Pengaruh Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dari Lokasi Berbeda Terhadap Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) Hasil Kultur Jaringan.

PENGARUH INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
DARI LOKASI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN
BIBIT JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) HASIL
KULTUR JARINGAN

ELFINA YUNISARI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Inokulasi
Fungi Mikoriza Arbuskula Dari Lokasi Berbeda Terhadap Pertumbuhan Bibit
Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) Hasil Kultur Jaringan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Elfina Yunisari
NIM E44100033

ABSTRAK
ELFINA YUNISARI. Pengaruh Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dari Lokasi
Berbeda Terhadap Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb
Miq.) Hasil Kultur Jaringan. Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR.
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah fungi yang bersimbiosis dengan
akar tumbuhan yang berperan penting dalam pengambilan unsur hara dari dalam
tanah terutama fosfat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas
inokulum mikoriza dari tegakan tanaman jabon dan tegakan alam jabon.
Mengetahui pertumbuhan jabon hasil kultur jaringan yang diberi mikoriza pada
tanah bekas tambang serta mengetahui jenis tanaman inang yang baik dalam
perbanyakan spora mikoriza. Perbanyakan inokulum dengan tanaman inang
Pureria javanica mempunyai kepadatan spora lebih tinggi dibandingkan dengan

Sorghum bicolor. Inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap terhadap tinggi,
diameter, berat kering total, indeks mutu bibit dan infeksi akar namun tidak
berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar. Inokulum asal tegakan tanaman
Cangkuang (A1) memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan
inokulum dari 3 lokasi lainnya dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter,
nisbah pucuk akar dan infeksi akar. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan bibit jabon hasil kultur jaringan.
Kata kunci: Fungi Mikoriza Arbuskula, inokulasi, jabon, kultur jaringan

ABSTRACT
ELFINA YUNISARI. Effect of Arbuskula Mycorrhiza Fungi Inoculation From
different locations on the growth of Seedlings Jabon (Anthocephalus cadamba
Roxb Miq.) Results Of Tissue Culture. Supervised by IRDIKA MANSUR.
Arbuskula Mycorrhizal Fungi (AMF) is a fungus symbiotes with plant roots
which plays an important role in making the nutrients from the soil, especially
phosphate. This research aims to compare the effectiveness of mycorrhizal
inoculum of standing Jabon crops and natural stands of Jabon. Knowing
mycorrhiza-applied Jabon’s growth from tissue culture on former mining land and
determining the type of host plants both in the propagation of mycorrhizal spores.
Propagation inoculum with host plants Pureria javanica have spores density

higher than Sorghum bicholor. Mycorrhizal inoculation significantly affected the
height, diameter, total dry weight, seed quality index and root infection but no
significant effect on root shoot ratio. Inoculum origin Cangkuang plant stand (A1)
gives a better effect than the inoculum of 3 other locations in increasing height
growth, diameter, root shoot ratio and root infection. From this research, it can be
concluded that AMF inoculation can improve seedling growth Jabon tissue culture.
Keywords: Arbuskula Mycorrhizal Fungi, inoculation, jabon, tissue culture

PENGARUH INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
DARI LOKASI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN
BIBIT JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) HASIL
KULTUR JARINGAN

ELFINA YUNISARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur


DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Pengaruh Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dari Lokasi
Berbeda Terhadap Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus
cadamba Roxb Miq.) Hasil Kultur Jaringan.
Nama
: Elfina Yunisari
NIM
: E44100033

Disetujui oleh

Dr Ir Irdika Mansur, MForSc
Pembimbing


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini yang
berjudul Pengaruh Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dari Lokasi Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) Hasil
Kultur Jaringan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini:
1. Dr Ir Irdika Mansur MForSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran, dukungan serta semangat kepada
penulis.
2. Kedua orang tua penulis (Thabrani SPd dan Kartina SPd), kakak dan adik
penulis (Rosalina SPd dan Meryska Pebriani) atas dukungan moral dan materil

serta do’a dan kasih sayang yang sempurna yang diberikan kepada penulis
selama ini.
3. Teman - teman yang berarti bagi penulis Rifky Faishal, Novita, Wulan, Lastiti,
Usy, Miranti, Inggar terimakasih atas keceriaan, doa, dukungan dan
persahabatan yang selama ini terjalin.
4. Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan bantuan finansial
kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Serta
keluarga Paguyuban Karya Salemba Empat IPB
5. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Jambi, Keluarga Sunda Karya, Keluarga
Silvikultur serta rekan satu bimbingan (Iqbal Nizar, Dimas Noorca, Riyan Dwi,
Rian Prakosa) atas dukungan dan bantuannya.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian dan skripsi yang
tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuanya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan kekurangan dalam karya
ilmiah ini. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Elfina Yunisari


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Bahan

2


Alat

2

Prosedur Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

8
16

Simpulan

16

Saran


16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Kondisi umum wilayah asal sampel inokulum
2 Hasil analisis ragam pengaruh inokulasi FMA terhadap parameter
pertumbuhan bibit jabon setelah 3 bulan tanam
3 Uji lanjut Duncan inokulasi FMA terhadap tinggi bibit jabon

(Anthocephalus cadamba) setelah 3 bulan tanam
4 Uji lanjut Duncan inokulasi FMA terhadap pertumbuhan diameter bibit
jabon setelah 3 bulan tanam
5 Uji lanjut Duncan inokulasi FMA terhadap parameter berat kering total
pada bibit jabon setelah 3 bulan tanam
6 Pengaruh inokulasi FMA terhadap nisbah pucuk akar pada bibit jabon
setelah 3 bulan tanam
7 Uji lanjut Duncan inokulasi FMA terhadap parameter indeks mutu bibit
pada bibit jabon setelah 3 bulan tanam

3
9
9
11
11
12
13

DAFTAR GAMBAR
1 Produksi inokulum FMA dengan tanaman inang Pureria javanica dan
Sorghum bicolor
2 Tanah tambang sebelum ditumbuk dan tanah tambang setelah ditumbuk
3 Pengamatan spora awal pada sampel inokulum di bawah miskroskop
4 Kepadatan spora pada tiap inokulum fungi mikoriza arbuskula dari
sebelas lokasi setelah tiga bulan produksi spora
5 Kondisi bibit jabon (Anthocephalus cadamba) asal kultur jaringan yang
diinokulasikan dengan FMA 3 bulan setelah tanam
6 Grafik persen infeksi akar pada tanaman jabon (Anthocephalus
cadamba) setelah 3 bulan tanam

3
4
4
8
10
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam terhadap pertumbuhan bibit jabon
2 Data Rekapitulasi kepadatan spora per 10 gram sampel tanah selama 3
bulan produksi
3 Hasil analisis tanah tambang batubara PT Bukit Asam Tanjung Enim

19
21
22

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keberhasilan dalam rehabilitasi lahan diperlukan pemilihan jenis pohon
yang cocok dan aplikasi mikroba yang diterapkan (Setiadi 1989). Tanaman
jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan jenis fast growing potensial dapat
dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan
lainnya seperti reklamasi lahan bekas tambang, penghijauan dan pohon
peneduh (Mansur dan Tuheteru 2010). Fauziah (2013) menambahkan bahwa
jabon (A. cadamba) merupakan salah satu jenis tanaman dari famili Rubiaceae
yang dapat bersimbiosis dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA).
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah fungi yang bersimbiosis dengan
akar tumbuhan yang berperan penting dalam pengambilan unsur hara dari
dalam tanah terutama fosfat, sehingga pertumbuhan tanaman dapat diperbaiki
(Gunawan 1984). Menurut Turjaman et al (2008) bahwa bibit yang akan
ditanam pada lahan rehabilitasi sebaiknya dipersenjatai dengan cara
menularkan fungi mikoriza, agar bibit mampu bertahan hidup pada kondisi
lingkungan yang ekstrim. FMA ini akan membantu logistik tanaman dan
melindungi akar tanaman dari gangguan lingkungan sehingga tanaman dapat
hidup lebih baik di lapangan dan program rehabilitasi berhasil.
Selain secara generatif, jabon dapat dibiakan secara vegetatif diantaranya
kultur jaringan (Mansur dan Tuheteru 2010). Tanaman jabon hasil kultur
jaringan dapat tumbuh baik dan memiliki daya hidup yang tinggi di lahan
reklamasi diperlukannya bantuan pupuk. Pemanfaatan mikoriza dapat
digunakan sebagai pupuk hayati
Selama ini penelitian hanya terfokus pada Fungi Mikoriza Arbuskula
untuk menstimulasi pertumbuhan pada bibit atau bibit dari perkembangbiakan
generatif. Perlu dilakukan penelitian Fungi Mikoriza Arbuskula dari lokasi
berbeda terhadap bibit jabon dari hasil perkembangbiakan vegetatif dengan
tanah bekas tambang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas inokulum
mikoriza dari tegakan tanaman jabon dan tegakan alam jabon. Mengetahui
pertumbuhan jabon hasil kultur jaringan yang diberi mikoriza pada tanah
bekas tambang. Mengetahui jenis tanaman inang yang baik dalam
perbanyakan spora mikoriza.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai
kefektifitasan inoculum mikoriza dari tegakan jabon yang berbeda, pertumbuhan

2

bibit hasil kultur jaringan di tanah bekas tambang, serta diperolehnya informasi
mengenai jenis tanamang inang yang baik digunakan dalam perbanyakan spora.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Oktober
2013 sampai Juli 2014. Pengamatan spora juga dilakukan di Laboratorium
Bioteknologi SEAMEO BIOTROP.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit jabon hasil kultur
jaringan, tanah tambang yang berasal dari PT Bukit Asam, inokulum FMA dari
penelitian sebelumnya (Rengganis 2013 dan Handani 2013), benih Pureria javanica,
benih Sorghum bicolor, pupuk hyphonex red, dan zeolite yang berukuran berukuran
0.1 – 50 µ . Bahan yang digunakan dalam pewarnaan dan pengamatan infeksi akar
yaitu KOH 2.5%, HCL 2%, larutan Trypan Blue 0.05%, glycerin dan cat kuku.

Alat
Alat yang digunakan untuk produksi di rumah kaca adalah polybag, pot
plastik ukuran 200 ml, rak susun, alat penyiram, kamera, mistar, kaliper, tissue,
kertas label, sendok, sungkup, dan alat tulis. Alat yang digunakan
di
Laboratorium adalah saringan spora (saringan bertingkat tiga yaitu 500μm, 125μm,
dan 63μm), timbangan ketelitian 10-2, labu Erlenmeyer, gelas ukur, sendok
pengaduk, pinset spora, gunting, mikroskop stereo, mikroskop binokuler, tabung
film, alumunium foil, kaca preparat, cover glass, cawan petri, kantong plastik
bening, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Produksi masal inokulum
Sampel inokulum berasal dari penelitian sebelumnya yang berasal dari 11
daerah dimana 9 berada dibawah pohon jabon yang tumbuh secara alami dan 2
berada di hutan tanaman (Rengganis 2013 dan Handani 2013). Menurut Turjaman
et al. (2008) bahwa fungi mikoriza dapat ditemukan di lantai hutan yang masih
relative tidak terganggu. Adapun 11 daerah asal sampel inokulum dapat dilihat di
Tabel 1.

3

Tabel 1 Kondisi umum wilayah asal sampel inokulum (Rengganis 2013 dan
Handani 2013)
Lokasi
- Rimbo Panti
-OKI Palembang
-Pakenjen
-Nusa Kambangan
-Alas Purwo
-Batu Hijau
-Parangloe
-Pomalaa
-Batulicin
-Mega Mendung
-Cangkuang

Kabupaten, Provinsi
Pasaman, Sumatera Barat
Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan
Garut, Jawa Barat
Cilacap, Jawa Tengah
Banyuwangi, Jawa Timur
Sumbawa, Nusa Tenggara
Barat
Goa, Sulawesi Selatan
Kolaka, Sulawesi
Tenggara
Tanah Bumbu,
Kalimantan Selatan
Desa Sukaresmi, Bogor
Desa Pamijahan Gunung
Bunder

Ketinggian
tempat
(mdpl)
265
16

Curah hujan
(mm/tahun)
3120
2500

628
40
11
53

2589
2500
1500
1500

117
326

2850
1825

37

2979

900

3178

435

2500

Keterangan
Tegakan Alam
Tegakan Alam
Tegakan Alam
Tegakan Alam
Tegakan Alam
Tegakan Alam
Tegakan Alam
Tegakan Alam
Tegakan Alam
Tegakan
Tanaman
Tegakan
Tanaman

Perbanyakan inokulum dengan menggunakan tanaman inang P.javanica dan
S.bicolor (Gambar 1). Perbanyakan dilakukan selama 3 bulan dengan cara pot
diisi zeolite berukuran 0.1 – 50 µ sebanyak setengah volume pot kemudian diisi
sampel inokulum sebanyak 50 gram dan ditutup kembali dengan zeolite sehingga
media akan tersusun atas zeolit - contoh tanah – zeolit (Delvian 2006). Kemudian
ditata di dalam rumah kaca yang diletakkan diatas rak agar tidak menyentuh
langsung lantai rumah kaca dan diberi label nama lokasi asal inokulum.

Gambar 1 Produksi Inokulum FMA dengan tanaman inang Pureria javanica (a)
dan Sorghum bicolor (b)
Pemeliharaan meliputi penyiraman, pengendalian hama dan pemupukan.
Pemberian pupuk ini bertujuan untuk memacu spora mikoriza pada tanaman inang.
Spora dapat dipanen setelah kultur berumur kurang lebih 4 bulan. Pupuk yang
digunakan adalah Hyponex Red dengan konsentrasi 1 g/2 ℓ air. Ini dilakukan
setiap minggu sebanyak ± 20 ml tiap pot kultur.

4

Persiapan media tanam
Media yang digunakan adalah tanah tambang dari Perusahan Tambang
Bukit Asam. Tanah dijemur lalu ditumbuk hingga halus kemudian dimasukkan ke
dalam polybag berukuran 10 cm x 15 cm. Kemudian polybag yang telah berisi
media ditata di dalam rumah kaca sesuai dengan rancangan percobaan yang
digunakan. Kemudian polybag diberi label sesuai dengan perlakuan. Proses
persiapan media tanam dapat dilihat di Gambar 2.

Gambar 2 Tanah tambang sebelum ditumbuk (a) dan tanah tambang setelah
ditumbuk (b)
Pengamatan spora awal
Pengamatan spora awal dilakukan di bawah mikroskop untuk mengamati
kepadatan spora dari setiap lokasi dengan tanaman inang S.bicolor dan P.
javanica. Proses pengamatan spora awal dapat dilihat seperti Gambar 3.

Gambar 3 Pengamatan spora awal pada sampel inokulum di bawah miskroskop
Hasil pengamatan bertujuan memperoleh jenis tanaman inang yang baik
dengan melihat kepadatan spora dari semua sampel inokulum. Jumlah spora
tertinggi diambil 4 sampel dari 11 sampel baik dari habitat hutan alam dan habitat
hutan tanaman untuk inokulasi. Sehingga 4 sampel inokulum FMA ini yang
digunakan dalam inokulasi. Tanah sebanyak 10 gr dicampur dengan air sebanyak
kurang lebih 200-300 ml kemudian diaduk sampai butiran-butiran tanah hancur.
Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 500 μm, 125 μm, dan
63 μm secara berurutan dari atas ke bawah. Saringan bagian atas disemprot
dengan air kran untuk memudahkan spora lolos. Kemudian saringan teratas
dilepas, dan sisa saringan yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke
dalam cawan petri dan diamati dibawah mikroskop.

5

Inokulasi fungi mikoriza
Teknik inokulasi dilakukan dengan sistem lubang. Menurut Rumondang
(2011) bahwa teknik inokulasi sistem lubang memiliki persen infeksi akar lebih
tinggi dan lebih cepat. Bibit jabon yang akan diberi perlakuan mikoriza,
dimasukkan ke dalam polybag yang telah diisi media. Kemudian pada lubang
yang telah ditempatkan tanaman, diberi inokulum fungi mikoriza sesuai dengan
jenis perlakuannya sebanyak 10 gr kedalam lobang. Akar tanaman inang yang
mengandung mikoriza dicacah lalu dicampur sebanyak 0.1 gr ke dalam lubang
tersebut lalu ditutup dan dipadatkan.
Pemeliharaan Inokulan
Penyiraman dengan air biasa dilakukan pada pagi dan sore hari tergantung
kondisi media. Jika media dalam kondisi basah atau lembab maka cukup disiram
sekali saja (pagi atau sore). Pengendalian hama dilakukan secara manual dengan
mematikan hama
Pengamatan parameter dan pengumpulan data
Dalam pengamatan, parameter yang diamati adalah : (1) tinggi tanaman
(2) diameter tanaman (3) berat kering total (4) perhitungan IMB (5) NPA (6)
persentase infeksi akar.
1. Tinggi tanaman
Pengukuran tinggi bibit dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 3 bulan.
Nilai tersebut dinyatakan dalam satuan centimeter (cm).
2. Diameter batang
Pengukuran diameter dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 3 bulan.
Diameter diukur mulai dari 1.5cm di atas permukaan media dengan
menggunakan alat kaliper digital. Nilai tersebut dinyatakan dalam satuan
milimeter (mm).
3. Berat Kering Total (BKT)
Berat Kering Total (BKT) adalah jumlah dari berat kering pucuk dan akar.
Nilai tersebut dinyatakan dalam satuan gram.
4. Nisbah Pucuk Akar (NPA)
Nilai ini menggambarkan perbandingan antara berat kering bagian pucuk
dengan bagian akar bibit. Menurut Durye dan Brown (1984) dalam Julian (2013)
bahwa pertumbuhan dan kemampuan hidup bibit yang baik pada umumnya terjadi
pada ratio pucuk akar antara 1-3 dan yang terbaik mendekati nilai 1.
5. Indeks Mutu Bibit (IMB)
Menurut Lackey (1982) dalam Hendromono (1987), Indeks Mutu Bibit dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

IMB = A + B
C/D + A/B
Keterangan : IMB = Indeks Mutu Bibit
A = Bobot kering pucuk (g)
B = Bobot kering akar (g)

6

C = Tinggi tanaman (cm)
D = Diameter tanaman (mm)

Bibit baik dan mampu bertahan di lapangan jika memiliki nilai IMB (Q) > 0.09
(Dickson et al. 1960) dalam Susanti (2012).
6. Persentase infeksi akar
Identifikasi persentase infeksi akar dilakukan dengan cara mengambil
contoh akar yang muda (serabut) secara acak dari polybag kemudian dilakukan
proses pembersihan dan pewarnaan akar. Infeksi akar ditandai dengan adanya hifa,
arbuskula dan vesikel atau salah satu dari organ tersebut. Menurut Setiadi et al.
(1992) yang dimodifikasi, pengukuran persen infeksi dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Akar diambil, dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium
luar. Bagian akar muda (serabut) diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
atau tabung film bekas dan direndam dalam larutan KOH 2.5%, dibiarkan selama
semalam atau akar sampai berwarna kuning bersih. Setelah akar berwarna kuning
bersih, larutan KOH 2.5% dibuang dan akar dibilas dengan air. Tujuannya adalah
untuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan
memudahkan pengamatan struktur infeksi FMA. Setelah 10 menit akar tidak
dicuci lagi dan langsung diganti dengan larutan staining (gliserin dan aquades
dengan perbandingan 7:3), ditambah dengan Trypan blue 0.05% (0,2 g dalam 1 L),
kemudian dibiarkan semalam. Larutan staining dibuang dan diganti dengan
larutan distaining (larutan staining tanpa Trypan blue yaitu gliserin dan aquades
dengan perbandingan 1:1) selama 14 semalam. Akar kemudian dipotong-potong
sepanjang 1 cm, lalu disusun pada gelas objek (1 gelas objek untuk 10 potong
akar). Untuk setiap tanaman sampel dibuat tiga preparat. Selanjutnya diamati
dengan mikroskop binokuler. Potongan akar pada kaca preparat diamati untuk
setiap bidang pandang. Bidang pandang yang terinfeksi ditunjukkan dengan
adanya tanda-tanda seperti hifa, arbuskula maupun vesikula. Persentase akar
terinfeksi dihitung dengan rumus :
% Kolonisasi akar = ∑bidang pandang yang terinfeksi x 100%
∑bidang pandang keseluruhan
Persentase infeksi dikelompokan dalam empat kelas menurut Setiadi et al
(1992) yaitu kelas rendah berada di selang 0 hinga 25, kelas tinggi berada di
selang 26-50, kelas tinggi berada di selang 52-71 dan kelas sangat tinggi berada di
selang 76-100.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan jenis habitat mikoriza,
dengan ulangan sebanyak 4 kali. Jumlah unit ulangan sebanyak 3 kali, sehingga
jumlah seluruh kombinasi perlakuan adalah 60 tanaman. Respon pertumbuhan
yang diukur adalah tinggi tanaman, diameter tanaman. Kombinasi perlakuannya
yaitu sebagai berikut:

7

Perlakuan jenis habitat mikoriza, yang terdiri dari;
1. Kontrol tanpa mikoriza (AO)
2. Isolat FMA dari Tegakan Tanaman Jabon di Cangkuang (A1)
3. Isolat FMA dari Tegakan Tanaman Jabon di Mega Mendung (A2)
4. Isolat FMA dari Tegakan Alam Jabon di Batu Hijau-Sumbawa ( A3)
5. Isolat FMA dari Tegakan Alam Jabon di Pakenjen - Garut (A4)
Langkah-langkah pengacakan setiap kombinasi perlakuan dari 1 sampai
dengan 5. Kombinasi perlakuan diulang sebanyak 4 kali dan setiap ulangan
terdapat 3 unit sehingga terdapat 60 tanaman uji. Langkah berikutnya memberi
Label pada polibagnya. Setiap kombinasi perlakuan diacak dan diurutkan dari
polybag pertama sampai akhir. Rancangan percobaan dilakukan untuk melihat
pengaruh jenis habitat mikoriza ini. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002),
model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = μij + αi + εij
Keterangan :
Yij : respon atau rata-rata pertumbuhan dalam dua minggu, untuk
unit percobaan dengan mikoriza i dan ulangan j
μij : rataan umum pengaruh mikoriza i
αi : pengaruh mikoriza i
εij : pengaruh faktor acak pada unit percobaan dengan mikoriza i,
dan ulangan j

Pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap pertumbuhan jabon, hipotesis
yang digunakan dalam pengujian tersebut adalah pengaruh inokulan
mikoriza:
H0: inokulan mikoriza tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
H1: minimal ada 1 inokulan mikoriza yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman.
Kriteria pengambilan keputusan dan hipotesis yang diuji adalah:
F hitung < F Tabel, terima H0
F hitung > F Tabel, terima H1
Data tersebut merupakan respon pertumbuhan dari tanaman jabon selama
3 bulan pengamatan parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tinggi,
diameter. Analisis dilakukan dengan menggunakan software SAS (Statistical
Analysis Software) versi 9.1 untuk software Windows. Analisis data yang
dilakukan meliputi analisis ragam dan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Beberapa parameter seperti nisbah
pucuk akar, indeks mutu bibit dan persen infeksi akar akan dibandingkan dengan
standar uji yang ada.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Masal Inokulum FMA
Perbanyakan inokulum FMA yang berasal dari tegakan alam dan tegakan
tanaman dengan tanaman inang S.bicolor dan P. javanica memiliki kepadatan
spora yang berbeda. Hasil pengamatan kepadatan spora disajikan pada Gambar 4.
70
60
50
40
30
20
10
0

P. Javanica

S. bicolor

Gambar 4 Kepadatan spora pada tiap inokulum fungi mikoriza arbuskula dari
sebelas lokasi setelah tiga bulan produksi spora.
Kepadatan spora adalah jumlah spora yang ditemui saat pengamatan per
10 gr sampel inokulum. Berdasarkan Gambar 4 bahwa ada 4 lokasi yang
mempunyai kepadatan spora tertinggi yaitu Pakenjen, Batu Hijau Sumbawa,
Cangkuang dan Mega Mendung. Gambar 4 juga menjelaskan bahwa 11 dari 12
lokasi asal inokulum mempunyai kepadatan spora tertinggi dengan tanaman
P.javanica dibandingkan S.bicolor. Hasil ini berbeda dengan penelitian (Handani
2013 dan Rengganis 2013) yang menyatakan tanaman inang S.bicolor
menghasilkan kepadatan spora yang lebih tinggi dibandingkan dengan P. javanica.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, penyiraman
dan pemberian pupuk yang diterima tanaman inang pada saat perbanyak spora.
Menurut Delvian (2003) bahwa adanya perubahan kepadatan spora dalam setiap
pengamatan menunjukkan bahwa setiap jenis FMA membentuk spora pada saat
yang berbeda, tergantung responnya terhadap tanaman inang. Patriyasari (2006)
menambahkan jumlah spora dipengaruhi oleh mikoriza itu sendiri, varietas
tanaman inang dan kondisi lingkungan, seperti cahaya dan suhu, karena cahaya
matahari berperan dalam pembentukan karbohidrat melalui asimilasi karbon yang
selanjutnya FMA akan menggunakan karbon tersebut sebagai sumber energi bagi
pertumbuhannya.

9

Pengaruh Mikoriza Terhadap Parameter Pertumbuhan Bibit Jabon
Pengaruh inokulasi mikoriza terhadap parameter yang diamati dapat
diketahui dengan melakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam dapat dilihat
secara lengkap pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis ragam pengaruh inokulasi FMA terhadap parameter
pertumbuhan bibit jabon setelah 3 bulan tanam.
Parameter
Tinggi
Diameter
BKT
NPA
IMB
% infeksi akar

F Hitung
5.04
3.78
3.98
1.39
40.39
32.75

P
*
*
*
tn
*
*

Keterangan: Angka-angka dalam Tabel adalah nilai signifikan; * = perlakuan berpengaruh nyata
pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (Pr>F) 0.05 (α); tn =
perlakuan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai
signifikan (Pr>F) 0.05 (α).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza berpengaruh
nyata terhadap tinggi, diameter, berat kering total, indeks mutu bibit dan infeksi
akar namun tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar.
Tinggi bibit
Inokulasi FMA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit asal
kultur jaringan. Hasil uji lanjut DMRT inokulasi FMA terhadap parameter
pertumbuhan tinggi pada bibit jabon setelah 3 bulan tanam disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Uji lanjut Duncan Inokulasi FMA terhadap tinggi bibit jabon
(Anthocephalus cadamba) setelah 3 bulan tanam
Perlakuan

Rata-rata (cm)

Kontrol (A0)
Cangkuang (A1)
Mega Mendung (A2)
Batu Hijau (A3)
Pakenjen (A4)

0.30c
1.80a
1.05ab
0.88bc
1.42ab

Peningkatan terhadap
kontrol (%)
0.00
500.00
250.00
193.33
373.33

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada
selang kepercayaan 95 %

Parameter tinggi merupakan indikator pertumbuhan paling sederhana yang
digunakan untuk mengetahui pengaruh lingkungan ataupun perlakuan yang
diberikan (Wasis et al. 2013). Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa inokulasi

10

mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan bibit jabon dibandingkan dengan yang
tidak diinokulasikan. A1 dan A0 mempunyai pengaruh berbeda nyata dalam uji
lanjut Duncan pada selang kepercayan 95%. Berbeda dengan perlakuan A2 dan
A4 tidak mengalami beda nyata dalam uji lanjut Duncan. A1 mengalami
peningkatan terhadap kontrol tertinggi sebesar 500%, sedangkan A2 mengalami
peningkatan sebesar 250%, A3 sebesar 193%, dan A4 mengalami peningkatan
sebesar 373% terhadap kontrol. Hasil penelitian Yudhistira (2012) menunjukan
pemberian mikoriza pada bibit jabon hasil biakan generatif mengalami
peningkatan hanya sebesar 38,26% terhadap pertumbuhan tinggi. Hal ini
menunjukan inokulasi mikoriza pada bibit jabon hasil kultur jaringan terhadap
pertumbuhan tinggi mempunyai pengaruh yang lebih besar dari inokulasi ada bibit
generatif. Menurut Sastrahidayat (2011) bahwa tanaman yang diberi mikoriza
dapat menyerap unsur hara P lebih baik dibandingkan tanaman yang tidak diberi
mikoriza dimana unsur P itu digunakan untuk pembelahan dan perpanjangan sel.
Kondisi bibit jabon asal kultur jaringan yang diinokukasi dengan FMA dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kondisi bibit jabon (Anthocephalus cadamba) asal kultur jaringan
yang diinokulasikan dengan FMA 3 bulan setelah tanam. Dari kanan ke
kiri dari lokasi Cangkuang, Pakenjen, Mega Mendung, Batu Hijau dan
Kontrol.
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat secara visual perbedaan tinggi antar
perlakuan. Dari Gambar 5 dan Tabel 3 dapat diketahui bahwa inokulan asal
tegakan tanaman Cangkuang (A1) mempunyai pertumbuhan tinggi lebih baik dan
berbeda nyata dengan kontrol dan tegakan alam Batu Hijau Sumbawa A3.
Tegakan alam Batu Hijau Sumbawa (A3) mempunyai rata rata pertumbuhan
tinggi terendah setelah kontrol dengan rata-rata 0.98cm. Inokulan asal tegakan
alam Pakenjen mempunyai tinggi rata-rata sebesar 1.42cm dan tidak berbeda
nyata dengan inokulan asal tegakan tanaman Mega Mendung yang mempunyai
tinggi dengan rata-rata sebesar 1.05cm. Hal ini menunjukkan bahwa inokulan asal

11

tegakan tanaman Cangkuang (A1) lebih efektif dibandingkan dengan inokulan
asal tegakan alam.
Diameter Bibit
Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 2) diketahui inokulasi FMA
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter. Hasil uji lanjut DMRT
menunjukkan bibit jabon yang diinokulasi FMA memiliki nilai rata-rata
pertumbuhan diameter jauh lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa FMA
(Tabel 4).
Tabel 4 Uji lanjut Duncan inokulasi FMA terhadap pertumbuhan diameter bibit
jabon setelah 3 bulan tanam
Perlakuan
Kontrol (A0)
Cangkuang (A1)
Mega Mendung (A2)
Batu Hijau (A3)
Pakenjen (A4)

Rata-rata (mm)
0.05b
1.18a
1.11a
0.94a
1.13a

Peningkatan
Terhadap Kontrol (%)
0.00
2260
2120
1780
2160

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada
selang kepercayaan 95 %

Tabel 4 menunjukkan perlakuan yang diberi mikoriza mempunyai nilai
yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (A0). Hasil uji lnajut Duncan
menjelaskan bahwa perlakuan yang diberi inokulasi mempunyai pengaruh
berbeda nyata pada selang kepercayaaan 95% dibandingkan dengan kontrol.
Perlakuan yang diinokulasi FMA memberikan nilai peningkatan sebesar 2260%
asal tegakan tanaman Cangkuang (A1), 2120% asal tegakan tanaman Mega
Mendung, 1780% asal tegakan alam Batu Hijau Sumbawa (A3), dan 2160% asal
tegakan alam Pakenjen terhadap perlakuan kontrol. Menurut Campbell et al. 2008
dalam Indriana 2013 pertambahan diameter merupakan pertumbuhan sekunder
yang mempertebal batang dan akar di daerah tumbuhan yang lebih muda. Hasil
penelitian Yudhistira (2012) melaporkan pemberian mikoriza pada bibit jabon
hasil biakan generatif mengalami peningkatan hanya sebesar 113,95% terhadap
pertumbuhan diameter. Kondisi ini diduga inokulasi FMA memberikan pengaruh
dan respon yang lebih baik terhadap pertumbuhan diameter pada bibit jabon hasil
kultur jaringan. Abbot dan Robson (1984) dalam Delvian (2006) mengatakan
bahwa dengan adanya mikoriza pada perakaran tanaman dapat meningkatkan
kapasitas pengambilan hara karena waktu hidup akar yang diinfeksi diperpanjang
dan derajat percabangan serta diameter akar diperbesar, sehingga luas permukaan
absorbsi akar diperluas. Pada penelitian dapat dilihat bahwa inokulan asal tegakan
tanaman Cangkuang lebih efektif dibandingkan dengan inokulan asal tegakan
alam Batu Hijau Sumbawa (A3).

12

Berat Kering Total
Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 2) berat kering total berbeda nyata
pada selang kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Uji lanjut Duncan Inokulasi FMA terhadap parameter berat kering total
pada bibit jabon setelah 3 bulan tanam
Perlakuan
Kontrol (A0)
Cangkuang (A1)
Mega Mendung (A2)
Batu Hijau (A3)
Pakenjen (A4)

Rata-rata
0.38c
0.49c
0.64a
0.40bc
0.56ab

Peningkatan terhadap
kontrol (%)
0.00
28.94
68.42
5.26
47.36

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada
selang kepercayaan 95 %

Hasil uji lanjut Duncan menjelaskan bahwa perlakuan A0 (kontrol)
mempunyai rata-rata 0.38 yang berbeda nyata dengan perlakuan A2 dengan ratarata sebesar 0.64 dan mengalami peningkatan sebesar 68.42 terhadap kontrol.
Sedangkan pada perlakuan A1 dengan A3 tidak berpengaruh nyata pada uji lanjut
Duncan yang hanya mengalami peningkatan masing-masing sebesar 28.94, dan
5.26. Pada perlakuan A4 hanya mengalami peningkatan 47.36 terhadap kontrol
dan berpengaruh nyata dengan A0, A1, tapi tidak berpengaruh nyata dengan A2
dan A3 pada uji lanjut Duncan dengan selang kepercayan 95%. Hal ini
menunjukan terjadi peningkatan BKT pada perlakuan yang diinokulasikan
Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang
berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik (unsur hara, air dan
karbohidrat), semakin tinggi berat kering tanaman berarti semakin baik
pertumbuhan bibit (Putri dan Nurhasybi 2010). Nusantara et al. (2012)
menambahkan bahwa inokulan FMA dikatakan efektif jika dapat meningkatkan
bobot kering tanaman.
Nisbah Pucuk Akar
Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara berat kering bagian
pucuk dengan berat kering bagian akar yang digunakan sebagai ukuran dalam
proses pemindahan bibit ke lapangan sehingga dapat mengurangi resiko kematian
bibit di lapangan. Pertumbuhan yang baik dan normal ditunjukkan dengan nilai
nisbah pucuk akar yang seimbang sehingga tanaman akan kokoh dan tidak mudah
roboh karena sistem perakaran tanaman tersebut mampu menompang
pertumbuhan tanaman bagian atas yaitu batang, daun, dan pucuk (Wibisono 2009).
Pengaruh inokulasi terhadap nisbah pucuk akar dapat dilihat pada Tabel 6.

13

Tabel 6 Pengaruh Inokulasi FMA terhadap Nisbah Pucuk Akar pada bibit jabon
setelah 3 bulan tanam
Perlakuan
Kontrol (A0)
Cangkuang (A1)
Mega Mendung (A2)
Batu Hijau (A3)
Pakenjen (A4)

Rata-rata nisbah pucuk akar
0.89
1.97
1.47
1.52
1.88

Hasil analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan NPA tidak berpengaruh
nyata pada penelitian ini namun pada Tabel 6 menunjukkan semua perlakuan
memenuhi kriteria bibit yang baik dan dapat dipindahkan ke lapangan. Semua
perlakuan mempunyai rata-rata NPA dengan selang 0.89 hingga 1.97. Menurut
Durye dan Brown (1984) dalam Julian (2013) bahwa pertumbuhan dan
kemampuan hidup bibit yang baik pada umumnya terjadi pada ratio pucuk akar
antara 1-3 dan yang terbaik mendekati nilai 1. NPA yang nilainya besar lebih
banyak mengalami pembentukan tunas dibandingkan dengan akar. Sebaliknya
NPA yang nilainya kecil lebih banyak mengalami pembentukan akar jika
dibandingkan dengan tunas. Perlakuan kontrol mempunyai rata-rata NPA kecil
dari 1 yaitu 0.89 sedangkan perlakuan yang diberi mikoriza berada pada selang
1.47-1.97. Hal ini diduga perlakuan yang diberi mikoriza memaksimalkan
pertumbuhan ditajuk sedangkan akar tidak perlu mencari nutrisi karena pencairan
nutrisi dibantu oleh hifa eksternal fungi mikoriza. Khastini et al. (2007)
menambahkan tanaman akan mendistribusikan sebagian besar hasil fotosintesis
pada bagian tajuk sehingga rasio akar terhadap tajuk menjadi kecil dimana tajuk
berperan memasok fotosintat yang digunakan akar untuk berespirasi.
Indeks Mutu Bibit (IMB)
Hasil uji lanjut Duncan pada parameter indeks mutu bibit disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7 Uji lanjut Duncan Inokulasi FMA terhadap parameter Indeks Mutu Bibit
pada bibit jabon setelah 3 bulan tanam
Perlakuan
Kontrol (A0)
Cangkuang (A1)
Mega Mendung (A2)
Batu Hijau (A3)
Pakenjen (A4)

Rata-rata
0.07b
0.08b
0.10b
0.49a
0.08b

Peningkatan
Terhadap Kontrol
0.00
14.28
42.85
600.00
14.28

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada
selang kepercayaan 95 %

14

Indeks mutu bibit juga termasuk dalam indikator menentukan
pertumbuhan dan kualitas bibit di lapangan. Indeks mutu bibit merupakan
perbandingan antara jumlah bobot kering akar dan pucuk dengan jumlah diameter
berbanding tinggi dan bobot kering pucuk berbanding bobot kering akar. Menurut
Dickson et al. 1960 dalam Susanti (2012) bahwa bibit yang mempunyai nilai
IMB > 0.09 adalah bibit yang layak untuk dipindahkan dilapangan.
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa pada perlakuan A2 dan A3
mempunyai nilai IMB yang besar dari 0.09. Hal ini menunjukkan dari lima
perlakuan pada bibit hasil kultur jaringan hanya perlakuan A3 dan A2 saja yang
layak untuk dipindahkan ke lapangan berdasarkan standar Dickson et al. (1960)
Selanjutnya dijelaskan juga bahwa bibit yang mempunyai angka IMB lebih kecil
dari 0.09 tidak akan berdaya hidup tinggi dikondisi lapangan.) Namun secara
statistik hanya perlakuan A3 saja yang memiliki nilai IMB yang berpengaruh
nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayan 95% dari perlakuan lainnya
termasuk perlakuan kontrol. Perlakuan A3 ini mempunyai nilai peningkatan 600%
terhadap kontrol. Hal ini menunjukkan pada perlakuan A3 mempunyai IMB yang
paling tinggi. Menurut Roller (1997) dalam Yuniarti et al (2004) dijelaskan
semakin tinggi nilai IMB maka semakin tinggi pula mutu bibit tersebut dan bibit
akan mudah beradaptasi di lapangan.
Hasil penelitian Safriati (2012) menunjukkan bahwa jenis jabon dapat
bertahan hidup dilahan bekas tambang batubara dengan kondisi pH tanah yang
rendah dan miskin unsur hara. Perlu diketahui penelitian ini menggunakan tanah
bekas tambang dengan pH sebesar 5.4, memiliki tekstur tanah yang liat dan
kandungan Ca dan Mg yang tinggi sehingga daya serap air kecil. Hasil analisis
tanah dapat dilihat pada lampiran 3. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
bibit kultur jaringan dapat hidup di tanah bekas tambang dan inokulasi FMA
memberikan respon yang lebih baik terhadap pertumbuhan dibandingkan yang
tidak diinokulasi. Namun agar dapat beradaptasi dengan mudah di lapangan perlu
pemilihan bibit kultur jaringan yang kualitas unggul dan umur bibit yang tidak
terlalu muda saat pemindahan ke lapangan serta bantuan pupuk lainnya jika bibit
sudah dipindahkan ke lapangan.
Infeksi akar
Pada dasarnya mikoriza adalah asosiasi antara akar tanaman dan jamur.
Manfaat dari asosiasi ini diantaranya adalah meningkatkan penyerapan unsur hara,
lebih tahan dari kekeringan, tahan terhadap patogen akar, dan memperbaiki
stuktur tanah. Mikoriza memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman karena miselium jamur ini mampu berperan sebagai
perpanjangan akar dalam menyerap nutrisi dan air yang tidak terjangkkau oleh
akar sehingga permukaan absorbsi akar bertambah luas (Mose 1981 dalam
Sastrahidayat 2011). Berhasilnya inokulasi FMA pada tanaman inangnya dapat
dilihat dari infeksi akar yang terjadi. Adanya infeksi mikoriza pada akar dapat
dilihat dengan jelas dibawah miskroskop setelah melewati tahapan pewarnaan
akar yang ditandai dengan adanya stuktur yang dibentuk FMA yaitu hifa, vesikula
dan arbuskula.

15

Pada penelitian ini inokulasi FMA berpengaruh nyata terhadap infeksi akar,
hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.
66.14a

Rata- rata infeksi akar (%)

70
60
50

64.83a

58.90a
42.70b

40
30

23.90c

rendah

20
sedang

10
tinggi

0
A0

A1

A2
A3
A4
Lokasi
*Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada
selang kepercayaan 95%
** Sumber : Setiadi et al (1992)

Gambar 6 Grafik persen infeksi akar pada tanaman jabon (Anthocephalus
cadamba) setelah 3 bulan tanam. A0 = kontrol, A1 = Cangkuang, A2 =
Mega Mendung, A3 = Batu Hijau Sumbawa, A4 = Pakenjen.
Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa persentase infeksi akar
perlakuan A3 sebesar 42.70 berbeda nyata dengan perlakuan A0 dan A1, A2 serta
A4 dalam uji lanjut Duncan dengan selang kepercayaan 95%. Berbeda dengan
perlakuan A1, A2 dan A4 masing – masing sebesar 66.14, 58.90, 64.83 tidak
berpengaruh nyata diantara ketiganya.
Persentase infeksi dikelompokan dalam empat kelas menurut Setiadi et al
(1992) yaitu kelas rendah berada di selang 0 hinga 25, kelas tinggi berada di
selang 26-50, kelas tinggi berada di selang 52-71 dan kelas sangat tinggi berada di
selang 76-100. Perlakuan kontrol memiliki kriteria rendah yang menunjukan
kontrol terinfeksi mikoriza. Terinfeksinya akar pada perlakuan kontrol mungkin
disebabkan faktor lingkungan seperti adanya semut ataupun serangga lainnya.
Sedangkan perlakuan A1, A2 dan A4 mempunyai kriteria tinggi namun perlakuan
A3 mempunyai perlakuan sedang
Pada akar tanaman yang terinfeksi mikoriza akan terjadi peningkatan asam
fosfate yang akan mengkatalis hidrolisis kompleks fosfor tidak larut dalam tanah
sehingga terjadilah peningkatan fosfor sebagai akibatnya maka akan terjadi pula
peningkatan produksi tanaman dibanding dengan kontrol. Lebih lanjut bahwa akar
tanaman yang telah tertular fungi akan mengalami pertumbuhan tanaman yang
meningkat 2-3 kali lebih baik dibandingkan yang tidak ditulari fungi mikoriza
(Turjaman et al 2008). Sehingga inokulasi FMA pada bibit jabon hasil kultur
jaringan memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan yang tidak diberi
inokulasi.

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Inokulum FMA yang berasal dari tegakan tanaman jabon khususnya
inokulum dari tegakan tanaman Cangkuang (A1) lebih efektif terhadap
pertumbuhan bibit jabon hasil kultur jaringan. Bibit kultur jaringan yang
diinokulasi dengan FMA dapat hidup pada tanah bekas tambang dan
pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang tidak diinokulasi
dengan FMA.Tanaman inang P.javanica menghasilkan kepadatan spora yang
lebih tinggi dibandingkan dengan S.bicolor.

Saran
Inokulasi FMA perlu diaplikasikan pada tanaman hasil kultur jaringan
ataupun bibit yang akan ditanam untuk rehabilitasi dan revegetasi lahan kirits
ataupun lahan pasca tambang sehingga lebih memaksimalkan pertumbuhannya.
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai penanaman bibit
jabon hasil kultur jaringan bermikoriza di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Atunnisa R. 2009. Pemanfaatan Bakteri Rhizoplane dan Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Jelutung
(Dyera polyphylla Miq. Steenis.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Delvian. 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula.
Sumatera Utara (ID): USU Press.
Delvian. 2003. Keanekaragaman cendawan mikoriza arbuskula (CMA) di hutan
pantai dan potensi pemanfaatannya (studi kasus di hutan cagar alam
Leuweung Sancang Kabupaten Garut, Jawa Barat) [disertasi]. Bogor
(ID): Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fauziah L. 2013. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula di bawah Tegakan
Tanaman Agroforestri Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) di
Purwakarta, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gunawan AW. 1984. Mikoriza vesikular arbuskular pada palawija [laporan
penelitian]. Bogor: Jurusan Biologi, Institut Pertanian Bogor.

17

Handani E. 2013. Dinamika Sporulasi Genus Fungi Mikoriza Arbuskula Hasil
Penangkaran dari Bawah Tegakan Hutan Tanaman Jabon
(Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Hendromono. 1987. Pertumbuhan dan mutu bibit Acacia mangium Willd.,
Eucalyptus deglupta Blume. pada tujuh macam medium yang telah
diberi kapur [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Indriana DA. 2013. Pengaruh Pemberian Kompos dan Arang Kayu terhadap
Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq) pada
Media Bekas Tambang Pasir. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Julian A. 2013. Pengaruh Pupuk Daun Organik terhadap Peningkatan
Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Khastini RO, Triadiati, Sukarno N. 2007. Pengaruh Fosfat pada Bawang Daun
(Allium Fistulosum L) Hidroponik Bermikoriza dan Pemanfaatan
Limbahnya untuk Pertumbuhan Tapak Dara (Catharanthus roseus L.G)
dalam Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. 32-39.
Mansur I, Tuheteru DF. 2010. Kayu Jabon. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mattjik AA, Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab Jilid I. Bogor (ID): IPB Press.
Nusantara AD, Bertham YH, Mansur I. 2012. Bekerja Dengan Fungi Mikoriza
Arbuskula. Bogor (ID): SEAMEO-BIOTROP.
Putri KP, Nurhasybi. 2010. Pengaruh jenis media organik terhadap kualitas bibit
takir (Duabanga moluccana). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
7(3):141-146.
Patriyasari T. 2006. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula (CMA) terhadap
pertumbuhan dan produktivitas Cynodon dactylon (L.) Pers yang
diberi level salinitas berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Rengganis D. 2013. Studi Keanekaragaman Genus Fungi Mikoriza Arbuskula di
Sekitar Perakaran Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba Robx Miq.)
Alami [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rumondang J. 2011. Evaluasi Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan
Respon Pertumbuhannya Terhadap Bibit Jati (Tectona grandis Linn.
F.) di Persemaian. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Safriati. 2012. Respon pertumbuhan jabon terhadap sumber benih dan dosis pupuk
yang berbeda pada daerah bekas tambang batubara di PT Kaltim Prima
Coal, Sangatta, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sastrahidayat IR. 2011. Rekayasa Pupuk Hayati Mikoriza dalam Meningkatkan
Produksi Pertanian. Malang (ID): UB Press

18

Setiadi Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Setiadi Y, Mansur I, Budi SW, Achmad. 1992. Petunjuk Laboratorium
Mikrobiologi Tanah Hutan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor.
Susanti
S. 2012. Aplikasi Pupuk Daun Organik untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Turjaman M, Santoso E, Irianto RSB, Sitepu IR. 2008. Teknologi Fungi Mikoriza
Untuk Perbaikan Mutu Bibit Tanaman Hutan dalam Prosiding Ekspose
dan Gelar Teknologi “Pemanfaatan OPTEK untuk Mendukug
Pembangunan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat Propinsi
Kalimantan Barat”. 269-282.
Wasis B, Fathia N. 2011. Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Semai
Gmelina (Gmelina Arborea Roxb.) Pada Media Tanah Bekas Tambang
Emas (Tailing). Jurnal Silvikultur Tropika 2(1):14-18.
Wibisono H. 2009. Pemanfaan Mycorrhizal Helper Bacteria (MHB) dan Fungi
Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk meningkatkan pertumbuhan semai
gmelina (Gmelina arborea Roxb.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Yudhistira A. 2012. Inokulasi Bakteri dan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Semai
Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) di Media Tanah Ultisol.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yuniarti N, Heryati Y, Rostiwati T. 2004. Pengaruh media tanam dan frekuensi
pemupukan kompos terhadap pertumbuhan dan mutu bibit dammar
(Agathis loranthifolia Salisb.). Jurnal Agronomi 9(2):59-66.

19

Lampiran 1 Hasil Analisis Ragam Terhadap Parameter Pertumbuhan Bibit Jabon
Analisis ragam Tinggi
Source
DF

Sum of Squares

Model
Error
Corrected Total

15.56804000
42.43763333
58.00567333

4
55
59

Mean
Square
3.89201000
0.77159333

F Value

Pr > F

5.04

0.0016

R-Square

Coeff Var

Root MSE

Mean

0.268388

80.25840

0.878404

1.094333

Analisis ragam Diameter
Source
DF Sum of Squares
Model
Error
Corrected Total
R-Square
0.215512

4
55
59

10.73021000
39.05918333
49.78939333

Coeff Var
94.72245

Analisis ragam Berat Kering Total
Source
DF Sum of Squares
Model
Error
Corrected Total
R-Square
0.318990

4
55
59

0.34783308
0.74258619
1.09041927

Coeff Var
29.10544

Analisis ragam Nisbah Pucuk Akar
Source
DF Sum of Squares
Model
Error
Corrected Total
R-Square
0.091957

4
55
59

8.71881523
86.09562309
94.81443832

Coeff Var
80.77967

Mean
Square
2.68255250
0.71016697

Root MSE
0.842714

Mean
Square
0.08695827
0.02184077

Root MSE
0.147786

Mean
Square
2.17970381
1.56537497

Root MSE
1.251149

F Value

Pr > F

3.78

0.0087

Mean
0.889667

F Value

Pr > F

3.98

0.0094

Mean
0.507762

F Value

Pr > F

1.39

0.2846

Mean
1.548842

20

Analisis ragam Indeks Mutu Bibit (IMB)
Source
DF Sum of Squares Mean
Square
Model
4
0.95273462
0.23818365
Error
55
0.20049954
0.00589705
Corrected Total
59
1.15323416
R-Square
0.826142

Coeff Var
48.21568

Analisis ragam Infeksi akar
Source
DF Sum of Squares
Model
Error
Corrected Total
R-Square
0.793933

4
55
59

8897.91910
2309.47340
11207.39250

Coeff Var
15.36191

Root MSE
0.076792

Mean
Square
2224.47977
67.92569

Root MSE
8.241704

F Value

Pr > F

40.39

F

32.75

F
Square
Model
11
10052.66667
913.87879
2.04
0.0395
Error
60
26847.33333
447.45556
Corrected Total
71
36900.00000
R-Square
0.272430

Coeff Var
57.69040

Root MSE
21.15315

Mean
36.66667

Analisis ragam Kepadatan spora dengan tanaman inang S.bicolor
Source
DF Sum of Squares Mean
F Value Pr > F
Square
Model
11
3473.81944
315.89268
1.68
0.1009
Error
60
11301.8333
188.36389
Corrected Total
71
14776.65278
R-Square
0.235156

Coeff Var
48.70228

Root MSE
13.72457

Mean
28.18056

21

Lampiran 2 Data rekapitulasi kepadatan spora per 10 gram tanah selama 3 bulan
produksi
Lokasi

Kepadatan Spora
P.javanica
S.bicolor

Control Umum

18.50c

12.00b

Alas Purwo

28.33bc

26.67ab

Inco Sultra

31.17ac

27.50ab

Parangloe

47.83ab

28.66ab

Pakenjen

49.67ab

32.67a

Batu Licin

32.50abc

22.67ab

B. Hijau Sumbawa

59.33a

40.83a

Oki Palembang

21.83bc

26.33b

CA. Rimbopati

36.50abc

27.00ab

Nusa Kambangan

27.50bc

25.50ab

Cangkuang

39.83abc

31.00a

Mega Mendung

47.00 abc

37.33a

22

Lampiran 3 Hasil analisis tanah tambang batubara PT. Bukit Asam Tanjung Enim
Sumber : Atunnisa (2013)
No.
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

15.
16.
17.
18.
19.

Parameter
Pengujian
pH (H2O)
pH (CaCl2)
C-org
N Total
C:N
P Tersedia
Kation-kation dapat
ditukar
Ca
Mg
K
Na
Total
KTK
KB
Al-H
Al3+
H+
Sebaran butir (Tekstur
3 fraksi)
Pasir
Debu
Liat
Sulfat (SO42-) terlarut
Fe2O3 Total

Satuan

Nilai

%
%
ppm

5.4
5.3
0.84
0.04
21.0
4.5

cmol/kg
cmol/kg
cmol/kg
cmol/kg
cmol/kg
cmol/kg
%

13.26
19.85
1.44
6.92
41.47
54.61
75.94

me/100 g
me/100 g

0.11
0.01

%
%
%
%
%

2.1
19.2
78.7
0.52
3.71

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 18 Juni 1993 sebagai putri kedua
dari tiga bersaudara pasangan Thabrani SPd dan Kartina SPd. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 5 Kota Jambi pada tahun 2010 dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama masa perkuliahan di IPB penulis aktif di berbagai kepanitian dan
organisasi. Penulis pernah me