Materi Pendidikan Agama Islam Metode Pendidikan Agama Islam

a. Al- Qur’an dan Hadits b. Keimanan Aqidah c. Akhlak d. Fiqh e. Tarikh Sejarah Islam 26 Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indicator pencapaian kompetensi. 27 Dari lima materi tersebut memiliki hubungan satu sama lain, dapat dijelaskan bahwa sumber Pendidikan Agama Islam adalah dari Al- Qur’an dan Hadits. Dari kedua sumber tersebut kemudian melahirkan materi tentang ajaran Islam yang membicarakan mengenai kepercayaan atau keyakinan akidah manusi terhadap Tuhan sebagai landasan spiritual keagamaan. Kekuatan keyakinan manusia kepada Tuhan tersebut, kemudian melahirkan kepatuhan untuk menjalankan semua aturan syari’at yang dibuat oleh Tuhan dengan menggunakan perilaku atau akhlakyang baik dan benar dalam sistem kehidupan sehari- hari. Keyakinan kepada Tuhan, syari’at dan akhlak yang dijalankan manusia dalam sistem kehidupan telah berlangsung sepanjang sejarah umat Islam, yang dalam hal ini dibicarakan dalam materi Tarikh sejarah Islam.

7. Metode Pendidikan Agama Islam

Pada dasarnya, metode Pendidikan Agama Islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan puluhan ribu kaum mukminin dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk Illahi dan konsep-konsep peradaban Islam. Selain itu metode Pendidikan Agama Islam akan mampu menempatkan manusia 26 Muhaimin dan Abdul Mujib, op. cit., h. 79 27 Badan Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No 41Tentang Standar Proses untuk Pendidikkan Dasar dan Menengah, Jakarta: 2007 di atas luasnya permukaan bumi dan lamanya masa yang tidak diberikan kepada bumi lainnya. Metode mengajar dalam Pendidikan Agama Islam sebenarnya cukup kaya, terutama pada zaman keemasan Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan seperti telah dibuktikan oleh para intelektual besar Islam yaitu Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Maskawai, Al Mawardi, Ibnu Sina, Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, Ibnu Thufal, Ibnu Kaldun dan lain-lain. Namun demikian, dalam penerapannya masih saja kurang maksimal.Apabila proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka akan sulit untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kendala penggunaan metode yang tepat dalam mengajar banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor; keterampilan guru belum memadai, kurangnya sarana dan prasarana, kondisi lingkungan pendidikan dan kebijakan lembaga pendidikan yang belum menguntungkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang variatif”. 28 Sebagai media refleksi ummat Islam, harus diakui bahwa dunia Pendidikan Agama Islam masih diselimuti mendung dan aneka problematika yang belum terurai dari masa ke masa. Diantara problematika dan indikator kemandegan yang selama ini menghantui Pendidikan Agama Islam adalah dalam hal menerapkan metode dalam proses pembelajaran”. 29 Berbagai pendapat dan komentar tentang stagnasi dan ketidak efektifan metode pembelajaran agama Islam pun bermunculan. Armai Arief mengatakan bahwa persoalan-persoalan yang selalu menyelimuti dunia Pendidikan Agama Islam sampai saat ini adalah seputar tujuan dan hasil yang tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat, metode 28 M. Slamet Maskuri, Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Tentang Pendidikan Agama Islam, dalam www.zaenalmahrus.blogspot.com, 30 Juli 2013. 29 Ibid., pembelajaran yang statis dan kaku, sikap dan mental pendidik yang dirasa kurang mendukung proses, dan materi pembel ajaran yang tidak progresif”. 30 Dari berbagai pendapat tersebut semakin jelas bahwa di antara tantangan Pendidikan Agama Islam yang perlu dicarikan alternatif jalan keluarnya adalah persoalan metode. Mengingat, dalam proses pendidikan agama Islam, metode memiliki kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam. Bahkan metode sebagai seni dalam menstransfer ilmu pengetahuan kepada siswa dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi itu sendiri. Ini sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh siswa, walaupun sebenarnya materi yang disampaikan sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya materi yang cukup menarik, karena disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu kurang dapat dicerna oleh siswa. Karenanya, penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan dan proses belajar mengajar. Sebaliknya, kesalahan dalam menerapkan metode akan berakibat fatal. B. Kajian Terdahulu yang Relevan Jalaluddin Rakhmat dikenal sebagai salah seorang intelektual, ahli tasawuf, pembaharu Islam, dan pakar ilmu komunikasi.Memang, kiprah beliau dalam dunia pemikiran Islam, sudah cukup lama, dan kerap menjadi bahan perbincangan.Tidak sedikit pula yang menganggap bahwa pemikiran-pemikiran Jalaluddin Rakhmat merupakan pemikiran yang kontroversial. Kajian terdahulu ini dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana masalah ini pernah ditulis oleh orang lain sebelum kajian ini dilakukan. Kemudian 30 Armai Arief, Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikkan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, h. vii. untuk menghindari penelitian yang sama akan ditinjau sejauh mana perbedaan antara tulisan sebelumnya dengan kajian ini. Dibawah ini beberapa penelitian yang telah menulis tentang Jalaluddin Rakhmat, yaitu: 1. M. Slamet Maskuri, dengan judul Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Tentang Pendidikan Islam. Dalam skripsinya M. Slamet Maskuri membahas tentangPemikiran Jalaluddin Rahmat tentang pendidikan Islam dapat diidentifkasikan antara lain: landasan filosofis pendidikan Islam harus dibangun di atas pondasi yang kuat, baik sisi epistemologi, konsep manusia dengan merujuk pada sumber normatif yaitu Al- Qur’an dan Sunnah. Epistemologi Islam sudah jelas, sebagaimana konsepnya Jalaluddin Rakhmat, tidak mengenal pada dikotomik, nilai spritualitas-sufistik, serta holistik. 31 2. Tajus Syarofi, dengan judul Studi Analisis Pemikiran Jalaludin Rahmat Tentang Social Engineering dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam. Dalam skripsinya Tajus Syarofi membahas tentang pemikiran Jalaluddin Rahmat sedikit banyak dipengaruhi oleh tokoh sosiologi klasik yaitu Max Weber dan tokoh pendidikan progresif John Dewey. Yang mengatakan bahwa untuk melakukan suatu perubahan sosial harus dimulai dari perubahan paradigma berfikir. 32 Dari paparan hasil kajian tersebut diatas, penulis menawarkan sebuah tulisan yang berbeda, di karenakan banyaknya karya ilmiah yang telah ditulis atau diteliti oleh para pendahulu mengenai pemikiran-pemikiran Jalaluddin Rakhmat. Dengan demikian jelas bahwa perbedaannya adalah: a. Tulisan ini lebih mengacu kepada pandangan Jalaluddin Rakhmat tentang cara memaksimalkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang difokuskan kepada 31 M. Slamet Maskuri, op. cit,. 32 Tajus Syarofi, Studi Analisis Pemikiran Jalaludin Rahmat Tentang Social Engineering dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam, IAIN Walisongo, Semarang, 2012. pendidik dan peserta didik. Serta potensi-potensi yang harus dikembangkan peserta didik. b. Subjek yang dikaji oleh penulis adalah pendidik dan objeknya adalah peserta didik, dalam hal ini guru dan lingkungan sekolah dituntut untuk memaksimalkan pembelajaran PAI, baik dalam proses belajar mengajar maupun sehari-hari. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul ”Pemikiran Jalaluddin Rakhmat Dalam Memaksimalkan Pembelajaran PAI ”. Ini dilakukan dari bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014, digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber- sumber tertulis yang diperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan pemikiran Jalaluddin Rakhmat Tentang Cara Memaksimalkan Pembelajaran PAI.

B. Metodologi Penelitian

Adapun Metodologi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif yang menekankan analisisnya pada data deskriptif berupa kata-kata atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis pemikiran Jalaluddin Rakhmat tentang cara memaksimalkan pembelajaran PAI, maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada penelitian kepustakaan library research. Penelitian pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan penelitian lapangan. 1 1 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008, h. 2-3.

2. Sumber Data Penulisan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data yang dipergunakan sebagai sumber penelitian sebagai berikut : a. Sumber Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut. 2 Penulis mengambil beberapabuku karangan Jalaluddin Rakhmat yang berjudul: Belajar Cerdas Berbasiskan Otak 2005. Lewat bahasa yang mengalir dan simpel, Jalaluddin Rakhmat menyajikan hal-hal penting berkaitan dengan otak dalam rangka membuat proses belajar dapat dijadikan secara menyenangkan dan efektif. Empat bab yang mengisi buku ini akan membuat perubahan-perubahan mendasar terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Belajar berbasiskan otak akan “menghidupkan” sekolah. b. Sumber Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data tersebut. 3 Di antaranya adalah: 1 Catatan Kang Jalal Visi Media, Politik, dan Pendidikan 1997. Tulisan ini kang Jalal ambil dari berbagai sumber, yaitu : media massa, ceramah ekstemporer dan impromptu, makalah santai dan serius, obrolan ringan dan berat. Semua tulisan dalam buku ini adalah himpunan kebijakan palsu. 2 Psikologi Agama 2003. Buku ini mencoba menyingkap misteri terjauh dan kenyataan terdekat itu dalam proses-proses kejiwaan manusia. Ia menukik ke dalam proses-proses kejiwaan yang mempengaruhi perilaku kita dalam beragama, membuka “topeng-topeng” kita, dan menjawab pertanyaan “mengapa” Psikologi. 3 Hernowo, “Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan ” 2005. Buku ini merupakan sebuah sumbangsih yang 2 Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 2012., h. 77-78. 3 Ibid., h. 133.