65
sarung lebih banyak dihasilkan, dapat disebabkan waktu proses produksi sarung yang cenderung lebih cepat dibanding kain panjang.
5.3. Karakteristik Keputusan Hutang
Keputusan hutang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya proporsi jumlah hutang dibanding dengan modal total yang digunakan
pemilik usaha dalam menjalankan usahanya. Jumlah hutang yang digunakan adalah jumlah hutang terakhir yang belum dilunasi hingga saat pengambilan
data. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, proporsi hutang terendah sebesar 0,17 17 persen dan proporsi hutang tertinggi 0,99 99 persen serta
rata-rata proporsi hutang sebesar 0,607 60,7 persen. Jika proporsi hutang digambarkan dalam rentang tertentu, maka dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar 74 persen pemilik usaha menggunakan hutang dengan proporsi di atas 0,4 40 persen dalam
menjalankan usahanya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik usaha kain tenun masih mengandalkan hutang sebagai sumber pendanaan
dalam menjalankan usahanya.
Tabel 5.3 Proporsi Jumlah Hutang
Proporsi Hutang Jumlah
≤ 0,20 4
2,3 0,21
– 0,40 42
23,7 0,41
– 0,60 32
18,1 0,61
– 0,80 62
35,0 ≥ 0,81
37 20,9
Sumber: data primer diolah
Gambaran sumber pemberi hutang bagi pemilik usaha kain tenun disajikan pada Tabel 5.4. Tabel tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
pemilik usaha kain tenun 72,90 persen menggunakan hutang yang berasal
66
dari sumber lembaga keuangan informal yaitu hutang dari Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan pemerintah dalam bentuk Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat. Sisanya 27,10 persen menggunakan sumber lembaga keuangan formal bank, koperasi, dan pegadaian. Hal ini sejalan
dengan apa yang dinyatakan Tambunan 2012 bahwa usaha mikro di Indonesia cenderung menggunakan pinjaman atau hutang dari sumber-
sumber informal.
Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan
Sumber Pemberi Hutang Sumber Pemberi Hutang
Jumlah
Bank 5
2,80 Koperasi
24 13,60
Pegadaian 19
10,73 Lain-lain LSM, PNPM
129 72,90
Sumber: data primer diolah
Sedikitnya pemilik usaha yang menggunakan sumber dana formal seperti bank dan koperasi, dikarenakan terbatasnya jumlah bank koperasi
yang dekat dengan sentra-sentra produksi tenun. Adapun bank yang terdapat di Kabupaten Sumba Timur hanya terpusat di Kota Waingapu sebagai kota
kabupaten BRI, BNI, Bank NTT, Bank Mandiri, dan Bank Danamon. Sedangkan di sekitar sentra produksi kecamatan lainnya, hanya terdapat Bank
BRI dan Bank NTT, khususnya pada Kecamatan Umalulu. Pemilik usaha yang berada di Kecamatan Kota Waingapu, Kambera, dan Pandawai
walaupun dekat dengan kota kabupaten, namun tidak memiliki akses karena terkendala dalam hal jaminan. Kondisi ini juga ditunjukkan oleh rendahnya
frekuensi menggunakan hutang. Dalam 3 tiga tahun terakhir, frekuensi menggunakan hutang sebagai modal usaha oleh sebagian besar pemilik usaha
kain tenun antara 1-2 kali 64,4 persen. Namun beberapa pemilik usaha telah
67
menggunakan lebih dari 5 kali. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5 Frekuensi Menggunakan Hutang
Frekuensi Jumlah
1 kali 73
41,2 2 kali
41 23,2
3 kali 25
14,1 4 kali
28 15,8
5 kali 10
5,7
Sumber: data primer diolah
5.4. Gambaran Faktor Penentu Keputusan Hutang