah lelah dalam membina, memotivasi dan mengarahkan penulis

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.

3. Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol. Drs. Bambang Yogisworo,

SH., beserta staf, atas segenap kesempatan, bantuan, dan dukungan di

dalam pelaksanaan penelitian.

4. Kapolresta Denpasar Kombes Pol A.A Made Sudana SH, SIK yang telah

meluangkan waktunya untuk penulis dalam melaksanakan wawancara.

5. Seluruh penyidik Polresta Denpasar dan penyidik Polda Bali yang telah

meluangkan waktunya untuk penulis dalam rangka mencari informasi terkait

objek penelitian.

6. Rekan-rekan mahasiswa STIK-PTIK angkatan ke-67 atas kebersamaan dan

kerja sama yang terjalin selama ini.

7. Orang tua penulis dr Arif Wijanto M.M., dan Ir. Eka Virliana Putri, atas

segenap doa yang berlimpah, bimbingan, dukungan, motivasi dan selalu

menjadi inspirator bagi penulis.

8. Istriku Rima Putri Adining Wijayanti atas doa, dukungan, motivasi, dan

pengertian yang tak pernah usai terberikan.

9. Anak-anakku Helga Aisyahna Alaricputri, Sultan Mazaya Arrafi, yang selalu

menjadi sumber inspirasi dan motivasi.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat berterimakasih kepada semua

pihak yang memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini. Semoga pihak yang memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini. Semoga

Indonesia.

Jakarta, 16 Januari 2016

Penulis

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perbandingan Skripsi Penulis dengan Penelitian Terdahulu 1.............................................................................. 16 Tabel 2 : Perbandingan Skripsi Penulis dengan Penelitian Terdahulu 2 ............................................................................. 18 Tabel 3 : Data Anggota Subdit IV Renata .............................................. 71 Tabel 4 : Daftar Saksi .......................................................................... 117 Tabel 5 : Daftar Ahli ............................................................................. 133 Tabel 6 : Daftar Tersangka .................................................................. 153

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kerangka Berpikir ....................................................................50 Gambar 2 : Analisis Data Kualitatif .............................................................59 Gambar 3 : Peta Provinsi Bali......................................................................65 Gambar 4 : Peta Kota Denpasar.................................................................66 Gambar 5 : Struktur Organisasi Ditreskrimum .............................................70 Gambar 6 : Struktur Organisasi Subdit IV Renata .......................................72

ABSTRAK

Judul Skripsi : Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian Engeline Pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali Nama Mahasiswa : Yanuar Rizal Ardianto, S.H. Nomor Mahasiswa : 14678710 Isi Abstrak :

Peristiwa kematian Engeline telah menjadi sorotan publik bagi masyarakat. Hingga pada akhirnya petugas kepolisian menemukan jenazah

yang diduga adalah jenazah Engeline. Munculnya reaksi publik pada peristiwa kematian Engeline dan paradigma Scientific Investigation pada proses penyidikan oleh Polri mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. Tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, mengevaluasi proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali serta mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline. Teori dan konsep yang digunakan adalah Teori Hukum Pidana, Teori Manajemen, Konsep Tindak Pidana, Konsep Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak,

Konsep Gabungan Perbuatan yang dapat dihukum, Konsep Penyertaan Perbuatan Pidana, Konsep Penyidikan, Konsep Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyidikan, Konsep Ilmu Kepolisian. Penelitian dilaksanakan di Dit Reskrimum Polda Bali, dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus.

Ada tiga kesimpulan yang diperoleh. Pertama, penerapan pasal yang dilakukan Penyidik dinilai sudah tepat, sesuai dengan Perbuatan Margriet Ch. Megawe yaitu perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap nyawa orang lain, tindak pidana penganiayaan dan tindak pidana kekerasan terhadap anak. Kedua, proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali telah memenuhi ketentuan undang-undang. Namun demikian terdapat kesalahan prosedur dalam pelaksanaan Olah TKP. Juga terdapat mekanisme penyidikan lain yang dilakukan oleh penyidik, yaitu adanya penggabungan berkas perkara antara Polresta Denpasar dan Ditreskrimum Polda Bali karena korban, saksi, terduga pelaku dan barang bukti saling terkait

dan bersesuaian satu sama lain. Ketiga, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyidikan yaitu faktor aturan hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.

Dari kelima faktor tersebut, faktor penegak hukum, masyarakat dan kebudayaan dinilai menghambat proses penyidikan ini.

Penulis menyarankan untuk melakukan evaluasi terhadap kemampuan penyidik untuk memberikan pelatihan tentang Optimalisasi Olah TKP dan Pelatihan tentang taktik dan strategi penyidikan yang profesional. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyidik dalam rangka melaksanakan Penegakan Hukum yang profesional, proporsional dan prosedural sesuai Etika Kelembagaan sebagaimana tercantum dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Balakang Masalah

Sejak tahun 1989, hak-hak anak telah memperoleh pengakuan di dunia Internasional pada piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Adalah United Nation Convention on th Rights of the Child atau Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menjadi tonggak berdirinya sejarah pengakuan terhadap Hak-Hak Anak. Dalam isinya, Deklarasi Universal tentang Hak-Hak manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memproklamasikan bahwa masa kanak- kanak memerlukan perawatan dan pendampingan secara khusus. Meyakini bahwa keluarga sebagai kelompok dasar dari masyarakat dan lingkungan alam bagi pertumbuhan dan kesejahteraan dari seluruh anggotanya terutama anak- anak, harus diberi perlindungan dan bantuan yang diperlukan sehingga ia sepenuhnya dapat memikul tanggung jawabnya dalam masyarakat. Hal tersebut seperti tercantum dalam Mukadimah Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989.

Begitu juga dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sejak tahun 1945, Hak warga negara tercantum dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 dikatakan :

“...Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdaekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial...”

Kemudian tertulis juga mengenai hak-hak yang spesifik terhadap anak dalam batang tubuh UUD 1945 Amandemen kedua Pasal 28B butir 2 yaitu : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.” Sehingga pada hakekatnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia mengatur tentang kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak- hak anak dalam memperoleh perlindungan terhadap kekerasan.

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya. Berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak (UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

Istilah “perlindungan anak” (child protection) digunakan dengan secara berbeda oleh organisasi yang berbeda di dalam situasi yang berbeda pula. Namun dalam penelitian ini, Perlindungan Anak tersebut mengandung arti perlindungan dari kekerasan, abuse, dan eksploitasi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak sang anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak lainnya yang menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar supaya mereka bertahan hidup, berkembang dan tumbuh.

Dalam kehidupan sosial, anak merupakan pihak yang sangat rentan menjadi sasaran tindak kekerasan. Hal ini karena anak merupakan objek yang lemah secara sosial dan hukum, sehingga anak sering dijadikan bahan eksploitasi dan pelampiasan tindak pidana karena lemahnya perlindungan yang diberikan baik oleh lingkungan sosial maupun negara terhadap anak. Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum (UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 butir 15a). Berbagai bentuk kekerasan yang diterima anak-anak Indonesia, seperti pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan, penganiayaan, trafficking, aborsi, pedofilia, dan berbagai eksploitasi anak di Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum (UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 butir 15a). Berbagai bentuk kekerasan yang diterima anak-anak Indonesia, seperti pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan, penganiayaan, trafficking, aborsi, pedofilia, dan berbagai eksploitasi anak di

Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan (Arief Gosita, 1993 : 63).

Korban adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau gangguan substansial terhadap hakhaknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan (Muladi, 2005 : 108).

Menurut perspektif Hukum Pidana : Pengertian korban kejahatan merupakan terminologi dalam Ilmu

Kriminologi dan Victimologi dan kemudian dikembangkan dalam hukum pidana dan/atau sistem peradilan pidana. Konsekuensi logisnya perlindungan korban dalam Kongres PBB VII/1985 di Milan (tentang “The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders”) dikemukakan, bahwa hak-hak korban seyogianya terlihat sebagai bagian integral dari keseluruhan sistem peradilan pidana (“victims rights should

be perceived as an integral aspect of the total criminal justice system”).

Pengertian “korban” berdasarkan ketentuan angka 1 “Declaration of basic principles of justice for victims of crime and abuse of power” pada tanggal 6 September 1985 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Deklarasi Nomor A/Res/40/34 Tahun 1985 ditegaskan, bahwa :

Victims means persons who, individually or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering, economic loss or substantial impairment of their fundamental right, through acts or omissions that are in violation of criminal laws operative within member states, including those laws proscribing criminal abuse power”. Korban berarti orang yang dikelompokkan secara individu atau kolektif, yang mengalami penderitaan maupun cedera secara fisik maupun Victims means persons who, individually or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering, economic loss or substantial impairment of their fundamental right, through acts or omissions that are in violation of criminal laws operative within member states, including those laws proscribing criminal abuse power”. Korban berarti orang yang dikelompokkan secara individu atau kolektif, yang mengalami penderitaan maupun cedera secara fisik maupun

Oleh karena itu, anak sebagai pihak yang lemah dan dirugikan dalam peristiwa tindak pidana, mereka membutuhkan kepedulian sosial dan proses perlindungan hukum dari lembaga-lembaga sosial utamanya pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab dalam melindungi kesejahteraan anak, dalam hal ini perlindungan terhadap berbagai bentuk kekerasan.

Kasus kekerasan terhadap anak yang menjadi perhatian masyarakat di Indonesia adalah adalah kasus kematian Engeline. Peristiwa ini merupakan puncak dari seluruh pemberitaan tentang peristiwa kekerasan terhadap anak di Indonesia selama tahun 2015. Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya jumlah pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak yang menghiasi media massa.

Salah satu tokoh komunikasi di Indonesia, yang sekaligus menjadi Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (i2), Rustika Herlambang memaparkan hasil kajian medianya tentang kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Portal berita Tempo.co (Hadriyani P. 2015 : URL) mengutip pernyataan Rustika Herlambang sebagai berikut :

"Pemberitaan kekerasan terhadap anak cenderung melonjak tajam dari tahun ke tahun. Pada 2012, jumlah pemberitaan kekerasan terhadap anak hanya 1.084. Namun, pada 2013 melonjak hingga 2.329 pemberitaan. Yang memprihatinkan, pada 2014 pemberitaan kekerasan terhadap anak meroket hingga 7.456. Tahun ini, peristiwa kekerasan pada anak berpuncak pada kasus Angelina (Engeline) di Bali yang mencapai 1.387 berita dalam sebulan terakhir, atau sekitar 26 persen dari total pemberitaan tahun 2015. Pada kasus Engeline, memiliki kontribusi yang besar pada peningkatan ekspos kekerasan pada anak di "Pemberitaan kekerasan terhadap anak cenderung melonjak tajam dari tahun ke tahun. Pada 2012, jumlah pemberitaan kekerasan terhadap anak hanya 1.084. Namun, pada 2013 melonjak hingga 2.329 pemberitaan. Yang memprihatinkan, pada 2014 pemberitaan kekerasan terhadap anak meroket hingga 7.456. Tahun ini, peristiwa kekerasan pada anak berpuncak pada kasus Angelina (Engeline) di Bali yang mencapai 1.387 berita dalam sebulan terakhir, atau sekitar 26 persen dari total pemberitaan tahun 2015. Pada kasus Engeline, memiliki kontribusi yang besar pada peningkatan ekspos kekerasan pada anak di

Dalam pernyataan Rustika Herlambang (2015) diatas, dapat kita ketahui bahwa Peristiwa kematian Engeline ini menjadi puncak pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak di Indonesia, oleh karena itu dalam perkembangan peristiwa ini, muncul perhatian publik dari berbagai kalangan.

Peristiwa Engeline ini juga mendapat perhatian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Setelah dikabarkan hilang pada tanggal 16 Mei 2015, keluarga Engeline kemudian melakukan pencarian pribadi dengan memanfaatkan Media Sosial Facebook dan Media Cetak dan melaporkan peristiwa anak yang diduga meninggalkan rumah tanpa kabar ke Polsek Denpasar Timur. Awal keterlibatan petugas dalam kasus Engeline ini yaitu merespon laporan anak yang hilang dengan melakukan serangkaian kegiatan kepolisian.

Seiring berjalannya waktu, Kasus anak yang hilang ini dilimpahkan ke Satuan Reserse Kriminal Umum Polresta Denpasar kemudian direspon dengan melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus ini, hal ini sebagai mana dikatakan oleh salah satu penyidik Polresta Denpasar pada tanggal 30 November 2015. Upaya pencarian terus dilakukan sehingga pada akhirnya pada tanggal 10 Juni 2015, salah satu petugas menemukan bungkusan sprei di halaman belakang tempat tinggal Engeline dan didalamnya terdapat jenazah yang diduga adalah Engeline.

Perhatian publik tidak saja terfokus pada peristiwa hilangnya Engeline, bahkan rangkaian proses penyidikan yang dilakukan oleh Polri juga tidak lepas dari pantauan media. Selama proses penyidikan berlangsung, masyarakat turut memberi apresiasi dan kontribusi terhadap Polri. Beberapa media cetak juga Perhatian publik tidak saja terfokus pada peristiwa hilangnya Engeline, bahkan rangkaian proses penyidikan yang dilakukan oleh Polri juga tidak lepas dari pantauan media. Selama proses penyidikan berlangsung, masyarakat turut memberi apresiasi dan kontribusi terhadap Polri. Beberapa media cetak juga

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP). Dalam proses penyidikan tindak pidana, Polri memiliki kewenangan penuh dalam mengungkap fakta-fakta hukum dalam suatu peristiwa pidana. Polri dituntut profesional, proporsional dan prosedural dalam melakukan tindakan kepolisian, sehingga hal ini harus diwujudkan dalam penanganan pada kasus kematian Engeline.

Kasus kematian Engeline yang diwarnai pemberitaan media yang luar biasa ini dapat dikatakan sebagai Celebrity Case, hal ini memiliki dampak dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Polri. Berbagai pihak memiliki rasa keingintahuan yang luar biasa terhadap perkembangan sekecil apapun, bahkan tak jarang muncul opini publik yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Dampak dari penanganan terhadap celebrity case ini memberikan tantangan tersendiri bagi para penyidik Polri.

Seiring berkembangnya teknologi dalam kehidupan umat manusia, memberikan

dalam menjalankan kehidupannya. Dalam dunia penyidikan, teknologi juga memberikan kontribusi positif, yaitu munculnya paradigma Scientific Investigation. Proses Scientific investigation ini merupakan perwujudan profesionalisme Polri dalam upaya penegakan hukum, yaitu dalam mencapai tujuan penyidikan. Dalam proses

kemudahan-kemudahan

manusia manusia

Dalam menemukan titik terang dari peristiwa kematian Engeline ini, penyidik menduga telah terjadi beberapa tindak pidana, yaitu Tindak Pidana Pembunuhan dan Tindak Pidana Penelantaran Anak. Sehingga pada proses penyidikannya, peristiwa ini ditangani oleh Penyidik dari Polresta Denpasar dan Penyidik Dari Polda Bali. Adapun pembagiannya adalah Penyidik pada Direktorat Kriminal Umum Polda Bali menangani penyidikan terhadap Margriet Ch. Megawe, sedangkan Penyidik pada Satuan Reserse Kriminal Polresta Denpasar menangani penyidikan terhadap Agustay Handa May. Sehingga pada akhirnya mampu mengungkap pelaku yang sebenarnya.

Fenomena yang muncul dalam peristiwa kematian Engeline ini membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam. Rangkaian proses penyidikan kematian Engeline ini merupakan hal menarik yang menjadi objek penelitian penulis. Penulisan ini juga merupakan bentuk kontribusi dalam penerapan Ilmu Kepolisian sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang permasalahan sosial dan cara pencegahannya oleh kepolisian. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul “PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ENGELINE PADA DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL UMUM POLDA BALI.

1.2 Rumusan Permasalahan

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali dan jajarannya melakukan berbagai upaya kepolisian dalam rangka membuat terang suatu tindak pidana dalam kasus kematian Engeline. Penulis mencoba mengangkat pokok permasalahan Bagaimana Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali?

Berdasarkan perumusan masalah di atas, dapat diambil persoalan penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana deskripsi tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline?

b. Bagaimana proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali ?

c. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang penulis uraikan di atas, maka dapat diketahui tujuan dari penulisan penelitian ini yaitu :

a. Untuk mendeskripsikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline.

b. Untuk menguraikan proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

c. Untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoretis dan manfaat akademis. Uraian mengenai manfaat teoretis dan akademis akan penulis jabarkan sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis peneliti berkeinginan dengan adanya penulisan skripsi ini dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Kepolisian. Hasil penulisan ini, diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran untuk melihat seberapa jauh teori dan konsep yang dirumuskan secara akademis, sehingga dapat diterapkan dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline. Hasil penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi para peneliti yang akan meneliti dengan permasalahan serupa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan kontribusi pemikiran untuk Dir Reskrimum Polda Bali, Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Bali, dan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali pada saat melaksanakan penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban Engeline sesuai ketentuan hukum yang ada.

b. Bagi akademisi, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang kepolisian khususnya pelaksanaan b. Bagi akademisi, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang kepolisian khususnya pelaksanaan

c. Bagi Kepolisian, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pikiran kepada organisasi Polri, terutama pengetahuan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi efektivitas penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban Engeline. Sehingga hal tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan kinerja para penyidik.

d. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai acuan pengetahuan dan sumber informasi mengenai penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban Engeline. Hal tersebut dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai upaya penyidikan yang dilakukan oleh Polri dalam membuat terang tindak pidana tersebut.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulis menjabarkan penulisan skripsi ini ke dalam enam bab sebagai berikut : Bab I Pendahuluan : Bab ini berisi latar belakang permasalahan, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penelitian.

Bab II Tinjauan Kepustakaan : Bab ini berisi kepustakaan penelitian, kepustakaan konseptual dan kerangka berpikir. Bab III Rancangan dan Pelaksanaan Penelitian : Bab ini berisi tentang pendekatan penelitian, metode penelitian, sumber data/informasi, tehnik pengumpulan data, dan tehnik analisis data.

Bab IV Temuan Penelitian : Bab ini berisi gambaran umum wilayah penelitian, deskripsi tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline, Uraian proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali, serta faktor-faktor yang mempengaruhi penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

Bab V Pembahasan : Bab ini berisi pembahasan dengan menggunakan berbagai teori dan konsep terhadap deskripsi, tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban Engeline, Uraian proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali, serta faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban Engeline pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.

Bab VI Penutup : Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan dan saran permasalahan penelitian.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kepustakaan Penelitian

Kepustakaan penelitian adalah literatur yang menyajikan informasi tentang hasil penelitian (terdahulu). Dalam hal ini, hasil penelitian empirik lebih berarti untuk dirujuk dari pada hasil pengkajian yang bersifat konsepsional. Literatur dimaksud dapat berupa dokumen laporan hasil penelitian, jurnal-jurnal ilmiah, majalah polisi, walaupun kenyataannya di Indonesia lebih banyak memuat artikel tentang pendapat dan gagasan daripada hasil penelitian empirik. Selain itu, laporan hasil penelitian pada umumnya dapat ditemukan dalam skripsi kepolisian, tesis kepolisian, atau disertasi kepolisian (Petunjuk Teknis Penyusunan dan Pembimbingan Skripsi Mahasiswa STIK-PTIK, 2012 : 7)

Kepustakaan penelitian merupakan upaya untuk mendapatkan teori dan konsep dengan cara mengumpulkan buku-buku atau jurnal berdasarkan hasil penulisan yang pernah dilakukan dan relevan dengan penulisan ini. Kepustakaan penelitian sangat berguna dalam suatu penelitian ilmiah, hal ini dimaksudkan supaya penulis dapat membandingkan penelitian yang dibuatnya dengan penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Dalam Kepustakaan Penelitian, penulis akan melakukan pembandingan hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan, yang pada akhirnya terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu.

Kepustakaan Penelitian harus memiliki pokok permasalahan yang hampir sama dan relevan dengan penelitian sebelumnya, sehingga penulis mampu

membandingkan penelitian terdahulu dengan konsep permasalahan yang akan diambil oleh penulis dalam penelitian yang akan dilakukan.

Berdasarkan hasil studi kepustakaan yang dilakukan, penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian. Kepustakaan penelitian yang penulis pilih untuk dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah karya ilmiah dalam bentuk Skripsi yang disusun oleh : LUKMAN HAKIM HARAHAP (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014) yang berjudul “STUDI TENTANG PROSES PENYIDIKAN KASUS PEDOFILIA DI YOGYAKARTA”

Lukman Hakim Harahap (2014) melakukan penelitian dengan mengangkat Kasus Pedofilia sebagai objek penelitian. Kasus Pedofilia merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang sering terjadi di Indonesia. Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mengalami peningkatan kasus pedofilia setiap tahunnya. Kasus pedofilia dapat menimbulkan korban mengalami gangguan fisik maupu psikis yang dapat mangakibatkan tindakan amoral lainnya, sehingga ada kemungkinan untuk memunculkan korban baru untuk menjadi pelaku selanjutnya. Penanganan hukum pada kasus pedofilia di Yogyakarta sering kali dinilai kurang maksimal. Oleh karena itu Lukman Hakim Harahap (2014) merumuskan persoalan sebagai berikut : Apakah proses penyelidikan dan penyidikan kasus pedofilia di Polresta Yogyakarta sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana? Kemudian Apa faktor penghambat proses penyelidikan dan penyidikan kasus pedofilia di Polresta Yogyakarta?

Proses penelitian yang dilakukan oleh Lukman Hakim Harahap (2014) menggunakan pendekatan yuridis empiris yaitu penelitian dengan pendekatan undang-undang dan menelaah hukum yang ada permasalahan di dalam praktek. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) seperti pengumpulan data langsung dari lapangan dalam bentuk interview, observasi dan dokumentasi. Lukman Hakim Harahap (2014) juga melakukan Studi Kepustakaan yaitu dengan mengkaji literatur, hasil penelitian hukum dan jurnal yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, kemudian Studi Dokumentasi yaitu degan mengkaji berbagai dokumentasi resmi institusional yang relevan dengan penelitian. Lokasi penelitian diambil di lingkungan Polresta Yogyakarta.

Hasil Penelitian Lukman Hakim Harahap (2014) mendeskripsikan proses penyelidikan dan penyidikan kasus pedofilia di Polresta Yogyakarta telah sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan faktor penghambat proses penyelidikan dan penyidikan kasus pedofilia di Polresta Yogyakarta adalah biaya administrasi yang mahal.

Dari hasil penelitian Lukman Hakim Harahap (2014), terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun persamaannya mengenai ketentuan hukum atau konsep yang mengatur proses penyidikan yaitu UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selain itu, persamaan berikutnya mengenai pokok permasalahan yang diangkat, sama- sama mengenai proses penyidikan tindak pidana dengan objek anak. Walaupun secara spesifik tidak sama, Lukman Hakim Harahap (2014) membahas tentang Kasus Pedofilia sedangkan penulis membahas tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian korban a.n Engeline. Beberapa perbedaan

yang terdapat pada penelitian Lukman Hakim Harahap dan penelitian yang akan dilakukan penulis mengenai metode penelitian. Lukman Hakim Harahap melakukan penelitian dengan pendekatan Yuridis Empiris dengan menggunakan metode Penelitian Lapangan, yaitu penelitian dengan pendekatan undang-undang dan menelaah hukum yang ada permasalahan di dalam praktek. Sedangkan penulis melakukan penelitian dengan pendekatan Kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (Denzin dan Lincoln, 1987). Selain itu, perbedaan juga mengenai lokasi penelitian, Lukman Hakim Harahab (2014) melakukan penelitian di Polresta Yogyakarta sedangkan penulis melakukan penelitian di Polresta Denpasar.

Tabel 1 Perbandingan Skripsi Penulis dengan Penelitian Terdahulu 1

SKRIPSI LUKMAN HAKIM HARAHAP

SKRIPSI PENULIS

a. KETENTUAN HUKUM TENTANG PENYIDIKAN YAITU UU NO. 8 TAHUN

PERSAMAAN

1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA b. OBJEK PENELITIAN ADALAH ANAK

DENGAN PENDEKATAN

a. PENELITIAN

DENGAN

a. PENELITIAN

PENDEKATAN YURIDIS EMPIRIS DENGAN

KUALITATIF

METODE PENELITIAN KASUS

b. LOKASI

PENELITIAN

b. LOKASI PENELITIAN POLRESTA

PERBEDAAN

DITRESKRIMUM POLDA BALI

YOGYAKARTA

c. OBJEK TINDAK PIDANANYA

TINDAK PIDANANYA KEKERASAN TERHADAP ANAK

c. OBJEK

Karya Ilmiah kedua yang penulis jadikan kepustakaan penelitian adalah sebuah karya Ilmiah dalam bentuk skripsi yang disusun oleh Mahasiswa STIK-

PTIK Angkatan 54 BRONTO BUDIYONO (2010). Adapun BRONTO BUDIYONO (2010) mengangkat judul penelitian “PENYIDIKAN KASUS PENCABULAN DENGAN TERSANGKA SUPARMAN BIN HARJOREBO OLEH UNIT PPA POLRES PATI”.

BRONTO BUDIYONO (2010) melakukan penelitian tentang Penyidikan Kasus Pencabulan dengan tersangka Suparman bin Harjorebo oleh unit PPA Polres Pati dengan tujuan untuk mengetahui perlindungan anak oleh Unit PPA Polres Pati dalam penanganan terhadap korban, kemudian menjelaskan pelaksanaan penyidikan kasus pencabulan dengan tersangka Suparman bin Harjorebo oleh Unit PPA Polres Pati, serta memberikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pencabulan terhadap anak dan penyidikan kasus pencabulan dengan tersangka Suparman bin Harjorebo.

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh BRONTO BUDIYONO (2010) menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah studi kasus. Dalam melaksanakan tehnik pengumpulan data, BRONTO BUDIYONO (2010) melakukan pengamatan (observasi) pada lokasi penelitian, yang kemudian melakukan wawancara untuk mendapatkan data primer. Kemudian Data sekunder diperoleh melalui studi literatur atau studi dokumen dari Unit PPA Polres Pati dan instansi terkait.

Diperoleh tiga temuan dari penelitian tersebut. Pertama, Unit PPA Polres Pati telah memberikan perlindungan untuk menempatkan korban di rumah aman (shelter) ini harus dilakukan untuk menjaga mental korban agar stabil sehingga dalam pelaksanaan penyidikan lebih maksimal, akan tetapi korban pada penelitian ini menolak untuk ditempatka di rumah ama dengan alasan terlalu jauh, kemudian

Unit PPA Polres Pati juga telah memberikan pelayanan kesehatan (pasal 8 UU PA) serta telah memberikan bantuan hukum (pasal 18 UU PA).

Kedua, Unit PPA Polres Pati hanya melakukan langkah-langkah penyidikan seperti pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan dan penggeledahan serta pemberkasan, namun tidak melakukan Olah TKP. Hal ini berdampak pada kesulitan penyidik dalam merekonstruksi peristiwa tindak pidananya.

Ketiga, Faktor yang mempengaruhi pencabulan yang dilakukan oleh Suparman bin Harjorebo karena moralitas, rangsangan media, sulit bertemu istri, minimnya pendidikan dan kurangnya pengawasan oang tua. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi penyidikan kasus pencabulan dengan tersangka Suparman bin Harjorebo adalah kualitas penyidik, kerjasama antar instansi, pengawasan dan pengendalian pimpinan, rasio penyidik perempuan dibanding penyidik laki-laki yang minim serta faktor anggaran.

Tabel 2 Perbandingan Skripsi Penulis dengan Penelitian terdahulu 2

SKRIPSI PENULIS

SKRIPSI BRONTO BUDIYONO (2010)

a. OBJEK PENELITIAN ADALAH ANAK b. MENGGUNAKAN PENDEKATAN KUALITATIF c. MENGGUNAKAN METODE STUDI KASUS

PERSAMAAN

d. TEHNIK PENGUMPULAN DATA MENGGUNAKAN WAWANCARA, STUDI LITERATUR / STUDI DOKUMEN

a. KETENTUAN

HUKUM YANG PENYIDIKAN YAITU UU NO. 8 TAHUN

HUKUM

TENTANG

a. KETENTUAN

DIGUNAKAN ADALAH UU NO. 23 1981

2002 TENTANG PIDANA, UU NO. 2 TAHUN 2002

TENTANG HUKUM

ACARA

TAHUN

PERLINDUNGAN ANAK TENTANG

NO. 14 TAHUN 2012

TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN

PERBEDAAN

b. LOKASI PENELITIAN DITRESKRIMUM b. LOKASI PENELITIAN POLRES PATI POLDA BALI

c. OBJEK

TINDAK PIDANANYA KEKERASAN

TINDAK

PIDANANYA

c. OBJEK

PENCABULAN TERHADAP ANAK YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

TERHADAP

ANAK

2.2 Kepustakaan Konseptual

Pada bagian ini, Kepustakaan Konseptual terdiri dua bagian yaitu Landasan Teori dan Landasan Konsep, yang nantinya akan penulis gunakan untuk menganalisis temuan penelitian sehingga dapat diketahui hasil penelitian ini. Selanjutnya penulis akan menjelaskan uraian terkait teori dan konsep dalam penelitian ini.

Kepustakaan konseptual menyajikan teori, prinsip, pendapat dan/atau gagasan dari seseorang, yakni yang memiliki kompetensi untuk disiplin ilmu atau pengetahuan yang ditekuninya berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Petunjuk Teknis dan Pembimbingan Skripsi Mahasiswa STIK-PTIK, 2012 : 7).

Kerlinger (1973, sebagaimana disadur oleh Sugiyono, 2009 : 41) menguraikan tentang pengertian Teori dalam kajian ilmiah bahwa : “[t]theory is a set of interrelated constructs (concept), definitions,and

proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena” (teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yng berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena).

Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Menurut Aristoteles dalam "The Classical Theory of Concepts" menyatakan bahwa :

Konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam kharakteristik. (dikutip dari Wikipedia Bahasa Indonesia : Konsep, 2015 : URL)

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik pemahaman bahwa teori dan konsep merupakan instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk memahami dan memprediksi fenomena dalam penelitian. Dengan demikian, diharapkan penulis dapat menerapkan teori dan konsep yang tepat sehingga dapat memprediksi dan menjelaskan fenomena tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menimbulkan kematian di masa yang akan datang.

2.2.1 Teori Hukum Pidana

Landasan teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Teori Hukum Pidana. Hukum Pidana diartikan oleh berbagai pakar hukum. Salah satu pakar hukum di Indonesia adalah Prof. Moeljatno S.H. Dalam bukunya yang berjudul Asas-asas Hukum Pidana halaman 1, Moeljatno mengatakan pengertian hukum pidana yaitu :

Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Kemudian dalam melihat suatu perbuatan pidana itu bersifat melawan hukum, maka perbuatan tersebut harus dirumuskan dalam Undang-undang. Dalam hukum pidana dikenal Asas Legalitas, yang mengatakan “Nullum delictum nulla poena sine previa lege” (tidak ada pidana tanpa peraturan terlebuh dahulu). Asas Legalitas ini menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan

(Von Feurbach dalam Moeljatno 2008 : 25). Selain itu, dalam pasal 1 ayat (1) KUHP disebutkan “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam udang-undang yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu.”

Selanjutnya Enschede-Heijder (Beginselen van Strafrecht, 1978 : 17 dalam Andi Hamzah, 2008 : 2) menguraikan hukum pidana secara sistematik yaitu meninjau hukum pidana sebagai objek studi. Dalam metodenya, Hukum pidana dapat dibedakan menjadi Hukum Pidana Materiil yaitu Hukum Pidana dan Hukum Pidana Formil yaitu Hukum Acara Pidana.

Hukum Pidana Materiil mengatur tentang isi atau substansi pidana itu. Disini hukum pidana bermakna abstrak atau dalam keadaan diam. Hukum Pidana Formil lebih bersifat nyata atau kongkret. Disini kita melihat hukum pidana yang dijalankan atau dalam keadaan bergerak, berada dalam sebuah proses. Sehingga disebut juga Hukum Acara Pidana.

Van Bemmelen (Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, 1987 : 17) menjelaskan sebagai berikut : Ilmu Hukum Acara Pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan

oleh negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana yaitu :

1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran.

2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu.

3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pelaku dan kalau perlu menahannya.

4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan kemudian membawa terdakwa ke depan hakim tersebut.

5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib.

6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut.

7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib itu.

Sehingga dapat kita ketahui bahwa hukum pidana materiil mengandung petunjuk tentang uraian delilk sedangkan hukum pidana formil mengatur tentang bagaimana suatu negara melaksanakan proses pemidanaan.

Pembahasan mengenai hukum pidana dan pembagian hukum pidana diatas menjadi titik awal pemahaman tentang serangkaian proses penyidikan terhadap peristiwa kematian Engeline, yang selanjutnya akan penulis sajikan juga teori dan konsep lainnya sebagai pisau analisis dalam penelitian ini.

2.2.2 Teori Manajemen

George R. Terry dalam bukunya yang berjudul Asas-asas Manajemen yang ditulis kembali oleh Winardi, menjelaskan tentang Manajemen sebagai berikut :

Manajemen merupakan sebuah proses khas yang terdiri dari tindakan- tindakan : perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk menetukan serta mencapai sasaran- sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain (Winardi, 1986 : 4).

Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa proses manajemen merupakan suatu hal yang penting diterapkan oleh setiap organisasi, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan berdasarkan kemampuan yang ada di dalam organisasi tersebut. Sehingga dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline ini, diperlukan suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian untuk mencapai tujuan penyidikan.

2.2.3 Konsep Tindak Pidana

Dalam melaksanakan penelitian tentang Penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali, penulis merasa perlu memberikan penjelasan tentang Tindak Pidana secara umum dan secara spesifik. Hal ini perlu dilakukan untuk menjawab tujuan pertama dalam penelitian ini, yaitu mendeskripsikan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian Engeline pada Ditreskrimum Polda Bali.

Moeljatno dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana halaman 59 mengatakan bahwa : Perbuatan Pidana (strafbaar feit) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :

1. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.

2. Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

3. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.

Selanjutnya Moeljatno membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan (die strafbaarheid van het feit) dan dapat dipidananya orang (strafbaarheid van den person). Sejalan dengan itu memisahkan pengertian perbuatan pidana (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility).

Untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa

unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Perbuatan pidana menunjuk kepada sifat perbuatannya saja, yaitu dapat dilarang dengan ancaman pidana kalau dilanggar.