8
2.1.4 Uji Toksisitas Metoda Brine Shrimp Lethality Test BSLT
Zat yang telah diuji dengan uji toksisitas, akan melalui beberapa test keamanan pada hewan coba, meliputi :
7
1. Uji toksisitas akut, yaitu uji untuk mengetahui nilai LC
50
atau LD
50
yang masih dapat ditoleransi oleh binatang percobaan, yang hasilnya akan
ditransformasi pada manusia. 2.
Uji toksisitas subakut, adalah suatu uji untuk menentukan organ sasaran organ yang rentan atau tempat kerjanya. Umumnya dilakukan dengan
menggunakan 3 dosis dan menggunakan 2 spesies yang berbeda. 3.
Uji toksisitas kronik, adalah suatu uji yang tujuannya hampir sama dengan toksisitas sub akut. Uji ini diperlukan jika obat nantinya akan digunakan
dalam jangka waktu yang panjang. 4.
Uji efek pada organ reproduksi, suatu uji untuk melihat perilaku yang berkaitan dengan reproduksi perilaku kawin, perkembangan janin,
kelainan janin, proses kelahiran, dan perkembangan janin setelah dilahirkan.
5. Uji karsinogenik, adalah uji untuk mengetahui apakah suatu zat jika
dipakai jangka panjang akan dapat menimbulkan kanker. Uji ini dilakukan jika obat tersebut nantinya akan digunakan dalam jangka panjang.
6. Uji mutagenik, adalah suatu uji untuk melihat adanya perubahan gen jika
zat digunakan jangka panjang. Metode BSLT merupakan salah metode uji toksisitas akut. Metode BSLT
yang digunakan menggunakan cara Meyer yang biasanya dilakukan untuk penapisan pada ekstrak dari tumbuhan ataupun buah yang diperkirakan
memiliki sifat antitumor atau antikanker sebelum melakukan uji in vitro yang menggunakan sel lestari tumor.
11
Metoda ini diketahui digunakan sebagai bioassay guided fractionation bahan alam, juga dapat digunakan untuk metoda
pra-skrining penelitian sel tumor di Cell Culture Labaratory of the Purdue Cancer Center, Purdue University. Metode Meyer ini ditujukan terhadap
tingkat mortalitas larva udang Artemia salina L. yang disebabkan oleh ekstrak
uji.
12
9
Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT telah dibuktikan memiliki korelasi dengan daya sitotoksitas dari senyawa antikanker.
3
Hasil uji toksisitas dinyatakan dalam persen LC
50
Lethal Consentration.
12
LC
50
didefinisikan sebagai dosis atau konsentrasi yang diberikan sekali tunggal atau beberapa
kali dalam 24 jam dari suatu zat yang secara statistik diharapkan dapat mematikan 50 hewan coba.
7
Besarnya toksisitas tergatung dari jumlah kematian larva setelah pemberian zat yang mengandung senyawa antikanker.
Ekstrak dikatakan bersifat toksik jika harga LC
50
1000 ppm, sedangkan untuk senyawa murni jika LC
50
200 ppm berpotensi sebagai antikanker.
13
Ekstrak atau fraksi senyawa yang memiliki harga LC
50
0-30 ppm berpotensi sebagai antikanker, LC
50
30-200 ppm berpotensi sebagai antibakteri, sedangkan LC
50
200-1000 ppm berpotensi sebagai pestisida.
13
Artemia salina Leach merupakan kelompok udang-udangan Crustaceae dari filum Arthropoda, kingdom Animalia. Artemia salina Leach biasanya
hidup di lingkungan danau berair asin. Kadar garam perairan sangat berpengaruh pada proses penetasan udang, kadar garam 6 menyebabkan
telur udang tenggelam dan tidak bisa menetas. Jika kadar garam 25, telur akan berada pada kondisi tersuspensi, sehingga telur udang dapat menetas
dengan normal.
14
Siklus hidup Artemia salina Leach dimulai dari saat penetasan telur atau embrio. Setelah 15-20 jam, pada suhu 25
C kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu 20-24 jam, embrio tersebut berubah menjadi naupli
larva udang yang dapat berenang bebas. Siklus hidup Artemia salina Leach dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pH, cahaya, suhu, kadar garam,
dan aerasi O2. pH terbaik untuk siklus hidup Artemia salina Leach adalah sebesar 8-9, sedangkan pH di bawah 5 atau di atas 10 dapat membunuh
Artemia salina Leach. Cahaya sangat diperlukan untuk proses penetasan dan pertumbuhan Artemia salina Leach. Selain itu, kadar oksigen harus tetap dijaga
dengan baik untuk mendukung pertumbuhan Artemia salina Leach.
15
10
Jika faktor-faktor tersebut dapat dilakukan dengan optimal, Artemia salina Leach akan tumbuh dan berkembang dengan cepat. Apabila kadar oksigen
dalam air rendah, air mengandung polutan organik, atau salinitas perairan meningkat, Artemia salina Leach akan memakan bakteri, plankton, dan sel
khamir. Pada kondisi tersebut, Artemia salina Leach akan memproduksi hemoglobin sehingga tampak berwarna jingga kemerahan.
14
Pada proses inkubasi selama 24 jam, larva udang Artemia salina Leach membutuhkan proses aerasi dengan menggunakan aerator. Aerasi merupakan
proses terjadinya kontak antara air dan udara, sehingga terjadi perpindahan seyawa yang bersifat volatile. Proses aerasi dapat meningkatkan jumlah O
2
di dalam air, menghilangkan CO
2
, H
2
S, dan menghilangkan rasa serta bau yang disebabkan oleh zat-zat organik. Aerasi juga dapat meningkatkan pH dan
menurunkan suhu termal air laut.
16
Proses aerasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara pertama adalah dengan memompakan udara atau oksigen ke
dalam air, sehingga dihasilkan gelembung udara yang berkontak langsung dengan air. Cara yang kedua adalah dengan menekan air ke atas untuk
berkontak langsung dengan udara, proses tersebut dilakukan dengan bantuan pemutaran baling-baling pada permukaan air.
17
Pemilihan larva udang sebagai hewan uji pada penelitian didasarkan karena Artemia salina Leach memiliki beberapa kesamaan dengan mamalia, misalnya
pada tipe DNA-dependent RNA polimerase Artemia salina Leach serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme yang memiliki ouabaine-
sensitive Na
+
dan K
+
dependent ATPase, sehingga senyawa maupun ekstrak yang terdapat aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi.
18
Selain itu, pemilihan Artemia salina Leach dikarenakan telur Artemia salina Leach
memiliki daya tahan yang lama dapat tetap hidup dalam kondisi kering, selama beberapa tahun, lebih mudah menetas dalam waktu 48 jam, sehingga
dapat dihasilkan naupli larva udang dalam jumlah banyak untuk diuji.
15
Larva udang pun memiliki kemampuan untuk mengatasi perubahan tekanan osmotik
dan regulasi ionik yang tinggi.
19
Alasan lain yang menyebabkan dipilihnya larva udang naupli sebagai hewan uji adalah karena larva udang memiliki
11
membran kulit yang tipis, sehingga kematian suatu larva akibat efek sitotoksik dari senyawa bioaktif dapat dianalogikan dengan kematian sebuah sel dalam
organisme.
20
Disamping itu, larva udang juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap selang salinitas yang luas, mulai dari air tawar hingga air yang
bersifat jenuh garam.
21
Persen kematian Artemia salina Leach dapat dihitung setelah periode inkubasi selama 24 jam, setelah pemberian sejumlah larutan uji pada media
hidupnya. Kematian tersebut disebabkan, karena larva udang mengalami keracunan toxicity akibat keberadaan senyawa bioaktif yang masuk ke dalam
tubuhnya. Selain itu, sistem pertahanan tubuh imunitas yang dibentuk larva udang masih belum mampu untuk menghambat dan menoleransi senyawa
bioaktif yang terdapat pada media hidupnya. Kematian larva udang dinyatakan berdasarkan hasil pengamatan menggunakan kaca pembesar dan ditunjukkan
dengan tidak adanya motilitas pergerakan dari larva udang. Selanjutnya dihitung efek farmakologis, berdasarkan analisis probit LC
50
.
15
2.1.5 Metode Ekstraksi