KONSEP DAN STRATEGI

BAB V KONSEP DAN STRATEGI

5.1 Konsep Agropolitan

Konsep pengembangan Agropolitan pertama kali diperkenalkan Friedman dan Mac Doughlas, 1974 (dalam BPTP, 2008) sebagai suatu siasat untuk percepatan pembangunan suatu wilayah. Agropolitan terdiri dari kata Agr dan Politan (polis). Agro berarti pertanian dan politan berarti kota sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota dilahan pertanian. Dengan demikian agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, mengehela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Modernisasi baik secara sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh wilayah perkotaan tidak dapat dinikmati oleh penduduk perdesaan yang menyebabkan perdesaan semakin tertinggal dari wilayah perkotaan dan terdapat gejala kota mengeksploitasi sumber daya alam perdesaan secara besar-besaran. Dalam konteks pembangunan, agropolitan merupakan paradigma pembangunan daerah di mana pembangunan kota dimaksud untuk mendukung pembangunan pertanian perdesaan.

Secara garis besar, konsep agropolitan mencakup beberapa dimensi yang meliputi:

a. Pengembangan kota-kota berukuran kecil sampai dengan jumlah penduduk maksimum

600.000 jiwa dan luas maksimum 30.000 hektar (setara dengan kota kabupaten)

b. Daerah komoditi belakang (perdesaan) dikembangkan berdasarkan konsep perwilayahan komoditi yang menghasilkan suatu komoditi/bahan mentah utama dan beberapa komoditi penunjang sesuai dengan kebutuhan.

c. Pada daerah pusat pertumbuhan (kota) dibangun agroindustri terkait, yaitu terdiri atas

beberapa perusahaan sehingga terdapat kompetisi yang sehat.

d. Wilayah perdesaan didorong untuk membentuk satu-satuan uaha yang optimal dan selanjutnya diorganisasikan dalam wilayah koperasi, perusahaan kecil dan menengah, dan

e. Lokasi dan sistem transportasi agroindustri dan pusat pelayanan harus memungkinkan

para petani untuk bekerja sebagai pekerja paruh waktu (partime wokers) Konsep pengembangan wilayah agropolitan pada wilayah perdesaan yang

mengedepankan pemberdayaan masyarakat, maka lebih bersifat desentralistis. Penentuan jenis komoditi unggulan yang dikembangkan dalam skala agribisnis dan agroindustri di lakukan oleh masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi biofisik wilayah dan lingkungan mengedepankan pemberdayaan masyarakat, maka lebih bersifat desentralistis. Penentuan jenis komoditi unggulan yang dikembangkan dalam skala agribisnis dan agroindustri di lakukan oleh masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi biofisik wilayah dan lingkungan

Konsep agropolitan berdasarkan Friedmann dalam Martina (2004), terdiri dari distrik- distrik agropolitan sebagai kawasan pertanian perdesaan yang memiliki kepadatan penduduk 200 jiwape km2 dan di dalamnya terdapat kota-kota tani dengan jumlah penduduk 10.000- 25.000 jiwa. Sementara luas wilayah distrik adalah cummuting berada pada radius 5-10 km, sehingga akan menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000-150.000 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pertanian (tidak dibedakan antara pertanian modern dan pertanian konvensional) dan tiap-tiap distrik dianggap sebagai satuan tunggal yang terintegrasi.

Departemen Pertanian menjelaskan bahwa kota agropolitan berada dalam kawasan serta produksi pertanian (selanjutnya kawasan tersebut disebut sebagai kawasan Agropolitan). Kota pertanian dapat merupakan kota menengah, kota kecil, kota kecamatan, Kota perdesaan atau kota Nagari yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan di desa-desa wilayah sekitarnya.

Keterangan Gambar: : Agropolitan :Permukiman termasuk didalamnya terdapat kelembagaan, petani yang inovatif

dan lahan pertanian yang memasok produk segar dan olahan pertanian.

: Irigasi

: Prasarana Jalan : Batas wilayah pelayanan Agropolitan (Kawasan Agropolitan) Batasan suatu kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif

pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten) tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan kawasan agropolitan hendaknya di rancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agribisnis yang ada di setiap daerah. Dengan demikian bentuk dan luasan kawasan agropolitan, dapat meliputi satu wilayah Desa/Kelurahan/kecamatan atau beberapa kecamatan dalam kabupaten/ kota atau dapat juga meliputi wilayah yang dapat menembus wilayah kabupaten/kota lain yang berbatasan.

Menurut Rivai (2003), bahwa pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting dalam konteks pengembangan wilayah mengingat beberapa hal yakni:

1. Kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan spesifik lokal

2. Pengembangan kawasan agropolitan dapat meningkatkan pemerataan sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat

3. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunya keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya dan

4. Dalam penetapan pusat agropolitan terkait dengan sistem pusat-pusat nasional, propinsi dan Kabupaten (RTRW Propinsi/Kabupaten) sehingga dapat menciptakan pengembangan wilayah yang serasi dan seimbang.

Dan Rivai (2003)menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan agropolitan maka ada dua strategi yang bisa diklakukan yaitu :

1. Strategi pemberdayaan masyarakat/Sumberdaya manusia dan

2. Strategi pengembangan wilayah Karakteristik utama dari konsep agropolitan yaitu meliputi pengembangan terpadu

dengan melibatkan suatu sistem pendukung lengkap baik fisik maupun kelembagaan dan penggunaan sumber daya lokal yang optimal, serta mengintegrasikan kegiatan pertanian dan non pertanian terutama kegiatan berbasis sumber daya dan pengembangan pusat-pusat pelayanan lokal sebagai bagian umum kegiatan baik secara regional maupun pengembangan pusat-pusat perkotaan.

5.1.1 Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan

a. Sebagian besar kegiatan masyarakat dikawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian (dalam arti luas) dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi mulai dari:

- Subsistem usaha tani/ pertanian primer (on farm agribusiness) yang mencakup

usaha: tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan

- Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang mencakup : mesin, peralatan pertanian pupuk dan lain-lain. - Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yang meliputi; industri- industi pengolahan dan pemasarannyatermasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor.

- Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis ) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.

b. Adanya keterkaitan antar kota dengan desa (urban-rural linkages) yang bersifat interpedensi/timbal balik dan slaing membutuhkan, dimana kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm) sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain; modal, teknologi, informasi, peralatan pertanian, dan lain sebagainya.

c. Kegiatan sebagian besar masyarakat dikawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis termasuk didalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor bila dimungkinkan), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan pemodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.

5.1.2 Kriteria Penetapan Kawasan Agropolitan

 Merupakan Kawasan Perdesaan  Karena keunggulan/kelebihannya tercantum dalam prioritas pembangunan Kabupaten atau

SWP.  Merupakan satuan kawasan perdesaan dengan fungsi tertentu

Suatu kawasna agropolitan ditetapkan oleh kriteria-kriteria sebgaai berikut (Rustiadi dan Sugimin Pranoto, 2007) Suatu kawasna agropolitan ditetapkan oleh kriteria-kriteria sebgaai berikut (Rustiadi dan Sugimin Pranoto, 2007)

b. Memiliki daya dukung dan potensi fisik yang baik. Daya dukung lahan untuk pengembangan agropolitan harus sesuai syarat dengan jenis komoditas ungulan yang akan dikembangkan meliputi: kemiringan lahan, ketinggian, kesuburan lahan, dan kesesuaian lahan

c. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang memadai. Untuk memperoleh hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan perlu luas lahan yang memadai dalam mencapai skalaekonomi dan cakupan ekonomi.

d. Tersedianya dukungan prasarana dan sarana produksi yang memadai untuk mendukung kelancaran usaha tani. Jalan dan pemasaran hasil produksi,anta lain jalan poros desa, irigasi, terminal, listrik,dsb

5.1.3 Konsep Struktur Tata Ruang Kawasan Agropolitan

Konsep agropolitan membagi wilayah-wilayah yang berhubungan: secara fungsional dalam satu sistem kegiatan yakni : a. Agropolitan centre yaitu pusat pengumpul dan pemasaran dengan fungsi sebagai pusat perdagangan, bursa komoditi, transportasi, industri, kegiatan manufaktur, pergudangan, jasa pendukung, pusat kegiatan tersier agribisnis, perbankan dan keuangan, serta pusat penelitian dan hasil percontohan komoditi. b. Agropolitan district yaitu kawasan pusat pertumbuhan dan berfungsi sebagai pusat perdagangan sub wilayah, kegiatan agroindustri, pusat pelayanan pendidikan, pelatihan, pemuliaan komoditi unggulan, produksi dan diversifikasi. c. Hinterland atau satuan kawasan pertanian berfungsi sebagai kawasan produksi dan intensifikasi produk (Soenarno, 2003).

Konsep ini dijalankan melalui program pengembangan agropolitan dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah (Ir. Sjarifuddin Akil, 2002).

5.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Konsep Agropolitan

Konsep Agropolitan ini memiliki kelebihn dan kekurangan. Berikut adalah kekurangan dari konsep Agropolitan:

 Terbatasnya hubungan dengan wilayah luar

 Belum berimbangnya tingkat kualitas sumber daya manusia, sumber daya sosial yang ada

sehingga mempengaruhi produktivitas  Adanya kerancuan informasi dan komunikasi dengan pusat 5.2 Pengembangan Kabupaten Tuban dengan Konsep Agropolitan

Untuk dapat menyusun strategi dalam upaya pengembangan wilayah menggunakan analisis SWOT, dan dihasilkan beberapa strategi yakni strategi SO, WO, dan WT.

Strategi SO

Diperoleh beberapa strategi yakni :  Peningkatan kualitas produksi pertanian  Peningkatan ekspor dari hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional

Strategi WO

Diperoleh beberapa strategi yakni:  Peningkatan Infrastruktur pertanian

 Membuat kebijakan khusus tentang petanian

Strategi ST

Diperoleh beberapa strategi yakni:  Peningkatan sistem pemasaran pada sektor pertanian  Peningkatan penanganan bencana alam dan mitigasinya

Strategi WT

Diperoleh beberapa strategi yakni  Pembangunan Infrastruktur yang memadai sesuai dengan kebutuhan

 Membuat kebijakan yang jelas terkait harga pasti baik produk jadi, setengan jadi maupun

produk mentah.

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Perkembangan wilayah Kabupaten Tuban sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian, hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis yang menyatakan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor primer yang basis. Bila ditinjau dari kebijakan rencananya seperti RTRW juga mendorong ke arah perkembangan wilayah berbasis pertanian (agropolitan).

Dari hasil analisis LQ dapat dilihat bahwa terdapat 3 sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten Tubab, yaitu Ketiga sektor basis tersebut antara lain sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Listrik dan Gas, dan sektor Pertanian.

Pengambangan konsep agropolitan dapat dilakukan dengan beberapa strategi seperti peningkatan jumlah produksi dan kualitas produksi pertanian, pengembangan infrastruktur penunjang, meningkatkan ekspor dan pengadaan daerah agrowisata dan agroindustri. Strategi tersebut dapat didukung dengan program-program seperti sosialisasi dan pelatihan untuk petani, pembangunan infrastruktur, pembuatan kebijakan yang berpihak kepada para petani, peningkatan branding dan juga penetapan harga standart yang tidak merugikan petani.

6.2 Lesson Learned

Selama proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan pelajaran-pelajaran sebagai berikut.

1. Dalam perkembangan perekonomian wilayah terdapat dua tipe analisis yang dapat digunakan, yaitu analisis yang berbasis kepada keunggulan komparatif dan analisis yang berbasis pada keunggulan kompetitif.

2. Analisis LQ menghasilkan output berupa sektor atau sub sektor mana saja yang menjadi basis dan non basis, sehingga dapat diketahui pula sektor/sub sektor mana yang menyumbang besar terhadap perkembangan ekonomi suatu wilayah.

3. Analisis shift share menghasilkan output berupa matriks yang menjelaskan sektor/sub sektor mana saja yang menjadi unggulan, potensial, berkembang dan terbelakang. Analisis ini juga dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

4. Konsep agropolitan merupakan salah satu konsep yang mengedepankan pertumbuhan dan perkembangan sektor pertanian dan mampu memberikan berbagai pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan produksi pertanian sekitarnya, baik untuk pelayanan yang berhubungan dengan sarana produksi, jasa distribusi, maupun pelayanan sosial ekonomi lainnya. Sehingga masyarakat yang bersangkutan tidak perlu lagi pergi ke kota

DAFTAR PUSTAKA

BPS. (2014). PDRB Tuban. Surabaya: BPS Jawa Timur. BPS. (2014). Tuban Dalam Angka. Tuban: BPS.

Pemerintah Kabupaten Tuban.2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ponorogo 2012- 2032. Tuban

Soenarno.2003. Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah . Bogor Sekolah Pascasarjana

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121