Lembaga BPK Pasca Amandemen UUD 1945

15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sebagai penyelesaian pertentangan diatas, maka diharapkan undang-undang yang menjadi faktor pendukung penguatan peran BPK merupakan landasan- landasan yuridis terbaru era reformasi yang semakin memperluas dan memperkuat kewenangan dan fungsi BPK. Kalau sebelumnya objek pemeriksaan olek BPK lebih pada pemeriksaan kewajaran laporan keuangan oleh Pemerintah Daerah, maka ke depan menyangkut seluruh obyek pemeriksaan dari pusat sampai ke daerah yaitu Pemerintah Daerah dan BUMD. Tidak saja sisi pengelolaan keuangannya, tetapi juga kinerja dan audit investigasi dalam rangka lebih mengakomodasi laporan- laporan masyarakat. 41

D. Lembaga BPK Pasca Amandemen UUD 1945

Sistem ketatanegaraan pasca amandemen UUD 1945, sesungguhnya mengandung dimensi yang sangat luas, yang tidak saja berkaitan dengan hukum tata negara, tetapi juga bidang-bidang hukum yang lain, seperti hukum administrasi, hak asasi manusia dan lain-lan. Dimensi perubahan itu juga menyentuh tatanan kehidupan politik di tanah air, serta membawa implikasi perubahan yang cukup besar di bidang sosial, politik, ekonomi, pertahanan, dan hubungan internasional. 42 41 Jimly Asshidiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945 , Yogyakarta: FH UII Press, 2004, h.53 42 Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer, Jakarta: The Biography Institute, 2007, h.84 Sebelum UUD 1945 diubah, pasal 23 ayat 5 diartikan secara restriktif yaitu mengenai pelaksanaan APBN. Namun, menurut Harun Al Rasid, tidak tertutup kemungkinan adanya suatu peraturan perundang-undangan yang menugaskan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk memeriksa badan hukum yang lain dari negara. 43 Namun, dengan adanya perubahan UUD 1945, ketentuan mengenai Badan Pemeriksa Keuangan mencakup 7 butir ketentuan yang cukup luas dan rinci pengaturannya, maka kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan mengalami perluasan yang substantif. Pemeriksaan keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan BPK dikaitkan dengan objek pemeriksaan pertanggungjawaban hasil pemeriksaan yang lebih luas dan melebar. BPK juga diharuskan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR, DPD, dan DPRD. Bahkan dalam hal hasil pemeriksaan itu mengindikasikan perlunya penyelidikan dan penyidikan diproses secara hukum oleh lembaga penegak hukum. Lembaga penegak hukum inilah yang dimaksud oleh pasal 23E UUD 1945 dengan istilah “badan sesuai dengan undang-undang”. Dalam rumusan ayat 3 yang berbunyi: “Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan danatau badan sesuai dengan undang-undang”. Pasal 23 E ayat 1 hasil amandemen UUD 1945 memberi peran strategis kepada BPK, yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara melalui suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Sebagai institusi resmi pemeriksa eksternal independen, keberadaan BPK diakui secara 43 Jimly, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, h.850 konstitusional dan perannya direvitalisasi menjadi lembaga negara yang sejajar dengan MPR, DPR, DPD, Presiden dan MA. Sudah tentu, BPK sendiripun juga tidak dapat dikatakan salah jika beritikad baik untuk menyampaikan hasil-hasil pemeriksaannya itu kepada lembaga penegak hukum. Kemungkinan lain, dapat pula terjadi bahwa yang berinsiatif untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK itu adalah DPR sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah dan pemerintahan. DPR-lah yang meneruskan hasil pemeriksaan BPK itu kepada kepolisian atau badan-badan lain seperti KPK dan sebagainya. Namun, setelah hasil pemeriksaan oleh BPK itu disampaikan kepada DPR, maka semua informasi mengenai hasil pemeriksaan itu sudah menjadi milik umum atau publik, sehingga dengan sendirinya setiap lembaga penegak hukum dapat berinisiatif sendiri untuk menegakkan hukum dan menyelamatkan kekayaan negara dari kegiatan yang tidak terpuji yang merugikan kekayaan negara. 44 Badan Pemeriksa Keuangan BPK bagai momok menakutkan bagi lembaga dan instansi pemerintah di negeri ini. Sebagai auditor negara, BPK kerap menemukan penyimpangan anggaran di beberapa instansi. Sebab itu, tak jarang tim audit BPK dihalang-halangi untuk melakukan proses audit. Pasca Amandemen UUD 1945, BPK memang mulai menjadi lembaga tinggi negara yang diperhitungkan. Sesuai dengan perubahan konstitusi, maka keberadaan BPK harus disesuaikan karena ada keluasan kewenangan yang diberikan. Kewenangan ini menyangkut tanggung jawab pengelolaan keuangan negara, ada beberapa UU yang turut mengganjal kewenangan BPK dalam tugasnya antara lain UU BUMN, UU Pasar Modal, UU Wajib Pajak, dan UU Kerahasiaan Bank. Sebelum 44 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasii, h.165 diamandemen, BUMN diaudit oleh auditor atau akuntan publik, tapi setelah amandemen seharusnya BPK yang melakukannya, Selain terhambat oleh beberapa UU, dari pihak BUMN sendiri juga ada keengganan untuk diperiksa BPK. Dengan alasan, bila BPK yang memeriksa maka saham perusahaan plat merah itu akan turun nilainya. Ada sentimen negatif bila BPK yang mengaudit karena sifatnya terbuka publik. 45 Hal tersebut dimaksud dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik undang-undang menetapkan bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum. Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk mengetahui hasil pemeriksaan. Sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan untuk memeriksa keuangan dan tanggung jawab pengelolaan keuangan negara, BPK dapat memeriksa uang negara yang dikelola oleh para penyelenggara negara. Misalnya, BPK dapat memeriksa Menteri Keuangan dan Menteri BUMN ataupun menteri lain yang membidangi pembinaan teknis badan usaha milik negara tersebut. BPK tidak perlu memeriksa fisik uang dan pembukuannya, tetapi cukup memeriksa tanggung jawab pengelolaan uang negara oleh pejabat negara yang terkait dengan uang negara itu. 46 Bahkan, jika di perusahaan-perusahaan negara tersebut terdapat wakil pemerintah yang duduk sebagai komisaris, maka BPK dan aparat penyidik bisa saja memeriksa komisaris yang bersangkutan sebagai tindakan dalam rangka 45 Jimly Asshidiqie, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006 46 Jimly, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, h.822 menilai pelaksanaan tanggung jawabnya mengawasi kekayaan negara yang dikelola oleh perusahaan yang bersangkutan. Pemanggilan yang dilakukan oleh BPK adalah tindakan terakhir yang dilakukan oleh BPK untuk menghadirkan seseorang setelah upaya dalam rangka memperoleh, melengkapi, danatau meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan dengan pemeriksaan. 47 Untuk menjamin integritas dalam menjalankan kewenangannya, BPK wajib bersikap tegas dalam menerapkan prinsip, nilai dan keputusan. Juga dalam mengemukakan danatau melakukan hal-hal yang menurut pertimbangan yang menurut keyakinannya. 48 Sebagaimana telah dtetapkan dalam UUD 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi i pemeriksaan atas pengelolaan, dan ii pemeriksaan atas tanggung jawab mengenai keuangan negara. Dengan demikian, berarti lingkup kewenangan pemeriksaan keuangan negara oleh BPK ini menjadi sangat luas. 49 BPK pasca reformasi dapat dikatakan memiliki kewenangan yang sangat besar dan luas, mencakup bidang-bidang pengaturan legislatif, pelaksanaan eksekutif, dan bahkan juga penjatuhan sanksi yudikatif. Disamping fungsinya yang demikian, BPK tentu saja juga memiliki wewenang untuk menetapkan keputusan-keputusan yang bersifat administratif. Karena itu, BPK setelah 47 Peraturan BPK RI No.3 Tahun 2008, Tentang Cara Pemanggilan dan Permintaan Keterangan Oleh BPK 48 Peraturan BPK RI No.2 Tahun 2007, Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia 49 UU RI No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, h.34 reformasi memiliki kewenangan yang bersifat campuran. Padahal, pengertian keuangan negara yang menjadi objek kewenangannya juga telah diperluas sedemikian rupa sehingga pemeriksaan yang dilakukannya menjangkau objek pengelola keuangan negara dalam arti yang sangat luas, baik dari segi sustansial sektoral maupun struktural horizontal dan struktural vertikal sampai kedaerah- daerah. Akibatnya, format organisasi BPK mau tidak mau juga harus diperbaiki dan diperbesar sedemikian rupa, sehingga kapasitas kelembagaannya benar-benar dapat memenuhi panggilan tugasnya secara efektif. 50 Karena pada hakikatnya, negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk pada tatanan hukum publik. Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintahan, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat. Oleh karena itu, dengan adanya perluasan kewewenangan yang dimiliki BPK, tidak hanya memeriksa keuangan lembaga negara atau lembaga lain yang menggunakan angggaran negara tetapi juga diberi kewenangan mengaudit kebijakan lembaga negara. Dengan demikian, diharapkan BPK dapat meningkatkan kinerja dan mampu mengaudit laporan keuangan yang lebih rumit. 51 Sehingga keberadaan dan kedudukan BPK diperkokoh sebagai satu lembaga negara pemeriksa keuangan agar dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 50 Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara , h.863 51 “Kewenangan BPK Perlu di Tambah.” Kompas. 25 Agustus 2008

BAB III BADAN PEMERIKSA KEUANGAN BPK DALAM PERSPEKTIF ISLAM