Pengertian Penyitaan Menurut Undang-Undang No.192000

BAB III RUANG LINGKUP GAMBARAN DATA PRAKTEK

A. Pengertian Penyitaan Menurut Undang-Undang No.192000

Undang-Undang penagihan pajak pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun2000, menyebutkan “Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminanuntuk melunasi utang pajak menurut ketentuan peraturan perundang- undangan”.Terkadang ada yang mengaitkan penyitaan dengan pemblokiran, dimanapenyitaan adalah rangkaian dari pemblokiran,padahal pemblokiran adalahtindakan pengamanan harta kekayaan milik penanggung pajak yang tersimpanoleh bank dengan tujuan terhadap penambahan jumlah atau nilai. Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak danpenanggung pajak.Olehkarena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semuabarang penanggung pajak. Penyitaanmerupakan tindakan penagihan lebih lanjutsetelah surat paksa yang hanya dapat dilakukan setelah batas waktu 2x24 jamsebagaimana dimaksud dalam surat paksa. Artinya apabila penanggungpajakwajib pajak tidak melunasi utang pajak sebagaimana tercantum dalam suratpaksa, barulahpenyitaan dapat dilaksanakan. Dalam hal penyitaan 32 wajibpajakpenanggung pajak tidak mengakibatkan penundaan kewajibannyamembayarmelunaskan pajak terutangnya atau kurang bayar. Penyitaan adalah salah satu sengketa yang diperbuat oleh wajib pajak ataupenanggung pajak yangtidak melaksanakan kepatuhannya sebagai warga negaraIndonesia, dimana menganut perpajakan sebagai penerimaanpendapatan kasnegara, oleh karena itu negara mempunyai hak, mempunyai kewajiban kepadawarga untuk menjamin keselamatan jiwa dan harta warganya.Walaupun wajib pajakpenanggung pajak dikenakan penyitaan terhadapbarang-barang sitaan, wajib pajak dapat melakukan pembayaran yang masih adapajak terutangnya atau upaya hokum.Karena dalam melaksanakan kewajibanperpajakan, wajib pajak sering kali merasa tidak puas atas pelaksanaan undangundangyang dilaksanakan oleh fiskus baik karena dikeluarkannya ketetapanpajak maupun karena pelaksanaan penagihan pajak berdasarkan ketentuanUndang-undang yang berlaku.Terhadap hal demikian, Undang- Undangperpajakan itu sendiri menegaskan upaya hokum yang dapat dilakukan oleh wajibpajak untuk menyelesaikan sengketa pajak yang timbul.Dalam hal ini dapatdiajukan penyelesaiannya. Melalui Direktorat Jenderal Pajak atau BPSP Badan PenyelesaianSengketa Pajak. Pada prinsipnya penyitaan dalam hukum pajak tidak mengubahstatus kepemilikan atas suatu barang, bahkan barang yang telah disita ataudititipkan pada penangung pajak atau dapat disimpan ditempat lain. Pemilikbarang, pada dasarnya masih tetap dapat mempergunakan barang yang telah disitaatas barang yang telah disita tersebut, tidak dialihkan. Hukumnya kepada pihaklain yang merusak barang, ataumenghilangkan barang adalah merupakan tindakpidana sesuai pasal 231 KUHP pidana. Pelaksanaan penyitaan atau penyanderaan barang penanggung pajakdapat dilakukan, apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya dalamjangka waktu yang telah ditetapkan, maka pejabat dapat menerbitkan suratperintah melaksanakan penyitaan. Penyitaan dilakukan berdasarkan surat perintahmelaksanakan penyitaan, jika penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknyalewat dari 2x24 jam setelah surat pajak diberitahukan. Adapun tahapanpelaksanaan penyitaan atas barang-barang penanggung pajak sebagai berikut PP No. 1352000: Pasal 4: a. Penyitaan dilaksanakan oleh jurusita pajak dengan disaksikan oleh sekurangkurangnya 2 dua orang yang telah dewasa. Penduduk Indonesia, dikenaloleh jurusita pajak dan dapat dipercaya. b. Setiap melaksanakan penyitaan, jurusita pajak membuat berita acarapelaksanaan sita,ditandatangani oleh jurusita pajak, penanggung pajak dansaksi-saksi. c. Dalam hal ini penanggung pajak adalah badan, maka berita acara pelaksanaansita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,penanggung jawab, pemilik modal, atau pegawai tetap perusahaan. d. Walaupun penanggung pajak tidak hadir, pelaksanaan penyitaan tetap dapatdilakukan dengansarat salah satu seorang saksi berasal dari pemerintahandaerah setempat. Berita acara pelaksanaan sitanya dapat ditandatangani oleh jurusita pajak dan saksi-saksi. e. Berita acara pelaksanaan sita tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat,meskipun penanggung pajak menolak untuk menandatangani berita acarapelaksanaan sita tersebut. f. Salinan berita acara sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barangyang tidak bergerak yang disita berada dan atau berada ditempat- tempatumum. g. Atas barang yang disita dapat ditempelkan atau diberi segel sita. Pengajuankeberatan tidak menunda pelaksanaan sita. h. Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasipenagihan pajak dan hutang pajak berdasarkan putusan pengadilan atauputusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteriatau Keputusan kepala daerah. Sedangkan yang menjadi dasar hukum pelaksanaanpenyitaanpenyanderaan terhadap barang-barang wajib pajak sebagai berikut : Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan ke 3 atas UndangUndang No. 6 Tahun 1983.Tentang Ketentuan Umum dan T ata Cara Perpajakan. Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-UndangNo.19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 1. Peraturan pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat Dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562KMK.042000 Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Juru Sita Pajak 4. Keputusan Menteri Keuangan Republi Indonesia Nomor 561KMK.042000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika Sekaligus Dan Pelaksanaan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24PMK.032008.

B. Jenis Barang Yang Dapat Disita Atau Tidak Dapat Disita