Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri

pengawasan tersebut tidak berjalan dengan semestinya hal ini disebabkan karena ada beberapa kendala yang dihadapi oleh BPSK, yaitu : 96 a. Kendala kelembagaan. b. Kendala pendanaan. c. Kendala sumber daya manusia BPSK. d. Kendala Peraturan. e. Kendala pembinaan dan pengawasan serta tidak adanya kordinasi aparat penanggung jawabnya. f. Kurangnya sosialisasi dan rendahnya tingkat kesadaran hukum konsumen. g. Kurangnya respond dan pemahaman dari badan peradilan terhadap kebijakan perlindungan konsumen. h. Kurangnya respon masyarakat terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan lembaga BPSK. Kendala-kendala inilah yang menyebabkan pada akhirnya tugas dan fungsi BPSK dalam melakukan pengawasan terhadap praktik penggunaan klausul baku tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya sebagaimana yang diharapkan oleh Undang- undang Perlindungan Konsumen.

B. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri

Sengketa konsumen akan terjadi apabila terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen dan tidak terpenuhinya kewajiban pelaku usaha. Banyak cara dalam 96 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hal 210-236. 102 Universitas Sumatera Utara penyelesaian sengketa konsumen ini. Biasanya dalam kehidupan sehari-hari sengketa konsumen akan melibatkan pihak konsumen yang melibatkan banyak orang, karena sengketa ini muncul biasanya karena ketidaksesuaian produk baik barang maupun jasa, dimana produk ini akan dikonsumsi lebih dari satu orang, meski demikian tidak menutup kemungkinan sengketa ini hanya melibatkan perseorangan. Dalam bab ini akan dibahas cara yang dapat ditempuh dalam beracara sengketa konsumen. 1. Small Claim, yaitu jenis gugatan yang dapat dilakukan oleh konsumen, sekalipun dilihat secara ekonomis nilai gugatannya sangat kecil. Ada tiga alasan mengapa small claim diijinkan dalam penyelesaian sengketa konsumen. a Kepentingan dari pihak penggugat tidak dapat diukur semata karena nilai uang kerugiannya; b Keyakinan bahwa pintu keadilan terbuka bagi siapa saja; c Untuk menjaga integritas badan-badan peradilan. 2. Class Action, adalah gugatan konsumen dimana korbannya lebih dari satu orang atau gugatan yang dilakukan oleh sekelompok orang. 97 Gugatan kelompok ini berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2002 dikenal dengan “gugatan perwakilan kelompok”. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen gugatan kelompok ini diatus dalam pasal 46 ayat 1 b. Dalam Class 97 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 58. 103 Universitas Sumatera Utara Action wajib memenuhi empat syarat yang ditetapkan dalam pasal 23 US Federal Of Civil Procedure: 98 a Numerosity, jumlah penggugat harus cukup banyak; b Commonality, adanya kesamaan soal hukum dan fakta antara pihak yang diwakili dan pihak yang mewakili; c Typicality, adanya kesamaan jenius tuntutan hukum dan dasar pembelaan yang digunakan antara anggota yang diwakili dan yang mewakili; d Adequacy of Representation, adanya kemampuan klas yang mewakili dalam mewakili pihak yang diwakili. 3. Legal Standing, adalah gugatan yang dilakukan sekelompok konsumen dengan menunjuk pihak NGOs atau LSM yang dalam kegiatannya berkonsentrasi pada kegiatan konsumen untuk mewakili kepentingan konsumen atau dikenal dengan Hak Gugat LSM. LSM tersebut haruslah berbadan hukum atau yayasan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri dengan menggunakan hukum acara yang berlaku secara umum membawa akibat bagi konsumen. Sesuai dengan ketentuan hukum acara, seperti pada contoh Hukum Acara Perdata, penggugat harus membuktikan bahwa tergugat telah menimbulkan suatu kerugian utamanya kepada penggugat. Dalam kaitan dengan perlindungan konsumen maka sebagai penggugat harus membuktikan kesalahan yang telah dilakukan pelaku usaha jika timbul suatu kerugian. Berkaitan dengan posisi konsumen sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tentu konsep ini memberatkan. 99 Konsumen yang posisinya notabene lebih lemah daripada pelaku usaha ditambah lagi bebannya dengan kewajiban harus 98 Ibid, h al, 60. 99 Dr. Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta, Kencana, 2008, hal. 183. 104 Universitas Sumatera Utara membuktikan kesalahan pelaku usaha. Di samping itu konsumen juga harus menanggung beban administrasi yang timbul ketika mengajukan gugatan ke pengadilan. Pasal 45 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen menyatakan “setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum”. Penyelesaian sengketa ini merupakan pilihan dari para pihak apakah diselesaikan melalui peradilan umum ataukah diluar peradilan atau damai. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan pasal 45 ayat 2 UUPK Dalam sengketa konsumen yang berkaitan dengan kasus perdata yang kemudian diajukan ke pengadilan negeri, pasal 46 UUPK menjelaskan bahwa yang berhak mengajukan gugatan adalah : a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan; b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama, atau dalam pengertian lain adalah class action; c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatannya sesuai dengan anggaran dasarnya; d. Pemerintah danatau instansi terkait jika barang danatau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit. Tata cara yang digunakan dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan adalah berdasarkan Hukum Acara Perdata. Namun, dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan, berlaku asas lex specialis derogate lex 105 Universitas Sumatera Utara generale, yaitu berdasarkan ketentuan pasal 64 UUPK di mana ketentuan hukum yang digunakan adalah Hukum Acara perdata sepanjang tidak bertentangan dengan UUPK. Apabila timbul pertentangan maka yang digunakan adalah ketentuan di dalam UUPK.

C. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan