Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai Pertanggungjawaban Pidana Dokter dalam Malpraktek studi putusan Mahkamah Agung Nomor 365 Kpid2012. Penelitian ini dapat disebut asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu,jujur, rasional, dan obyektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Penelitian ini dapat di pertanggung jawabkan kebenaran nya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Tesis ini menggunakan teori pertanggungjawaban pidana pertanggungjawaban merupakan suatu prinsip yang mendasar di dalam hukum pidana, atau yang lebih sering dikenal sebagai asas “geen straf zonder schuld” tiada pidana tanpa kesalahan. Pertanggungjawaban pidana tanpa adanya kesalahan dalam diri si pelaku tindak pidana maka disebut dengan leer van het materiele feit. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP sendiri tidak memberikan sebuah penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan asas “geen straf zonder schuld”, akan tetapi asas ini dapat dikatakan sebagai asas yang tidak tertulis dan berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, dalam sebuah pertanggungjawaban pidana terdapat dua hal yakni tindak pidana daad strafrecht, pelaku tindak pidana dader straftrecht. 31 31 Roni Wiyanto. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia. Mandar Maju. 2012. Bandung. Hal 96 Universitas Sumatera Utara Pertanggungjawaban pidana merupakan unsur subjektif kesalahan dalam arti luas. 32 Teori dualistis memisahkan tindak pidana dari pertanggungjawaban pidana, menyebabkan kesalahan dikeluarkan dari tindak pidana dan ditempatkan sebagai penentu dalam pertanggungjawaban pidana.Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sanksi pidana, 33 Moeljatno menyebut dengan istilah perbuatan pidana yaitu “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, barang siapa yang melanggar larangan tersebu t”. 34 Orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka akan dipidana. Manakala tidak mempunyai kesalahan walaupun telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, tidak dipidana.Asas yang tidak tertulis “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan” merupakan dasar daripada dipidananya si pembuat. 35 artinya Perbuatan yang tercela oleh masyarakat itu di pertanggung Jawabkan pada si pembuatnya. Artinya celaan yang obyektif terhadap perbuat itu kemudian diteruskan kepada si terdakwa.Menjadi soal selanjutnya, apakah si terdakwa juga di cela dengan dilakukannya perbuatan itu, kenapa perbuatan yang 32 H.M. Hamdan. Hukum dan Pengecualian Hukum Menurut KUHP danKUHAP. Usu Press. Medan.Hal.59. 33 Chairul HudaDari tiada pidana tanpa kesalahan menuju kepada tiada pertanggungjawabanpidana tanpa kesalahan.Kencana. 2006. Jakarta Halm. 15. 34 Moeljatno.Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara,1982 Jakarta . ,Hal.59. 35 Roeslan Saleh,Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana ,Aksara Baru,Jakarta.1983,hal 75 Universitas Sumatera Utara obyektif tercela, secara subyektif dipertanggungjawabkan kepadanya, oleh sebab itu perbuatan tersebut adalah pada diri si pembuat. 36 Dapat dipidana atau tidaknya si pembuat bukanlah bergantung pada apakah ada perbuatan pidana atau tidak, melainkan pada apakah siterdakwa tercela atau tidak karena tidak melakukan tindak pidana. 37 Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat liability based on fault, dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana.Dengan demikian, kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak pidana. 38 Berpangkal tolak pada asas tiada pidana tanpa kesalahan, Moeljatno mengemukakan suatu pandangan yang dalam hukum pidana Indonesia dikenal dengan ajaran dualistis, pada pokoknya ajaran ini memisahkan tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana in i hanya menyangkut persoalan “perbuatan” sedangkan masalah apakah orang yang melakukannya kemudian dipertanggungjawabkan, adalah persoalan lain 39 .Tindak pidana dapat terjadi sekalipun dilihat dari batin terdakwa sama sekali tidak patut dicelakan terhadapnya. Walaupun telah melakukan tindak pidana, tetapi pembuatnya tidak dililiputi kesalahan dan karenanya tidak dapat 36 Djoko Prakoso. Hukum Panitensir Indonesia.Libety. 1998. Yogyakarta. Hal105 37 Ibid 38 Chirul Huda. Op Cit. Hal 4 39 Ibid Hal.5 Universitas Sumatera Utara dipertanggungjawabkan.Melakukan suatu tindak pidana, tidak selalu berarti pembuatnya bersalah atas hal itu. 40 Vos, yang memandang pengertian kesalahan mempunyai tiga tanda khusus yaitu : 41 a Kemampuan bertanggungjawab dari orang yang melakukanperbuatan toerekeningsvatbaarheid van de dader. b Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan. c Tidak terdapat dasar alasan yang menghapuskan pertanggungan jawab bagi si pembuat atas perbuatannya itu. Sejalan dengan pengertian kesalahan, pandangan E.Mezger yang dapat disimpulkan pengertian kesalahan terdiri atas : a Kemampuan bertanggungjawab zurechnungstahing ist b Adanya bentuk kesalahan schuldform yang berupa kesengajaan vorzatz dan culpa tahrlassigkeit. c Tidakadadalampenghapuskesalahankeine schuldansshiesungsgrummade. Kemampuan bertanggungjawab harus terdapat kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum,atau biasa disebut faktor akal, kemampuan untuk menentukan kehendak menurut keinsyafan tentang baik atau buruk perbuatan atau disebut faktor perasaan. 42 Seseorang yang tidak bisa mampu menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik-buruk suatu perbuatan dia tidak mempunyai kesalahan dan jika melakukan tindak pidana maka tidak bisa dimintakan 40 Ibid. Hal 6 41 Bambang Poernomo. Asas-asas Hukum Pidana.Graha Indonesia, 1994.Jakarta Hal.136 137 42 Moeljatno.Asas-Asas Hukum Pidana. Reinika Cipta.2008. Jakarta. Hal 178 Universitas Sumatera Utara pertanggungjawaban.Sesuai dengan pasal 44 KUHP, ketidakmampuan tersebut harus disebabkan karena alat-alat batinnya sakit atau cacat dalam tubuhnya 43 Kesengajaan memiliki dua teori , yaitu teori kehendak yang bearti sengaja menghendaki dan melakukan atau menimbulkan suatu akibat, teori membayangkan tindakan membayangkan sebagai maksud tindakan itu dan oleh karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan banyangan yang terlebih dahulu telah dibuat tersebut. 44 Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan dalam penerapan ke dua teori tersebut kecuali perbedaan istilah yang karena sebenarnya perbedaan diantara keduanya bukan terdapat pada aspek yuridis, melainkan pada aspek psikologis semata, dimana dapat disimpulkan bahwa apakah akibat dari tindakan itu benar-benar dikehendaki atau hanya dibayangkan oleh pelaku. 45 Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana itu, ada dua aliran yang selama ini dianut, yaitu aliran indeterminisme dan alirandeterminisme.Kedua aliran tersebut membicarakan hubungan antara kebebasan kehendak dengan ada atau tidak adanya kesalahan. 1. Kaum indeterminis penganut indeterminisme, yang pada dasarnya 19 Naskah Rancangan KUHP Baru Buku I dan II Tahun 20042005 penjelasan. Lihat juga Roeslan Saleh, Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Lokakarya MasalahPembaharuan Kodifikasi Hukum Pidana Nasional Buku I, BPHN Departeman Kehakiman, Jakarta, 13-15 Desember 1982 18 berpendapat, bahwa manusia mempunyai kehendak bebas dan ini merupakan sebab dari segala keputusan kehendak. Tanpa ada kebebasan kehendak maka tidak ada kesalahan; 43 Ibid. Hal 179 44 Leden Marpaung. Unsur-Unsur Pebuatan Yang Dapat Dihukum.Sinar Grafika.1991. Jakarta. Hal 12 45 Utrech.Pidana Jilid 1. Pustaka tinta mas. 1999. Surabaya. Hal 303 Universitas Sumatera Utara apabila tidak ada kesalahan, maka tidak ada pencelaan, sehingga tidak ada pemidanaan. 2. Kaum determinis penganut determinisme mengatakan, bahwa manusia tidak mempunyai kehendak bebas. Keputusan kehendak ditentukan sepenuhnya oleh watak dalam arti nafsu-nafsu manusia dalam hubungan kekuatan satu sama lain dan motif-motif, ialah perangsang-perangsang datang dari dalam atau dari luar yang mengakibatkan watak tersebut. ini berarti bahwa seseorang tidak dapat dicela atas perbuatannya atau dinyatakan mempunyai kesalahan, sebab ia tidak punya kehendak bebas. Namun meskipun diakui bahwa tidak punya kehendak bebas, itu tak berarti bahwa orang yang melakukan tindak pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. 46 Menentukan kesengajaan dalam suatu tindak pidana bisa dilihat dari bentuk kesengajaan itu, yaitu kesengajan dengan maksud Opzet Als Oogmerk, sengaja dengan keinsafaan pasti Opzet Bij Zekerheidsbewustzijn, serta kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan Opzet Bij Mogelijkheids Bewustzijn 47 . Kealpaan terdapat kekeliruan dalam perbuatan lahir dan menunjuk kepada adanya keadaan batin tertentu dan dilain pihak keadaan batinnya itu sendiri, jadi culpa mencakup semua kesalahan dalam arti luas yang bukan berupa kesengajaan. 48 kealpaan yang unsur kesalahannya adalah berupa kelalain, karena kurang hati-hati dan tidak karena kesengajaan. 49 Kealpaan dianggap sebagai suatu kesalahan yang lebih ringan dibandingkan karena sengaja.Vos membagi kealpaan menjadi dua, yaitu mengadakan penduga-duga terhadap akibat bagi sipembuat, dan tidak mengadakan penghati-hatian mengenai apa 46 Sudarto,Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum Undip. 1990. Semarang, hlm.87 47 Ledeng Marpaung. Op. Cit.Hal 14 48 Moeljatno.Azas-Azas Hukum Pidana.Op. Cit. Hal. 134 49 Adam Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana. Persada. 2001. Jakarta. Hal. 125 Universitas Sumatera Utara yang dibuat dan atau tidak diperbuat. 50 Unsur-unsur kealpaan yang tersebut menunjukan bahwa dalam batin terdakwa kurang diperhatikan benda-benda yang dilindungi oleh hukum atau ditinjau dari sudut masyarakat, bahwa kurang memperhatikan akan larangan-larangan yang berlaku dalam masyarakat. Kealpaan dapat dua jenis, culpa lata merkelijke schuld yaitu alpa yang hebat, alpa berat dan menurut pakar adanya culpa lata ini dapat dikatakan kejahatan karena alpa. Misalkan pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP dan culpa levvisima yaitu culpa ringan, adanya dalam pelanggaran , pasal 490 sub 1 dan 4 Kitap Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, yang menjadi suatu delik adalah culpa lata. 51 Kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain disebut juga culpa lata yang diatur dalam pasal 359 KUHP yang di dakwakan kepada terdakwa dalam kasus malpraktek dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 365 Kpid2012, yang mana dimaksud membuat mati orang lain menurut pasal 359 itu sendiri adalah akibat dari kelalaian pembuat, dengan tidak menyebutkan bentuk perbuatan pembuat tetapi kesalahan dan tidak menyebut kematian yang disebabkan oleh pembuat tetapi kematian yang dapat dicelakan kepadanya. 52 Alasan penghapus pidana secara umum dirumuskan dalam buku kesatu, yaitu terdapat dalam bab III buku kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP 50 Bambang Poerrnomo. Asas-Asas Hukum Pidana.Ghalia Indonesia. 1983. Yogyakarta. Hal. 183 51 Martiman Prodjohamidjojo. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Pradnya Paramita. Jakarta. hal 53 52 J. E. Sahetapy. Hukum Pidana. Konsorium Ilmu Hukum Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta. Hal 114 Universitas Sumatera Utara yang terdiri dari pasal 44, pasal 48 sampai pasal 51 pasal 45 sampai 47 KUHP telah dicabut berdasarkan pasal 67 undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang peradilan anak alasan secara khusus yaitu pasal 110, pasal 166, pasal 186 ayat 1, pasal 221 ayat 2, pasal 310 ayat 3, pasal 314 ayat 1, pasal 351 ayat 5 dan pasal 352 ayat 2. 53 1. Apabila pelaku sakit atau terganggu jiwanya. 54 Sakit jiwa atau kurang sempurna akal yang ada pada diri sipelaku memang sesuatu yang ada atau yang dialaminya sejak dia lahir atau timbul kemudian pada seseorang yang tadinya normal.Ada hubungan kausal sebab akibat antara penyakit jiwa pelaku dengan perbuatan yang dilakukan.Jadi bukan gangguan jiwa setelah pelaku melakukan tindak pidana. 2. Keadaan yang dilakukan dalam keadaan terpaksa. 55 Tidak dirumuskan apa yang dimaksud paksaan dalam pasal ini, menurut memorie van toelichting yang dimaksud dengan paksaan adalah suatu kekuatan, suatu dorongan, suatu paksaan, yang tidak dapat dilawan, tidak dapat ditahan. Apabila dipaksa dalam keadaan jiwanya tertekan juga dapat dijadikan alasan penghapus pidana. 3. Perbuatan yang dilakukan untuk membela diri. 56 Alasan pembelaan yang dapat menghapus pidana yaitu membela badan atau tubuh, melakukan pembelaan atas serangan saat itu juga atau mengancam, pembelaan 53 H.M. Hamdan. Op.CitHal.63 54 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 44 55 ibid Pasal 48 56 ibid Pasal 49 ayat 1 Universitas Sumatera Utara yang dialkukan itu benar-benar terpaksa atau dalm keadan darurat, tidak ada pilihan lain. 4. Pembelaan diri yang melampaui batas 57 Alasan penghapus dapat di terjadai apabila pembelaan yang dilakukan itu tetap terhadap perbuatan yang melawan hukum, keadaan jiwa yang tergoncang, dan ada hubungan kausal jiwa tergoncang dengan perbuatan yang dilakukan. 5. Melaksanakan peraturan per undang-undangan 58 Perbuatan yang dilakukan merupakan tindak pidana tetapi karena dilakukan berdasarkan undang-undang maka sipelaku tidak boleh dihukum, dan dilakukan untuk kepentingan pribadi bukan umum. 6. Melakukan perintah jabatan yang syah 59 Melakukan perintah pemerintah meskipun perbuatan itu merupakan tindak pidana, maka tidak bisa dihukum.Antara yang merintah dan diperintah ada hubungan jabatan dan dalam ruang lingkup kewenangan. 7. Melakukan perintah jabatan yang syah tapi tidak syah. 60 Dihapuskannya pidana apabila memenuhi syarat, perintah itu dipandang sebagai perintah yang syah, dilakukan dengan itikad baik, dan pelaksanaan yang memang dalam ruang lingkup tugas-tugasnya. 57 Ibid Pasal 49 ayat 2 58 Ibid Pasal 50 59 IbidPasal 51 ayat 1 60 Ibid Pasal 51 ayat 2 Universitas Sumatera Utara Alasan- alasan khusus penghapus pidana yaitu: 1. Bermaksud menyediakan atau memudahkan perubahan ketatanegaraan 61 Perbuatan pidana yang dijelaskan dalam pasal 110 ayat 2 jika tujuan nya sesuai yang dijelaskan pasal 110 ayat 4 ini maka akan menghapuskan pidana, karena takutnya warga Negara akan merasa terlalu tertekan dalam kemerdekaannya untuk berfikir dan berbuat secara politis yang menyangkut tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Apabila mendatangkan bahaya bagi dirinya, bagi keluarganya, keluarga karena perkawinannya dalam keturunan lurus atau derajad ke dua atau ketiga dari keturunan menyimpang bagi suaminya isterinya atau bekas suaminya isterinya atau bagi seseorang lain yang kalau dituntut, boleh ia meminta supaya tidak usah memberiketerangan sebagai saksi berhubungan dengan jabatan dan pekerjaannya. 62 Alasan ini bisa menghapus pidana sebagai mana dijelaskan oleh pasal 164 dan 165, yang mana pasal 164 mengenai pemufakatan antara beberapa orang untuk melakukan tindak pidana dari pasal-pasal 104, pasal, pasal 106, pasal 107, pasal 108, pasal 113, pasal 115, pasal 124, pasal 113, pasal 115, pasal 124, pasal187, atau pasal l87 bis. 61 Ibid Pasal 110 ayat 4 62 IbidPasal 166 Universitas Sumatera Utara 3. Saksi atau tabib yang menghadiri perkelahian tanding satu lawan satu, tidak dapat dihukum. 63 Alasan penghapus pidana ini berlaku untuk pasal 182 sampai 186 tentang perkelahian satu lawan satu.Pertandingan olah raga karate, tinju, tenaga medis dan saksi-saksi juga tidak bisa di hukum berdasarkan pasal ini. 4. Perbuatan yang menghindarkan atau meluputkan bahaya penuntutan terhadap salah seorang kaum keluarga atau sanak keluarganya karena perkawinan dalam keturunan yang lurus atau derajat yang kedua atau yang ketiga dari keturunan yang menyimpang atau terhadap suamiisterinya atau jandanya. 64 Alasan ini menghapus pidana terhadap tindak pidana yang dijelaskan oleh pasal 221 ayat 1 yaitu, menyembunyikan orang yang telah melakukan kejahatan atau dituntut karena suatu kejahatan, dan merusak atau membinasakan benda-benda tempat melakukan atau yang diketahui untuk melakukan kejahatan. 5. Melakukan demi kepentingan umum atau terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri. 65 Alasan ini menghapus pidana terhadap tindak pidana dipasal 310 ayat 1 dan 2 yaitu, menyerang kehormatan atau nama baik seseorang baik secara lisan maupun tulisan. 6. Tidak bisa dijatuhkan hukuman karena memfitnah karena hal di tuduhkan itu telah medapat putusan hakim yang tetap. 66 63 Ibid Pasal 186 ayat 1 64 Ibid Pasal 221ayat2 65 Ibid Pasal 310ayat3 Universitas Sumatera Utara 7. Percobaan melakukan kejahatan itu tidak dapat dihukum. 67 Alasan penghapus pidana terhadap pasal pasal 351 tentang penganiayaan biasa. 8. Percobaan melakukan kejahatan tidak dapat dihukum. 68 Sudut pandang hukum pidana alasan penghapus pidana ini dibagi menjadi dua alasan pemaaf dan alasan pembenar, yang dimaksud alasan pemaaf adalah alasan untuk menghapus kesalahan dari pelaku atau terdakwa, dan berlaku hanya bagi diri pribadi sipelaku atau terdakwa.Alasan pembenar adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berlaku untuk semua orang yang melakukan perbuatan. 69 Sudut pandang doktrin mengenal alasan penghapus pidana yang dibagi menjadi dua yaitu, alasan pembenar dan alasan pemaaf. 70 1. Alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapus kesalahan dari dalam diri pribadi pelaku itu sendiri unsur subyektif, jika hal ini terjadi maka hakim akan menjatuhkan putusanlepas Onslag. 2. Alasan pembenar yaitu menghapuskan kesalahan dari perbuatan yang dilakukan pelaku unsur obyektif, jika hal ini terjadi maka hakim akan menjatuhkan putusan bebas Vrisjpraak. 66 Ibid Pasal 314ayat 1 67 Ibid Pasal 351ayat 5 68 Ibid Pasal 352 ayat 2 69 H.M.Hamdan. Op Cit. Hal 52 70 Ibid .Hal 57 Universitas Sumatera Utara Teori yang digunakan kedua adalah teori kausalitas atau teori sebab akibat, hubungan logis antara sebab dengan akibat, setiap peristiwa memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab dari sejumlah peristiwa lain 71 , dalam hukum pidana maka dikenal delik formil dan delik materil hal ini penting dalam teori sebab akibat. Delik formil adalah delik dinyatakan terpenuhi jika telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, delik materil adalah delik telah terpenuhi apabila terjadi suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang kegunaan teori ini untuk mencari kebenaran dari delik materil dan formil ini, tujuan dari teori ini adalah guna menentukan hubungan antara sebab dan akibat, bilamana akibat dapat ditentutan oleh sebab. 72 .Hukum Pidana terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan sebab yang menimbulkan akibat pada suatu delik yaitu: 1. Teori Condition Sine Qua Non atau Teori Ekuavalensi Teori ini di pelopori oleh Von Buri 1873 suatu tindakan dapat dikatakan menimbulkan akibat tertentu, sepanjang akibat tersebut tidak dapat dipikirkan terlepas dari tindakan pertama tersebut, suatu tindakan merupakan syarat mutlak bagi keberadaan akibat tertentu, semua syarat harus dipandang setara 73 . Van Hamel sebagai salah satu yang menganut ajaran Von Buri , yang mangatakan dalam hukum pidana masih ada jalan untuk mempermasalahkan seseorang untuk menetukan 71 Jan Remmelink. Hukum pidana, Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Hukum Pidana Belanda Dan Padanannya Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidan Indonesia.Gramedia Pustaka Utama Jakarta.2003. Hal.126 72 Satochid Kartanegara. Hukum Pidana 1. Balai Lektur Mahasiswa. Jakarta. Hal. 213-214 73 Jan Remmeling. Opcit.Hal. 127 Universitas Sumatera Utara kesalahan, pertanggungjawaban seseorang tidak harus ditentukan terhadap perbuatan akan tetapi harus ada kesalahan 74 . Kebaikan teori ini ialah mudah diterapkan, sehingga tidak banyak menimbulkan persoalan, dan konsekuensinya semua yang terlibat harus dimintakan pertanggungjawaban pidana.Kelemahan teori ini hubungan sebab akibat atau kausal itu terbentang jauh ke belakang tanpa akhir Regress Ad infinitum, karena tiap-tiap sebab merupakan akibat terjadi delik 75 . 2. Teori Individualisasi Teori ini berpatokan pada keadaan setelah peristiwa terjadi Post Factum . Artinya faktor-faktor aktif atau pasif dipilih sebab yang paling menentukan dari kasus, sedangkan faktor lain hanya syarat saja tidak dianggap menentukan timbul akibat 76 . Ada tiga pakar yang mengajurkan teori individualisasi yaitu pertamaBirkmayer yang mengatakan sebab adalah yang dalam concreto yang paling memberikan akibat, umpama dua ekor kuda yang menarik kereta yang paling kuat adalah yang terlebih dahulu menyebabkan bergeraknya kereta itu. Kedua Bidingsyarat adalah sebab yang merupakan pokok dari pada syarat positif yang menyebabkan suatu akibat diatas negatif yang menahan akibat, umpama peluru terakhir bukanlah sebabakan tetapi setiap peluru ikut diperhitungkan juga. Dan ketiga Kohier syarat adalah sebab yang menentukan bagi die arts the wardens kepekaan yang berlebihan umpanya bila menanam benih dan tumbuh bunga, maka bagi 74 Satochid kartanegara.Opcit.Hal 223. 75 Jan Remmilng. Opcit. Hal.128 76 Ibid. Hal.29 Universitas Sumatera Utara tumbuhan ini hujan ikut menjadi syarat, begitu pula kehangatan tanahnya, akan tetapi sebab adalah menanam benih itu karena ini menentukan apa yang akan tumbuh. 77 3. Teori Generalisasi Teori ini di lihat dari sebelum terjadi kasus.Syarat adalah perbuatan manusia yang dalam pandangan umum dapat menimbulkan akibat terjadinya delik.Hanya sebab yang kuat dianggap sebab yang menimbulkan akibat. Teori generalisasi memakai 2 pandangan yaitu pandangan subyektif yang dipelopori oleh Von Kries yang menyatakan bahwa sebab menimbulkan akibat ialah apa yang oleh pembuat diperkirakan dapat menimbulkan akibat. Kedua patokan obyektif yang dipelopori oleh Rummelink yang menyatakan bahwa dasar penentuan suatu perbutan dapat menimbulkan akibat ialah keadaan yang secara obyektif kemudian diketahui, tidak terletak pada pembuat delik tapi ditentukan oleh hakim.Akan tetapi factor ini setelah delik terjadi. 78 4. Teori Adequate Teori ini tidak mempermasalahkan tindakan mana tau kejadian mana yang in concreto memberikan pengaruh fisik atau psikis yang paling menentukan, melainkan mempersoalkan apakah suatu syarat yang secara umum dapat dipandang dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa seperti yang bersangkutan untuk ditemukan dalam rangkaian kausalitas yang ada 79 . 77 Satochid Kartanegara. Opcit. Hal 227 78 Ibid. Hal 128 79 Jan Remmilng. Opcit. Hal.129 Universitas Sumatera Utara Teori kausalitas ini dipakai dalam yurispredensi yaitu.Kesatu putusan Raad Van Justitie Batavia 23 juli 1937, sebuah mobil menabrak sepeda motor, pengendara sepeda motor terpental ke rel kreta api dan tergilas oleh kereta api, dengan mati karena tergilas kereta api menurut pengadilan sebagai akibat langsung dan segera dari penabrakan sepeda motor oleh mobil, maka pengendara mobil harus pertanggungjawabannya. Kedua yurisprudensi putusan pengadilan negeri Pontianak 7 mei 1951, terdakwa sebagai krani bertanggungjawab atas tenggelamnya kapal yang disebabkan oleh kelebihan beban muatan yang mengakibatkan meninggalnya 7 orang. Pengadilan memberikan alasan karena terdakwa sebagai krani tidak memperdulikan peringatan bahwa tidak boleh operload muatan kapal, jadi mempunyai hubungan erat dengan kecelakaan yang tenggelam. 80 Yurisprudensi Indonesia mengikuti aliran Johanes Van Kries yang lazim dinamakan teori adequate subyektif, karena yang diberi nilai dan harus diperhatikan hakim adalah perbuatan yang menimbulkan akibat sebelumnya dapat diketahui atau dapat diramalkan dengan kepastian yang kuat oleh pembuat delik. 81 2.Kerangka Konsepsi 1. Pertanggungjawaban pidana adalah merupakan unsur kesalahan yang terdapat dalam diri seseorang. 82 2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter specialis dokter gigi dan specialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran baik di dalam 80 Sudarto, Hukum Pidana I, Cetakan II, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1990. Hal 73 81 Utrech. Hukum Pidana 1. Penerbit Universitas. Jakarta. 1960. Hal.390 82 Ibid. Hal 59 Universitas Sumatera Utara maupun luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan per undang –undangan. 83 3. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi orang yang melanggar larangan tersebut. 84 4. Malpraktek medis adalah peraktik kedokteran yang dilakukan salah atau tidak tepat menyalahi undang-undang atau kode etik 85

G. Metode Penelitian 1.Jenis Dan Sifat Penelitian