KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1. Kesimpulan

Pendesainan jembatan menggunakan sistem hybrid tidak terdapat perbedaan secara struktural dan pembebanan dengan sistem konvensional. Pendesainan struktur dan pembebanan jembatan guideway monorel terlebih dahulu dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat pada AASHTO LRFD 2011 Seismic Bridge Design Spesification , AASHTO LRFD 2012 Bridge Design Spesification, SNI 2833-2013, dan ACI 343.1R-12. Jenis beban yang dipilih untuk jembatan guideway monorel Soekarno- Hatta adalah beban mati, beban akibat prategang, beban monorel, beban kejut, beban rem, beban hunting, beban angin, efek temperatur, susut dan rangkak beton, dan beban gempa dengan probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun.

Selanjutnya, pendesainan detailing untuk sistem konvensional mengacu pada AASHTO LRFD 2011, AASHTO LRFD 2012, CALTRANS v1.7 2013, SNI 2833- 2013, dan SNI 2847-2013. Desain jembatan guideway monorel Soekarno-Hatta harus memenuhi ketentuan serviceability atau kenyamanan dan efek P- ∆. Detailing pada sistem hybrid didesain dengan menyamakan kapasitas sistem konvensional. Pendesainan tendon pada sistem hybrid mengacu pada ACI ITG-5.1-07 dan ACI ITG- 5.2-09.

Perbedaan pendesainan sistem hybrid dan konvensional juga terletak pada pemodelan properti sendi plastis, seperti diagram interaksi dan kurva backbone. Pemodelan dan pengolahan data properti sendi plastis dari sistem hybrid sangat penting karena akan mempengaruhi perilaku dan kinerja saat terjadi plastifikasi struktur. Pemodelan dan pengolahan data properti sendi plastis mengacu pada ASCE 41-13 dan FEMA 356, serta beberapa paper eksperimen.

Level kinerja jembatan guideway monorel dengan sistem hybrid dan konvensional untuk menahan gaya gempa dievaluasi menggunakan dua analisis, yaitu pushover dan NLTH. Level kinerja yang dihasilkan dari kedua sistem tidak berbeda. Berdasarkan analisis pushover, level kinerja dari sistem hybrid dan konvensional untuk arah memanjang (arah X) adalah fully operational. Sedangkan untuk arah transversal (arah Y), kedua sistem berada pada level kinerja life safety.

Berdasarkan NLTHA, level level kinerja dari sistem hybrid dan konvensional untuk arah memanjang (arah X) adalah immediate occupancy. Sedangkan untuk arah transversal (arah Y), kedua sistem berada pada level kinerja life safety. Jembatan guideway monorel Bandara Soekarno-Hatta memiliki level kinerja life safety bila menggunakan sistem hybrid maupun sistem konvensional.

Analisis pushover menghasilkan perilaku sistem hybrid yang lebih getas dibandingkan sistem konvensional. Hal ini disebabkan terdapat keterbatasan pada analisis pushover. Sistem hybrid memiliki mekanisme disipasi energi melalui mekanisme goyang bukan mekanisme kelelehan. Pada analisis pushover, seluruh parameter struktur dihasilkan berdasarkan mekanisme kelelehan sehingga sistem hybrid memiliki daktilitas yang lebih rendah akibat prategang.

Analisis NLTH dapat membuktikan sifat self-centering dari sistem hybrid. Sifat self-centering aktif saat mekanisme goyang (rocking mechanism) terjadi pada pilar jembatan akibat gaya gempa. Sifat self-centering ini yang membuat sistem hybrid memiliki kinerja yang lebih baik setelah gempa terjadi (post-earthquake). Deformasi sisa (residual deformation) dari sistem hybrid untuk arah memanjang dan arah transversal sekitar 1,5 kali lebih rendah dibandingkan sistem konvensional. Sehingga, jembatan guideway monorel dengan sistem hybrid dapat meminimumkan kerusakan permanen yang terjadi pada pilar jembatan. Selain keunggulan, sistem hybrid memiliki kelemahan yaitu bila tendon mengalami kelelehan maka sifat self centering dari sistem hybrid tidak terjadi. Dampaknya, disipasi energi dari sistem hybrid akan bergantung Analisis NLTH dapat membuktikan sifat self-centering dari sistem hybrid. Sifat self-centering aktif saat mekanisme goyang (rocking mechanism) terjadi pada pilar jembatan akibat gaya gempa. Sifat self-centering ini yang membuat sistem hybrid memiliki kinerja yang lebih baik setelah gempa terjadi (post-earthquake). Deformasi sisa (residual deformation) dari sistem hybrid untuk arah memanjang dan arah transversal sekitar 1,5 kali lebih rendah dibandingkan sistem konvensional. Sehingga, jembatan guideway monorel dengan sistem hybrid dapat meminimumkan kerusakan permanen yang terjadi pada pilar jembatan. Selain keunggulan, sistem hybrid memiliki kelemahan yaitu bila tendon mengalami kelelehan maka sifat self centering dari sistem hybrid tidak terjadi. Dampaknya, disipasi energi dari sistem hybrid akan bergantung

VII.2. SARAN

Dalam pengerjaan tugas akhir ini, model histeretik sistem hybrid menggunakan analogi dengan model histeretik clough akibat keterbatasan program MIDAS CIVIL 2011. Analogi model histeretik dapat menyebabkan tidak akuratnya hasil analisis dari NLTH sehingga perilaku dan level kinerja struktur dapat berpengaruh. Selanjutnya, disarankan terdapat studi perbandingan kinerja sistem hybrid dapat menggunakan program yang mampu meng-input model histeretik secara manual.

Selain itu, jembatan-jembatan perkotaan tidak hanya memiliki bagian lintasan atau bentuk yang lurus saja, tetapi terdapat bagian yang memiliki kelengkungan. Pada tugas akhir ini, studi perbandingan hanya pada lintasan atau bentuk jembatan yang lurus. Studi perbandingan selanjutnya disarankan mampu membandingkan sistem hybrid dan sistem konvensional pada lintasan atau bentuk jembatan yang memiliki kelengkungan sehingga variabel yang berpengaruh akan lebih banyak.