Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI

Oleh

Fitri Amelia Siregar 091121035

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan.

Penyelesaian proposal ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut :

1. dr. Dedi Ardinata M. Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan,

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns selaku Dosen pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing penulis, memberikan ilmu dan memberi masukan serta arahan yang begitu berharga dalam pembuatan skripsi ini.

4. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II yang juga memberikan banyak kontribusi dalam penyelesaian Skripsi ini,

5. Ibu Lufthiani S.Kep, Ns sebagai penguji pada ujian skripsi.

6. Ibunda Syamsiah Am.Keb dan Ayahanda Alm. Tamamul A. Siregar, orangtua yang amat penulis cintai. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas


(4)

semua bantuan baik moril maupun materil serta do’a yang tiada terputus untuk Ananda sehingga Ananda dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

7. Tidak lupa kepada seluruh staf pengajar dan administrasi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, yang turut melancarkan proses penyelesaian Skripsi ini.

Akhir kata semoga Allah SWT selalu mencurahkan berkah dan anugerah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Harapan penulis semoga karya ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan pengetahuan keperawatan.

Medan, Januari 2011


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar. ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar tabel ... vii

Daftar Skema ... viii

Abstrak ... ix

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1.1Latar Belakang ... ... 1

1.2Perumusan Masalah ... ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... ... 4

Bab 2. Tinjauan Puataka ... 6

2.1Konsep kehamilan ... 6

2.1.1 Pengertian. ... 6

2.1.2 Proses kehamilan ... 6

2.1.3 Tanda kehamilan ... 10

2.2 Ketuban pecah dini ... 11

2.2.1 Pengertian ... 11

2.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini ... 11

2.2.3 Mekanisme ... 24

2.2.4 Tanda dan Gejala ... 25

2.2.5 Komplikasi ... 25

Bab 3. Kerangka Konseptual ... 27

3.1Kerangka Konsep ... 27

3.2Defenisi Operasional... 28

Bab 4. Metodologi Penelitian………... 30

4.1Desain Penelitian ... 30

4.2Populasi, Sampel ... 30


(6)

4.4Pertimbangan Etik ... 31

4.5Instrumen Penelitian ... 31

4.6Pengukuran validitas dan reliabilitas ... 32

4.7Perencanaan ... 32

4.8Analisa Data ... 33

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 34

5.1Hasil Penelitian ... 34

5.1.1 Karakteristik Responden ... 34

5.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini ... 35

5.2Pembahasan ... 37

5.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini... 37

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 40

6.1 Kesimpulan ... 40

6.2 Saran ... 40

Daftar Pustaka ... 42

Lampiran-Lampiran 1. Inform Consent ... 44

2. Surat Survey Awal ... 45

3. Surat Pengambilan Data... 46

4. Surat Izin Pelaksanaan Pengambilan Data ... 47

5. Instrumen Penelitian ... 48


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Defenisi Operasional ... 28 Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Ibu Yang

Mengalami Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan,

Tahun 2010 ... 35 Tabel 5.1.2 Distribusi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan,

Tahun 2010 ... 35 Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi jawaban responden tentang

”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan”


(8)

DAFTAR SKEMA


(9)

Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan

Nama : Fitri Amelia Siregar Nim : 091121035

Jurusan : Ilmu Keperawatan Tahun : 2011

ABSTRAK

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu, karena itu penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, penting untuk mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin menyebabkan ketuban pecah dini pada ibu hamil sejak dini agar dapat dilakukan upaya antisipasi dan mencegah terjadinya ketuban pecah dini sekaligus menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal maupun infeksi maternal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di rumah sakit umum daerah Padangsidimpuan. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif, jumlah populasi sebanyak 47 orang dengan penentuan jumlah sampel menggunakan tehnik total sampling dimana diambil semua populasi sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 47 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan pengisian kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di rumah sakit umum daerah padangsidimpuan adalah infeksi genitalia (70,2%), paritas (63,8%). Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan agar tenaga kesehatan mengembangkan promosi kesehatan di tingkat masyarakat melalui penyuluhan kesehatan, penyebaran poster dan leaflet, yang menginformasikan bagaimana cara mencegah ketuban pecah dini serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini. Sehingga masalah-masalah lain yang mungkin juga terjadi selama kehamilan, menjelang persalinan sampai selesai melahirkan dapat diantisipasi sedini mungkin.


(10)

Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan

Nama : Fitri Amelia Siregar Nim : 091121035

Jurusan : Ilmu Keperawatan Tahun : 2011

ABSTRAK

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu, karena itu penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, penting untuk mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin menyebabkan ketuban pecah dini pada ibu hamil sejak dini agar dapat dilakukan upaya antisipasi dan mencegah terjadinya ketuban pecah dini sekaligus menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal maupun infeksi maternal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di rumah sakit umum daerah Padangsidimpuan. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif, jumlah populasi sebanyak 47 orang dengan penentuan jumlah sampel menggunakan tehnik total sampling dimana diambil semua populasi sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 47 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan pengisian kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di rumah sakit umum daerah padangsidimpuan adalah infeksi genitalia (70,2%), paritas (63,8%). Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan agar tenaga kesehatan mengembangkan promosi kesehatan di tingkat masyarakat melalui penyuluhan kesehatan, penyebaran poster dan leaflet, yang menginformasikan bagaimana cara mencegah ketuban pecah dini serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini. Sehingga masalah-masalah lain yang mungkin juga terjadi selama kehamilan, menjelang persalinan sampai selesai melahirkan dapat diantisipasi sedini mungkin.


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008).

Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008).

Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman, 2009).


(12)

Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh chlamydia

trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain itu infeksi yang terjadi secara

langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam (Sualman, 2009).

Penelitian lain di sebuah Rumah Bersalin Tiyanti, Maospati Jawa Barat, menyebutkan faktor paritas yaitu pada multipara sebesar 37,59% juga mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini, selain itu riwayat ketuban pecah dini sebelumnya sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35 tahun mengalami ketuban pecah dini (Agil, 2007).

Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada ketuban pecah dini (Ayurai, 2010).


(13)

Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa masalah bagi ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapat menyebabkan infeksi puerperalis/masa nifas, dry labour/partus lama, dapat pula menimbulkan perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas maternal, bahkan kematian (Cunningham, 2006). Resiko kecacatan dan kematian janin juga tinggi pada kejadian ketuban pecah dini

preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban

pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (Ayurai, 2010).

Winkjosastro (2006) dalam bukunya mengatakan penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan ketuban pecah dini ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang usia gestasinya > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan menunjukkan bahwa jumlah pasien yang mengalami ketuban pecah dini dari bulan januari sampai maret adalah 47 pasien dari 155 kelahiran di rumah sakit tersebut, dari 47 pasien yang mengalami ketuban pecah dini 21 diantaranya adalah primipara dengan usia gestasi rata-rata 38-40 minggu dan berakhir dengan persalinan sectio caesarea, 15 pasien mengalami ketuban pecah dini akibat trauma (pemeriksaan dalam) dan infeksi, 3 akibat gemeli (kehamilan ganda), 8 pasien lainya kurang diketahui penyebabnya. Selain itu dari


(14)

jumlah kasus yang ada, ketuban pecah dini di rumah sakit ini banyak terjadi pada primipara.

Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umun Daerah Padangsidimpuan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut: "Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umun Daerah Padangsidimpuan”.

1.3 Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Praktek Keperawatan

Dapat meningkatkan kualitas pelayanan antenatal khususnya pada kasus ketuban pecah dini, serta mengidentifikasi lebih dini masalah kesehatan selama kehamilan dan persalinan.

1.4.2 Pendidikan Keperawatan

Dengan adanya penelitian ini, dapat dimanfaatkan pada ilmu keperawatan khususnya maternitas dalam pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif pada pelayanan antenatal khususnya dengan kasus ketuban pecah dini.


(15)

1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya

Dengan adanya penelitian ini, dapat menjadi data dasar bagi penelitian berikutnya.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep kehamilan

2.1.1 Pengertian

Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak dapat diabaikan (Cunningham, 2006).

2.1.2 Proses kehamilan

Untuk terjadi suatu kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Ovum yang dilepas oleh ovarium disapu oleh mikrofilamen-mikrofilamen fimbria infundibulum tuba kearah ostium tuba abdominalis, dan disalurkan terus kearah medial. Kemudian jutaan spermatozoa ditumpahkan diforniks vagina dan disekitar porsio pada waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus spermatozoa dapat sampai ke bagian ampula tuba dimana spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap untuk dibuahi, dan hanya satu spermatozoa yang mempunyai kemampuan (kapasitasi) untuk membuahi. Pada spermatozoa ditemukan peningkatan konsentrasi DNA


(17)

dinukleus, dan kaputnya lebih mudah menembus dinding ovum oleh karena diduga dapat melepaskan hialuronidase (Sarwono, 2008).

Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa yang biasanya berlangsung diampula tuba. Fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi materi genetik. Hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses kapasitasi mampu melakukan penetrasi membran sel ovum. Untuk mencapai ovum, sperma harus melewati korona radiata (lapisan sel diluar ovum) dan zona pelusida (suatu bentuk glikoprotein ekstraselular), yaitu lapisan yang menutupi dan mencegah ovum mengalami fertilisasi lebih dari satu spermatozoa. Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus kehilangan membran nukleusnya, yang tinggal hanya pronukleusnya, sedangkan ekor spermatozoa dan mitokondrianya berdegenerasi. Itulah sebabnya seluruh mitokondria pada manusia berasal dari ibu (maternal). Masuknya spermatozoa kedalam vitelus membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam metafase untuk proses pembelahan selanjutnya (pembelahan mieosis kedua) sesudah anafase kemudian timbul telofase dan benda kutub (polar body) kedua menuju ruang perivitelina. Ovum sekarang hanya mempunyai pronukleus yang haploid. Pronukleus spermatozoa juga telah mengandung jumlah kromosom yang haploid (Sarwono, 2008).

Kedua pronukleus saling mendekati dan bersatu membentuk zigot yang terdiri atas bahan genetik dari perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 46 kromosom, ialah 44 kromosom otosom dan 2 kromosom kelamin; pada seorang laki-laki satu X dan satu Y. sesudah pembelahan kematangan, maka ovum matang


(18)

mempunyai 22 kromosom otosom serta 1 kromosom X. Zigot sebagai hasil pembuahan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 2 kromosom X akan tumbuh sebagai janin perempuan, sedangkan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 1 kromosom X dan 1 kromosom Y akan tumbuh sebagai janin laki-laki.

Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Segera setelah pembelahan ini terjadi, pembelahan-pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar, dan selama tiga hari terbentuk suatu kelompok sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula. Energi untuk pembelahan ini diperoleh dari vitelus, sehingga volume vitelus makin berkurang dan terisi seluruhnya oleh morula. Dengan demikian, zona pelisida tetap utuh, atau dengan kata lain, besarnya hasil konsepsi tetap utuh. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstisial tuba (bagia-bagian tuba yang sempit) dan terus disalurkan kearah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba.

Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula yang disebut blastokista, suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah trofoblas dan dibagian dalamnya disebut massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Dengan demikian, blastokista diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas. Trofoblas ini sangat kritis untuk keberhasilan kehamilan terkait dengan keberhasilan nidasi (implantasi), produksi hormon kehamilan, proteksi imunitas bagi janin, peningkatan aliran


(19)

darah maternal ke dalam plasenta, dan kelahiran bayi. Sejak tropoblas terbentuk, produksi hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dimulai, suatu hormon yang memastikan bahwa endometrium akan menerima (resesif) dalam proses implantasi embrio (Sarwono, 2008).

Setelah proses implantasi selesai, maka pada tahap selanjutnya akan terbentuk amnion dan cairan amnion. Amnion pada kehamilan aterm berupa sebuah membran yang kuat dan ulet tetapi lentur. Amnion adalah membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion. Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi sekitar hari ke-7 atau ke-8 perkembangan mudigah. Secara jelas telah diketahui bahwa amnion tidak sekedar membran avaskular yang berfungsi menampung cairan amnion. Membran ini aktif secara metabolis, terlihat dalam transpor air dan zat terlarut untuk mempertahankan homeostatis cairan amnion, dan menghasilkan berbagai senyawa bioaktif menarik, termasuk peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitoin (Cunningham, 2006).

Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal trimester kedua, cairan ini terutama terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Volume cairan amnion pada setiap minggu gestasi cukup berbeda-beda. Secara umum, volume cairan meningkat 10 ml perminggu pada minggu ke-8 dan meningkat sampai 60 ml perminggu pada minggu ke-21, dan kemudian berkurang secara bertahap hingga kembali ke kondisi mantap pada minggu ke-33. Dengan demikian, volume cairan biasanya meningkat dari 50 ml pada minggu ke-12


(20)

menjadi 400 ml pada pertengahan kehamilan dan 1000 ml pada kehamilan aterm (Cunningham, 2006).

Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak kehamilan normal. Cairan amnion ini berfungsi sebagai bantalan bagi janin, yang kemungkinan perkembangan sistem muskuloskletal dan melindungi pertahanan suhu dan memiliki fungsi nutrisi yang minimal (Cunningham, 2006).

2.1.3 Tanda kehamilan

Banyak manifestasi dari adaptasi fisiologis terhadap kehamilan yang mudah dikenali dan merupakan petunjuk penting bagi diagnosis dan evaluasi kemajuan kehamilan. Ada tiga tanda yang menunjukkan telah terjadinya suatu kehamilan, yang pertama tanda persumtif adalah tanda dugaan seorang wanita mengalami kehamilan, yang termasuk tanda persumtif ini antara lain adanya mual dengan atau tanpa muntah, terjadi gangguan berkemih, fatigue (rasa mudah lelah) dan persepsi adanya gerakan janin. Kedua adalah tanda kemungkinan hamil yang ditandai dengan terhentinya menstruasi, perubahan pada payudara, adanya perubahan pada mukosa vagina, selain itu terjadinya peningkatan pigmentasi kulit dan timbulnya striae abdomen. Ketiga adalah tanda positif hamil yaitu terjadi pembesaran abdomen, perubahan ukuran, bentuk dan konsistensi uterus, terjadi perubahan pada serviks, serta adanya kontraksi braxton hiks dan terakhir tanda pasti kehamilan yang mana akan dapat diidentifikasi kerja jantung janin, adanya


(21)

gerakan janin aktif, dan deteksi kehamilan secara ultrasonografi (Cunningham, 2006).

2.2 Ketuban pecah dini 2.2.1 Pengertian

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur (Sarwono, 2008).

Menurut Manuaba (2008) Ketuban pecah dini atau premature rupture of

the membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya

tanda-tanda persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini

Meskipun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini (KPD), namun penyebabnya secara langsung masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor yang lebih berperan sulit diketahui (Sualman, 2009). Faktor-faktor predisposisi itu antara lain adalah:

a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis). Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Sarwono, 2008).

Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan


(22)

sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik (Sualman, 2009).

Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus

epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban

pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban (Sualman, 2009).

Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-satunya indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam; suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi (Cunningham, 2006).

b. Infeksi genitalia

Meskipun chlamydia trachomatis adalah patogen bakteri paling umum yang ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan pengaruh infeksi serviks oleh organisme ini pada ketuban pecah dini dan kelahiran preterm belum jelas. Pada wanita yang mengalami infeksi ini banyak mengalami keputihan saat hamil juga mengalami ketuban pecah dini kurang dari satu jam sebelum persalinan dan mengakibatkan berat badan lahir rendah (Cunningham, 2006).


(23)

Seorang wanita lebih rentan mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta terjadi pula perubahan pada kondisi pencernaan. Keputihan dalam kehamilan sering dianggap sebagai hal yang biasa dan sering luput dari perhatian ibu maupun petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan. Meskipun tidak semua keputihan disebabkan oleh infeksi, beberapa keputihan dalam kehamilan dapat berbahaya karena dapat menyebabkan persalinan kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah sebelum waktunya atau bayi lahir dengan berat badan rendah (< 2500 gram). Sebagian wanita hamil tidak mengeluhkan keputihannya karena tidak merasa terganggu padahal keputihanya dapat membahayakan kehamilannya, sementara wanita hamil lain mengeluhkan gejala gatal yang sangat, cairan berbau namun tidak berbahaya bagi hasil persalinannya. Dari berbagai macam keputihan yang dapat terjadi selama kehamilan, yang paling sering adalah kandidiosis vaginalis, vaginosisbakterial dan trikomoniasi. (Sualman, 2009).

Dari NICHD Maternal-fetal Medicine Units network Preterm prediction

Study melaporkan bahwa infeksi klamidia genitourinaria pada usia gestasi 24

minggu yang dideteksi berkaitan dengan peningkatan kejadian ketuban pecah dini dan kelahiran preterm spontan sebesar dua kali lipat setelah terinfeksi bakteri ini (Cunningham, 2006).

Infeksi akut yang sering menyerang daerah genital ini termasuk herpes simpleks dan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan infeksi paling umum


(24)

yang mengenai ibu hamil dan sering menjadi faktor penyebab pada kelahiran preterm dan bayi berat badan rendah. Pecah ketuban sebelum persalinan pada preterm dapat berhubungan dengan infeksi maternal. Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan oleh infeksi dan mendapat komplikasi dari infeksi tersebut (Chapman, 2006).

Pada kehamilan akan terjadi peningkatan pengeluaran cairan vagina dari pada biasanya yang disebabkan adanya perubahan hormonal, maupun reaksi alergi terhadap zat tertentu seperti karet kondom, sabun, cairan pembersih vagina dan bahan pakaian dalam. Keputihan pada kehamilan juga dapat terjadi akibat adanya pertumbuhan berlebihan sel-sel jamur yang dapat menimbulkan infeksi didaerah genital. Keputihan akibat infeksi yang terjadi pada masa kehamilan akan meningkatkan resiko persalinan prematur dan ketuban pecah dan janinnya juga mengalami infeksi (Ocviyanti, 2010).

Menurut Sarwono, (2008) persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik akibat pargantian laktobasilus penghasil H2O2 yang merupakan flora normal

vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti gardnerella

vaginalis, yang akan menimbulkan infeksi. Keadaan ini telah lama dikaitkan

dengan kejadian ketuban pecah dini, persalinan preterm dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,04 yang normalnya nilai pH vagina adalah antara 3,8-4,5. Abnormalitas pH vagina dapat mengindikasikan adanya infeksi vagina.


(25)

Herpes simpleks adalah virus menular seksual yang jarang tetapi serius yang bisa tetap tidak aktif sampai orang mengalami stres atau tidak sehat. Biasanya merupakan kondisi kronis dan kambuhan serta bisa berat bagi bayi baru lahir. Infeksi herpes primer biasanya menyebabkan demam ringan dan perasaan tidak sehat. Muncul lesi yang menimbulkan nyeri sekitar genital internal dan eksternal/serviks, ulserasi, dan biasanya sembuh dalam tiga minggu (Chapman, 2006).

Herpes aktif bisa terdiagnosa dengan inspeksi klinis didaerah genital untuk lesi yang tampak (internal/eksternal) pada saat awitan persalinan atau pecah ketuban spontan. Sectio saeraria merupakan satu-satunya indikasi bila infeksi masih aktif sehingga lesinya jelas.

c. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik (Sarwono, 2008).

Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks menipis dan membuka tanpa disertai nyeri pada trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan. Umumnya, wanita datang kepelayanan kesehatan dengan keluhan perdarahan pervaginam, tekanan pada panggul, atau ketuban pecah dan ketika


(26)

diperiksa serviksnya sudah mengalami pembukaan. Bagi wanita dengan inkompetensi serviks, rangkaian peristiwa ini akan berulang pada kehamilan berikutnya, berapa pun jarak kehamilannya. Secara tradisi, diagnosis inkompetensia serviks ditegakkan berdasarkan peristiwa yang sebelumnya terjadi, yakni minimal dua kali keguguran pada pertengahan trimester tanpa disertai awitan persalinan dan pelahiran (Verney, 2006).

Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran pada usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi serviks menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar, adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortus elektif pada trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu mengalami eksisi sejumlah besar jaringan serviks (conization) (Verney, 2006).

Apabila seorang wanita mempunyai riwayat keguguran pada trimester kedua atau pada awal trimester ketiga, konsultasi dengan dokter mutlak diperlukan. Jika seorang wanita datang ketika sudah terjadi penipisan serviks, pembukaan, tekanan panggul, atau perdarahan pervaginam yang sebabnya tidak diketahui, maka ia perlu segera mendapat penatalaksanaan medis.

d. Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari frekuensi yang lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban


(27)

pecah dini karena biasanya disertai infeksi. Kelainan letak janin misalnya letak lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah (Sualman, 2009).

Menurut Manuaba (2008) hubungan seksual selama hamil memiliki banyak dampak terhadap kehamilan. Pada trimester pertama kehamilan biasanya gairah seks mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat ibu didera mual, muntah, lemas, malas dan apapun yang bertolak belakang dengan semangat libido. Tetapi trimester kedua umumnya libido timbul kembali, tubuh ibu telah dapat menerima kembali, tubuh telah terbiasa dengan kondisi kehamilan sehingga ibu dapat menikmati aktifitas dengan lebih leluasa dari pada trimester pertama. Mual-muntah dan segala rasa tidak enak biasanya sudah jauh berkurang demikian pula urusan hubungan seksual. Ini akibat meningkatnya pengalihan darah ke organ-organ seksual seperti vagina dan payudara. Memasuki trimester ketiga minat/libido menurun kembali, tetapi hal ini tidak berlaku pada semua wanita hamil. Tidak sedikit wanita yang libidonya sama seperti trimester sebelumnya, hal ini normal sebab termasuk beruntung karena tidak tersiksa oleh kaki bengkak, sakit kepala, sakit punggung dan pinggul, berat badan yang semakin bertambah atau keharusan istirahat total.

Frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari tiga kali seminggu diyakini berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim, namun kontraksi ini berbeda dengan kontraksi yang dirasakan menjelang persalinan. Selain itu,


(28)

paparan terhadaap hormon prostaglandin didalam semen (cairan sperma) juga memicu kontraksi yang walaupun tidak berbahaya bagi kehamilan normal, tetapi harus tetap diwaspadai jika memiliki resiko melahirkan prematur. Oleh sebab itu, Seno, (2008) menjelaskan bahwa pada kehamilan tua untuk mengurangi resiko kelahiran preterm maupun ketuban pecah adalah dengan mengurangi frekwensi hubungan seksual atau dalam keadaan betul-betul diperluka n wanita tidak orgasme meski menyiksa. Tapi jika tetap memilih koitus, keluarkanlah sperma diluar dan hindari penetrasi penis yang terlalu dalam serta pilihlah posisi berhubungan yang aman agar tidak menimbulkan penekanan pada perut ataupun dinding rahim.

Mengurangi frekwensi koitus yang sejalan dengan meminimalkan orgasme selain dapat mengurangi terjadinya ketuban pecah dini, dapat pula mengurangi penekanan pembuluh darah tali pusat yang membawa oksigen untuk janin, sebab penekanan yang berkepanjangan oleh karena kontraksi pada pembuluh darah uri dapat menyebabkan gawat janin akibat kurangnya supply oksigen ke janin.

e. Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, ganggua n fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan (Cunninghan, 2006).

Selain itu, hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan atau infeksi maternal. Sedangkan


(29)

multipara adalah wanita yang telah beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya (Cunningham,2006).

Meski bukan faktor tunggal penyebab ketuban pecah dini namun faktor ini juga diyakini berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah dini. Yang didukung satu dan lain hal pada wanita hamil tersebut, seperti keputihan, stress (beban psikologis) saat hamil dan hal lain yang memperberat kondisi ibu dan menyebabkan ketuban pecah dini (Cunningham,2006).

f. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).

g. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum 37


(30)

minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami ketuban pecah dini (Cunningham, 2006).

Perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu dikaitkan dengan perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion, akumulasi berlebihan cairan amnion (> 2 liter), seringkali terjadi disertai gangguan kromosom, kelainan struktur seperti fistula trakeosofageal, defek pembuluh saraf dan malformasi susunan sarap pusat akibat penyalahgunaan zat dan diabetes pada ibu. AFI (amnion fluid indeks) pada kehamilan cukup bulan secara normal memiliki rentang antara 5,0 cm dan 23,0 cm (Varney, 2006).

Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya propiltiourasil). Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion adalah defek tabung neural, obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8, 13) komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem dan gangguan pernafasan pada ibu (Sarwono, 2008).

Kehamilan kembar juga sangat penting diidentifikasi sejak dini. Sejumlah komplikasi yang dihubungakan dengan kehamilan, persalinan dan pelahiran serta masa nifas pada wanita yang mengandung lebih dari satu janin. Kemungkinan yang mungkin timbul pada kehamilan kembar adalah anomali janin, keguguran


(31)

dini, lahir hidup, plasenta previa, persalinan dan pelahiran preterm, diabetes kehamilan, preeklamsi, malpresentasi dan persalinan dengan gangguan.

Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya mencakup posisinya tetapi juga korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah mungkin saja menentukan apakah janin merupakan kembar monozigot atau dizigot. Selain itu, dapat juga ditentukan apakah janin terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya membedakan ini diperlukan untuk memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko persalinan preterm. Gejala persalinan preterm harus ditinjau kembali dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan. Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala yang berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-tanda ketuban pecah (Varney, 2006).

Kehamilan dengan janin kembar juga akan mempengaruhi kenyamanan dan citra tubuh, kesiapan perawatan bayi dan keuangan, semua faktor ini akan menimbulkan stres dan hendaknya petugas kesehatan lebih banyak memberi konseling dan pendidikan kesehatan. Konseling tentang persalinan pretem dan preeklamsi perlu di upayakan guna memberi perawatan kehamilan dengan janin kembar yang bermutu (Cunninghan, 2006).

h. Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami


(32)

ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini.

Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. World Health Organisation (WHO) memberikan rekomendasi sebagaimana disampaikan Seno (2008) seorang ahli kebidanan dan kandungan dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Sampai sekarang, rekomendasi WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah karena kondisi fisik belum 100% siap.

Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun wanita belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya menjadi rendah. Di luar urusan kehamilan dan persalinan, risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun ini. Berbeda dengan wanita usia 20-30 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan. Di rentang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Umumnya secara mental pun siap, yang berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara hati-hati.

Pendapat Seno (2008), usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi “Kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh dan


(33)

kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk gizinya, dalam keadaan baik”. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, proses kehamilan dan persalinan berkaitan dengan kondisi dan fungsi organ-organ wanita. Artinya, sejalan dengan bertambahnya usia, tidak sedikit fungsi organ yang menurun. Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel telur yang siap dibuahi semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur juga semakin menurun. Itu sebabnya, pada kehamilan pertama di usia lanjut, resiko perkembangan janin tidak normal dan timbulnya penyakit kelainan bawaan juga tinggi, begitu juga kondisi-kondisi lain yang mungkin mengganggu proses kehamilan dan persalinan seperti kelahiran preterm ataupun ketuban pecah dini.

Lebih lanjut Seno (2008) menjelaskan, meningkatnya usia juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim yang tak lagi subur. Padahal, dinding rahim tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini memunculkan kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel di tempat semestinya. Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu, kondisi hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya, resiko keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga meningkat.

Namun secara umum periode waktu dari ketuban pecah dini sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah, jika ketuban


(34)

pecah pada trimester ketiga, maka hanya diperlukan beberapa hari saja sehingga pelahiran terjadi dibandingkan dengan trimester kedua (Cunningham, 2006).

2.2.3 Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena selaput ketuban rapuh.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester tiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina (Sarwono, 2008).

Mekanisme ketuban pecah dini ini terjadi pembukaan prematur serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi devolarisasi dan nekrosis serta dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik, enzim kolagenase (Manuaba, 2008).

Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten, makin panjang fase laten, semakin tinggi kemungkinan infeksi. Semakin muda kehamilan, makin sulit pula pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin. Oleh karena itu komplikasi ketuban pecah dini semakin meningkat (Manuaba, 2008).


(35)

2.2.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, disertai dengan demam/menggigil, juga nyeri pada perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami amnionitis (Saifuddin, 2002).

Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara (Ayurai, 2010).

Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada (kadang-kadang) timbul pada ketuban pecah dini seperti ketuban pecah secara tiba-tiba, kemudian cairan tampak diintroitus dan tidak adanya his dalam satu jam. Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan pervaginam sedikit tidak selalu dialami ibu dengan kasus ketuban pecah dini. Namun, harus tetap diwaspadai untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin (Saifuddin, 2002).

2.2.5 Komplikasi

Ada tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini adalah peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu resiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena


(36)

ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi (Sarwono, 2008).

Sekitar tiga puluh persen kejadian mortalitas pada bayi preterm dengan ibu yang mengalami ketuban pecah dini adalah akibat infeksi, biasanya infeksi saluran pernafasan (asfiksia). Selain itu, akan terjadi prematuritas. Sedangkan, prolaps tali pusat dan malpresentrasi akan lebih memperburuk kondisi bayi preterm dan prematuritas (Depkes RI, 2007).

Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada ketuban pecah dini, flora vagina normal yang ada bisa menjadi patogen yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas dan mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan.

Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko infeksi dikenal dengan korioamnionitis akibat jalan lahir telah terbuka, apalagi bila terlalu sering dilakukan pemeriksaan dalam. Dari studi pemeriksaan histologis cairan ketuban 50% wanita yang melahirkan prematur, didapatkan korioamnionitis (infeksi saluran ketuban), akan tetapi sang ibu tidak mempunyai keluhan klinis. Infeksi janin dapat terjadi septikemia, pneumonia, infeksi traktus urinarius dan infeksi lokal misalnya konjungtivitis (Sualman, 2009).

Selain itu juga dapat dijumpai perdarahan postpartum, infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, atonia uteri dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena berbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan tampaklah gejala-gejala infeksi (Manuaba, 2008).


(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1Kerangka konsep

Variabel yang akan penulis teliti digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :

Diagram 3.1 Visualisasi Kerangka Konsep Penelitian Faktor-faktor penyebab :

• Infeksi (korioamnionitis) • Infeksi genitalia

• Serviks inkompeten

• Trauma (VT,Amniosintesis) • Paritas

• Riwayat KPD • Tekanan intra uterin • Usia


(38)

3.2 Defenisi operasional

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Infeksi (amnionitis, korioanmionitis)

Suatu peradangan yang terjadi pada amnion dan jaringan korion

Mengisi kuesioner

Kuesioner Jumlah ibu yang mengalami infeksi air ketuban

Ordinal

2. Infeksi genitalia Peradangan yang terjadi di daerah genitalia

Mengisi kuesioner

Kuesioner Jumlah ibu hamil yang mengalami infeksi genitalia saat hamil

Ordinal

3. Serviks inkompeten

Keadaan serviks ibu yang lemah.

Seperti akibat abortus.

Mengisi Kuesioner

Kuesioner Jumlah ibu dengan keadaan serviks

inkompeten

Ordinal

4. Trauma Suatu luka dijalan lahir, seperti akibat

pemeriksaan dalam

Mengisi kuesioner

Kuesioner Jumlah ibu yang mengalami trauma (khususnya daerah genitalia)

Ordinal

5. Paritas Wanita yang telah

melahirkan, baik anak pertama maupun kedua atau lebih.

Mengisi kuesioner

Kuesioner Digolongkan menjadi 2 kelompok: 1. Primipara


(39)

2. Multipara

6. Riwayat KPD Ibu yang mengalami

ketuban pecah dini di kehamilan sebelumnya

Mengisi kuesioner

Kuesioner Jumlah ibu multipara dengan riwayat ketuban pecah dini

Ordinal

7. Tekanan intra

uterin

Suatu keadaan peningkatan tekanan intra uterus, seperti kehamilan ganda dan hidramnion maupun kista ovarium

Mengisi kuesioner

Kuesioner Jumlah ibu yang mengalami KPD akibat peningkatan tekanan intra uterin Ordinal

8. Usia Usia ibu saat hamil

dan mengalami ketuban pecah dini

Mengisi kuesioner

Kuesioner Ibu dengan usia ≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun


(40)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1Desain penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini.

4.2Populasi, sampel

4.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami ketuban pecah dini yang tercatat di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan pada bulan januari sampai maret 2010, sebanyak 47 pasien.

4.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Apabila jumlah populasi kurang dari seratus, maka sampel dapat diambil seluruhnya (total sampling). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 47 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu postpartum yang mengalami ketuban pecah dini baik ibu primipara dan multipara di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan, dengan kriteria bersedia menjadi responden penelitian, mengerti Bahasa Indonesia serta dapat membaca dan menulis.


(41)

4.3Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai seluruh jumlah sampel dari seluruh populasi tercapai di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. Alasan peneliti melakukan penelitian di rumah sakit ini karena angka kejadian ketuban pecah dini di tempat ini cukup banyak, selain itu di rumah sakit ini belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini dan rumah sakit ini juga mudah dijangkau oleh peneliti.

4.4 Pertimbangan etik

Pertimbangan etik penelitian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak subjektif dan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan penelitian ini kepada responden. Kemudian peneliti memberikan kesempatan bagi responden yang merasa kurang jelas terhadap penjelasan untuk bertanya.

Jika responden bersedia, maka responden menandatangani lembar persetujuan menjadi responden yang telah disediakan oleh peneliti. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi, lembar tersebut hanya diberi nomor dan kode responden saja.

4.5 Instrument penelitian

Pada penelitian ini, instrumentasi yang digunakan adalah kuesioner tertutup, bagian pertama yaitu kuisioner tentang data demografi meliputi: nama (inisial), umur, pendidikan, pekerjaan. Bagian kedua kuisioner mengenai


(42)

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini yang terdiri dari 8 soal, dengan pilihan jawaban A, B. instrumen ini tidak mempunyai nilai ukur untuk setiap pilihan jawaban sebab dalam penelitian ini, peneliti hanya ingin mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini.

4.6Pengukuran validitas dan reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang harus diukur. Penelitian ini dilakukan uji validitas isi kepada ahli dalam bidang keperawatan maternitas yang pada penelitian validitas isi akan dilakukan oleh ibu Siti Saidah Nasution S.Kep M.Kep Sp.Mat. dan oleh dr. Romi S.H.Sinaga, Sp.OG dari Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan.

Uji reliabilitas dilakukan pada 10 orang dengan kriteria yang sama dengan sampel yaitu ibu postpartum yang mengalami ketuban pecah dini, mampu membaca dan menulis serta mengerti dan mampu berbahasa Indonesia dengan baik, ditempat yang berbeda. Kuisioner uji reliabilitas menggunakan analisa clonbach’s alpa, hal ini dapat diterima sesuai dengan pendapat ahli dan menunjukkan nilai ≥ 0,6 0. Dari hasil uji reliabilitas yang dilakukan pada 10 orang maka didapat hasil 0,64, angka ini dianggap reliabel sesuai pendapat Sugiono (2006).

4.7Pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu peneliti terlebih dahulu memberikan surat permohonan izin penelitian dari pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara kepada pihak Rumah Sakit Umum Dearah Padangsidimpuan. Setelah mendapat izin, maka peneliti mulai melakukan


(43)

proses penelitian yang dimulai dengan menentukan responden penelitian, kemudian peneliti menjelaskan pada responden manfaat dan tujuan penelitian ini, setelah responden bersedia maka responden menandatangani informed consent, pada keesokan harinya peneliti melakukan pengisian kuisioner dengan mewawancarai responden selama ± 15 menit setiap responden.

4.8Analisa data

Setelah seluruh data terkumpul dari isian kuesioner, penulis melakukan pengolahan data atau analisa data secara deskriptif. Data yang terkumpul pertama diperiksa kembali apakah telah diisi dengan benar, lalu dilakukan editing untuk memastikan kelengkapan data dan semua jawaban telah diisi. Kemudian data diberi code, kemudian data di entry melalui program komput erisasi.

Data demografi dipresentasikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Variabel menggunakan metode statistik univariat kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Untuk setiap item pernyataan sesuai dengan instrumen penelitian.


(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini.

5.1 Hasil Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka data penelitian ini akan diuraikan gambaran data demografi responden yang terdiri dari usia, pendidikan, pekerjaan, faktor-faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini diantaranya infeksi genitalia, paritas dan usia.

5.1.1 Karakteristik responden

Berdasarkan penelitian kepada 47 ibu postpartum yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan, yang menjadi responden penelitian, maka didapatkan data demografi dengan usia sebagian besar 25-29 tahun sebanyak 17 orang (36,2%), Pendidikan responden sebagian besar SMA/ sederajat sebanyak 22 orang (46,8%), Pekerjaan responden sebagian besar ibu rumah tangga sebanyak 17 orang (36,2%), dan status persalinan responden sebagian besar adalah multipara sebanyak 30 orang (63,8%).


(45)

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Ibu Yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan tahun2010

5.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan

Berdasakan jawaban responden penelitian didapat hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan adalah faktor infeksi genital sebanyak 33 orang (70,2%) dan faktor paritas sebanyak 30orang multipara (63,8%).

Tabel 5.1.2 Distribusi “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan tahun 2010, n= 47”

Karakteristik Persponden Frekuensi(n= 47) Persentase (%) Usia

a. 16-19 b. 20-24 c. 25-29 d. ≥ 30

Pendidikan

a. SD/ Sederajat b. SMP/ Sederajat c. SMU/ Sederajat d. Perguruan Tinggi

Pekerjaan

a. PNS

b. Pegawai swasta c. Ibu rumah tangga

2 13 17 15 0 5 22 20 14 16 17 4,2 27,7 36,1 32,0 0 10,7 46,8 42,5 29,8 34,0 36,2

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini n % Infeksi genitalia (Keputihan) 33 70,2


(46)

Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi jawaban responden tentang ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan tahun 2010, n=47”

No. Pernyataan Ya tidak

n % n % 1. Pernah didiagnosa mengalami infeksi air ketuban dan

jaringan ketuban (Korioamnionitis)

0 0 0 0 2. Pernah mengalami keputihan yang berlebihan,

kulit berwarna merah dan gatal didaerah kemaluan saat hamil

33 70,2 14 29,7

3. Frekwensi koitus setelah kehamilan berusia 6 bulan < 3 kali seminggu

> 3 kali seminggu

34 13 72,2 27,6 13 34 27,6 72,4 4. Usia ibu saat pertama kali hamil

< 20 tahun > 30 tahun

2 15 4,2 31,9 45 32 95,8 68,1 5. Mengalami hidraamnion/cairan ketuban yang

sangat banyak (berlebihan) 10 21,2 37 78,7 6. Pernah mengalami keguguran ≥ 3 kali, pada usia kehamilan

≤ 14 mgg 14-18 mgg 1 4 2,1 8,5 46 43 97,9 91,5 7. Komplikasi pada kehamilan yang lalu

KPD Peningkatan tek.darah Hiperemesi 8 1 7 17,0 2,11 14,9 39 46 40 83,0 97,9 85,1 8. Paritas

Primipara Multipara 17 30 36,2 63,8 30 17 63,8 36,2


(47)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini

Dari hasil penelitian diperoleh faktor yang persentasenya paling tinggi mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan adalah faktor infeksi genitalia (70,2%). Jenis infeksi yang dialami oleh responden penelitian ini adalah keputihan (Fluor

Albus) dengan keadaan yang berlebihan, seperti adanya rasa gatal, serta

harus sering mengganti pakaian dalam karena banyaknya cairan yang keluar dari vagina. Infeksi genital seperti keputihan pada dasarnya normal dialami wanita hamil. Tetapi bila keadaannya berlebihan dapat memberi pengaruh buruk pada kehamilannya. Chapman (2006), menjelaskan infeksi akut yang sering menyerang daerah genital ini termasuk diantaranya herpes simpleks dan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan infeksi paling umum yang mengenai ibu hamil dan sering menjadi faktor penyebab pada kelahiran preterm dan bayi berat badan rendah. Pecah ketuban sebelum persalinan dapat juga berhubungan dengan infeksi maternal. Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan oleh infeksi dan mendapat komplikasi dari infeksi tersebut.

Umumnya pada kehamilan akan terjadi peningkatan pengeluaran cairan vagina dari pada biasanya yang disebabkan adanya perubahan hormonal, maupun reaksi alergi terhadap zat tertentu seperti karet kondom, yang terjadi saat ibu melakukan koitus dan suaminya menggunakan kondom, sabun atau cairan pembersih vagina dan bahan pakaian dalam.


(48)

Keputihan pada kehamilan juga dapat terjadi akibat adanya pertumbuhan berlebihan sel-sel jamur yang dapat menimbulkan infeksi didaerah genital. Keputihan akibat infeksi yang terjadi pada masa kehamilan akan meningkatkan resiko persalinan prematur dan ketuban pecah dan janinnya juga mengalami infeksi (Varney, 2006).

Menurut Sarwono, (2008) persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik akibat pargantian laktobasilus penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam

konsentrasi tinggi seperti gardnerella vaginalis, yang akan menimbulkan infeksi. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan kejadian ketuban pecah dini, persalinan preterm dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,04 yang normalnya nilai pH vagina adalah antara 3,8-4,5. Abnormalitas pH vagina dapat mengindikasikan adanya infeksi vagina. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Agil (2007) yang menyebutkan bahwa infeksi genital baik ringan, sedang maupun berat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini sebesar sebesar 37,50%.

Peneliti berasumsi responden di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan mengalami ketuban pecah dini akibat mengalami infeksi genital yaitu keputihan. Pada sebagian ibu yang mengalami ketuban pecah dini akibat keputihan ini sudah mengalami keputihan sebelum hamil dan keadaan semakin berat saat hamil. Responden penelitian yang mengalami


(49)

keputihan ini mengatakan sering merasa gatal, kulit merah didaerah kemaluan dan harus sering mengganti pakaian dalam. Keadaan ini disebabkan beberapa hal yang berkaitan dengan aktivitas bakteri didaerah genital yang mana bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang masuk melalui vagina sehingga menembus membran ketuban dan menjadikan selaput ketuban rapuh dan menyebabkan adanya kontraksi uterus, sehingga terjadi perubahan dan pembukaan serviks dan pecahnya selaput ketuban.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini adalah faktor paritas yaitu multipara dengan presentase 63,8%. Ibu multipara mengalami ketuban pecah dini berhubungan dengan adanya perubahan fungsi hormonal, kondsi fisik yang semakin menurun dan tidak seoptimal kondisi fisik pada kehamilan sebelumnya, seperti otot-otot panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, misalnya perdarahan. Oleh karena itu risiko keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga meningkat. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Agil (2007) di Klinik Bersalin Tiyanti, yang menyebutkan paritas yaitu pada multipara sebesar 37,59% mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini. Peneliti berasumsi, dari hasil penelitian ini didapatkan ibu multipara yang mengalami ketuban pecah dini lebih banyak yang berusia lebih dari 30 tahun dan dengan aktifitas yang kurang dibatasi selama kehamilan sehingga memperberat beban fisik ibu hamil dan meningkatkan resiko ketuban pecah dini.


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dibuat kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil penelitian sebagai berikut:

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 47 orang responden ibu postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan menggambarkan faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini adalah faktor infeksi genitalia meliputi keputihan sebanyak (70,2 %) dan faktor paritas (63,8%).

6.2 Saran

6.2.1 Perawat dan Pelayanan kesehatan

Hendaknya tenaga perawat dipelayanan kesehatan khususnya perawat ruang maternitas lebih meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan yang mencakup pemberikan pendidikan kesehatan dan konseliang pada ibu hamil tentang hal-hal yang mungkin terjadi selama kehamilan, menjelang persalinan sampai setelah melahirkan, salah satunya tentang ketuban pecah dini.


(51)

Konseling dan pendidikan kesehatan ini bertujuan agar ibu-ibu yang belum pernah mengalami maupun yang telah mengalami ketuban pecah dini dapat mengantisipasi dan memahami tindakan cepat yang dapat dilakukan jika terjadi masalah pada kehamilannya, sehingga komplikasi pada ibu serta janin yang dikandung dapat diminimalkan.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi suatu cerminan kondisi ibu di masyarakat sebagai lingkup utama asuhan keperawatan maternitas, dengan masih banyaknya ibu yang mengalami masalah, ini membuktikan bahwa pelayanan keperawatan belum maksimal, maka dalam pendidikan keperawatan hendaknya lebih menekankan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif untuk diimplementasikan pada pelayanan antenatal khususnya dengan kasus ketuban pecah dini.

6.2.3 Penelitian Selanjutnya

Responden pada penelitian ini adalah sebanyak 47 orang pada satu rumah sakit, jumlah ini dirasakan peneliti belum cukup untuk mewakili ibu-ibu lain yang mengalami ketuban pecah dini. Oleh sebab itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan lebih banyak responden dan meneliti di beberapa tempat yang berbeda agar hasilnya yang didapat lebih representatif.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data. Jakarta: Salemba medika

Agil, R. (2007). faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini (Di Rumah Bersalin Tiyanti, Maospati ), Prodi Kebidanan Magetan. Ayurai. (2010). Ketuban pecah dini. Diambil tanggal 23 maret 2010 dari

Chapman, V. (2006). Asuhan Kebidanan, Persalinan dan Kelahiran, Jakarta: http:// ayurai.wordpress.com/2010/02/15/ketuban-pecah-dini/

EGC

Cornelia. (2008). Ketuban pecah dini. Diambil tanggal 23 maret 2010 dari

F. Gary Cunningham [et al.]. (2006). William obstetrick, vol. I. Jakarta: EGC cornelia-st.html

Manuaba, ida bagus Gde. (2008). Gawat-darurat obstetri-gynekologi sosial

untuk profesi Bidan. Jakarta: EGC

Melson, A. [et al]. (1999). maternal infant care planning. Springhouse Corporation

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu

keperawatan. Jakarta: salemba medika

Ocviyanti, D. (2010). Keputihan pada wanita hamil. Diambil tanggal 20 desember 2010 dari http://www.medicastore.com/ Keputihan-pada-wanita-hamil-


(53)

Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu kebidanan. Jakarta: FKUI

oleh- DR.dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM; Jakarta

Rabe, T. (2002). Buku saku ilmu kebidanan. Jakarta: hipokrates

Saifuddin, A. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal

dan neonatal. Jakarta: YBP-SP

Straigh, B.R. (2005). Keperawatan ibu bayi baru lahir. Jakata: EGC

Sualman, K. (2009). Penatalaksanaan Ketuban pecah dini. Diambil tangga l 23 maret 2010 dari http://www. medicastore.com/Penatalaksanaan Ketuban pecah dini

Tiran, Denise. (2006). Kamus saku bidan. Jakarta: EGC

oleh dr.Kamisah Sualman, Fakultas Kedokteran Universitas Riau

Varney, H. (2006). Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta: EGC Winkjosastro, H. (2006). Ilmu kebidanan. Jakarta: EGC


(54)

Lampiran 1

PENGANTAR KUESIONER PENELITIAN

Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Kepada Yth,

Ibu Postpartum yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di_

Ruang Rawatan

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan penyusunan skripsi yang akan saya lakukan dengan judul :“Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di

Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan” yang merupakan persyaratan

kelulusan Sarjana Keperawatan, saya mengharapkan kesedian ibu-ibu untuk menjawab pertanyaan yang ada di keusioner dengan senang hati dan suka rela, saya sangat mengharapkan jawaban yang ibu-ibu berikan adalah suka rela sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Apapun jawaban yang diberikan akan menjadi simpanan yang dirahasiakan dan hanya dipergunakan untuk penelitian ini saja.

Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan dan kerjasama dalam mengisi kuesioner ini.

Padangsidimpuan, 2010 Tandatangan Responden Hormat saya

( Fitri Amelia Siregar ) (…….………) NIM : 091121035


(55)

(56)

(57)

(58)

Lampiran 5

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI di RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANGSIDIMPUAN

I. Petujuk

1. Isilah data-data diri anda dengan benar

2. Pilihlah salah satu jawaban yang anda anggap sesuai dengan memberi tanda ( )

3. Setelah selesai kembalikanlah lembar kuesioner kepada petugas yang memberikan kepada anda.

II. Identitas Responden

1. Nama (Inisial) :

2. Umur : Tahun 3. Pendidikan terakhir : □ SD

□ SMP/ Sederajat □ SMU/Sederajat

□ Akademi / perguruan tinggi

4. Pekerjaan : □ PNS

□ Pegawai Swasta □ Ibu Rumah Tangga


(59)

III. Pertanyaan

INFEKSI (Korioaamnionitis)

1. Apakah ibu pernah diberitahukan oleh dokter bahwa ibu mengalami infeksi air ketuban dan jaringan ketuban (Korioamnionitis)?

a. Tidak pernah b. Pernah

INFEKSI GENITALIA

2. Apakah ibu pernah mengalami keputihan yang berlebihan, kulit berwarna merah dan gatal didaerah kemaluan saat hamil ?

a. Tidak Pernah c. Pernah

TRAUMA

3. Setelah usia kehamilan ibu lebih dari 6 bulan, berapa kali ibu melakukan hubungan suami-istri dalam seminggu?

a. < 3kali seminggu b. > 3 kali seminggu

USIA

4. Berapa usia ibu saat pertama kali hamil ? a. < 20 tahun b. > 30 tahun

PENINGKATAN TEKANAN INTRAUTERIN

5. Apakah saat hamil ibu mengalami hidraamnion/cairan ketuban yang sangat banyak (berlebihan)?


(60)

SERVIKS INKOMPETEN

6. Apakah ibu pernah keguguran pada usia kehamilan antara14-18 minggu? a. Tidak Pernah b. Pernah

RIWAYAT KETUBAN PECAH DINI

7. Komplikasi yang ibu alami pada kehamilan yang lalu: a. Peningkatan tekanan darah

b. Ketuban pecah dini c. Hiperemesis gravidarum

PARITAS

8. Apakah ini persalinan ibu yang pertama? a. Ya b. Tidak


(61)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Fitri Amelia Siregar Tempat, Tanggal lahir : Hutapadang, 29 Mei 1988 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Sibolga km.17 Simatorkis, Angkola Barat Padangsidimpuan 22736.

Riwayat Pendidikan :

1. TK Indra murni persit Padangsidimpuan 2. SD Negeri 12/142428 Padangsidimpuan 3. MTsN Model Padangsidimpuan

4. SMA Negeri 1 Padangsidimpuan


(1)

(2)

(3)

Lampiran 5

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI di RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANGSIDIMPUAN

I. Petujuk

1. Isilah data-data diri anda dengan benar

2. Pilihlah salah satu jawaban yang anda anggap sesuai dengan memberi tanda ( )

3. Setelah selesai kembalikanlah lembar kuesioner kepada petugas yang memberikan kepada anda.

II. Identitas Responden 1. Nama (Inisial) :

2. Umur : Tahun

3. Pendidikan terakhir : □ SD

□ SMP/ Sederajat

□ SMU/Sederajat

□ Akademi / perguruan tinggi

4. Pekerjaan : □ PNS

□ Pegawai Swasta


(4)

III. Pertanyaan

INFEKSI (Korioaamnionitis)

1. Apakah ibu pernah diberitahukan oleh dokter bahwa ibu mengalami infeksi air ketuban dan jaringan ketuban (Korioamnionitis)?

a. Tidak pernah b. Pernah

INFEKSI GENITALIA

2. Apakah ibu pernah mengalami keputihan yang berlebihan, kulit berwarna merah dan gatal didaerah kemaluan saat hamil ?

a. Tidak Pernah c. Pernah

TRAUMA

3. Setelah usia kehamilan ibu lebih dari 6 bulan, berapa kali ibu melakukan hubungan suami-istri dalam seminggu?

a. < 3kali seminggu b. > 3 kali seminggu

USIA

4. Berapa usia ibu saat pertama kali hamil ? a. < 20 tahun b. > 30 tahun

PENINGKATAN TEKANAN INTRAUTERIN

5. Apakah saat hamil ibu mengalami hidraamnion/cairan ketuban yang sangat banyak (berlebihan)?


(5)

SERVIKS INKOMPETEN

6. Apakah ibu pernah keguguran pada usia kehamilan antara14-18 minggu? a. Tidak Pernah b. Pernah

RIWAYAT KETUBAN PECAH DINI

7. Komplikasi yang ibu alami pada kehamilan yang lalu: a. Peningkatan tekanan darah

b. Ketuban pecah dini c. Hiperemesis gravidarum

PARITAS

8. Apakah ini persalinan ibu yang pertama?


(6)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Fitri Amelia Siregar Tempat, Tanggal lahir : Hutapadang, 29 Mei 1988 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Sibolga km.17 Simatorkis, Angkola Barat Padangsidimpuan 22736.

Riwayat Pendidikan :

1. TK Indra murni persit Padangsidimpuan 2. SD Negeri 12/142428 Padangsidimpuan 3. MTsN Model Padangsidimpuan

4. SMA Negeri 1 Padangsidimpuan


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012

1 44 54

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETUBAN PECAH DINI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 0 16

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 2 8

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETUBAN PECAH DINI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 2 13

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012

0 0 10

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012

0 0 1

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012

0 0 6

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012

0 0 17

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012

0 0 3

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012

0 0 4