TIDAK ADA YANG TAHU KAPAN AYAHKU PERGI UNTUK SELAMANYA

TIDAK ADA YANG TAHU KAPAN AYAHKU PERGI UNTUK SELAMANYA

Saat itu adalah malam minggu. Aku kebetulan diberi tugas oleh pak dokter yang rumahnya aku tempati untuk mempersiapkan acara rapat RT antar warga Graha Wanamukti, Semarang. Pak dokter tidak bisa hadir sebagai tuan rumah dalam kegiatan rapat RT tersebut karena beliau lagi ada jadual praktek jaga di RS Mardirahayu, Kudus. Oleh karena itu semua persiapan dan lain-lain diserahkan sepenuhnya kepadaku. Setelah semua persiapan untuk kegiatan rapat seperti: menggelar karpet, menyajikan makanan yang dikirimkan oleh Tante Nung, dan lainya selesai aku persiapkan, maka tibalah acara rapat akan segera dilaksanakan. Waktu yang ditentukan pada undangan rapat yang telah disebarkan ke rumah-rumah warga komplek Graha Wanamukti adalah pukul 19.30 sampai selesai. Pak Mulyo selaku sekretaris RT pada acara rapat di komplek tersebut kebetulan datang duluan masuk ke rumah pak dokter. Kemudian disusul oleh pak RT nya sendiri yaitu Pak Winarta. Setelah itu baru disusul oleh kedatangan bapak-bapak yang lainnya.

Akhirnya semua tamu undangannya berkumpul di rumah pak dokter. Kemudian pak Mulyo membuka acara rapat tersebut. Pada saat acara rapat baru dibuka dengan satu patah dua patah kata-kata dari Pak Mulyo sebagai awal pembukaan kegiatan tersebut, tiba-tiba hpku berdering. Kemudian aku pun mengangkat telpon genggap yang berada di saku hpku.

Ternyata yang menelpon adalah Paklikku sendiri yaitu Lik Suhadi adik kandung dari ibuku. Beliau berbicara dalam telpon begini: Dik Tegar, kiro-kiro iso bali ning ndeso saiki pora? Bapak lagi kumat gerahe. Nek iso ndang bali ning ndeso saiki yo. ‘Dik Tegar, kira-kira malam ini bisa pulang kampung sekarang, ndak? Bapak sedang kumat lagi sakitnya. Kalau bisa segera pulang kampung sekarang ya. ’ Akupun menjawab: ’’Oh nggih, Paklik...’’. ‘Oh iya, Paklik ’... Hatiku pun mulai bergejolak tidak tenang saat itu. Kira-kira ada apa di rumah di kampungku?. Selang beberapa menit kemudian ponakanku yang bernama Dian Puspita Dewi yang tinggal di daerah Sendangmulyo mendadak menelponku juga. Akupun mengangkat dan langsung menjawab telponnya: ’’Om, bisa pulang kerumah Mbah kah sekarang? Mbah Kung ninggal ’’... Aku pun langsung diam, lemas dan tak bisa berkata-kata lagi setelah selesai mengangkat telpon dari Dian saat itu. Tak terasa air mataku pun meleleh dari pipiku. Kemudian aku sms ke hp Dian kalau aku mau jemput dia untuk ikut pulang bersama denganku malam itu juga. Dengan terpaksa kegiatan rapat RT pun akhirnya langsung dibubarkan. Setelah semua mendengar berita tentang ayahku yang meninggal kemudian para tamu undangan rapat pada menghampiriku dan saling mengucapkan ucapan belasungkawa kepadaku. Pak RT pun langsung ke kamarku untuk menenangkan diriku. ’’Saya turut berbela sungkawa ya Mas Don...tenangkan dirimu... kemudian disusul lagi ungkapan belasungkawa lainnya lagi... ’’Yang sabar Tos...hati-hati ya di jalan jangan ngebut bawa motornya ’’. Itulah kata-kata yang diucapkan oleh Pak Win, Pak Hendro, Pak Dito, Pak Samsul, Pak Mulyo dan lainnya saat itu, sambil menyerahkan amplop kepadaku dan sambil berkata lagi: ’’Tos, ini ada sedikit bantuan ungkapan belasungkawa dari bapak- bapak semua malam ini, mohon diterima ya..., Sing sabar yo Tos, Kata Pak Hendro menenangkanku lagi.. ’’.

Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB malam saat itu. Aku pun memutuskan untuk pulang kampung pada malam itu juga. Setelah aku menjemput Dian di kostnya akupun langsung pulang ke kampung halamanku sambil memboncengkan Dian dibelakang dengan motorku Yamaha Vega R tahun 2004. Sambil mengendarai motorku aku pun masih sambil meneteskan air mata. Tak berapa lama kami telah sampai di Pom Bensin daerah Wirosari. Karena stok bensin pada tangki motorku mau habis maka aku putuskan berhenti untuk mengisikan premium disana terlebih dahulu. Sambil mengisi bensin disana ada sms yang masuk di hpku lagi. Setelah aku buka sms di inbox hpku ada pesan dari Paklikku yang berbunyi: Wis tekan ngendi? ‘Sudah sampai mana?’ Kemudian aku pun langsung membalas pesan singkat Paklikku begini: Iki aku lagi tekan pom bensin Wirosari, Paklik... ‘Ini aku baru Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB malam saat itu. Aku pun memutuskan untuk pulang kampung pada malam itu juga. Setelah aku menjemput Dian di kostnya akupun langsung pulang ke kampung halamanku sambil memboncengkan Dian dibelakang dengan motorku Yamaha Vega R tahun 2004. Sambil mengendarai motorku aku pun masih sambil meneteskan air mata. Tak berapa lama kami telah sampai di Pom Bensin daerah Wirosari. Karena stok bensin pada tangki motorku mau habis maka aku putuskan berhenti untuk mengisikan premium disana terlebih dahulu. Sambil mengisi bensin disana ada sms yang masuk di hpku lagi. Setelah aku buka sms di inbox hpku ada pesan dari Paklikku yang berbunyi: Wis tekan ngendi? ‘Sudah sampai mana?’ Kemudian aku pun langsung membalas pesan singkat Paklikku begini: Iki aku lagi tekan pom bensin Wirosari, Paklik... ‘Ini aku baru

Setelah istirahat kira-kira 15 menit kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Kira- kira 30 menit-an lagi aku dan ponakanku akan segera sampai di rumah. Itulah gumamku saat itu. Setelah sampai dirumah akupun langsung memarkirkan motorku tanpa mengambil kunci motornya. Di depan rumah aku pun langsung disambut ibuku yang sambil menangis kemudian memeluk dan menciumiku dengan sambil berkata: ’’Wis dadi bejanmu le...bapakmu wis ora ono maneh ’’... ‘Dah jadi nasibmu nak, bapakmu sudah tidak ada lagi...’ Akupun ikut terisak mendengar kata-kata ibuku. Dirumahku sudah ada banyak kerabat, saudara dan tetangga yang ikut menunggui jasad ayahku. Kemudian aku pun memandangi jasad ayahku yang terbujur kaku yang sudah dikafani. Karena tak tahan dengan kesedihanku itu aku langsung menuju kamarku sambil meneteskan airmata lagi. Tak terasa kenangan- kenangan masa lalu dengan ayahku silih berganti muncul di depanku. Saat beliau mengajakku mencukur rambutku yang sudah mulai memanjang ke tukang cukur di daerah Kuwu aku seringkali diajak mampir untuk makan masakan kesukaanku yaitu asem-asem di rumah makan Sari Roso atau terkenal dengan sebutan Manna disana. Saat kecil aku juga pernah dibelikan mainan mobil-mobilan, dimarahi saat lupa akan tugasku mencabut rumput, dimarahi saat lupa menunggui tanaman padi di sawah dari gangguan burung dan ayam dari rumah penduduk sekitar dan lainnya. Yang paling teringat lagi saat tiga minggu sebelum beliau tiada adalah saat aku pamiti hendak berangkat ke Semarang beliau kelihatan berat untuk melepaskan keberangkatanku menuju Semarang. Seakan-akan tidak mau ditinggalkan olehku. Baru kali itu aku melihat ayahku meneteskan air mata saat aku pamiti pergi. Teringat akan saat kenangan terakhir itu dadaku pun terasa sesak dan air mataku pun kembali meleleh. Dalam kesedihanku itu, kemudian aku teringat dengan lirik tembang shalawat yang berjudul Qad Anshaha oleh seorang pelantun sholawat dari Ponpes Langitan, Tuban Jawa Timur.

Qod Anshoha

Qod anshoha l î Abî wa robbat bihusnihâ ummî wa arsyadanîl ustâdz wal mu’allim Ayah telah menasehatiku dan Ibu telah mendidikku/membimbingku dan gurupun telah

mengajariku dengan sebaik-baiknya

L âkin faqod ahmaltun-nush-ha wal irsyâdâ wa lam akun mushghiyan rusydan min ayyi fami Tapi segala nasehat tak kuhiraukan, Semua petunjuk dan ajaran tak kudengarkan

Wa anzaltu likulli Hub ûbar-rîhi matsalâ tarûhu bil âdzâni taghniyyatan-nasîm Kujadikan semua itu laksana angin lalu bagaikan lantunan lagu yg enak didengarkan

Fakuntu musytaghilan bidausyatid-duny â wa suhhirtu bizuhûri anwâ’il huthômi

Aku berada di gemerlap dunia Akupun terlena oleh keindahan duniawi

Wa aknudu ni ’matan min robbinâ kibron wa ansaitu sholâtan kadzâ wa lam ashumi

Aku kufur nikmat Tuhan karena kesombongan Sholat dan puasapun telah kulupakan

Falamm â-stasy’artu bir-ro,si mamlu’ syaiban wal ajlâdu ghudlûnun wal a’dhumu rimâmi

Maka tatkala uban mulai bemunculan Kulit keriput dengan tulang berhancuran

Tanaddamtu wadum û’ul ‘aini sâlatdaman afâqo mu,tsimun min ghomâl ghoyyid-dhulâmi Air mata darah pun bercucuran sebagai tanda akan sebuah penyesalan Telah sadar seorang hamba yang bergelimang dosa dalam kegelapan

Fakh ôsirul ‘ubbâdi atâka multajiyan murtajiyan rohmatan min robbihir-rohîm Hambamu ya Allah telah datang dengan penuh harapan akan Rahmat dari Tuhannya yg Maha

Penyayang

Fahab lan â taubatan wa’fu ‘annâl khothôyâ Waghfir lanâ mâmadlô yâ wâsi’al karomi

Maka ampunilah dan maafkanlah segala kesalahan Limpahkanlah maghfirohMu Wahai Tuhan yg Maha Pemurah.

*) Dari Ponpes Langitan Tuban Jawa Timur waktu Ustad Muhamad Hafidz Maqmun bersilatuhami ke KH Ubaidilah Faqih (Pengasuh Ponpes Langitan) beliau melatunkan lirik

nasyid ini buatnya dan dia menangis.

Ayahku kemudian dimakamkan di pemakaman Jakerto, Galsari Kecamatan Ngaringan pada pukul 11.00 pada tanggal 3 Mei tahun 2010. Beliau meninggal di usianya yang ke-77 th karena stroke dan darah tinggi pada waktu itu. Akupun sangat terpukul atas kepergian ayahku tercinta. Beliau yang selalu mendukung anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan terus bagaimanapun keadaannya. Beliau sangat disiplin kepada anak-anaknya, sampai-sampai dalam urusan mencari pekerjaan, mau mencari pasangan hidup, dan mau lanjut pendidikan lagi harus diatur sesuai dengan aturan kejawen. Misalnya: arahnya yang baik kemana, hari-hari apa yang tidak diperbolehkan dan dibolehkan itu kapan semua sudah begitu terperinci disampaikan kepada anak-anaknya termasuk aku. Yah, mungkin bagi anak jaman sekarang aturan tersebut dianggap terlalu kolot, tidak masuk akal, tidak modern dan tidak sesuai dengan ajaran Islam atau apalah. Tetapi yang penting itu demi tujuan baik kami yaitu demi keselamatan dan kebahagiaan kami semua. Ayah, semoga engkau mendapat tempat terbaik disisi-Nya dan diampuni dosa-dosamu semua. Amin YRA.

Setelah acara pemakaman ayahku selesai, aku pun kembali pulang ke rumah dengan diboncengkan sepeda motor oleh kakak iparku Mas Hartono. Kakakku Mas Samiko yang Setelah acara pemakaman ayahku selesai, aku pun kembali pulang ke rumah dengan diboncengkan sepeda motor oleh kakak iparku Mas Hartono. Kakakku Mas Samiko yang

Pada malam harinya kami mengadakan kegiatan membaca tahlil dan yasin di rumahku selama 7 hari lamanya. Semuanya tampak membaca yasin dan doa dengan khusyuk dan penuh khidmat. Setelah acara yasin dan tahlil selesai aku pun mendengarkan pembicaraan ibuku kepada saudara-saudaranya. Aku mendengar cerita ibu kepada kerabat- kerabat yang hadir dirumahku. Ibuku bercerita kepada mereka kalau beliau ternyata tidak tahu kapan ayahku dipanggil oleh-Nya. Dari mendengar paparan cerita ibuku kepada kerabat dan saudara-saudara bahwa ayahku itu awalnya tidur pada hari minggu sore sekitar pukul

16.00. Saat hendak diajak makan pada pukul 17.00 oleh ibuku ternyata ayahku posisinya masih tampak kelihatan tidur dengan tenang menghadap ke barat. Ibuku tidak enak untuk membangunkan ayahku yang lagi terlelap. Kemudian, saat waktunya makan malam tiba ibuku langsung membangunkan ayahku. Saat ibuku mulai menggoyang-goyangkan badan ayahku ternyata ayahku sudah tidak bernafas lagi. Jadi, tidak ada yang tahu kapan ayahku pergi untuk selamanya. Baik ibuku dan tetangga yang dekat dengan rumahku. Setelah itu, ibuku meminta bantuan saudara kadungnya, menantu, kerabat dan para tetangga untuk mengurus semua kebutuhan ayahku mulai dari memandikan, mengkafani, mensholatkannya hingga akhirnya membantu mengantar sampai ke tempat peristirahatan terakhir ayahku tercinta. Itulah saat terakhir perpisahan dengan ayahku tercinta. Seperti ungkapan kesedihan yang dirasakan oleh Charly, vokalis ST12 yang melantunkan lagu berjudul ’’Saat Terakhir’’.

tak pernah terpikir olehku tak sedikit pun ku menyangka kau akan pergi tinggalkan ku sendiri

begitu sulit ku menyangkal begitu sakit ku rasakan kau akan pergi tinggalkan ku sendiri

* di bawah batu nisan kini kau tlah sandarkan kasih sayang kamu begitu dalam sungguh ku tak sanggup ini terjadi karna ku sangat cinta

** ini lah saat terakhirku melihat kamu jatuh air mataku menangis pilu hanya mampu ucapkan selamat jalan kasih ** ini lah saat terakhirku melihat kamu jatuh air mataku menangis pilu hanya mampu ucapkan selamat jalan kasih

satu jam saja ku telah bisa sayangi kamu di hatiku namun bagiku melupakanmu butuh waktuku seumur hidup

di nantiku repeat ** satu jam saja ku telah bisa

cintai kamu kamu kamu di hatiku namun bagiku melupakanmu butuh waktuku seumur hidup

satu jam saja ku telah bisa sayangi kamu di hatiku namun bagiku melupakanmu butuh waktuku seumur hidup