4. Sumber Data
Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari : 1
Bahan hukum primer, yang terdiri dari : a.
Norma atau kaidah dasar. b.
Peraturan dasar. c.
Peraturan perundang-udangan yang terkait dengan perlindungan konsumen. d.
Kontrak atau perjanjian berlangganan jasa telepon kabel yang memuat klausula baku.
2 Bahan hukum sekunder, seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
3 Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang
memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-
bahan primer, sekunder dan tersier penunjang di luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang teknologi informasi dan komunikasi, ekonomi, filsafat
dan ilmu pengetahuan lainnya yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini.
Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan field research guna akurasi terhadap hasil penelitian yang dipaparkan,
yang dapat berupa wawancara langsung dengan pimpinan dan staf PT. Telkom, yang dalam penelitian ini dipilih sebagai narasumber.
25
Universitas Sumatera Utara
5. Analisis Data
Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti, untuk
kebutuhan analisis data dalam penelitian ini semua data primer dan data sekunder yang diperoleh dikumpulkan dan selanjutnya kedua jenis data itu dikelompokkan
sesuai dengan data yang sejenis, dan selanjutnya dilakukan penarikan secara kualitatif, yang didasarkan pada pokok permasalahan dalam penelitian ini.
Baru kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode syllogism yang di dasarkan pada cara induktif yaitu dimana pengambilan kesimpulan dimulai
dari pernyataan atau fakta khusus menuju kesimpulan bersifat umum.
26
Universitas Sumatera Utara
BAB II KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK
DALAM PERJANJIAN DENGAN PT. TELKOM
A. Bentuk Perjanjian Antara Pelanggan dengan PT. Telkom
1. Pengertian Perjanjian
Bab II Buku III KUHPerdata berjudul “perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian”. Digunakanya kata “atau” diantara “kontrak” dan “perjanjian”
menunjukkan kepada kita bahwa kata “kontrak” dan “perjanjian” menurut Buku III BW adalah sama dan cara penyebutannya secara berturut-turut seperti tersebut di atas
memang disengaja dengan tujuan untuk menunjukkan, bahwa pembuat Undang- undang menganggap kedua istilah tersebut mempunyai arti yang sama.
39
Jadi disini kita tidak menafsirkan dalam arti sebagai yang sehari-hari kita kenal, di mana ada anggapan, bahwa kontrak adalah perjanjian yang berlaku untuk
jangka waktu tertentu. Pembentuk Undang-undang dalam pasal 1313 KUHPerdata mencoba memberikan suatu definisi mengenai perjanjian dalam Undang-undang
disebut persetujuan dengan mengatakan bahwa “Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.
40
39
Hofmann, Het Ned. Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu, Cetakan Keempat, J.B. Wolters Groningen, Batavia, 1935. hal. 151.
40
J. Satrio. Hukum Perjanjian. Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. 1992, hal. 19-20. 27
Universitas Sumatera Utara
Para Sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap, dan pula
terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di
dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata buku
III. Perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.
41
Dari pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata tersebut menurut J. Satrio nampak ada 3 kelemahan yaitu :
42
a. Kata “perbuatan” atau “rechtshandeling” disini mengandung makna yang dalam
skema peristiwa hukum, maka peristiwa hukum yang timbul karena perbuatantindakan manusia meliputi baik “tindakan hukum” maupun “tindakan
manusia yang lain” yang bukan tindakan hukum.
b. Kata “dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”. Setiap orang yang membaca kalimat tersebut akan membayangkan adanya satu orang atau lebih yang terikat kepada satu orang atau
lebih lainnya. Jadi kesan yang timbul adalah : di satu pihak ada kewajiban dan dilain pihak ada hak. Yang demikian itu hanya cocok untuk perjanjian yang
sepihak, sebab didalam perjanjian yang timbal-balik pada kedua pihak ada baik hak maupun kewajiban.
c. Pengertian perjanjian disitu tidak memperlihatkan adanya konsensus
sepakatpersetujuan dan tidak mempunyai tujuan yang jelas. Istilah perjanjian sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu
overeenkomst dan dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia sendiri ada berbagai macam pendapat di kalangan para sarjana, menterjemahkan sebagai, kontrak dan ada
41
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. 2001, hal. 65.
42
J. Satrio, Op.Cit, hal. 20-23. 28
Universitas Sumatera Utara
pula yang menterjemahkan sebagai perjanjian. Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat dalam buku ke III KUHPerdata
tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada
suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andai kata dibuat tertulis, maka perjanjian ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.
43
Sedangkan menurut Purwahid Patrik definisi atau batasan atau juga dapat disebut rumusan perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan pasal 1313 KUHPerdata
kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu banyak mengandung kelemahan- kelemahan, diantaranya pertama perjanjian tersebut hanya menyangkut perjanjian
sepihak saja, disini dapat diketahui dari rumusan “satu orang atau lebih” sedangkan maksud dari perjanjian sebenarnya adalah mengikatkan dirinya terhadap satu
oranglebih lainnya. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja yaitu mengikatkan diri dari kedua belah pihak. Kedua kata
perbuatan mencakup juga tanpa konsensuskesepakatan. Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain dan perbuatan melawan
hukum.
44
Karena banyak mengandung kelemahan rumusan perjanjian dalam pasal 1313 KUHPerdata maka muncullah doktrin pendapat ahli hukum yang mencoba
melengkapi pengertian perjanjian tersebut. Menurut Doktrin Perjanjian adalah suatu
43
Mariam Darus Badrulzaman.Op.Cit. hal. 18.
44
Purwahid Patrik. Dasar-dasar Hukum Perikatan. Bandung, Mandar Maju, 1994, hal, 45. 29
Universitas Sumatera Utara
perbuatan hukum rechtshandeling yang berdasarkan kata sepakat dapat menimbulkan suatu akibat hukum.
Rutten memberi rumusan perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari
persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau
demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
45
Dalam perkembangannya, pengertian perjanjian tersebut mengalami perubahan sebagaimana dikemukakan oleh J. Van Dunne, menyebutkan : “Perjanjian
ditafsirkan sebagai suatu hubungan hukum penawaran dari satu pihak dan perbuatan hukum penerimaan dari pihak lain.”
46
Jadi dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian timbul atau terjadi karena adanya kata sepakat atau persetujuan kedua belah pihak, dan kata
sepakat terjadi karena adanya persesuaian kehendak diantara para pihak. Perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian
itu. Perjanjian dinamakan juga persetujuan danatau kontrak karena menyangkut kedua belah pihak yang setuju atau sepakat untuk melakukan sesuatu.
a Asas-asas perjanjian
Hukum perjanjian mengenal asas-asas yang merupakan dasar dalam pelaksanaan perjanjian. Tujuannya tiada lain untuk menjamin kepastian hukum dan
45
Ibid. hal 46-47.
46
Ibid. hal. 47. 30
Universitas Sumatera Utara
membatasi dominasi salah satu pihak dalam perjanjian. Asas-asas ini merupakan pedoman bagi para pihak, antara lain:
1 Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak contractsvrijheidpartij autonomfreedom of contract berhubungan dengan isi dan bentuk perjanjian, yaitu kebebasan menentukan
“apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting didalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah
perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada paham individualisme yang secara embrional lahir dalam
zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes,
John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya tercapai dalam periode setelah revolusi Perancis.
47
Menurut Mariam Darus Badrulzaman kebebasan berkontrak adalah salah satu asas dari hukum kontrak dan ia tidak berdiri sendiri. Maknanya
hanya dapat ditentukan setelah kita memahami posisinya dalam kaitan yang terpadu dengan asas-asas hukum kontrak yang lain, yang secara menyeluruh asas-asas ini
merupakan pilar, tiang, fondasi dari hukum kontrak.
48
Menurut Rutten yang dikutip Purwahid Patrik dalam hukumnya mengatakan orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi,
47
Mariam Darus Badrulzaman. Op.Cit, hal 84.
48
Ibid, hal 38. 31
Universitas Sumatera Utara
berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih Undang-undang mana yang akan dipakainya untuk perjanjian itu.
Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Menurut sejarah pasal 1338 KUHPerdata mencerminkan tipe perjanjian pada waktu itu yang berpijak pada revolusi Perancis, bahwa individu sumber dari
kesejahteraan dan kehendak individu sebagai dasar dari semua kekuasaan menjadikan tumbuh suburnya kapitalisme dan individualisme. Kebebasan berkontrak merupakan
bagian dari hak-hak asasi manusia makin lama makin banyak pembatasan terhadap kebebasan berkontrak pada perkembangan akhir-akhir ini. Kebebasan berkontrak
dibatasi dengan peraturan umum yang tercantum dalam pasal 1337 KUHPerdata juga dibatasi dengan peraturan khusus yang tercantum dalam peraturan-peraturan pemaksa
atau dibatasi dalam perjanjian itu sendiri.
49
Dengan demikian batasan dari kebebasan berkontrak adalah tidak bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum. 2
Asas konsensualisme Asas ini dapat ditemukan dalam pasal 1320 dan pasal 1338 KUHPerdata.
Dalam pasal 1320 KUHPerdata penyebutannya tegas sedangkan dalam pasal 1338 KUHPerdata ditemukan dalam istilah “Semua”. Kata-kata semua menunjukkan
bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya will, yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya
49
Purwahid Patrik. Op.Cit, hal. 66. 32
Universitas Sumatera Utara
dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.
50
Menurut Rutten yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat itu pada
umumnya bukan secara formil tetapi konsensual, artinya perjanjian itu selesai karena disesuaikan kehendak atau konsensus semata-mata.
Jadi yang dimaksud dengan asas konsensuil adalah asas bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak mengikat bagi mereka yang membuatnya sejak
konsensus atau kesepakatan mengenai sesuatu hal yang pokok dari perjanjian itu. Asas ini berkaitan dengan saat lahirnya suatu perjanjian.
3 Asas itikad baik dan kepatutan
Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata berbunyi : Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal 1339 KUHPerdata, perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-
undang. Dengan dimasukkannya itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian berarti tidak lain kita harus menafsirkan perjanjian itu berdasarkan keadilan dan kepatutan.
Menurut Pitlo, yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya mengatakan bahwa terjadinya hubungan yang erat antara ajaran itikad baik dalam pelaksanaan
perjanjian dan teori kepercayaan pada saat perjanjian kesepakatan terjadi pada saat penandatanganan Bahwa perjanjian itu tidak hanya ditentukan oleh para pihak dalam
perumusan perjanjian tetapi juga ditentukan oleh itikad baik dan kepatutan, jadi itikad baik dan kepatutan ikut pula menentukan isi dari perjanjian.
50
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 87. 33
Universitas Sumatera Utara
Menurut Vollmar yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya mengatakan bahwa itikad baik pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata dan kepatutan pasal 1339
KUHPerdata umumnya disebutkan secara senafas dan Hoge Raad dalam putusan tanggal 11 Januari 1924 telah sependapat bahwa hakim setelah menguji dengan
kepantasan dari suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan maka berarti perjanjian itu bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
51
4 Asas kekuatan mengikat
Menurut asas ini apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak mengikat sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini berkenaan dengan
akibat hukum dari suatu perjanjian. Rutten yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya berpendapat bahwa asas kekuatan mengikat dari perjanjian adalah pihak-
pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian berlaku sebagai Undang-undang bagi para
pihak.
52
Menurut Mariam Darus Badrulzaman disebutkan demikianlah seterusnya dapat ditarik kesimpulan bahwa didalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan
mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang
51
Purwahid Patrik. Op.Cit, hal. 67-68.
52
Ibid. hal. 66. 34
Universitas Sumatera Utara
dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. Demikianlah sehingga asas- asas moral, kepatutan dan kebiasaan yang mengikat para pihak.
53
1 Syarat Sahnya Perjanjian
Perjanjian atau kontrak yang sah adalah persetujuan yang memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Menurut ketentuan pasal 1320
KUHPerdata bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: a.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b.
Cakap untuk membuat suatu perikatan; c.
Suatu hal tertentu; d.
Suatu sebab yang halal. Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif karena syarat tersebut
mengenai subyek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat obyektif, karena mengenai obyek dari perjanjian. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat
hukum sedangkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak diakui oleh hukum. Tetapi bila pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka
buat, tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-undang tetapi perjanjian itu tetap berlaku diantara mereka, namun bila sampai suatu ketika ada
pihak yang tidak mengakui sehingga timbul sengketa maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.
Keempat syarat di atas merupakan syarat yang esensial dari suatu perjanjian, artinya syarat-syarat tersebut harus ada dalam suatu perjanjian, tanpa suatu syarat ini,
perjanjian dianggap tidak pernah ada atau perjanjian itu tidak sah. Namun dengan
53
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal 87-88. 35
Universitas Sumatera Utara
diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Dengan kata sepakat suatu
perjanjian sudah lahir, tetapi belum sah karena harus dipenuhi 3 syarat lainnya, jika tidak maka mengakibatkan “Cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian itu terjadi apabila ada perbedaan antara kehendak will dengan kenyataan verklaring, maka ada 3 teori yang perlu
untuk dipahami, yaitu:
54
a. Teori kehendak wills theorie
Menurut teori ini bila perbedaan itu terjadi maka perjanjian itu tidak terjadi karena yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah kehendak will. Kelemahan
teori ini adalah kehendak merupakan suatu hal yang batiniah yang sulit diketahui oleh pihak lain.
b. Teori pernyataan verklarings theorie
Menurut teori ini apabila terjadi perbedaan antara pernyataan dengan kehendak maka perjanjian itu tetap terjadi, yang dipegang oleh pihak lain adalah
pernyataan bukan kehendak. c.
Teori kepercayaan vertrouwens theorie Menurut teori ini apabila terjadi perbedaan antara kehendak dengan
pernyataan tidak lalu otomatis perjanjian itu terjadi. Yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan verklaring yang dapat dipercaya.
54
Purwahid Patrik. Op.Cit, hal. 70. 36
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan faktor, yang dapat
menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu: a.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu persesuaian kehendak diantara para
pihak yang mengadakan perjanjian. Perjanjian sudah lahir pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak, dikenal dengan asas konsensualisme yang merupakan
asas pokok dalam hukum perjanjian. Menurut Abdul Kadir Muhammad persetujuan kehendak adalah kesepakatan
seia-sekata. Pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu sifatnya
sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan.
55
Pernyataan kehendak atau persetujuan kehendak harus merupakan perwujudan kehendak yang bebas, artinya tidak ada paksaan dan tekanan dwang dari pihak
manapun juga, harus betul-betul atas kemauan sukarela para pihak. Dalam pengertian kehendak atau sepakat itu termasuk juga tidak ada kekhilafan dwaling dan tidak ada
penipuan bedrog. Apabila ada kesepakatan terjadi karena kekhilafan, paksaan atau penipuan maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau dapat dimintakan
pembatalan kepada hakim vernietigbaar. Hal ini sesuai dengan pasal 1321
55
Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung, Cipta Aditya Bhakti, 1990, hal. 228-229.
37
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata yang bunyinya: “tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.
Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan kegiatan itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya
menakut-takuti, sehingga dengan demikian orang itu tidak terpaksa menyetujui perjanjian pasal 1324 KUHPerdata. Dan dikatakan tidak ada kekhilafan atau
kekeliruan mengenai pokok perjanjian atau sifat-sifat penting obyek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Dikatakan tidak ada penipuan
apabila tidak ada tindakan penipuan menurut arti Undang-undang pasal 1328 KUHPerdata. Penipuan menurut arti Undang-undang ialah dengan sengaja
melakukan tipu muslihat dengan memberikan keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui.
56
b. Cakap untuk membuat suatu perikatan
Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjian, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang pasal 1329 KUHPerdata kecuali yang diatur dalam
pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum termasuk pula membuat perjanjian ialah bila ia sudah dewasa yaitu
berumur 21 tahun dan telah kawin. Ukuran orang dewasa 21 tahun atau sudah kawin, disimpulkan secara a contrario redaksi pasal 330 KUHPerdata. Sedangkan mereka
56
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1986, hal 123.
38
Universitas Sumatera Utara
yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, sebagaimana diatur pasal 1330 KUHPerdata ialah:
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
2 Akibat Hukum Dari Perjanjian
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata telah disebutkan akibat hukum dari suatu perjanjian yang tercantum dalam pasal 1338 sampai dengan pasal
1341 KUHPerdata, adalah sebagai berikut : a.
Berlaku sebagai Undang-undang Pasal 1338 KUHPerdata yang bunyinya “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari pasal ini terdapat kata “Secara sah” berarti harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian
sebagaimana telah ditentukan oleh hukum, dan kata “mengikat sebagai Undang- undang” yang berarti mengikat para pihak yang telah membuat perjanjian.
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya, artinya adalah bahwa setiap orang bebas untuk membuat
suatu perjanjian, dan kebebasan ini mengenai isi maupun bentuk-bentuk perjanjian dan apa yang mereka perjanjikan atau sepakati bersama merupakan Undang-undang
bagi mereka yang membuat dan karenanya harus dipatuhi dan ditaatinya. Apabila ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, maka dianggap sama dengan
39
Universitas Sumatera Utara
melanggar Undang-undang yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Perjanjian ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para
pihak yang membuat perjanjian harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut.
Persetujuan atau perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Dalam hal perkara, hukuman bagi pelanggar perjanjian ditetapkan oleh hakim
berdasarkan Undang-undang atas permintaan pihak lainnya. Pihak yang melanggar perjanjian itu diharuskan membayar ganti kerugian pasal 1243 KUHPerdata,
perjanjiannya dapat diputuskan pasal 1266 KUHPerdata membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan di muka hakim pasal 181 ayat 1 HIR.
b. Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak
Perjanjian yang telah dibuat secara sah akan mengikat para pihak. Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak saja pasal 1338
KUHPerdata kecuali kesepakatan antara keduanya. Apabila perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak berarti perjanjian tersebut tidak mengikat. Jika ada salah
satu pihak ingin menarik kembali atau membatalkan harus memperoleh persetujuan pihak lainnya.
c. Pelaksanaan dengan itikad baik
Didalam pasal 1338 KUHPerdata mengatur bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik yang artinya bahwa perjanjian menuntut kepatutan
dan keadilan. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
40
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan serta Undang-undang.
2. Kontrak Baku.