Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

8 kecil. Peningkatan aktivitas serabut saraf kecil akan membuka gerbang, dan menyebabkan sensasi nyeri sampai ke otak. Sebaliknya, peningkatan aktivitas serabut saraf besar akan menutup pintu gerbang sehingga sensasi nyeri tidak sampai ke otak. Melzack Wall 1965 dalam Berger. 1992 juga menggambarkan pengaruh kognitif terhadap persepsi nyeri. Umur, kecemsaan, pengalaman nyeri sebelumnya, perhatian, harapan, jenis kelamain, latar belakang budaya, status sosial ekonomi, semuanya mempunyai pengaruh terhadap persepsi nyeri Berger. 1992. Persepsi nyeri merupakan interpretasi individu terhadap stimulus nyeri, dimulai ketika individu pertama sekali merasakan nyeri Berger. 1992.

6. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut: a. Faktor Fisiologi Faktor fisiologi yang mempengaruhi nyeri terdiri dari 1 umur, 2 jenis kelamin, 3 kelelahan, 4 gen dan 5 fungsi neurologi. Umur mempengaruhi persepsi nyeri seseorang karena anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Anak-anak belum mempunyai perbendaharaan kata yang cukup sehingga mereka sulit untuk mengungkapkan nyeri secara verbal dan sulit untuk mengekspresikannya kepada orang tua maupun perawat. Pada orang tua, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering sama sengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat harus teliti melihat di mana sumber nyeri yang dirasakan pasien Taylor. 1997; Potter Perry. 2009. Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri Gil. 1990. Diragukan apakah hanya jenis kelamin Universitas Sumatera Utara 9 saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak laki- laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh mengangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjdi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi yterhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan faktor yang unik bagi setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelmain Potter Perry. 2005. Begitu juga dengan kelelahan, kelelahan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap diabandingkan pada akhir hari yang melelahkan Potter Perry. 2005. Penelitian kesehatan mengungkapkan bahwa informasi genetic yang diturunkan oleh orang tua kemungkinan dapat meningkatkan atau menurunkan sensitifitas nyeri. Genetic mempunyai kemungkinan untuk dapat menentukan ambang batas nyeri seseorang atau toleransi seseorang terhadap nyeri Potter Perry. 2009. Fungsi neurologi juga dapat mempengaruhi pengalaman nyeri seseorang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi normal dari nyeri seperti cedera spinal cord, neuropati perifer, atau penyakit neurologi sebagai efek kewaspadaan dan respons pasien Potter Perry. 2009. b. Faktor Sosial Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari 1 perhatian, 2 pengalaman nyeri sebelumnya, dan 3 keluarga dan dukungan keluarga. Peningkatan perhatian dihubungkan dengan peningkatan nyeri Carrol Seers. 1998 dalam Potter Perry. 2009. Seseorang yang memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat Universitas Sumatera Utara 10 mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat., sedangkan upaya pengalihan distraksi dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun Gil. 1990. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing guided imagery, dan masase. Pengalaman nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaanya terhadap nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh dan menderita nyeri yang berat, maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri Potter Perry. 2005. Seorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau melindunginya. Wlaupun nyeri masih ada, kehadiran keluarga atau teman-teman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan Potter Perry. 2009. Misalnya, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan individu yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang- orang terdekatnya Mubarak Chayatin. 2007. c. Faktor Spiritual Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain Potter Perry. 2009. Universitas Sumatera Utara 11 d. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari 1 kecemasan dan 2 koping individu. Kecemasan dapat meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka Mubarak Chayatin. 2007. Wall 7 Melzack 1999 dalam Potter Perry. 2009 mengemukakan bahwa stimulus nyeri yang aktif pada bagian sistem limbik dipercayai dapat mengontrol emosi , slah satunya adalah kecemasan. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas Gil. 1990. Sulit untuk memisahkan dua sensasi. Paice 1991 melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri. Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripad individu yang memiliki status emosional yang kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau menderita penyakit kritis, seringkali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan perawatan diri dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak kunjung hilang sering kali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian Potter Perry. 2005. Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi nyeri. Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang dirasakanya. Oleh karena itu, koping apsien sangat penting untuk diperhatikan Potter Perry. 2009. Universitas Sumatera Utara 12 e. Faktor Budaya Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari 1 makna nyeri dan 2 suku. Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri Potter Perry. 2005. Begitu juga dengan kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri Calvillo dan Flaskerud. 1991.

7. Efek Membahayakan dari Nyeri