Rancang Dan Buat Dapur Pelebur Crucible Untuk Melebur Aluminium/Paduannya Dan Tembaga/Paduannya Berkapasitas 50 Kg Menggunakan Bahan Bakar Padat Untuk Kebutuhan Laboratorium Foundry

(1)

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN

DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM

BERKAPASITAS 50KG DENGAN

BAHAN BAKAR PADAT

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

M. ROLAN B. HUTAPEA NIM. 050401003

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana ini berjudul “RANCANG DAN BUAT DAPUR PELEBUR CRUCIBLE UNTUK MELEBUR ALUMINIUM/PADUANNYA DAN TEMBAGA/PADUANNYA BERKAPASITAS 50 KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR PADAT UNTUK KEBUTUHAN LABORATORIUM FOUNDRY”. Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan pendidikan untuk meraih gelar Sarjana Teknik.

Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda B.Hutapea dan Ibunda M.Siahaan yang membesarkan serta mendidik penulis, dan dengan doa-doanya yang selalu menyertai penulis setiap saat.

2. Ibu Ir.Raskita S Meliala selaku dosen pembimbing tugas sarjana yang telah memberi arahan, bimbingan dan pelajaran berharga dari awal hingga selesainya tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr.Ir.Ing.Ikhwansyah Isranuri, M.Eng dan bapak Ir.Tulus Burhanuddin Sitorus,MT Selaku Ketua jurusan dan Sekretaris Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Jurusan Teknik Mesin di Universitas sumatera Utara, Yang telah banyak membantu penulis dan memberikan bimbingan selama perkuliahan.

5. Asisten Lab. Foundry, Ir Marlon atas bimbingannya dan bantuannya selama proses perancangan bangun.

6. Saudara-saudaraku dan teman-temanku, yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual, serta kesabarannya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.


(3)

Akhir kata semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan penulis menyadari bahwasanya tugas sarjana ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan dan referensi maka penulis berharap saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tugas sarjana ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih atas waktu dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.

Medan , 14 juni 2010

M. Rolan B. Hutapea


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR NOTASI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 1

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metode Penulisan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Bukan Besi ... 4

2.2 Tembaga dan Paduannya ... 5

2.3 Seng dan Paduannya ... 6

2.4 Magnesium dan Paduannya ... 7

2.5 Alumunium dan Paduannya ... 8

2.5.1 Sejarah Penemuan Alumunium ... 8

2.5.2 Sifat-sifat Alumunium ... 8

2.5.3 Sistem Penomoran Alumunium ... 9

2.5.4 Paduan-paduan Alumunium Yang Utama ... 11

2.5.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ... 12

2.5.6 Paduan Al -Si ... 14

2.5.7 Paduan Al-Mg -Si ... 15

2.5.8 Paduan Al-Mg-Zn ... 17

2.6 Dapur Crucible ... 18

2.7 Pemilihan Bahan Batu Tahan Api ... 23

2.7.1 Pemilihan Batu Tahan Api ... 23

2.7.2 Bahan Batu Tahan Api ... 24

2.8 Semen Tahan Api... 25

2.9 Perpindahan Panas ... 26 BAB III. PERENCANAAN DAPUR


(5)

3.1 Konstruksi Dapur Pelebur ... 29

3.2 Cawan Lebur ... 31

3.3 Batu Tahan Api ... 34

3.4. Penumpu Cawan Lebur ... 35

3.5 Semen Tahan Api ... 36

3.7 Dinding Luar ... 36

3.8 Pemilihan alat bantu pembakaran ... 37

BAB IV. PEMILIHAN BAHAN 4.1 Cawan Lebur ... 39

4.2 Batu Tahan Api ... 42

4.2.1. Pemilihan Batu Tahan Api... 43

4.2.2. Bahan Batu Tahan Api ... 44

4.3 Semen Tahan Api ... 45

4.4 Dinding Luar ... 46

4.5 Perhitungan Kebutuhan Kalor... 47

4.5.1 Kalor untuk Melebur Alumunium (q1)... 48

4.5.2 Kalor yang diserap Batu Tahan Api (q2) ... 51

4.5.3 Kalor yang diserap Dinding Plat Luar (q3) ... 53

4.5.4 Kalor yang diserap Cawan Lebur (q4) ... 54

4.5.5 Kalor Total yang terserap (Qtot)... 55

4.5.6 Laju Aliran Panas ke Dinding Samping (q1) ... 55

4.5.7 Panas yang Terbuang Melalui lubang Cawan Pelebur (q2) ... 60

4.5.8 Waktu Peleburan ... 62

4.5.9 Evisiensi Dapur Crusible ... 64

4.6 Tabel Hasil Perhitungan ... 65

4.7 Proses Pembuatan Dapur ... 66

4.7.1 Pembuatan dinding luar ... 67

4.7.2 Memasang Batu Tahan Api ... 69

4.7.3 Bahan Pengikat... 69

4.7.4 Pengecatan Dinding Luar ... 69

BAB V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... .71


(6)

5.2 Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Fasa Tembaga 6

Gambar 2.2 Diagram Fasa Magnesium 7

Gambar 2.3 Diagram Fasa Al-Cu-Mg 13

Gambar 2.4 Diagram Al-Si 15

Gambar 2.5 Diagram Al-Mg-Si 16

Gambar 2.6 Diagram Fasa Al-Mg-Zn 18

Gambar 2.7 Dapur kedudukan tetap 19

Gambar 2.8 Dapur Crucible yang bisa dimiringkan 19

Gambar 2.9 Tanur udara terbuka 20

Gambar 2.10 Penampang tanur udara 21

Gambar 2.11 Tanur induksi 22

Gambar 2.12 Penampang Pipa satu Lapis 27

Gambar 2.13 Penampang Pipa dua Lapis 28

Gambar 3.1 Konstruksi dapur pelebur 29

Gambar 3.2 Dapur Pelebur 30

Gambar 3.3 Bentuk dan ukuran cawan lebur 33

Gambar 3.4 Dimensi batu tahan api 34

Gambar 3.5 Penumpu cawan lebur 35

Gambar 3.6 Dinding luar 39

Gambar 3.7 Blower 38

Gambar 4.1 Bentuk dan ukuran cawan lebur 41

Gambar 4.2 Batu tahan api 42

Gambar 4.3 Bentangan Plat 46

Gambar 4.4 Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi 56

Gambar 4.5 Dinding dapur

56

Gambar 4.6 Cawan Lebur

62


(8)

Gambar 4.8 dinding plat luar yang telah dilubangi 67 Gambar 4.9 dinding plat luar yang telah dirol 65 Gambar 4.10 dinding plat luar yang telah berbentuk silider 66

Gambar 4.10 Proses Pengecetan 68

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Berat jenis beberapa jenis logam 4 Tabel 2.2 Alumunium Assosiasi Index System 10 Tabel 2.3 Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg 13

Tabel 2.4 Sifat-sifat paduan Al-Si 14

Tabel 2.5 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si 16 Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Zn 17 Tabel 4.7 Perbandingan Heating Value Bahan Bakar 49

Tabel 4.1 Berat total dapur 65

Tabel 4.2 Total kalor yang terserap bahan dapur 65


(9)

DAFTAR SIMBOL

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

Cp1 Panas jenis alumunium padat KJ/kg.0K

Cp2 Panas jenis alumunium cair KJ/kg.

0

K

Cp3 Panas jenis batu tahan api KJ/kg.

0

K Cp4 Panas jenis dinding plat luar KJ/kg.

0

K

Cp5 Panas jenis cawan lebur KJ/kg.

0

K

Ddb Diameter dalam Batu bata m

Dlb Diameter luar batu bata m

Dp Diameter plat luar m

ho Koefisien perpindahan panas konveksi W/m. o

C HHV Nilai pembakaran atas minyak tanah KJ/kg kb Konduktivitas thermal batu bata W/m.oC

kp Konduktivitas thermal dinding plat W/m. o

C

L Tinggi ruang bakar m

mb Massa batu bata kg

mbb Massa bahan bakar kg

mpl Massa plat dinding luar kg

mcl Massa cawan lebur kg

mal Massa alumunium yang akan dilebur kg

Nu Bilangan Nusselt -

Pr Bilangan Prandal -

q1 Kalor yang terbuang dari dinding dapur KJ/jam

q2 Kalor yang terbuang dari lubang cawan lebur KJ/jam

Q1 Kalor yang diserap untuk melebur alumunium KJ

Q2 Kalor yang diserap batu tahan api KJ

Q3 Kalor yang diserap dinding plat luar KJ

Q4 Kalor yang diserap cwan lebur KJ

Qt1 Kalor total yang diserap KJ

Qt2 Kalor yang terbuang selama proses KJ

r3 Jari-jari dalam bata m


(10)

r5 Jari-jari luar dinding m

Re Bilangan Reynold -

tb Tinggi bata yang menerima panas m

tp Tinggi plat yang mengalami prubahan suhu m

tf Suhu film

o

K Ta Temperatur ruang bakar

o

K T1 Temperatur suhu lingkungan

o

K Uo Koefisien perpindahan panas total W/m.

o

C

V Viskositas Kinematika Cst

Xp Ketebalan plat dinding m


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengecoran Logam merupakan salah satu ilmu keteknikan yang perkembangannya cukup pesat saat ini. Untuk itu, perlu didukung dengan pengembangan fasilitas Pengecoran Logam di Laboratorium Foundry agar setidaknya menyamai industri-industri di luar Laboratorium Foundry. Oleh sebab itu, semua ahli di bidang Ilmu Pengecoran Logam harus mampu mengembangkan industri pengecoran di Indonesia yang salah satu caranya adalah dengan memberikan dasar-dasar kepada mahasiswa Perguruan Tinggi program studi Teknik Produksi.

Dengan mempertimbangkan hal di atas maka diperlukan adanya sarana praktek yang memadai, yang mana salah satu alat utama dalam pengecoran adalah Dapur Crucible.

Dapur crucible adalah dapur yang digunakan untuk melebur logam secara tidak langsung berhubungan dengan bahan pembakaran, dan setelah logam mencair, crucible di angkat dari dapur atau mengambil langsung logam cair dari tungku.

Dengan adanya Dapur Crucible maka diharapkan mahasiswa agar dapat mempraktekkan ilmu yang diperolehnya selama di bangku perkuliahan dan membandingkannya dengan ilmu praktek untuk lebih memantapkan pemahaman mahasiswa dalam bidang ilmu Teknik Pengecoran.

Dalam pertimbangan hal tersebut maka direncanakan sebuah Crucible dengan kapasitas 50 kg untuk kebutuhan Laboratorium Foundry.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari rancangan ini adalah membantu memantapkan mahasiswa dalam penguasaan teori-teori dalam bidang pengecoran mengenai efisiensi bahan bakar dapur, bahan dapur serta ketahanan bahan penyekat panas. Dan juga para mahasiswa dapat melakukan proses-proses


(12)

peleburan yang nantinya akan dicetak sendiri dalam praktikum Pengecoran Logam, sehingga mahasiswa benar-benar mengerti bagaimana pengecoran sebenarnya.

Tujuan dari rancangan ini adalah : 1. Rancangan konstruksi dapur crucible. 2. Pemilihan bahan dapur.

3. Pemilihan bahan bakar .

4. Efisiensi dapur dan pemakaian bahan bakar.

1.3 Batasan Masalah

Berhubung dengan sangat luasnya persoalan dalam masalah pengecoran, maka akan dibatasi ruang lingkup tugas sarjana ini yaitu tentang pemilihan bahan sebuah Dapur Crucible yang akan melebur alumunium/paduannya dengan kapasitas kecil sehingga cocok untuk sarana praktikum di Laboratorium Teknik Pengecoran.

Agar Dapur Crucible nantinya dapat bekerja dengan baik, maka perancangan dari dapur ini meliputi perencanaan konstruksi dapur,pemilihan bahan dapur, besar kalor yang dibutuhkan dapur, dan pemakaian bahan bakar.

1.4 Metode Penulisan

Dalam menyelesaikan perancangan dapur Crucible ini dipakai tiga dasar metode dasar penyelesaian yaitu:

1. Survey Lapangan

Disini dilakukan peninjauan pada Laboratorium Foundry yang menggunakan dapur pelebur untuk memperoleh data-data serta membandingkan dengan dapur Crucible yang telah beroperasi yang dipakai di industri-industri pengecoran logam.


(13)

2. Studi Literatur

Berupa kajian literature dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan hal yang dibahas.yang meliputi: perumusan, analisa hasil perhitungan dan pembahasan.

3. Diskusi

Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing dengan mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Logam Bukan Besi (Nonferrous Metal)

Indonesia merupakan negara penghasil bukan besi yaitu penghasil timah, putih, tembaga, nikel, alumunium dan sebagainya. Dalam keadaan murni logam bukan besi ini memiliki sifat yang sangat baik namun untuk meningkatkan kekuatan umumnya dicampur dengan logam lain sehingga membentuk paduan. Ciri dari logam non besi adalah mempunyai daya tahan terhadap korosi yang tinggi, daya hantar listrik yang baik dan dapat berubah bentuk secara mudah. Pemilihan dari paduan logam non besi ini tergantung pada banyak hal antara lain kekuatan, kemudahan dalam pemberian bentuk, berat jenis, harga bahan baku, upah pembuatan dan penampilannya.

Logam bukan besi ini di bagi dalam dua golongan menurut berat jenisnya, yaitu logam berat dan logam ringan. Logam berat adalah logam yang mempunyai berat jenis diatas 5 kg/m3.

Berat jenis dari masing-masing non besi ini dapat dilihat pada tabel 2.1. Secara umum dapat dinyatakan bahwa makin berat suatu logam bukan besi maka makin banyak daya tahan korosinya. Bahan logam bukan besi yang sering dipakai adalah paduan tembaga, paduan alumunium, paduan magnesium, dan paduan timah. Tabel 2.1 ini memperlihatkan perbandingan berat jenis serta berbagai logam bukan besi.

Tabel 2.1 Berat jenis beberapa jenis logam Logam Berat Jenis (Kg/m3) Alumunium Tembaga Kuningan Timah hitam Magnesium Nikel Seng Besi Baja 2.643 8.906 8.750 11.309 1.746 8.703 7.144 7.897 7.769


(15)

2.2 Tembaga dan Paduannya

Tembaga diperoleh dari bijih tembaga yang disebut Chalcoporit. Chalcoporit ini merupakan campuran Cu2S dan Cu Fe S2 dan terdapat dalam tambang-tambang dibawah permukaan tanah.

Secara industri sebagian besar penggunaan tembaga dipakai untuk kawat atau bahan penukar panas karena sifat tembaga yang mempunyai sifat hantaran listrik dan panas yang baik. Tembaga ini jika dipadukan dengan logam lain akan menghasilkan paduan yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Dan yang paling sering dipakai adalah campuran antara tembaga dan timah, mangan yang biasa disebut perunggu digunakan untuk bagian-bagian mesin khusus dimana diperlukan sifat-sifat yang luar biasa

Paduan antara tembaga dengan unsur-unsur lain dapat membentuk paduan lain seperti:

1. Brons

Brons adalah paduan antara tembaga dengan timah dimana kandungan dari timah kurang dari 15% karena mempunyai titik cair yang kurang baik maka brons biasanya ditambah seng, fosfor, timbal dan sebagainya.

2. Kuningan

Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dimana kandungan seng sampai kira-kira 40%. Dalam ketahanan terhadap korosi dan aus kurang baik dibanding brons tetapi kuningan mampu cornya lebih baik dan harganya lebih murah.

3. Brons Alumunium

Brons alumunium ini adalah paduan dari tembaga dan alumunium dengan tambahan nikel dan mangan. Kandungan alumunium 8-15,5%, nikel kurang dari 6,5% mangan kurang dari 3,5% dan sisanya adalah tembaga.

Untuk diagram fasa dan paduannya dapat dilihat pada gambar 2.1 kesetimbangan fasa tembaga dimana pada diagram ini dapat dilihat temperatur terbentuknya fasa cairan, fasa α dan fasa β pada logam tembaga


(16)

serta mengetahui temperatur cair dari kadar komposisi tembaga dengan kadar 100% Cu atau tembaga murni adalah 1084°C.

Gambar 2.1 Diagram fasa tembaga (Cu-Al)

2.3 Seng dan Paduannya

Seng adalah logam bukan besi kedua setelah tembaga yang diproduksi secara besar yang mana lebih dari 75% produk cetak tekan terdiri dari paduan seng. Logam ini mempunyai kekuatan yang rendah dengan titik cair yang juga rendah dan hampir tidak rusak di udara biasa. Dan dapat digunakan untuk pelapisan pada besi, bahan baterai kering dan untuk keperluan percetakan.

Selain itu seng juga mudah dicetak dengan permukaan yang bersih dan rata, daya tahan korosi yang tinggi serta biaya yang murah. Dikenal seng komersial dengan 99,995 seng disebut special high grade. Untuk cetak tekan diperlukan logam murni karena unsur-unsur seperti timah, cadmium dan tin dapat menyebabkan kerusakan pada cetakan cacat sepuh.

Paduan seng banya digunakan dalam industri otomotif, mesin cuci, pembakar minyak, lemari es, radio, gramafon, televisi, mesin kantor dan sebagainya.


(17)

2.4 Magnesium dan Paduannya

Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.

Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah. Logam magnesium ini mempunyai temperatur 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram fasa magnesium (Al-Mg)

Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda dicetak tekan. Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi.


(18)

2.5 Alumunium dan Paduannya

2.5.1 Sejarah Penemuan Alumunium

Bauksit merupakan salah satu sumber alumunium yang terdapat di alam. Bauksit ini banyak terdapat di daerah Indonesia terutama di daerah Bintan dan pulau Kalimantan. Alumunium ini pertama kali ditemukan oleh Sir Humprey Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali oleh H.C. Oersted pada tahun 1825.

C.M. Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult berkebangsaan Prancis, pada tahun 1886 mengolah alumunium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan proses yang dikenal dengan nama proses Bayer untuk mendapat alumunium murni.

Proses Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus yang sudah dikeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda api (NaOH) dibawah pengaruh tekanan dan suhu diatas titik didih. NaOH akan bereaksi dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang larut. Selanjutnya tekanan dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, silicon, titanium dan kotoran-kotoran lainnya dipisahkan. Lalu alumina natrium tersebut dipompa ke tangki pengendapan dan dibubuhkan Kristal hidroksida alumina sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti dipanaskan diatas suhu 980°C dan menghasilkan alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi oksigen dan aluminium murni.Pada setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2 kilogram alumina dan 4 kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahan-bahan lainnya. Penggunaan alumunium ini menduduki urutan kedua setelah besi dan baja dan tertinggi pada logam bukan besi untuk kehidupan industri

2.5.2 Sifat-sifat Alumunium

Dalam pengertian kimia alumunium merupakan logam yang reaktif. Apabila di udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka alumunium akan rusak dan sangat rapuh.


(19)

Permukaan alumunium sebenarnya bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar alumunium oksida yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali pada logam dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan mudah larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan mudah larut pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat pekat tidak berpengaruh terhadap alumunium karena lapisan alumunium kedap terhadap asam.

Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali daya hantar listrik besi. Berat jenis alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan dibandingkan logam lain

Kekuatan alumunium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa paduannya.

Alumunium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan, diputar, dispons, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Dengan proses pemanasan dapat diperoleh alumunium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil. Semua paduan alumunium ini dapat di mampu bentuk (wrought alloys) dapat di mesin, di las dan di patri

2.5.3 Sistem Penomoran Alumunium

Alumunium dapat diklasifikasikan kepada tiga bagian besar yaitu: alumunium komersial murni paduan alumunium mampu tempa, dan alumunium cor. Asosiasi alumunium membuat sistem 4 angka mengidentifikasikan alumunium. Di bawah ini ada tabel 2.2. yang dibuat Asosiasi Alumunium untuk mengidentifikasikan alumunium ini.


(20)

Tabel 2.2 Alumunium Assosiasi Index System

Sistem ini menunjukkan nomor indeks dari paduan alumunium termasuk seperti paduan 99% alumunium murni, coper, mangan, silicon magnesium. Sistem ini tidak menunjukkan paduan terbesar dari elemen alumunium. Angka kedua mempunyai batas 0 sampai dengan 9. Angka nol menunjukkan tidak ada kontrol khusus pada pembuatan alumunium. Angka setelah angka kedua menunjukkan kuantitas minimum dari unsur lain yang tidak dalam kontrol.

Sebagai contoh alumunium dengan nomor seri 1075. Ini berarti alumunium mempunyai 99,75% yang terkontrol atau alumunium murni. Sedangkan 0,25% paduan tanpa kontrol. Nomor 1180 diidentifikasikan sebagai paduan dimana 99,80% alumunium murni dengan 0,20% berbagai

macam campuran tambahan. ………

Pada seri 2010 sampai 7079 setelah angka kedua tidak mempunyai arti khusus hanya menunjukkan pabrikasi. Angka ketiga dan terakhir memperlihatkan berapa paduan yang terkandung pada saat proses pembuatan. Sebagai contoh alumunium seri 3003 adalah alumunium mangan alloy yang mengandung sekitar 1,2% mangan dan minimum 90% alumunium. Contoh lain misalkan 6151 alumunium, adalah paduan alumunium dengan silicon-magnesium-chromium. Disini angka 6 menunjukkan bahwa paduan adalah magnesium silicon, dan angka 151 sebagai identitas paduan khusus dan persentase dari paduan. Jika angka 1

Paduan Alumunium Nomor

Alumunium 99,5% murni Alumunium 99,5% murni

Al-Cu merupakan unsur paduan utama Al-Mn merupakan unsur paduan utama Al-Si merupakan unsur paduan utama Al-Mg merupakan unsur paduan utama

Al-Mg dan Si merupakan unsur paduan utama Al-Zn merupakan unsur paduan utama

1001 1100 2010 – 2029 3033 – 3009 4030 – 4039 5050 – 5086 6061 – 6069 7070 – 7079


(21)

pada digit kedua menunjukkan bahwa paduan itu adalah chromium dan kandungannya adalah 0,49%. Berarti paduan itu adalah 99,51% terdiri dari alumunium magnesium dan silicon.

Alumunium juga dapat digolongkan apakah bisa di heat-treatment atau tidak. Alumunium yang tidak dapat dilakukan perlakuan panas termasuk alumunium murni atau seri 1000, mangan atau seri 3000 dan magnesium seri 5000. Alumunium dapat di heat-treatment jika mengandung satu dari copper, magnesium, silicon ataupun zinc. Seri 4000 adalah seri silicon dari paduan alumunium yang sebagian besar dapat dilas dan untuk bahan pengisi pada proses pangelasan.

2.5.4 Paduan-paduan Aluminium yang utama

Alumunium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada alumunium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus.

Adapun paduan-paduan alumunium yang sering dipakai yaitu: 1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang.

2. Al-Mn

Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi.

3. Paduan Al-Si

Sangat baik kecairannya dam mempunyai permukaan yang bagus sekali, mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik sangat ringan, koefisien pemuai yang kecil, dan penghantar yang baik untuk listrik dan panas. Karena kelebihan yang menyolok maka paduan ini sangat banyak dipakai.


(22)

4. Paduan Al-Mg

Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10% mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan di ekstruksi. Karena sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai sebagai bahan untuk kapal laut, kapal terbang serta peralatan-peralatan kimia.

2.5.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, paduan coran alumunium ini mengandung 4-5% Cu. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Si sefektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas pada paduan ini dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik kira-kira 25kgf/mm2

Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5%ditemukan oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat, dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal disebut paduan alumunium dengan nomor 2017, komposisi standarnya adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya yaitu duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang buruk, jadi apabila diingini ketahanan korosi yang tinggi maka permukaanya dilapisi dengan Al murni atau paduan alumunium yang tahan korosi yang disebut pelat alklad. Paduan dalam sistem ini terutama dipakai sebagai bahan pesawat terbang. Tabel dibawah ini menunjukkan sifat-sifat paduan alumunium ini


(23)

Tabel 2.3. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg Paduan Keadaa

n

Kekuatan tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanjangan (%)

Kekuatan geser (kgf/mm2)

Kekerasan Brinel

Batas lelah (kgf/mm2) 175 (2017) O T4 18,3 43,6 7,0 28,1 - - 12,7 26,7 45 105 7,7 12,7 A175

(A2017) T4 30,2 16,9 27 19,7 70 9,5

RJ17 Setelah

dianil 42,9 24,6 22 - 100 -

24S (2024) O T4 T36 18,9 47,8 51,3 7,7 32,3 40,1 22 22 - 12,7 28,8 29,5 42 120 130 - - - 14S (2014) O T4 T4 19,0 39,4 49,0 9,8 28,0 42,0 18 25 13 12,7 23,9 29,5 45 100 135 - - -

Paduan Al-Cu-Mg ini dihasilkan melalui proses pencampuran paduan ini pada temperatur 550°C seperti terlihat pada gambar 2.3. dimana pada gambar ini paduan harus diupanaskan sampai temperatur A sehingga komponen-komponen larutan membentuk larutan padat.


(24)

2.5.6 Paduan Al-Si (4030-4039)

Paduan Al-Si ini sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus sekali, pada ketegasan panas dan sangat baik untuk paduan cor. Sebagai tambahan paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik dan sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Karena mempunyai kelebihan yang mencolok ini maka paduan ini sangat banyak dipergunakan. Paduan Al-Si ini ditemukan pertama kali oleh A. Pacz pada tahun 1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin.

Paduan Al-Si dengan kandungan 12% sangat banyak dipakai untuk paduan cor cetak. Tetapi dalam hal modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat paduan ini dapat diperbaiki dengan perlakuan panas dan sedikit diperbaiki dengan tambahan unsur paduan lainnya yang umum dipakai yaitu 0,15 – 0,4% Mn dan 0,5% Mg. paduan yang diberi perlakuan peraturan dan ditempa dinamakan silumin β. Paduan yang memerlukan paduan panas ditambah juga dengan unsur Mg, Cu dan Ni untuk memberikan kekerasan pada saat proses pemanasan. Bahan ini biasa dipakai untuk torak motor. Tabel 2.4 ini menunjukkan kekuatan dan sifat mekanis Al-Si.

Tabel 2.4 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si

Paduan Perlakuan Temperatur Uji (°C)

Sifat-sifat mekanik Kekuatan

tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanjangan (%) Alcoa 32S Al-12,5Si-1,0Mg-0,9Cu-0,9Ni (untuk dibentuk)

T6: 510-521°C, 4 jam dicelup dingin air, 160-174°C, 6-10 jam penuaan

24 204 316 371 39,2 11,2 4,2 2,5 32,2 7,7 2,5 1,4 8 30 60 120 Alcoa A132 Al-12Si-2,5Ni-1,2Mg-0,8Cu

(untuk dicor cetak)

T551: 168-174°C, 14-18 jam dianil, tanpa perlakuan pelarutan 24 204 316 25,2 16,1 7,7 19,6 9,5 3,5 0,5 2,0 8,0 Alcoa D 132

Al-9Si-3,5Cu-0,8Mg-0,8Ni

(untuk dicor cetak)

T5: 204°C, 7-9 jam dianil, tanpa perlakuan pelarutan

24 204 316 371 25,2 14,4 6,3 3,9 19,6 9,1 4,2 2,8 1,0 5,0 20,0 40,0


(25)

Pada gambar 2.4 juga dapat dilihat terjadinya diagram fasa dari paduan ini dimana dari gambar ini dapat diketahui titik eutektik yaitu pada suhu 577°C serta fasa paduan mencair serta terjadinya fasa lainnya.

Gambar 2.4 Diagram Fasa Al-Si

Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya mempunyai koefisien yang rendah juaga apabila ditambah Si lebih banyak. Berbagai cara dicoba untuk memperhalus butir primer Si, seperti yang telah dikembangkan pada paduan Hypereotektik Al-Si sampai dengan 29%Si. Paduan Al-Si juga banyak dipakai untuk elektroda pengerasan terutama yang mengandung 5% Si.

2.5.7 Paduan Al-Mg-Si (6001 – 6069)

Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi. Paduan alam sistem ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya


(26)

tetapi sangat liat dan sangat baik mampu bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi.

Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi. Kelebihan dari paduan Al-Mg-Si dapat dilihat pada tabel 2.5, sedangkan untuk perubahan fasa dari paduan ini dapat dilihat dari gambar 2.5.

Tabel 2.5 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si (lit 8 hal 139) Paduan Keadaan

Kekuatan tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanjangan (%)

Kekuatan geser (kgf/mm2)

Kekerasan Brinell

Kekuatan lelah (kgf/mm2)

6061 O T4 T6 12,6 24,6 31,6 5,6 14,8 28,0 30 28 15 8,4 16,9 21,0 30 65 95 6,3 9,5 9,5 6063 T5 T6 T83 19,0 24,6 26,0 14,8 20,8 24,6 12 12 11 11,9 15,9 15,5 60 73 82 6,7 6,7 -


(27)

2.5.8 Paduan Al-Mg-Zn (7075)

Alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Telah Diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan

Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarasi dan kawan-kawan mengadakan studi dan berhasil mengembangkan suatu paduan logam dengan penambahan kira-kira 3% Mn atau Cr dimana butir kristal dapat diperhalus dan mengubah bentuk resivitasi serta retakan korosi tegangan hampir tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan Duralumin super ekstra.

Paduan yang terdiri dari 5,5% Zn, 2,5-1,5% Mn, 1,5% Cu, 0,3% Cr, 0,2% Mn dan sisanya Al sekarang dinamakan paduan 7075 mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduan-paduan lainnya. Sifat-sifat mekaniknya dapat dilihat pada tabel 2.6. Penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi untuk pesawat terbang. Disamping itu penggunaannya juga penting untuk bahan konstruksi. Perubahan fasa dari paduan ini dapat dilihat pada gambar 2.6. dimana pada gambar ini dapat dilihat fasa-fasa untuk mendapatkan paduan ini.

Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Zn (lit 8 hal 141)

Perlakuan panas

Kekuatan tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanjangan

(%) Kekerasan

Kekuatan geser (kgf/mm2)

Kekuatan lelah (kgf/mm2) (a) (b) Rockwell Brinell

Bukan Klad O T6 23,2 58,4 10,5 51,3 17 11 16 11 E60-70 B85-95 60 150 15,5 33,8 - 16,2 Klad O T6 22,5 53,4 9,8 47,1 17 11 - - - E88-111 - - 15,5 32,3 - -


(28)

Gambar 2.6 Diagram Fasa paduan Al-Mg-Zn

2.6 Dapur Crucible

Dapur Crucible adalah jenis dapur yang paling tua digunakan. Dapur ini mempunyai konstruksi paling sederhana. Dapur ini ada yang menggunakan kedudukan tetap dimana pengambilan logam cair dengan memakai gayung. Dapur ini sangat Fleksibel dan serba guna untuk peleburan yang skala kecil dan sedang. Bahan bakar Dapur Crucible ini bisa berupa gas, padat, dan cair. Karena bantuknya yang sederhana maka dapur ini mudah dalam mengawasi operasinya. Ada pula dapur yang dapat dimiringkan sehingga pengambilan logam dengan menampung dibawahnya. Dapur ini biasanya dipakai untuk skala sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini ada yang dioperasikan dengan tenaga listrik sebagai alat pemanasnya yaitu dengan induksi listrik frekuensi rendah dan juga dapat dengan bahan bakar gas atau minyak, sedangkan dapur Crucible yang memakai burner sebagai alat pemanas dengan kedudukan tetap dapat dilihat pada gambar 2.7.


(29)

Gambar 2.7 Dapur kedudukan tetap


(30)

Tanur udara terbuka adalah tanur yang bentuknya seperti tungku yang agak rendah dan logam cair akan akan melebur dan dangkal. Pada bagian bawah tanur dipasang 4 buah ruang pemanas (regenerator ). Tanur juga disangga oleh dua buah rol yang memungkinkan untuk dimiringkan pada saat pengeluaran terak atau logam cair. Burner diletakkan pada kedua sisi tanur dan dioperasikan secara periodik untuk mendapatkan panas yang merata. Bahan bakar yang digunakan adalah gas atau minyak. Udara pembakaran dan bahan bakar biasanya dipanaskan mula dengan melewatkan pada ruang pemanas dibawah tanur. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya pembakaran dan menjaga agar tidak terjadi perubahan suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di sisi depannya. Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja. Tanur udara terbuka dapat dilihat pada gambar 2.9 dibawah ini

Gambar 2.9. Tanur udara terbuka (a) tanur udara terbuka (b) penampang melintang

Tanur udara adalah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka. Bentuknya hampir sama dengan tanur udara terbuka, penampang tempat logam cair berbentuk lebar dan dangkal. Tanur dipanaskan dengan alat pemanas dengan bahan bakar minyak . Burner dan udara pembakaran ditempatkan pada salah satu ujung tanur dan udara sisa pembakaran akan


(31)

keluar dari ujung yang lain. Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik pada dapur ini dibanding dengan dapur Kupola. Bila ingin melakukan penambahan dilakukan dengan membuka tutup tanur dan menuangkannya dari atas.

Tanur ini biasanya digunakan untuk melebur besi cor putih dan besi cor mampu tempa, dan kadang juga digunakan untuk peleburan logam non besi. Biaya operasi tanur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kupola. Sering juga tanur ini dikombinasikan dengan kupola dalam operasinya. Mula-mula peleburan dilakukan dengan kupola kemudian cairan dipindahkan ke tanur udara untuk diatur komposisinya. Skema tanur udara dapat dilihat pada gambar 2.10

Gambar 2.10. Penampang tanur udara

Tanur induksi listrik adalah tanur yang melebur logam dengan medan elektromagnet yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendah maupun yang berfrekuensi tinggi. Tanur induksi biasanya berbentuk Crucible yang dapat dimiringkan. Tanur ini dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja perkakas, baja untuk cetakan, baja tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi. Tanur ini bekerja berdasarkan arus induksi yang timbul dalam muatan yang menimbulkan panas sehingga memanasi Crucible dan mencairkan logam di dalam Crucible. Bentuk dari tanur induksi listrik dapat dilihat pada gambar 2.11. di bawah ini……


(32)

Gambar 2.11. Tanur Induksi (a) Penampang (b) Kumparan yang bisa diangkat (c) Garis gaya pada Tanur Induksi


(33)

2.7 Batu Tahan Api

Pemilihan bahan batu yang akan digunakan untuk dapur pelebur tipe Crucible dengan bahan bakar padat ini, ditentukan dengan memperhatikan sifat-sifat dapur tersebut seperti dapur yang bekerja sampai temperatur 13000C serta perhitungan biaya dari banyaknya batu bata yang digunakan.

Diharapkan pada suhu yang direncanakan tersebut bahan dari dapur tidak akan berubah sifatnya akibat pembebanan panas sehingga terjadi perubahan struktur dari bahan. Koefisien dari daya hantar panas juga tergantung dari suhu karena koefisien ini akan berkurang nilainya bila suhu dinaikkan. Oleh karena itu dalam pemilihan batu bata untuk lapisan dinding dapur dan alas dapur bahannya haruslah ditentukan dan dipilih sebaik mungkin agar dapat bertahan lama dan dapat meningkatkan efisiensi dapur.

2.7.1 Pemilihan Batu Tahan Api

Batu bata yang umum digunakan unuk dapur pelebur tipe Crucible adalah Batu bata yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a) Tidak melebur pada suhu yang relatif tinggi

b) Sanggup menahan lanjutan panas yang terjadi tiba-tiba ketika pembebanan suhu

c) Tidak hancur di bawah pengaruh tekanan yang tinggi ketika digunakan pada suhu yang tinggi.

d) Mempunyai koefisien thermal yang rendah sehingga dapat memperkecil suhu yang keluar

e) Memiliki tekanan listrik yang tinggi jika digunakan untuk dapur listrik.

Bahan batu bata ini diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu golongan Asam, Basa dan Netral. Pemilihan ini sesuai dengan dapur apa yang akan dipergunakan. Adapun bahan-bahan dari bahan batu bata ini adalah:


(34)

1. Bahan Batu Bata Jenis Asam

Biasanya terdiri dari pasir silika dan tanah liat tahan api. Silika dalam bentuk murni melebur pada suhu 1710 oC bahan ini terdiri dari hidrat alumina silica (Al2O3, 2SiO2, 2H2O ).

2. Bahan Batu Bata Jenis Basa

Biasanya terdiri dari magnesia, clionic magnesia, dan dolomite magnesia mempunyai titik lebur tinggi dan baik untuk melawan korosi, bahan-bahan ini terdiri dari 20 -30 % MgO dan 70 -80 % cliromite dolomite terdiri dari kalsium karbinat dan magnesia (CaCO3, MgCO3). Dolomite stabil yang terdiri dari CaCO3, SiO3,, MgO adalah bahan yang lebih baik daripada dolomite biasa sehingga lebih tidak mudah retak.

3. Bahan Batu Bata Jenis Netral

Terdiri dari karbon, grafit, cliromite, dan silimanite. Bahan ini tidak membentuk fasa cair pada pemanasan penyimpan kekuatan pada suhu tinggi jenis cliromite terbuat dari biji cliromite yang komposisinya terdiri dari 32 % FeO dan 68 % CrO3 dan mempunyai

titik cair sekitar 2180 0C silimate terdiri dari 63 % Al2O3, dan 37 % SiO2 dan mempunyai titik cair sekitar 1900 0C)

2.7.2 Bahan Batu Tahan Api

Bahan dasar untuk pembuatan batu bata yang dibakar adalah tanah liat. Tanah liat itu terjadi dari tanah napal ( tanah tawas asam kersik) yang dicampur dengan bahan yang lain seperti pasir. Bahan dasar tanah liat didapat di alam dalam berbagai susunan yang dapat dipakai begitu saja untuk industri batu bata. Dua sifat menyebabkan tanah liat cukup dipakai untuk industri bakar:

1. Keadaan liat atau dapat diremas yang perlu untuk tetap berada dalam bentuk yang sekali diberikan

2. Struktur seperti batu bata yang baru terjadi setelah hasil pembakaran. Jika panas terlampau tinggi dalam pembakaran maka bahan bakar dapat melebur. Tidak semua jenis tanah liat melebur pada saat yang sama.


(35)

Dasar dan susunan bahan-bahan menentukan besarnya derajat panas yang dibutuhkan . Untuk menggantikan struktur asli dalam struktur batu bata atau untuk melebur batu bata. Kualitas hasil yang didapat bertalian rapat dengan susunan. Tanah liat ,zat bakar ,panas yang terjadi jika membakar dan lamanya membakar... (lit 11 hal 136)

Bahan tahan panas yang dipakai untuk apur ini adalah batu bata deli clay dan biasa juga disebut dengan batu bata pakam yang termasuk golongan bahan batu bata jenis asam dimana konduktivitas dari batu bata ini adalah 0,69 W/m 0C. Pemilihan batu bata ini berdasarkan penelitian yaitu batu bata dipanasi sampai suhu kurang lebih 1000 0C di dalam oven pemanas dilakukan berulang kali dan diteliti keadaannya. Ternyata batu bata ini tidak mengalami perubahan bentuk struktur mekanis dan fisiknya secara besar atau batu bata ini mampu dan sesuai untuk digunakan pada dapur peleburan ini... (lit 11 hal 136)

Dengan tahannya batu bata ini dipanasi sampai suhu diatas 1200 0C, sedangkan suhu dapur yang direncanakan hanya lebih kurang 1000 0C sehingga batu bata deli clay ini dapat digunakan untuk dapur pelebur, selain itu harga dari tiap batu bata deli clay relative murah dari batu bata jenis lain serta mempunyai kekuatan yang baik sehingga dapat menahan beban yang akan ditumpu oleh batu bata ini , keuntungan yang lain adalah konduktivitas dari batu bata ini juga kecil sehingga dapat mengurangi panas yang keluar dari ruang bakar sehingga efisiensi panas dapat lebih ditingkatkan... (lit 11 hal 136)

2.8 Semen Tahan Api

Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat batu tahan api yang satu dengan batu tahan api yang lain. Bahan pengikat juga dapat digunakan untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu tahan api sehingga mengurangi terbuangnya panas di dalam ruang bakar. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api.

Untuk dapur peleburan ini dipakai bahan pengikat yaitu semen tahan api yang dijual dipasaran dengan komposisi kimia :


(36)

a) SiO2 dengan kadar 96,33 % b) Al2O3 dengan kadar 0,28 % c) CaO dengan kadar 2,74 % d) Fe2O3 dengan kadar 0,56 % e) Na2O dengan kadar 0,04 % f) K2O dengan kadar 0,04 % g) TiO2 dengan kadar 0,03 %

Sebagai bahan pengikat, semen ini dicampur dengan air dan pasir silica dengan perbandingan 1 : 2 : 3. Campuran semen dan pasir silica ini kemudian diaduk selama kurang lebih 2 menit dan kemudian ditambahkan air dan diaduk kurang lebih 3 menit. Kadar air harus dijaga sebaik mungkin karena bila kadar air berlebihan akan menyebabkan gelembung gas dan lubang-lubang kecil sedangkan bila air terlalu sedikit semen akan kehilangan sifat lekatnya sehingga tidak dapat mengikat batu bata dengan baik dan akibatnya batu bata dapat ambruk atau berlepasan. Selain kadar air yang berlebihan menyebabkan air berusaha melepaskan diri sehingga akibatnya permeabilitas permukaan yang besar.

Pemakaian bahan pengikat juga memerlukan teknik yang baik. Kadar semen dan pasir silica juga menjadi faktor yang penting karena bila kadar semen yang terlalu sedikit selain menyebabkan kehilangan sifat lekatnya juga dapat membentuk gumpalan-gumpalan pasir serta menyebabkan konstruksi batu bata mudah dibongkar.

2.9Perpindahan Panas

Penerapa prinsip-prinsip perpindahan kalor untuk merancang (design) alat-alat guna mencapai sesuatu tujuan teknik sangatlah penting, karena dalam menerapkan prinsip ke dalam rancanganlah orang bekerja ke arah pencapaian tujuan untuk mengembangkan barang hasil yang

memberikan manfaat ekonomi. Akhirnya ekonomi pulalah yang memegang peranan penting dalam perancangan dan dan pemilihan material penukar kalor.


(37)

Setiap penerapan tertentu akan menentukan kaidah yang harus dipatuhi untuk mendapatkan rancangan yang terbaik yang sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan ekonomi.

Dalam perancangan dinding dapur menggunakan batu tahan api dan plat berbentuk tabung. Perpindahan panas dari tabung ini menggunakan rumus :

T1 Tf = T2

R1 = R2 =

q

=

=

…..…….………..(lit 5 hal.65)

dimana :

q = perpindahan kalor T1 = suhu dalam T2 = suhu luar

K = konduktifitas termal

h = koefisien perpindahan kalor L = panjang selinder


(38)

Pada perancangan ini dingunakan 2 jenis material yaitu batu tahan api dan plat baja, maka bentuk dari dinding ini seperti selinder 2 lapis. Untuk selinder 2 lapis ini digunakan persamaan :

R2 =

T1 T2

R1 = R3 =

Maka digunakan persamaan:

q =


(39)

BAB III

PERENCANAAN DAPUR

3.1 Konstruksi Dapur Pelebur

Crucible ini dirancang untuk melebur logam, dalam perancangan ini adalah paduan aluminium. Selanjutnya setelah logam mencair, logam cair tersebut dituang ke dalam cetakan kemudian dilakukan proses pendinginan dan selanjutnya dilakukan proses permesinan.

Pada gambar 3.1 dapat dilihat bentuk konstruksi dari Dapur Crucible yaitu sebuah cawan pelebur (Crucible Grafit) yang terletak ditengah-tengah sebuah yang tumpu oleh batu tahan api dan dilapisi dengan penyekat panas kemudian terdapat ruang bakar diantara cawan pelebur dan dinding penyekat panas.


(40)

Gambar 3.2. Dapur Pelebur

Alasan pemilihan dapur Crucible yang akan digunakan di banding dengan memakai dapur pelebur jenis lainnya karena:

a. Dapur pelebur ini tidak memerlukan teknik

pengoperasian yang terlalu rumit dibanding dapur pelebur jenis lainnya, sehingga cocok digunakan untuk penelitian dan praktikum bagi Laboratorium Foundry. b. Dapur Crucible ini dapat menggunakan bahan bakar

yang ekonomis sesuai dengan kemampuan mahasiswa, seperti batubara.

c. Cocok digunakan untuk melebur logam bukan besi yang mempunyai temperatur cair yang cukup tinggi seperti alumunium dan Tembaga.

d. Mudah dalam pengoperasiannya terutama untuk pengambilan terak pada logam alumunium.


(41)

Crucible ini memakai bahan bakar batubara yang memanasi sebuah cawan lebur yang terletak ditengah-tengah sebuah silinder baja yang dilapisi dengan batu tahan api, dimana antara cawan lebur dan batu bata tersebut terdapat ruang bakar.

3.2 Cawan Lebur

Fungsi cawan lebur adalah tempat untuk menahan logam cair dalam tungku peleburan selama proses peleburan berlangsung. Cawan tersebut harus mempunyai titik cair yang jauh lebih tinggi dari titik cair logam yang akan dilebur.

Banyak jenis bahan cawan lebur yang mempunyai bahan dan ketahanan panas yang berbeda. Pemilihan cawan harus sesuai dengan kapasitas dan logam apa yang akan dilebur. Adapun jenis-jenis cawan lebur yang sering dipakai adalah:

1. Crucible Baja cor

Crucible Baja cor dapat dijadikan crucible karena baja ini adalah logam yang memiliki titik lebur yang tinggi. Baja ini mempunyai titik lebur hingga 1425°C. Namun logam ini hanya dapat digunakan untuk melebur logam-logam yang mempunyai titik cair rendah seperti aluminium.

Biasanya crucible jenis ini dipakai di home industri untuk peleburan aluminium, karena rucible baja cor ini mempunyai kelemahan, crucible ini tidak mampu melebur logam dengan kapasitas besar secara terus menerus. Jika digunakan secara terus menerus dapat mengakibatkan penipisan pada dinding luar sehingga kurang baik jika dipakai oleh industri peleburan.


(42)

2. Crucible Grafit

Crucible Grafit adalah crucible yang paling sering digunakan pada industri peleburan. Crusible jenis ini sangat baik digunakan untuk peleburan logam. Grafit adalah bahan yang ideal digunakan dalam proses peleburan karena grafit mempunyai titik lebur yang tinggi. Grafit mempunyai titik lebur hingga 3623°C. Komposisi dari crucible grafit ini adalah karbon dan karbida silikon.

Crucible grafit ini dibuat dengan proses sintering. Sintering adalah proses pemanasan dibawah suhu leleh dan dalam bentuk padat untuk membentuk fase tertentu dan mengompakkan komposisi fase yang diinginkan. Sintering menggunakan energi panas untuk proses penyatuan antar partikel.

3. Crucible Keramik

Keramik juga mempunyai sifat keras, kuat dan stabil dalam temperature tinggi. Sifat keramik yang baik inilah yang membuat keramik sering digunakan dalam bahan untuk pembuatan alat mesin yang bekerja dalam temperature tinggi seperti turbin dan kendaraan.

Keramik yang mempunyai senyawa oksida dan sulfida yang mempunyai sifat konduktor yang baik. Crucible ini baik digunakan pada dapur induksi. Tetapi crucible jenis ini jarang digunakan dalam industri peleburan karena mengingat harganya yang mahal. Pada perencanaan ini cawan lebur yang dipakai adalah Crucible Grafit yang dapat menampung 50 kg logam cair aluminium dan mempunyai titik lebur yang tinggi sehingga sifatnya tidak berubah pada saat proses peleburan. Pemilihan cawan lebur berbahan grafit ini sebagai cawan lebur didasarkan pada logam


(43)

yang akan dilebur yaitu alumunium dengan temperatur cair 659°C dan temperatur tuang 750°C, sedangkan cawan lebur grafit mempunyai titik lebur 3623°C. Cawan lebur yang akan direncanakan ini juga harus mempunyai ruang volume cawan yang mampu menampung logam cair alumunium sesuai dengan spesifikasi tugas yaitu kurang lebih 50 kg metal cair.

Dapat diketahui temperatur cair dari cawan lebur yaitu Crucible Grafit berkisar 3623°C. sedangkan dapur ini hanya bekerja pada temperatur maksimum 1300°C dan masih berada dibawah batas temperatur kerja dari cawan berbahan grafit ini.

Maka dapat dibuat sifat-sifat Crucible yang digunakan yaitu:

Bahan : Grafit

Titik Cair : 3623° K

Koefisien Pemuaian Panas : 10 × 10-6/°C

Kekuatan tarik : 70 kg/mm2

Bentuk ukuran dari cawan lebur dapat dilihat pada gambar 3.2


(44)

3.3 Batu Tahan Api

Batu adalah bahan yang dapat menahan temperatur tinggi dari panas yang terjadi di dalam dapur selama beroperasi. Terdiri dari pasir silika dan tanah liat tahan api.

Pada batu bata tahan api terdapat dua jenis bata yang di pergunakan yaitu:

1 . Bata tahan api empat persegi panjang . Dimana ukuranya sebagai berikut: Panjang = 200 mm

Lebar = 100 mm

Tinggi = 50 mm 2 . Bata tahan api segitiga lancip

Dimana ukuranya sebagai berikut: Panjang = 140 mm

Lebar = 70 mm

Tinggi = 50mm

Dimensi batu bata dapat dilihat pada gambar 3.3


(45)

Untuk dinding dan alas dapur diperlukan kombinasi tipe empat persegi panjang dan tipe segitiga lancip sedangkan untuk pendukung cawan pelebur digunakan tipe lurus. Batu bata disusun dan sebagai bahan pengikat dipakai semen tahan api dengan karakteristik sebagai berikut :

Titik lebur : 1715°C

Konduktivitas : 1,16 W/m°C

3.4 Penumpu Cawan Lebur

Penumpu cawan lebur berfungsi untuk menumpu cawan lebur pada ruang bakar. Penumpu ini terbuat dari batu bata tahan api yang mampu menahan temperatur 1715°C sedangkan temperatur ruang bakar hanya sampai sekitar 800°C. Penumpu juga harus mempunyai kekuatan untuk menahan beban dari crucible dan aluminium yang akan di cairkan. Dengan pertimbangan ini maka penumpu menggunakan batu tahan api jenis SK-32 yang mempunyai karakteristik:

Tinggi : 100 mm Lebar : 50 mm Panjang : 200 mm

Penumpu ini akan menahan berat dari logam yang akan dilebur dan berat dari cawan lebur.


(46)

3.5 Semen Tahan Api

Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat batu tahan api yang satu dengan batu tahan api yang lain. Bahan pengikat juga dapat digunakan untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu tahan api sehingga mengurangi terbuangnya panas di dalam ruang bakar. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api.

Untuk dapur peleburan ini dipakai bahan pengikat yaitu semen tahan api yang dijual dipasaran dengan komposisi kimia : a. SiO2 dengan kadar 96,33 %

b. Al2O3 dengan kadar 0,28 %

c. CaO dengan kadar 2,74 % d. Fe2O3 dengan kadar 0,56 % e. Na2O dengan kadar 0,04 % f. K2O dengan kadar 0,04 % g. TiO2 dengan kadar 0,03 %

Ketahanan temperatur dari semen tahan api ini adalah 1400oC. Sebagai bahan pengikat, semen ini dicampur dengan air dan pasir silica dengan perbandingan Air : Pasir : Semen Tahan Api = 1 : 2 : 3.

3.6. Dinding Luar

Dinding luar yang dipakai pada dapur terbuat dari baja karbon dengan pengerjaan tempa. Penempaan plat baja menggunakan system rol sehingga membentuk selinder. Plat ini digunakan untuk mempermudah penyusunan batu tahan api pada saat proses pembuatan dapur, juga dapat mencegah robohnya susunan batu tahan api pada saat peleburan.


(47)

Pada dapur ini digunakan plat yang mempunyai ketebalan 2,5 mm, sehingga memudahkan pada saat pengerolan.

Karakteristik dari dinding luar ini adalah:

Bahan : Baja karbon rendah AISI 1019 Titik cair : 1170°C

Konduktivitas thermal : 54 W/m°C Kekuatan tarik : 47 kg/mm2

Gambar 3.6 Dinding luar

3.8 Pemilihan Alat Bantu Pembakaran

Bahan bakar yang digunakan pada crucible ini adalah batubara. Dalam hal ini pembakaran batubara tidak dapat dibakar begitu saja untuk memanaskan paduan aluminium, tetapi arus menggunakan alat bantu pembakaran yang dapat menyuplai oksigen ke dalam ruang bakar. Untuk itu digunakan blower. Blower berfungsi untuk mensuplai oksigen ke dalam ruang bakar


(48)

agar pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar lebih maksimal. Penggunaanya memang sudah banyak di kalangan industri-industri, terutama yang memakai bahan bakar padat.

Pemilihan blower dalam hal ini menyusuaikan dengan rancangan lubang yang ada pada dapur. Dalam perancangan ini, digunakan blower tipe sentrifugal. Salah satu jennisnya adalah blower keong.

Adapun spesifikasi dari blower ini adalah:

Merk : Katsu ( Made In China )

Tipe : sentrifugal

Ukuran ; 2”

Putaran : 6000 rpm

Kapasitas Blower : 109,281 /kg

Penggunaan blower pada dapur tidak terlalu rumit, hanya dengan meletakkan blower di muka lubang tempat masuk bahan bakar, lalu dihidupkan sampai paduan alumunium mencair. Gambar blower dapat kita lihat pada gambar 3.7 di bawah ini :


(49)

BAB IV

PEMILIHAN BAHAN

4.1 CAWAN LEBUR

Fungsi cawan lebur adalah tempat untuk logam cair selama proses peleburan berlangsung. Cawan tersebut harus mempunyai titik cair yang jauh lebih tinggi dari titik cair logam yang akan dilebur. Pada perencanaan ini cawan lebur yang dipakai adalah Crucible Grafit yang dapat menampung 50 kg logam cair. Crucible Grafit ini bagian atasnya mempunyai lubang tempat masuknya logam yang akan di cairkan.

Dari kapasitas cawan lebur yang mempunyai kapasitas sebesar 50 kg maka bias didapat volume dari cawan lebur.

Volume dari cawan lebur adalah: V =

=

= 0,0188 m

3

= 18,8 liter Maka volume dari cawan lebur adalah 18,8 liter.

Agar cairan tidak tumpah maka ditambahkan 10% dari dimensi cawan lebur:

Volume Crucible = 18,8 +    

18,8

100 10

x

= 18,8 +1,8 = 20,6 liter


(50)

Untuk mendapatkan tinggi yang sesuai pada cawan lebur ini, maka untuk diameter luar dan tebal dari cawan lebur ini ditentukan dengan besar yaitu:

Diameter luar : 300 mm

• Tebal : 2,8mm

Maka dari volume cawan lebur yang mempunyai volume sebesar 20,6 liter dapat ditentukan ukuran dari tinggi cawan lebur yaitu:

Volume 20,6 liter = 0,020 m3

Volume = volume bola + Volume selinder

= π + (Luas alas × Tinggi)

20600000 mm3 = (3,14)(122 mm)3 + (3,14 × (122 mm)2 × T )

20600000 mm3 = 3801175,2 mm3 + 46735,76mm2 T

T =

= 359,44 mm

Dari hasil perhitungan maka didapat tinggi dari dimensi cawan lebur sebagai berikut:

• Tinggi : 482 mm

Dari data diatas maka dapat dihitung masa cawan lebur:

- -

= 25,43 + 1,3468 = 26,798 kg


(51)

Pemilihan silinder grafit ini sebagai cawan lebur didasarkan pada logam yang akan dilebur yaitu alumunium dengan temperature cair 659°C dan tembaga dengan temperature cair 1083 °C, sedangkan silinder grafit mempunyai titik lebur 3623°C. Cawan lebur yang akan direncanakan ini juga harus mempunyai ruang volume cawan yang mampu menampung logam cair alumunium sesuai dengan spesifikasi tugas yaitu kurang lebih 50 kg metal cair.

Maka dapat dibuat sifat-sifat Crucible yang digunakan yaitu:

Bahan : Grafit

Titik Cair : 3623° K

Koefisien Pemuaian Panas : 10 × 10-6/°C

Kekuatan tarik : 70 kg/mm2

Bentuk ukuran dari cawan lebur dapat dilihat pada gambar 4.1


(52)

4.2 Batu Tahan Api

Pemilihan bahan batu bata yang akan digunakan untuk dapur pelebur tipe Crucible dengan bahan bakar batu bara ini, ditentukan dengan memperhatikan sifat-sifat dapur tersebut seperti dapur yang bekerja sampai temperatur 13000C .

Diharapkan pada suhu yang direncanakan tersebut bahan dari dapur tidak akan berubah sifatnya akibat pembebanan panas sehingga terjadi perubahan struktur dari bahan. Koefisien dari daya hantar panas juga

tergantung dari suhu karena koefisien ini akan berkurang nilainya bila suhu dinaikkan.

Oleh karena itu dalam pemilihan batu bata untuk lapisan dinding dapur dan alas dapur bahannya haruslah ditentukan dan dipilih sebaik mungkin agar dapat bertahan lama, tidak mudah pisah dan dapat meningkatkan efisiensi dapur. Batu yang digunakan adalah jenis SK-32,yang mempunyai karakteristik:

Titik lebur : 1715°C

Konduktivitas : 1,16 W/m°C

Dimensi batu tahan api dapat dilihat pada gambar 4.2


(53)

4. 2.1 Pemilihan Batu Tahan Api

Batu bata yang umum digunakan unuk dapur pelebur tipe Crucible adalah Batu bata yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a) Tidak melebur pada suhu yang relatif tinggi

b) Sanggup menahan lanjutan panas yang terjadi tiba-tiba ketika pembebanan suhu

c) Tidak hancur di bawah pengaruh tekanan yang tinggi ketika digunakan pada suhu yang tinggi.

d) Mempunyai koefisien thermal yang rendah sehingga dapat memperkecil suhu yang keluar

e) Memiliki tekanan listrik yang tinggi jika digunakan untuk dapur listrik.

Bahan batu bata ini diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu golongan Asam, Basa dan Netral. Pemilihan ini sesuai dengan dapur apa yang akan dipergunakan . Adapun bahan-bahan dari bahan batu bata ini adalah:

1. Bahan Batu Bata Jenis Asam

Biasanya terdiri dari pasir silika dan tanah liat tahan api. Silika dalam bentuk murni melebur pada suhu 1710 oC bahan ini terdiri dari hidrat alumina silica (Al2O3, 2SiO2, 2H2O ).

2. Bahan Batu Bata Jenis Basa

Biasanya terdiri dari magnesia, clionic magnesia, dan dolomite magnesia mempunyai titik lebur tinggi dan baik untuk melawan korosi, bahan-bahan ini terdiri dari 20 -30 % MgO dan 70 -80 % cliromite dolomite terdiri dari kalsium karbinat dan magnesia (CaCO3, MgCO3). Dolomite stabil yang terdiri dari CaCO3, SiO3,, MgO adalah bahan yang lebih baik daripada dolomite biasa sehingga lebih tidak mudah retak.

3. Bahan Batu Bata Jenis Netral

Terdiri dari karbon, grafit, cliromite, dan silimanite. Bahan ini tidak membentuk fasa cair pada pemanasan penyimpan kekuatan pada


(54)

suhu tinggi jenis cliromite terbuat dari biji cliromite yang komposisinya terdiri dari 32 % FeO dan 68 % CrO3 dan mempunyai

titik cair sekitar 2180 0C silimate terdiri dari 63 % Al2O3, dan 37 % SiO2 dan mempunyai titik cair sekitar 1900 0C .

4.2.2 Bahan Batu Tahan Api

Bahan dasar untuk pembuatan batu bata yang dibakar adalah tanah liat. Tanah liat itu terjadi dari tanah napal ( tanah tawas asam kersik) yang dicampur dengan bahan yang lain seperti pasir. Bahan dasar tanah liat didapat di alam dalam berbagai susunan yang dapat dipakai begitu saja untuk industri batu bata. Dua sifat menyebabkan tanah liat cukup dipakai untuk inustri bakar:

1. Keadaan liat atau dapat diremas yang perlu untuk tetap berada dalam bentuk yang sekali diberikan

2. Struktur seperti batu bata yang baru terjadi setelah hasil pembakaran.

Jika panas terlampau tinggi dalam pembakaran maka bahan bakar dapat melebur. Tidak semua jenis tanah liat melebur pada saat yang sama. Dasar dan susunan bahan-bahan menentukan besarnya derajat panas yang dibutuhkan . Untuk menggantikan struktur asli dalam struktur batu bata atau untuk melebur batu bata. Kualitas hasil yang didapat bertalian rapat dengan susunan. Tanah liat ,zat bakar ,panas yang terjadi jika membakar dan lamanya membakar.

Bahan tahan panas yang dipakai untuk dapur ini adalah batu bata pakam yang termasuk golongan bahan batu bata jenis asam dimana konduktivitas dari batu bata ini adalah 0,69 W/m 0C. Pemilihan batu bata ini berdasarkan penelitian yaitu batu bata dipanasi sampai suhu kurang lebih 1700 0C di dalam oven pemanas dilakukan berulang kali dan diteliti keadaannya. Ternyata batu bata ini tidak mengalami perubahan bentuk struktur mekanis dan fisiknya secara besar atau batu bata ini mampu dan sesuai untuk digunakan pada dapur peleburan ini.


(55)

Dengan tahannya batu bata ini dipanasi sampai suhu sekitar 1715 0C, sedangkan suhu dapur yang direncanakan hanya lebih kurang 1300 0C sehingga batu bata tahan api jenis ini dapat digunakan untuk dapur pelebur, selain itu harga dari tiap batu bata tahan api jenis ini relative murah dari batu bata jenis lain serta mempunyai kekuatan yang baik sehingga dapat menahan beban yang akan ditumpu oleh batu bata ini , keuntungan yang lain adalah konduktivitas dari batu bata ini juga kecil sehingga dapat mengurangi panas yang keluar dari ruang bakar sehingga efisiensi panas dapat lebih ditingkatkan.

4.3 Semen Tahan Api

Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat batu serta untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu tahan api. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang juga dapat menambah ketahanan batu terhadap suhu tinggi.

Untuk dapur peleburan ini dipakai bahan pengikat semen tahan api dengan komposisi kimia :

a. SiO2 dengan kadar 96,33% b. Al2O3 dengan kadar 0,28% c. CaO dengan kadar 2,74% d. Fe2O3 dengan kadar 0,56% e. Na2O dengan kadar 0,04% f. K2O dengan kadar 0,04% g. TiO2 dengan kadar 0,03%


(56)

4.4 Dinding Luar

Dinding luar yang dipakai terbuat dari baja karbon dengan pengerjaan tempa. Ketebalan dinding adalah 2,5 mm. Plat baja karbon dirol untuk membentuknya menjadi silinder berdiameter 900 mm. untuk dinding penahan bagian bawah dipasang baja karbon dengan ketebalan 3 mm

Dimana:

L = π.D

L = Panjang plat sebelum dirol D = Diameter drum (mm) L = π . 900 = 2826 mm

Gambar 4.3. Bentangan Plat Massa dinding luar adalah :

m3 = berat dinding samping


(57)

dimana :

Dd = diameter dinding luar = 0,9025

t = tinggi dinding = 0,8 m

d = tebal dinding samping = 0,0025 m

= berat jenis dinding

= 7833 kg/m3 ………...…(lit.5 hal 581)

Maka :

m3 = π . 0,9025 . 0,8 . 0,0025 .7833 = 44,39 kg

Karakteristik dari dinding luar ini adalah:

Bahan : Baja karbon rendah AISI 1109

Titik cair : 1170°C

Konduktivitas thermal : 54 W/m°C

Kekuatan tarik : 47 kg/mm

4.5 Perhitungan Kebutuhan Kalor Aluminium

Bahan bakar yang dipakai untuk dapur pelebur ini adalah bahan bakar jenis padat, yaitu batubara. selain bahan bakar padat, dapur crucible dapat juga menggunakan bahan bakar cair dan gas. Sifat-sifat yang penting dari bahan bakar ini adalah nilai pembakaran., berat atom, berat jenisnya dan titik nyalanya.


(58)

Untuk mendapatkan jumlah bahan bakar yang akan digunakan maka harus diketahui jumlah panas yang terpakai dan terbuang.

4.5.1. Kalor Untuk Melebur Alumunium (Q1)

Kalor yang dibutuhkan untuk meleburkan alumunium meliputi: a) QA yaitu kalor yang menaikkan temperature Alumunium padat

dari 27°C suhu kamar hingga mancapai titik peleburan Alumunium (660°C)

b) QB yaitu kalor yang berubah fasa Alumunium padat menjadi cair (kalor latent) pada suhu 660°C.

c) QC yaitu kalor untuk menaikkan temperature alumunium cair dari 660°C ke temperature penuang 750°C.

Maka kalor yang dibutuhkan adalah: Q1 = QA + QB + QC

= mal . Cpi . Δti + m . h + ma2 .CP2.Δt2 Dimana :

mal = massa alumunium yang akan dilebur =50 kg

CP1 = panas jenis alumunium padat ….(lit 5 hal 581)

Δt1 = parbedaan suhu dari titik cair alumunium dengan suhu kamar = (660-27)°C

h = panas latent alumunium .….(lit 6 hal 680) = 95 kkal/kg

CP2 = panas jenis alumunium cair ….(lit 5 hal 581) = 0,26 kkal/kg°C


(59)

Δt2 = perubahan suhu dari temperature penuangan titik cair = (750-660)°C

= 90°C

Maka kalor untuk melebur alumunium sebesar :

Q1 = (50 × 0,125 × 663) + (30 x 95) + (50 × 0,26 × 90) = 6163,75 kkal

= 25887,75 Kj

Dan dalam hal ini bahan bakar yang digunakan adalah batu bara (coal),sedangkan batu bara ini mempunyai nilai kalor kotor 29.600 .

Tabel 4.7 Perbandingan Heating Value Bahan Bakar

Bahan Bakar

Higher Calorific Value (Gross Calorific Value - GCV) (Nilai Kalor Kotor)

kJ/kg Btu/lb Aseton 29.000

Alkohol, 96% 30.000

Antrasit 32.500 - 34.000 14.000 - 14.500 Bituminous coal 17.000 - 23.250 7.300 - 10.000 Butana 49.510 20.900 Karbon 34.080

coal 29.600 12.800

Coke 28.000 - 31.000 12.000 - 13.500 Diesel 44.800 19.300


(60)

Ether 43.000

Bensin 47.300 20.400

Gliserin 19.000

Hydrogen 141.790 661.000 Lignite (Batu bara

muda) 16.300 7.000

Methane 55.530

Oils 39.000 - 48.000

Gambut 13.800 - 20.500 5.500 - 8.800 Petrol 48.000

Petroleum 43.000 Propane Propane 50.350

Semi antrasit 26.700 - 32.500 11.500 - 14.000 Sulfur 9.200

Aspal 36.000 Terpenten 44.000

Kayu kering 14.400 - 17.400 6.200 - 7.500 kJ/m 3 Btu/ft 3 Asetilen 56.000

Butana C 4 H 10 133.000

Hydrogen 13.000 Gas alam 43.000 Metana CH 4 39.820

Propana C 3 H 8 101.000


(61)

1 kJ/kg = 0.4299 Btu/ lb m = 0.23884 kcal/kg1 kJ / kg = 0,4299 Btu / lb = 0,23884 m kkal / kg

1 Btu/lb m = 2.326 kJ/kg = 1.8 kcal/kg1 Btu / lb m = 2,326 kJ / kg = 1,8 kkal / kg

( W Rose Cooper dan JR (eds) (1977) Data Teknis Bahan Bakar, edisi 7, Inggris Komite Nasional, Konferensi Energi Dunia, London.)

Jadi kesimpulannya dalam proses peleburan logam Aluminium ini,batu bara dapat digunakan sebagai bahan bakar pada bapur crucible ini.

4.5.2 Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api (Q2)

Untuk mengetahuin berapa banyak kalor yang diterima bata selama proses peleburan dapat dihitung dengan rumus :

Q2 = mb . CP3 . dt

Dimana :

mb = massa batu bata yang menerima panas

CP3 = panas jenis batu bata ….….(lit 5 hal 585)

= 0,84 kkal/kg°C

dt = perubahan suhu di batu bata

= suhu rata-rata batu tahan api bagian luar adalah :

=


(62)

Suhu rata-rata batu tahan api bagian dalam adalah: = (620 + 36) / 2

= 328°C

Dengan demikian maka perubahan suhu (dt) yang terjadi adalah :

= 328 – 27 = 301°C

Massa batu tahan api menerima panas adalah : m = . . (Dlb2 – ddb2) . tb . ρ

dimana :

Dlb = diameter luar bata = 0.9 m

Ddb = diameter dalam bata = 0,5 m

tb = tinggi dapur 0.8 m = berat jenis bata

= 1600 kg/m3 Maka :

m = . . (0,92 – 0,52) . 0,8 . 1600

= 562,668 kg

Sehingga banyaknya panas yang diserap batu bata adalah : Q2 = 562,668. 301 . 0,84

= 71135,016 kkal = 597534.142 kJ


(63)

4.5.3 Panas Yang Diserap Dinding Plat Luar (Q3)

Bidang yang mengalami perubahan suhu pada bidang dinding luar ini sama dengan yang dialami batu tahan api.

Maka besarnya kalor yang diserap oleh dinding plat luar adalah: Q3 = mpl. CP4 . dt

Dimana :

mpl = massa plat luar

Cp4 = panas jenis plat luar

= 0,46 kkal/kg°C dt = perubahan suhu plat

massa plat yang mengalami perubahan suhu adalah : m = π . Dp. tp . dp .

dimana :

Dp = diameter luar = 0,9025 m

dp = ketebalan dinding plat = 0,0025 m

tp = tinggi dapur 0.8

= berat jenis dinding plat …….….(lit 5 hal 581) = 7833 kg/m3

Maka :

m = π x 0,90250 x 0,8 x 0,0025 x 7833 = 443950 kg


(64)

Suhu pada plat yang tertinggi adalah 45°C, Maka suhu rata-rata yang dialami dinding plat adalah :

= 36°C

Maka perubahan suhu (dt) yang terjadi adalah : 36 – 27 = 9°C

Maka :

Q3 = 443950 kg . 0,46 kkal / kg°C . 9°C = 91,895 kkal

= 768626 kJ

4.5.4 Panas yang Diserap Cawan Lebur (Q4)

Cawan lebur adalah bagian yang paling besar mengalami perubahan suhu. Besarnya kalor yang diserap cawan lebur ini adalah :

Q4 = mcl . CP5 . dt Dimana :

Mcl = massa cawan lebur

= 26,798 kg

CP5 = panas jenis cawan lebur ……...….(lit 5 hal 585) = 0,46 kkal/kg°C

dt = perubahan suhu = 755 - 27


(65)

Maka :

Q4 = 26,798kg. 0,84 kkal/kg°C . 728°C = 16387,51 kkal

= 68827,55 kJ

Q4 (kalor pembakaran) 68827,55 > Q1 (kalor yang dibutuhkan untuk melebur alumunium) 25887,75. Dapat disimpulkan bahwa kalor yang dihasilkan dapur crucible telah memenuhi untuk melebur 50 kg paduan alumunium.

4.5.5 Kalor Total Yang Terserap (Qtot)

Banyaknya kalor total adalah jumlah dari keseluruhan kalor yang terserap oleh bahan dapur yaitu :

Qtot = Q1 + Q2 + Q3 + Q4

= (25887,75+ 597534.142 + 768626 + 68827,55) kJ = 1460875,304 kJ

4.5.6 Laju Aliran Panas ke Dinding Samping (q1)

Laju aliran panas ke dinding samping harus diperkecil semaksimal mungkin, agar tidak banyak panas yang terbuang. Cara memperkecil laju aliran yang besar adalah dengan memakai alat penyekat yang baik. Alat penyekat yang baik tergantung pada jenis penyekat dan ketebalannya. Semakin kecil konduktivitas dan semakin besar ketebalan panas yang akan diisolasi akan semakin baik. Proses perpindahan panas adalah secara konduksi dan konveksi.


(66)

Batu tahan api

Cawan lebur

Konveksi

Konduksi Radiasi

Konduksi

Gambar 4.6. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi Perpindahan panas meliputi :

a) perpindahan panas secara konduksi dari sumber panas ke dinding bata.

b) Perpindahan panas secara konduksi dari dinding bata ke plat baja.

c) Perpindahan panas secara radiasi dari dinding plat ke udara bebas.


(67)

Maka besar perpindahan kalor yang terjadi pada dinding dapur adalah:

q =

Dimana :

T1 = temperature ruang bakar = 755°C

T2 = temperature luar ruang bakar = 27°C

r1 = jari-jari dalam batu = 0,25 m

r2 = jari-jari luar batu = 0,45 m

r3 = jari-jari luar dinding = 0,45 m + 0,0025 m = 0,4525 m

L = 0,8 m

kb = konduktivitas thermal ………..…(lit 5 hal 584) = 0,69 W/m°C

kp = konduktivitas thermal dinding plat baja ..(lit 5 hal 581)

= 54 W/m°C

h0 = koefisien perpindahan panas konveksi

koefisien perpindahan panas konveksi dapat dicari dengan rumus:

h0 = Nu. k/d ………….…….….(lit 5 hal 261)

Dimana : Nu = bilangan nusselt d = diameter silinder plat


(68)

= 0,9 m + 0,05 m = 0,905 m

k = konduktivitas thermal udara konduktivitas thermal udara bergantung pada suhu,

suhu film (tf) = (tp + tI) / 2

= (45 + 27) / 2 = 36°C

Maka sifat-sifat udara pada 36°C adalah:

a) Koefisien suhu konduktivitas thermal (β) = 1/tf

= 1/36°C = 1/305°K = 3,2 × 10-3/°C

b) Viskositas kinematika (v) = 1666 . 10-5 (m2/s)

c) Konduktivitas thermal (k) = 0,02692 (w/m°C) d) Bilangan prandal (pr)

=0,70602 ………….….(lit 5 hal 589)

Bilangan nusselt dapat dicari dengan rumus :

Nu1/2 = 0,825 + …….….(lit 5 hal 303)


(69)

Gr . Pr = . Pr …….….(lit 5 hal 229)

=

= 0,1073.1010

Maka :

Nu1/2 = 0,825 +

= 11,204

Maka bilangan nusselt : Nu = 125,536 Maka :

h0 = 125,536 × 0,02692/0,905 = 3,734 W/m°C

maka :

q =

` =

=

q =2388,45 W q = 8594,42


(70)

4.5.7 Panas yang Terbuang Melalui Lubang Cawan Pelebur ( q2 ) Panas yang keluar melalui lubang cawan pelebur keluar secara konveksi.

Perpindahan panasnya dapat dihitung dengan rumus: q2= h2.Adt

Dimana:

h2 = koefisien perpindahan panas konveksi

h2 dapat dicari dengan rumus

h2 = k.Nud ……….( lit 5 hal 261 ) Dimana:

k = konduktivitas thermal udara Nud = Bilangan Nusselt

Sifat udara pada suhu 755 oC atau 1028 K dari literature 5 hal 589 dapat diketahui antara lain:

ρ = 0,338 kg/m3

α = 1,754 x 10 -4 m2 /detik

μ = 4,251 x 10-5 kg/m.s k = 0,0701 W/m oC

pr = 0,703

untuk mencari bilangan Nusselt dapat dicari dengan rumus :


(71)

Dimana :

Redh = ρ.v.Dh /μ

Karena v = 5m /detik ( ditentukan )

Maka: Redh = 0,388 x 5 x

= 22823,52 Sehingga alirannya adalah turbulen

Nudh = 0,023 [ 1 + (0,5 / 1)0,7].[22823,52]0,8.[0,703]0,33

= 101,446 Maka:

h2 = 0.0701 x 101,446 = 7,112 W/ m o C

A = Luas permukaan lubang cawan pelebur = π / 4 d2

= π / 4. (0,244)2 A = 0,04673 m2

dt = 755 – 27 = 728 oC

q2 = 7,112 W/ m20C x 0,0633 m2 x 728 oC

= 327,738 W = 1376,499 kJ/jam


(72)

Banyaknya laju aliran kalor yang terbuang dalam proses peleburan ini adalah :

qt = q1 + q2

= (8594,42 + 1376,49) kJ/jam = 9970,91 kJ/jam

4.5.8 Waktu Peleburan

Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk dapat meleburkan 50 kg alumunium dalam dapur pelebur ini maka harus mengetahui berapa besar laju aliran panas ke cawan lebur dapat dicari dengan rumus :

Konduksi

Gambar 4.8. gambar cawan lebur

q3 =

(

T2 T1

)

x

kA

……….…….(lit.5 hal 26)


(73)

= 43 W/ m oC

A = Luas permukaan cawan lebur

= ¼.π.d2

= ¼.π.( 0,244)2

= 0,04673 m2

T1 = Suhu bagian dalam cawan

= 750 oC

T2 = Suhu bagian luar cawan

= 755 0C

Δx = ketebalan cawan lebur = 0,028 m

Maka :

q3 =

q3 =

q3 = 3002,65 Watt q3 = 10809,45kJ/Jam

Waktu yang dibutuhkan untuk logam alumunium padat menjadi cair pada dapur pelebur ini dapat diketahui dari besarnya angka perbandingan antara kalor yang dibutuhkan logam alumunium untuk dapat melebur dengan laju aliran kalor yang diterima oleh cawan lebur,yaitu:

t =

=

/jam 10809,45kJ

25887,75kJ


(74)

Dengan didapatinya waktu peleburan maka banyaknya kalor yang terbuang selama proes peleburan dapat diperoleh dengan :

Qt2 = qt . t

= 9970,91 kJ/jam x 2,4 Jam =23930,184 Kj

4.5.9. Efisiensi Dapur Crucible

Untuk mengetahui efisiensi dari dapur crucible ini.kita harus mengetahui jumlah kalor yang dihasilkan dan jumlah kalor yang terbuang

Efisiensi terpakai =

output input

x 100%

Dimana :

Qt1 = kalor total yang dihasilkan selama peleburan

= 1427301.714 kJ

Qt2 = kalor total yang terbuang selama peleburan = 23930,184 Kj

Qt3 = kalor total yang terpakai selama peleburan = Qt1 – Qt2

= 1426302,114 KJ – 23930,184 Kj = 1402371,93 Kj

Efisiensi terpakai =

x 100%


(75)

4.6. Tabel Hasil Perhitungan

Setelah didapat hasil perhitungan maka berat total dari bahan dapur dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1.Berat total dapur Bahan dapur

Cawan lebur Batu bata

Plat dinding bagian samping

26,798 kg 746,44 kg 44,39 kg

Berat total dapur 817,628 kg

Setelah hasil perhitungan diatas maka banyaknya kalor yang terserap oleh bahan dapur pelebur dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Total kalor yang terserap bahan dapur untuk aluminium

Bahan yang diserap Total kalor yang terserap

Kalor yang terserap Alumunium (Q1) Kalor yang terserap batu tahan api(Q2) Kalor yang terserap dinding plat luar (Q3) Kalor yang terserap cawan lebur ( Q4)

25887,75 kJ 597534,142 kJ 768626 kJ 37691,279 kJ

Total kalor yang terserap ( Qt) 1429739,171 kJ

Sedangkan untuk laju aliran panas yang terbuang didapur ini dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3. Total laju aliran panas Bahan yang menerima kalor

Laju aliran kalor ke dinding plat samping Panas keluar melalui lubang cawan pelebur

4562,55 kJ/jam 1376,499 kJ/jam


(76)

Dari perhitungan dan data dihasilkan sebuah dapur Crucible yang cocok digunakan untuk laboratorium foundry dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Dapur Crucible: a. Jenis dapur

• Dapur yang digunakan adalah dapur pelebur jenis Crucible b. Kapasitas

• Kapasitas peleburan 50 kg c. Dimensi dapur

• Diameter dinding luar : 900 mm

• Tebal dinding luar : 2,5 mm

• Tinggi dapur : 800 mm

d. Cawan lebur ( Crucible )

• Tinggi cawan : 370 mm

• Diameter cawan : 300 mm

• Tebal cawan : 28 mm

2.Bahan penyekat panas a. Bahan Dapur

• Jenis : batu tahan api SK 32

• Panjang : 200 mm

• Lebar : 100 mm

• Tebal : 50 mm

b. Bahan pengikat

• Jenis semen tahan api

4.7 Proses Pembuatan Dapur

Setelah didapat hasil rancangan seperti diatas , maka langkah selanjutnya adalah proses pembuatan dapur crucible.


(77)

4.7.1 Membuat Dinding Luar

Dinding luar yang dipakai dibuat dari baja karbon rendah dengan panjang 2826mm dan lebar 800mm. Ketebalan dinding adalah 2,5 mm berbentuk plat datar.

Gambar 4.6 Plat dinding luar

Plat dinding luar dilubangi berbentuk persegi panjang pada bagian tengahnya sebagai tempat masuk alat bantu pembakaran. Proses pembuatan lubang dilakukan dengan menggunakan las asitelin dengan panjang 170 mm dan lebar 300 mm.


(78)

Plat dinding luar tersebut dirol untuk membentuknya menjadi silinder. Proses pengerolan dilakukan dengan menggunakan mesin rol.

Gambar 4.8 Proses pengerolan plat dinding luar

Setelah proses pengerolan kemudian dilakukan penyambungan pada dua sisi dari plat dinding luar tersebut dengan pengelasan. Pada proses ini penyambungan dilakukan dengan menggunakan las listrik. Alasan menggunakan mesin las listrik agar hasil pengerjaan lebih rapi.


(79)

4.7.2 Memasang Batu Tahan Api

Setelah dinding plat luar terbentuk dengan sempurna, maka tahap selanjutnya adalah meletakkan dinding luar tersebut pada tempat yang akan kita tentukan sebagai tempat untuk membangun dapur crucible tersebut .

Kemudian kita mengisi dinding luar tersebut dengan batu tahan api sesuai perencanaan dengan ketentuan :

Tebal alas dapur : 200 mm

Tebal dinding dapur : 200 mm

Diameter dapur : 900 mm

Diameter ruang bakar : 500 mm Tinggi ruang bakar : 600 mm

Namun perlu diingat untuk menyisakan sebuah lubang dengan ukuran diameter 170 mm sebagai tempat masuk blower pada bagian samping.dan menyusun tiga buah batu tahan api pada bagian tengah ruang bakar yang berfungsi sebagai penumpu cawan.

4.7.3 Bahan Pengikat

Dalam hal ini digunakan bahan pengikat semen tahan api. Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat batu tahan api serta untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu bata yang dapat mengakibatkan terbungnya panas dari celah-celah tersebut. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang tahan terhadap suhu tinggi. Ketahanan temperatur dari semen tahan api ini adalah 1400 oC. Semen ini dicampur dengan air dan pasir silica dengan perbandingan Air : Pasir : Semen Tahan Api = 1 : 2 : 3…………..( lit 6 hal 513 )


(80)

Setelah batu tahan api selesai disusun dan bahan pengikat kering selanjutnya kita lakukan tahapan pengecatan dinding luar yang bertujuan agar dinding luar tidak korosi. Dalam proses ini dipilih jenis cat semprot Pylox agar proses pengecatan dapat dilakukan lebih cepat dan rapi. Pemilihan warna cat merah. Dianjurkan untuk memilih cat yang tahan panas agar warna cat tidak cepat berubah akibat temperatur kerja yang tinggi. Setelah proses pengecatan selesai dan mengering maka tahap selanjutnya yaitu meletakkan cawan lebur pada bagian ruang bakar diatas penumpu cawan lebur . Serta memasang blower pada lubang yang telah ditentukan. Maka dapur crucible ini pun telah selesai dan siap untuk dioperasikan.


(81)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari perhitungan dan data pada bab-bab sebelumnya, dalam perencanaan dapur pelebur untuk kebutuhan laboratorium foundry yaitu dapur pelebur crucible yang menggunakan bahan bakar padat untuk melebur logam alumunium/paduan dapat disimpulkan:

1. Konstruksi dapur Crucible: a. Jenis dapur

• Dapur yang digunakan adalah dapur pelebur jenis Crucible • Sumber panas yang digunakan oleh dapur untuk mencairkan

alumunium dengan menggunakan bahan bakar padat yaitu batu bara.

b. Dimensi dapur

• Diameter dinding luar : 900 mm

• Tebal dinding luar : 2,5 mm

• Tinggi dapur : 800 mm

c. Bahan Dapur

• Jenis : batu tahan api SK 32

• Panjang : 200 mm

• Lebar : 100 mm

• Tebal : 50 mm

d. Bahan pengikat : Semen tahan api e. Cawan lebur ( Crucible )

• Tinggi cawan : 370 mm

• Diameter cawan : 300 mm

• Tebal cawan : 2,8 mm

• Bahan cawan : Grafit


(82)

f. Dinding luar

• Tinggi dinding : 800 mm

• Diameter dinding luar : 902,5 mm • Tebal dinding luar : 2.5 mm

• Bahan dinding luar : Baja karbon rendah

5.2 Saran

1. Dengan adanya perencanaan dari pemakaian bahan bakar, pemilihan bahan dapur yang tepat serta pemakaian penyekat panas maka efisiensi serta keselamatan kerja pada saat pengoperasian dapur pelebur ini dapat lebih ditingkatkan.

2. Dalam memasukkan logam alumunium yang akan dilebur dilakukan secara bertahap dan berupa potongan potongan kecil, karena bila dilakukan tidak bertahap dan masih dalam potongan besar maka temperatur di dalam cawan lebur akan cepat turun sehingga pemakaian dari bahan bakar akan lebih boros.


(83)

DAFTAR PUSTAKA

1. B. H. Amstead, Sriati, “ Teknologi Mekanik, Jilid 1 ”, Erlangga, Jakarta,

1989.

2. George E Dieter, ” Metallurgi Mekanik, Jilid 2 ”, Erlangga, Jakarta, 1986.

3. Joseph E. Shingley, “ Perencanaan Teknik Mesin “, Erlangga, Jakarta,

1986.

4. Van Vlack, Lawrence H, “ Ilmu dan Teknologi Bahan “, Erlangga,

Jakarta, 1989.

5. Holman, J. P. “ Perpindahan Kalor “ , Erlangga, Jakarta, 1986.

6. Incropera, Frank. P. “ Fundamentals Of Heat Transfer “, Jhons Winsley

and Sons, New York, 1973.

7. Lithel Richard, “ Metal Working Technology “,Mc Graw Hill Inc, New

York, 1982.

8. Tata Surdia, Shinroku Saito, “ Pengetahuan Bahan Teknik “, PT.Pradnya

Paramita, Jakarta, 1995.

9. Tata Surdia, Kenji Chijiwa, “ Teknik Pengecoran Logam “, PT.Pradnya

Paramita, Jakarta, 1975.

10. Archie W. Culp, Jr, Darwin Sitompul, “ Prinsip – Prinsip KOnversi

Energi “, Mc Graw Hill, New York, 1976.

11. F. A. Lewis, “ Alumunium Alloy Casting And Foundry “, Jhon Winley

and Sons, New York, 1976.

12. Kiyokatsu Suga, Sularso, “ Dasar Perencanaan dan Pemilihan elemen

Mesin ”, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 1978.

13. S. K. Kulshrestha, “ Thermodinamika Terpakai Teknik Uap dan Panas “, Jakarta, UI Press, 1989.


(84)

(85)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)