Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, ternyata Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia belum mencantumkan asas ini
secara jelas dan tegas.
9. Asas bahwa Jaminan Fidusia harus didaftar ke Kantor Pendaftaran Fidusia
diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Asas ini dalam ilmu hukum disebut asas publisitas. Asas
publisitas juga melahirkan asas kepastian hukum terhadap Jaminan Fidusia.
10. Asas bahwa benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia obyek Jaminan
Fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditor penerima Jaminan Fidusia sekalipun hal itu diperjanjikan. Hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat 3 dan
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
11. Asas bahwa Jaminan Fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditor
penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan kemudian ke kantor fidusia dari pada kreditur yang mendaftarkan kemudian, sebagaimana
yang dapat ditemukan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
12. Asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia yang tetap menguasai benda
jaminan harus mempunyai itikad baik te goeder trouw, in good faith. Asas itikad baik tersebut memiliki nilai subyektif sebagai kejuruan untuk
membedakannya dalam pengertian obyektif sebagai kepatutan dalam hukum pejanjian.
13. Asas bahwa Jaminan Fidusia mudah dieksekusi sebagaimana yang dapat
ditemukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi tersebut
difasilitasi dengan mencantumkanj irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” pada Sertifikat
Jaminan Fidusia. Dengan titel eksekutorial tersebut menimbulkan konsekuensi yuridis bahwa Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan yang
sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dalam hal penjualan benda Jaminan Fidusia, selain melalui titel
eksekutorial, juga dapat dilakukan dengan cara melelang secara umum dan di bawah tangan seperti yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
C. Sifat dan Ciri Jaminan Fidusia
Universitas Sumatera Utara
Rachmadi Usman membagi sifat dan ciri dari Jaminan Fidusia sebagai berikut:
34
1. Perjanjian Fidusia Merupakan Perjanjian Obligatoir
Ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 UUJF menyebutkan yang dimaksud dengan Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut :
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Perjanjian fidusia bersifat obligatoir, berarti hak yang penerima fidusia
merupakan hak milik yang sepenuhnya, meskipun hak tersebut dibatasi oleh hal-hal yang ditetapkan bersama dalam perjanjian. Akan tetapi,
pembatasan demikian hanya bersifat pribadi. Karena hak yang diperoleh penerima fidusia itu merupakan hak milik yang sepenuhnya, ia bebas
untuk menentukan cara yang timbul dari perjanjian fidusia adalah hak yang bersifat pribadi, yang lahir karena adanya hubungan perutangan
antara kreditur dan debitur. Ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa dari gadai tidak dapat diterapkan terhadapnya. Juga para pihak bebas
34
Disarikan dari Rachmadi Usman, Op.cit, hlm. 163-175.
Universitas Sumatera Utara
untuk menentukan manakala terjadi kepailitan pada debitur atau kreditur.
35
2. Sifat Accesoir dari Perjanjian Jaminan Fidusia
Dalam Pasal 4 UUJF menyebutkan bahwa, “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.” Adapun penjelasan atas Pasal 4 UUJF menyebutkan sebagai berikut,
“Yang dimaksud dengan prestasi dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai
dengan uang.” Sebagai suatu perjanjian accessoir, perjanjian Jaminan Fidusia memiliki
sifat sebagai berikut:
36
1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok;
2. Keabsahannya semata-mata ditentukam oleh sah tidaknya perjanjian
pokok; 3.
Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak
dipenuhi.
Sifat accessoir dari Jaminan Fidusia ini membawa akibat hukum, yaitu : 1.
Jaminan Fidusia akan hapus karena hukum, jika perjanjian pokoknya berakhir atau karena sebab lainnya yang menyebabkan perjanjian
pokoknya menjadi hapus; 2.
Penerima fidusia akan beralih jika perjanjian pokoknya beralih kepada pihak lain;
35
Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di Dalam Praktik dan Pelaksanaannya di Indonesia, Yogyakarta: Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, 1977, hlm. 22-23.
36
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., hlm. 125.
Universitas Sumatera Utara
3. Jaminan Fidusia selalu melekat pada perjanjian pokoknya karena itu
hapusnya perjanjian fidusia tidak menyebabkan hapusnya perjanjian pokok.
Dalam praktik, yang menjadi perjanjian pokok dari perjanjian Jaminan Fidusia antara lain adalah Perjanjian Kredit, Perjanjian Pembiayaan
Konsumen atau Perjanjian Leasing. Sementara Perjanjian Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan accessoir dari beberapa perjanjian
pokok tersebut dengan segala akibat hukum yang telah disebutkan di atas. 3.
Sifat Droit de Suite dari Fidusia : Fidusia sebagai Hak Kebendaan Sifat droit de suite, juga dianut Jaminan Fidusia, yang ditentukan dalam
Pasal 20 UUJF, “Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapa pun Benda tersebut berada,
kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi Objek Jaminan Fidusia.”
Penjelasan atas Pasal 20 UUJF menyatakan, “Ketentuan ini mengakui prinsip “droit de suite” yang telah merupakan bagian dari peraturan
perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan.”
Pemberian sifat hak kebendaan di sini dimaksudkan untuk memberikan kedududukan yang kuat kepada pemegang hak kebendaan. Hal ini
berangkat dari pikiran, bahwa benda jaminan tetap menjadi pemilik pemberi jaminan dan pemberi jaminan pada asasnya selama penjaminan
Universitas Sumatera Utara
berlangsung tetap berwenang untuk mengambil tindakan pemilik atas benda jaminan miliknya. Dengan memberikan sifat droit de suite pada
fidusia, maka hak kreditur tetap mengikuti bendanya ke dalam siapa pun ia berpindah, termasuk terhadap pihak ketiga pemilik baru, yang
berkedudukan sebagai pihak ketiga pemberi jaminan.
37
Prinsip droit de suite ini dapat disimpangi atau dikecualikan, dalam hal kebendaan yang dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia berupa benda
atau barang persediaan inventory, seperti barang jadi finished good yang diproduksi dan dipasarkan Pemberi Fidusia. Pengecualian prinsip
droit de suite ini dinyatakan dalam klausul terakhir ketentuan dalam Pasal 21 UUJF, “Kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek
Jaminan Fidusia.” Dengan demikian berarti sifat hak kebendaannya berupa barang-barang dagangan, yang memang untuk didagangkan atau
diperjualbelikan, sehingga sifat droit de suite dengan sendirinya tidak dapat diterapkan kepada kebendaan yang dimaksud.
Pada dasarnya debitur pemberi fidusia tidak berwenang lagi
mengasingkan atau mengalihkan objek benda Jaminan Fidusia kepada pihak lain, karena telah terjadi pengalihan hak kepemilikan atas benda
Jaminan Fidusia secara constitutum possessorium dari debitur pemberi fidusia kepada kreditur penerima fidusia. Ketentuan larangan
37
J. Satrio, Op.cit, hlm 278-180.
Universitas Sumatera Utara
pengalihan objek Jaminan Fidusia oleh kreditur pemberi fidusia ini tidak berlaku bila objek Jaminan Fidusia berupa benda-benda dalam
persediaan. 4.
Fidusia Memberikan Kedudukan Diutamakan Droit de Preference Sifat droit de preference dapat diterjemahkan sebagai hak mendahului
atau diutamakan, yang melekat pada Jaminan Fidusia. Sifat droit de preference ini dapat dilihat dalam pengertian yuridis Jaminan Fidusia
yang dimuat dalam Pasal 1 angka 2 UUJF. Selain itu dapat dilihat lebih lanjut dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UUJF.
Ketentuan Pasal 27 UUJF menyatakan : 1
Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya
2 Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia
3 Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena
adanya kepailitan danatau likuidasi Pemberi Fidusia
Penerima Fidusia tergolong kreditur yang mempunyai kedudukan terkuat, seperti halnya pemegang gadai dan hipotek serta hak tanggungan, yang
pemenuhan piutangnya harus dilakukan terlebih dahulu dari kreditur- kreditur lainnya yang diambil dari hasil eksekusi benda yang dijadikan
objek Jaminan Fidusia. Dia adalah kreditur yang preferen atau separatis.
38
38
Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Op.cit., hlm. 38.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan dalam Pasal 28 UUJF menyatakan, “Apabila atas benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebih dari 1 satu perjanjian
Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkan
pada Kantor Pendaftaran Fidusia.” Jadi berdasarkan ketentuan dari Pasal 28 UUJF di atas, hak yang
didahulukan diberikan kepada kreditur yang terlebih dahulu melakukan pendaftaran ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Berdasarkan penjelasan Pasal
27 ayat 1 UUJF, Hak yang didahulukan tersebut dihitung sejak tanggal pendaftaran objek Jaminan Fidusia tersebut.
D. Pembebanan dan pendaftaran Jaminan Fidusia