Yurisdiksi ratione personae

A. Yurisdiksi ratione personae

1. Persidangan terhadap warga sipil oleh tribunal militer

14. Sejumlah situasi akan dipertimbangkan: (a) Persidangan warga sipil yang memiliki kaitan dengan militer (pengikut kamp dan

pegawai sipil yang bekerja di angkatan bersenjata);

(b) Persidangan warga sipil yang tidak memiliki kaitan fungsional dengan militer atas pelanggaran yang dilakukan terhadap anggota angkatan bersenjata (kompetensi pribadi pasif dari pengadilan militer);

(c) Persidangan warga sipil yang tidak memiliki kaitan fungsional dengan militer atas pelanggaran yang melibatkan properti militer atau fasilitas militer atau karena tempat terjadinya pelanggaran dilakukan merupakan wilayah militer (yurisdiksi teritorial pengadilan militer);

(d) Persidangan warga sipil atas pelanggaran yang dilakukan secara bersama-sama oleh warga sipil dan anggota angkatan bersenjata: baik pelanggaran itu bersifat militer saja (dalam kasus ini, warga sipil umumnya dituntut sebagai kaki tangan), atau pelanggaran itu tidak bersifat militer saja dan melibatkan pelanggaran di bawah undang-undang biasa;

(e) Persidangan warga sipil atas pelanggaran di bawah undang-undang biasa. Terutama apa yang disebut dengan pelanggaran “politis”, interpretasi luas atas yurisdiksi ini dapat melanggar kebebasan berpendapat, berkumpul dan berdemonstrasi secara damai.

15. Fitur dominan dari seluruh situasi ini, yang telah dibahas dalam laporan-laporan terdahulu, adalah penarikan sipil oleh militer, yaitu di mana individu diambil dari “hakim normal”, pengadilan biasa, dan diadili di bawah yurisdiksi khusus: pengadilan militer. Dengan demikian, kesetaraan kekuatan antar pihak dalam tindakan hukum tidak dapat dipenuhi, demikian pula halnya dengan prinsip ketidak-berpihakan tribunal tidak dapat diterapkan.

16. Dalam komentar umumnya No 13 yang diadopsi tanggal 12 April 1984 mengenai Pasal 14 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Komite Hak Asasi Manusia meminta perhatian terhadap risiko yang terlibat dalam kasus semacam ini:

“4. Pernyataan Pasal 14 berlaku bagi seluruh pengadilan dan tribunal dalam jangkauan pasal tersebut baik apakah pengadilan tersebut adalah pengadilan biasa maupun khusus. Komite mencatat keberadaan, di banyak negara, pengadilan militer atau pengadilan khusus yang mengadili warga sipil. Hal ini dapat membawa masalah sejauh menyangkut administrasi peradilan yang adil, tidak berpihak dan independen. Seringkali alasan pendirian pengadilan semacam itu adalah untuk memungkinkan diterapkannya prosedur pengecualian yang mana prosedur tersebut tidak berkesesuaian dengan standar normal keadilan. Meskipun kovenan tidak melarang kategori pengadilan semacam itu, bagaimanapun juga, persyaratan-persyaratan yang digaris bawahinya jelas mengindikasikan bahwa pengadilan atas warga sipil oleh pengadilan semacam itu haruslah sangat luar biasa dan berlangsung dalam kondisi- kondisi yang secara murni memberikan jaminan penuh seperti yang dinyatakan dalam Pasal 14. Komite telah mencatat sangat kurangnya informasi menyangkut hal ini dalam laporan-laporan beberapa negara yang institusi hukumnya mencakup pengadilan semacam itu untuk mengadili warga sipil. Di beberapa negara, pengadilan militer dan pengadilan khusus semacam itu tidak menjamin adanya administrasi peradilan yang baik berdasarkan persyaratan dalam pasal 14 yang sangat penting artinya bagi perlindungan efektif hak asasi manusia. Apabila negara tersebut membuat keputusan dalam kondisi darurat seperti yang disebutkan oleh Pasal 4 sebagai alasan untuk mengurangi prosedur normal yang dibutuhkan sesuai Pasal 14, maka negara tersebut harus memastikan bahwa pengurangan semacam itu tidak melebihi dari apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh sifat darurat situasi sesungguhnya, dan memastikan penghormatan terhadap persyaratan-persyaratan lain dalam paragraf 1 Pasal 14.”

17. Pada tahun 1998, Special Rapporteur mengenai kemandirian para hakim dan pengacara mempertimbangkan bahwa, “berkaitan dengan penggunaan pengadilan militer untuk mengadili warga sipil, undang-undang internasional sedang mengembangkan sebuah konsensus mengenai perlunya melakukan pembatasan drastis, atau bahkan pelarangan, atas praktik tersebut”. Selain itu, Working Group on Arbitrary Detention berpendapat bahwa, “apabila bentuk-bentuk keadilan militer terus ada, maka ia harus mematuhi” sebuah peraturan di mana “ia tidak memiliki kompetensi untuk mengadili warga sipil …”.

18. European and Inter-American Regional Jurisdiction, yang banyak dikutip dalam laporan terdahulu, cenderung untuk mencapai kesimpulan yang sama. Dalam putusannya pada tanggal 26 November 1997 dalam kasus Sakik dan lain-lain v. Turki, European Court of Human Rights menyertakan pentingnya fakta bahwa seorang warga sipil harus muncul di depan sebuah pengadilan yang terdiri, meskipun hanya sebagian, dari personel militer. Dalam undang-undang domestik, ada, sebuah kasus yang dapat menjadi contoh baik dalam Konstitusi Meksiko yang, sejak 1917, menyatakan bahwa “tidak boleh ada kasus di mana pengadilan militer memperluas yurisdiksi mereka atas orang-orang yang bukan berasal dari angkatan bersenjata” (Pasal 13).

19. Anak di bawah umur merupakan kasus khusus, baik itu prajurit anak atau anak di bawah umur yang ditangkap selama konflik bersenjata. Pentingnya peraturan perlindungan dalam Konvensi Hak Anak, terutama Pasal 38 sampai 40 di dalamnya, serta peraturan internasional mengenai keadilan dari harus mendapat penekanan. Sejumlah special rapporteur Komisi telah meminta perhatian terhadap pelanggaran yang terang-terangan terjadi dalam hal ini, terutama ketika hukuman mati diberikan oleh pengadilan militer, tanpa adanya kemungkinan naik banding dan tanpa mempertimbangkan usia anak di bawah umur yang menerima hukuman tersebut

(contoh naik banding yang dikirimkan kepada Pemerintah Republik Demokrasi Kongo oleh Ms. Asma Jahangir, Special Rapporteur untuk pembunuhan di luar proses hukum, pembunuhan serentak atau sewenang-wenang [E/CN.4/2002/74, paragraf 108]). Mr. John Dugard, Special Rapporteur untuk situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel sejak 1967, merujuk pada nasib anak di bawah umur yang ditangkap“ atas dasar kecurigaan telah melempari batu kepada prajurit Israel” dan diadili oleh pengadilan militer biasa, tanpa mempertimbangkan usia (E/CN.4/2002/32, paragraf 49). Lebih jauh lagi, kita hanya bisa menduga-duga mengenai nasib anak-anak yang ditahan tanpa hak berkomunikasi dengan dunia luar di Guantánamo Bay.

2. Persidangan personel militer oleh pengadilan militer

20. Di sini pun, beberapa situasi dapat dibedakan. Namun demikian, ada dua situasi yang terletak di garis batas yang nampaknya sangat sensitif.

21. Pertama-tama, pada kasus ketika personel militer diadili atas liabilitas mereka di bawah undang-undang biasa, baik apakah liabilitas itu untuk perilaku buruk atau atas resiko, ketika (para) korbannya adalah warga sipil. Contohnya, ini terjadi ketika seorang anggota angkatan bersenjata menyebabkan sebuah kecelakaan, terutama di luar negeri, karena yurisdiksi sebuah pengadilan militer tidak mencakup orang dari jurisdiksi pengadilan teritorial biasa. Working Group on Arbitrary Detention, dalam pendapatnya yang telah disebut di atas (lihat paragraf 17), juga menekankan bahwa perlunya menempatkan keadilan militer di bawah prinsip di mana “ia tidak berkompeten mengadili personel militer apabila korbannya mencakup warga sipil”.

22. Lebih jauh lagi, ini juga merupakan kasus dalam kasus persidangan, oleh pengadilan militer, atas personel militer yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang merupakan kejahatan berat, yang terus saja menjadi penyebab utama impunitas. Praktik ini cenderung melanggar hak, yang dijamin oleh Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, yang dimiliki oleh setiap orang atas remedy efektif (Pasal 2, paragraf 3 (a)), atas persidangan yang adil oleh sebuah pengadilan yang independen dan tidak-berpihak (pasal 14, paragraf 1) dan atas perlindungan setara dalam undang-undang, tanpa diskriminasi (pasal 26). Di sinipun, sebuah konsensus sedang terbentuk, seperti yang telah ditunjukkan dalam laporan terdahulu, berkaitan dengan kebutuhan untuk mengecualikan pelanggaran berat hak asasi manusia yang dilakukan oleh anggota angkatan bersenjata atau polisi dari yurisdiksi pengadilan militer dan kebutuhan untuk memastikan agar pembunuhan di luar proses hukum, penyiksaan dan penghilangan paksa tidak dianggap sebagai pelanggaran militer atau tindakan yang dilakukan dalam rangka tugas (lihat di bawah).

23. Sebuah pembenaran terbatas masih akan tersisa, di mana di dalamnya pengadilan militer akan berkompeten mengadili kasus yang melibatkan personel militer atau hubungan antara personel militer dan kewenangan publik. Namun demikian, harus ada batasan-batasan juga di sini, tergantung pada masalah yang terkait.