Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka

6 diresepsi sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki audiens sebelumnya. Hal ini menarik peneliti untuk melakukan penelitian “Resepsi Organisasi Pemuda tentang Model Kepemimpinan Jokowi pada Pemberitaan Di Televisi Studi Model Kepemimpinan Jokowi pada Program Berita Kabar Khusus dengan Tema 100 Hari Kepemimpinan Jokowi+Ahok di TV ONE. Penelitian ini memiliki keunikan karena akan mengetahui resepsi dari golongan kaum muda yang berlatarbelakang berbeda yaitu Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor dalam menaggapi isu tentang Jokowi yang beredar di Televisi. Keunikan lainnya karena penelitian ini membahas tentang Jokowi yang sekarang mencalonkan sebagai Presiden sebelum habis masa jabatannya di DKI Jakarta. Dalam studi resepsi menekankan kepada individual subjek peneliti yang telah terbentuk dalam diri mereka budaya masing-masing. Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Anshar sebagai subjek peneliti akan membentuk dan mentransformasi ideologi populer dalam diri mereka terhadap televisi sebagai kekuatan kultural dan ideologis yang besar. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara, peneliti akan mengeksplorasi jawaban dari Subjek yang diteliti.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumusankan masalah yaitu: Bagaimana resepsi organisasi pemuda di Kota Malang Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor dalam menanggapi model kepemimpinan Jokowi 7 pada program berita Kabar Khusus dengan tema 100 hari Kepemimpinan Jokowi- Ahok di TV ONE?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi resepsi organisasi pemuda di Kota Malang Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor dalam menanggapi model kepemimpinan Jokowi pada program Berita Kabar Khusus dengan tema 100 hari Kepemimpinan Jokowi-Ahok di TV ONE.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya khususnya berhubungan tentang resepsi khalayak menanggapi isu media. Peneltian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan stimuli bagi mahasiswa komunikasi untuk lebih mencermati media dan khalayaknya. 2. Manfaat Praktis : Penelitian ini mampu memberikan sumbangsih berupa informasi kepada tokoh politik agar berprilaku dan berbuat sesuai dengan yang diharapkan masyarakat karena masyarakat merupakan elemen penting yang menentukan terpilihnya tokoh politik. 8

E. Tinjauan Pustaka

E.1. Komunikasi Politik Dari teori komunikasi yang diketahui secara umum “who says what, to whom, in which what channel, with what effect, Laswell mengembangkannya kedalam bidang politik. Tulisan Laswell dalam politik pada tahun 1963 yaitu, Politics: Who Gets What, When, How. Definisi dari komunikasi politik sendiri datang dari berbagai sudut pandang. INT”L ENCYL OF Commuication 1989 mengambil kesimpulan bahwa: komunikasi politik adalah setiap penyampaian pesan yang disusun secara sengaja untuk mendapatkan pengaruh atas penyebaran atau penggunaan power didalam masyarakat yang didalamnya mengandung empat bentuk komunikasi; a Elite communication, b Hegemonic communication, c Petitionary communication, d Associational communication Arrianie, 2010:14. Menurut Almond dan Powell dalam Arifin, 2003:9 komunikasi sebagai fungsi politik bersama-sama fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekruitmen yang terdapat dalam suatu sistem politik dan komunikasi politik merupakan prasyarat prerequisite bagi berfungsinya fungsi-fungsi politik yang lain. Ada empat komponen dalam komunikasi politik menurut Gurevitch dan Blumler 1977:72 yaitu: 1. Lembaga-lembaga politik dalam aspek komunikasinya. 2. Institusi media dalam aspek politiknya. 3. Orientasi khalayak terhadap komunikasi. 4. Aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasinya. 9 Berkenaan dengan komponen diatas berbagai penelitian komunikasi politik yang pertama dilakukan berhubungan dengan kampanye politik dan pemilihan umum. Mendekati pemilihan umum tahun ini banyak sekali aktor politik memerankan diri mereka baik untuk kepentingan kelangsungan jabatan ataupun untuk mencalonkan diri demi jabatan tertentu. Komunikasi politik dapat dilakukan dengan berbagai cara dapat pula secara sengaja maupun tidak sengaja. Berkomunikasi secara sengaja dimaksudkan disini adalah pencitraan yang dibuat- buat oleh sebagian aktor politik yang mencalonkan diri. Komunikasi politik yang tidak sengaja terjadi bisa jadi beberapa orang-orang yang berperan dalam kancah politik dapat menempatkan diri mereka dengan sebaik mungkin. Dua hal tersebut banyak mengundang perhatian masyarakat. Pemberitaan di televisi oleh aktor politik baik pemberitaan setting-an ataupun pemberitaan murni dari media massa mendapatkan penilaian yang bermacam-macam dari khalayak. Pada saat itu hasil-hasil kampanye diukur dengan melihat opini publik lewat survey sikap, di Jerman penelitian ini disebut meinungforschung demoskopie dan latar belakang inilah penelitian komunikasi politik di Eropa sangat didominasi oleh opini publik Nimmo, 2000:viii. Opini publik tersebut tidak terlepas pada tokoh politik atau politisi yang berperan sebagai aktor politik. Pada dasarnya aktor politik memerankan diri untuk dan atas nama rakyat, namun pada realitasnya sangatlah bertolak belakang. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kepentingan partai maupun kepentingan pribadi. Filosof Friedrich Nietzsche dalam Nimmo, 1993:53 menyatakan bahwa politikus hanyalah aktor yang menciptakan citra ideal untuk diri mereka sendiri, dan citra adalah suatu integrasi 10 mental yang halus dari berbagai sifat yang diproyeksikan oleh orang itu, dipersepsi dan diinterpretasikan rakyat menurut kepercayaan, nilai dan pengharapan mereka. E.2. Model Kepemimpinan Setiap kepemimpinan memiliki ciri khas masing-masing dan tergantung pada pemimpinnya. Maju tidaknya sebuah kepemimpinan juga tergantung atas saha dari pemimpinnya yang menjadi ujung tombak kepemimpinan. Ilmuan barat merangkum standar model kepemimpinan yaitu Swaidan Basyaril 2005:103: Kepemimpinan dengan rutinitas; kepemimpinan yang menumbuhkan; kepemimpinan yang otokratis; kepemimpinan yang sopan santun; kepemimpinan yang menarik diri; kepemimpinan yang menyempurnakan; kepemimpinan yang mengarahkan; kepemimpinan yang memberi dukungan; kepemimpinan yang melimpahkan; kepemimpinan dengan sifat bos; kepemimpinan yang menguasai; kepemimpinan memberi pengaruh; kepemimpinan yang stabil; kepemimpinan yang konservatif; kepemimpinan yang berjiwa sosial; kepemimpinan yang labil; kepemimpinan yang resmi; kepemimpinan yang demokratis; kepemimpinan yang partisipatif dan kepemimpinan yang menyibukkan diri. Gaya seseorang pemimpin dalam memimpin akan tercermin selama kepemerintahannya. Gaya kepemimpinan tersebut terbentuk secara almiah tanpa dibuat-buat, walaupun banyak isu yang beredar beberapa petinggi yang ada di Indonesia memiliki gaya kepemimpinan yang dibuat-buat demi pencitraan. Bila diperhatikan di media massa khususnya televisi yang banyak memberitakan 11 tentang pemimpin-pemimpin yang ada di Indonesia, masyarakat sebagai audiens dapat menilai mana gaya kepemimpinan yang dibuat-dibuat dan mana gaya kepemimpinan yang terbentuk dari karakter pribadi Si Pemimpin. Prilaku-prilaku pemimpin berbeda-beda dalam menjalankan kepemimpinannya. Ada lima kategori prilaku pemimpin yang dijalankan seorang pemimpin Swaidan Basyaril 2005:107: 1. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya tinggi sedangkan perhatian terhadap kerjanya rendah. 2. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya rendah sedangkan perhatian terhadap kerjanya tinggi. 3. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya rendah dan perhatian terhadap kerjanya rendah. 4. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya sedang dan perhatian terhadap kerjanya sedang. 5. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya tinggi dan perhatian terhadap kerjanya tinggi. Apabila seorang pemimpin melakukannya secara efektif antara kedua dua hal tersebut maka akan terpentuk menjadi pemimpin yang ideal. Pemimpin yang efektif menurut teori kepemimpinan adalah pemimpin yang tahu bagaimana menjalankan dua model ini bersamaan dengan menjaga loyalitas, kesolidan tim, serta produktifitas yang tinggi secara kontinu. 12 E.3. Pemuda dan Politik Pemuda merupakan agen perubahan bangsa dan tombak regenerasi kepemimpinan di Indonesia. Dilihat dari sejarah pemuda Indonesia, pertama dimulai dari 100 tahun kebangkitan nasional pada 20 Mei 2008, sebelumnya seratus tahun yang lalu tahun 1908 sejumlah pelajar STOVIA dipimpin oleh Soetomo mendirikan Budi Oetomo di Jakarta. Kedua 28 oktober 2008 diperingati 80 tahun Sumpah Pemuda. Ketiga, 10 tahun Peristiwa Trisakti pada tanggal 12 Mei 2008. Dalam Sumpah Pemuda tertanamlah nilai dimana pemuda tidak hanya sebagai generasi penerus bangsa, tetapi sekaligus pemersatu bangsa. Di era modern seperti sekarang ini dimana teknologi berkembang tinggi, membutakan pemuda akan wawasan nusantara. Pemuda merupakan aspek krusial, ia juaga merupakan elemen strategis dalam perjuangan mencapai maupun mengisi kemerdekaan. Di periode pergerakan nasional ada lima karekteristik kepemimpinan kaum muda di Indonesia Hasibuan :25 : 1. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, selalu diliputi dengan keinginan untuk mewujudkan Indonesia merdeka. 2. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, selalu bereksperimen dengan berbagai ideologi yang berkembang saat itu. Pergerakan nasional arus ideologi mengalir mempengaruhi pola pikir kaum muda saat itu, seperti ideologi reformis Islam oleh Natsir, ideologi nasionalisme oleh Soekarno, ideologi komunis oleh Tan Malaka dan masih banyak lainnya. 13 3. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, juga lebih banyak menampilkan watak radikalisme dari pada koorporatif. 4. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, selalu menampilkan wajah koorporatif dengan berbagai perbedaan ideologi, apabila memiliki tujuan yang sama untuk kemerdekaan Indonesia. 5. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, selalu memiliki cetak biru blue print Indonesia masa depan. Pada saat itu seperti Jong Java tidak turut langsung ke politik akan tetapi diberi kebebasan untuk berpolitik. Perlu diingat kembali bahwa para pemudalah yang menculik Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Saat kemerdekaan kaum muda juga menyoroti kebijakan pemerintah tentng kenaikan bensin, namun tidak dihiraukan oleh pemerintah. Kaum muda lalu membentuk gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa KAMI. Aksi tersebut berjalan tanggal 10 Januari 1966 dimana mahasiswa berdemontrasi memprotes kenaikan harga untuk ditinjau kembali. Keberadan KAMI dikhawatirkan karena mereka bukanlah dari kaum muda akan tetapi mereka yang berumur 30 tahun dan bukan lagi mahasiswa. Tepatnya mereka bukan mahasiswa berpolitik akan tetapi politikus yang memiliki kartu mahasiswa. Banyak sekali pergelakan kaum muda ssat itu dan berakhir dengan lengsernya jaman orde baru. Memasuki era reformasi yang dipimpin oleh BJ Habibie kaum muda juga belum merasa terpuaskan. Tahun 2000-an kaum mda masuk kedalam organisasi muda underbouw partai, seperti Barisan Muda PAN, Garda Bangsa PKB, Garda 14 Keadilan PKS, Pemuda Banteng PDIP. Hal yang menarik aktifis mahasiswa beberapanya masuk kedalam anggota parlemen sebagian terpilih dalam Pemilu 2004. Hingga saat ini banyak sekali kaum muda yang terjun langsung ke dunia politik. Belum lama ini di salah satu program talk show Mata Najwa edisi “Pilih lah Aku” tanggal 19 Januari 2014, merupakan caleg dari kaum muda yang usianya relatif dini. E.4. Muhammadiyah Muhammadiyah adalah gerakan tajdid pembaharuan atau gerakan reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus membersihkan berbagai amalan umat yangmenyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah memiliki tugas menegakkan amal ma’ruf nahyi munkar yaitu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran. Muhammadiyah memiliki amal usaha yang bergerak dalam pendidikan, kesehatan, dan umat usaha lainnya yang bergerak demi pelayanan masyarakat. Muhammadiyah adalah gerakan islam yang modern tanpa mazhab dan hanya berpegang pada Al-qur’an dan Sunnah. Konsep surat Al-Maun sebagai basis gerakan Muhammadiyah dengan Ahmad Dahlan sebagai pelopornya. Hal ini menjadi spirit untuk menjadi organisasi islam yang sangat populis, kerakyatan dan bukan borjuis. 15 E.5. Politik Muhammadiyah Muhammadiyah memang menyatakan tidak memiliki keterikatan politik dengan partai politik manapun, tidak berpolitik praktis, dan membebaskan warganya untuk memilih dalam pemilihan umum. Muhammadiyah konsisten memperjuangkan aspirasi politik Muhammadiyah, maka kemudian Tanwir Pemuda Muhammadiyah di Banjarbaru, Kalimantan Selatan memutuskan untuk mencoba membentuk partai politik alternatif bagi anggota persyarikatan Muhammadiyah Cahyono, Imam. 2004. Menimbang Partai Alternatif Muhammadiyah. http:www.islamlib.com. Diakses pada tanggal 09032014 Muhammadiyah tidak alergi dengan aktivitas politik baik yang bersifat low politics dalam bentuk struggle of power atau juga yang bersifat high politics dalam bentuk pejuangan politik yang berorientasi pada tujuan-tujuan moral Syafii Maarif; 200. Dalam konteks struggle of power menurut Haedar Nashir 2000 :36 ada tiga pola perjuangan politik Muhammadiyah adalah 1 Langsung membidani kelahiran partai-partai politik, dalam pola ini Muhammadiyah secara kelembagaan ikut serta secara aktif dalam membidani kelahiran partai politik dan juga menggerakkan roda partai politik. Saat itu KH. Mas Mansyur, ketika Muhammadiyah menjadi anggota istimewa Majelis Syuro Muslim Indonesia Masyumi, begitu juga ketika Muhammadiyah ikut membidani kelahiran Partai Muslim Indonesia Parmusi. 2 Keterlibatan secara personal dari tokoh-tokoh Muhammadiyah, hubungan yang terbangun adalah hubungan emosional. Pola kedua ini yang paling 16 sering terjadi dalam perserikatan Muhammadiyah, mulai dari generasi awal Muhammadiyah yang terlibat aktif di MIAI Majlisul Islam Ala Indonesia, PII Partai Islam Indonesia dan sebagainya sampai masa Amien Rais, yang telah mengokohkan hubungan emosional antara warga Muhammadiyah dengan Partai Amanat Nasional PAN. 3 Hubungan yang betul-betul netral, dimana semua unsur persyarikatan harus menjaga jarak yang sama dengan kelompok-kelompok kepentingan politik yang ada. Pola ketiga muncul dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 1971 di Ujung Pandang. Ketiga pola di atas sesungguhnya bisa dijadikan pijakan awal untuk memetakan seperti apa politik Muhammadiyah dalam pandangan warga persyarikatan. Kelompok yang berusaha menjaga jarak sedemikian rupa dengan proses low politics ini kemudian mengidentitas dalam kelompok Muhammadiyah cultural, yang di dalamnnya bercokol tokoh-tokoh intelektual dan budayawan Muhammadiyah. Kelompok ini melihat Muhammadiyah akan kehilangan vitalitasnya dalam peran sosial kemasyarakatan jika harus memaksakan diri untuk melakukan struggle of power. Kelompok kedua merupakan kelompok yang berusaha mencari jalan tengah, yaitu kelompok yang merasa Muhammadiyah sangat perlu memiliki saluran aspirasi politik, tapi tidak dengan serta merta menempatkan Muhammadiyah terikat dengan satu atau beberapa kelompok kepentingan. Kelompok inilah yang kemudian menganggap aspirasi politik Muhammadiyah bisa disalurkan melalui kader-kadernya yang ada di partai-partai politik. 17 Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang menginginkan Muhammadiyah aktif melakukan perjuangan politik pada tingkat low politics untuk kepentingan mewujudkan aspirasi politik perserikatan. Kelompok ketiga ini beranggapan Muhammadiyah akan sulit merealisasikan aspirasi politik jika hanya mengandalkan hubungan emosional dengan partai politik, Muhammadiyah harus berani membentuk partai politik. Jelaslah bahwa Muhammadiyah ikut andil dalam kegiatan politik walaupun didalamnya terdapat pro kontra. Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik tidak lain adalah untuk politik Indonesia. Indonesia membutuhkan pilar politik yang bersih untuk kemajuan negaranya dan kesejahtraan Masyarakat disegala bidang, sesuai dengan tujuan gerakan Muhammadiyah didirikan. E.6. Nahdatul Ulama NU Nahdatul ulama merupakan oraganisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini pertama dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asyhari. Dari istilah Nahdatul Ulama dapat diartikan sebagai kebangkitan ulama atau kebangkitan cendekiawan Islam. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 . Berdirinya NU bertujuan untuk membedakan dan melindungi praktik keagamaan muslim Indonesia dari praktik pemikiran keagamaan Timur Tengah. Nahdatul Ulama NU menganut paham Ahlussunah Wal Jamaah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli rasionalis dengan kaum ekstrim naqli skripturalis. Tujuan organisasi NU menegakkan ajaran islam menurut paham ahlussunnah wal jamaah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di 18 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Beberapa usaha organisasi yaitu : 1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan. 2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. 3. Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan. 4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. 5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU. 19 E.7. Politik Nahdatul Ulama NU NU memiliki tiga model politik yaitu, politik kenegaraan, politik kerakyatan dan politik kekuasaan. Bagi NU politik kekuasaan atau yang bisa disebut dengan politik praktis merupakan tataran politik yang paling rendah karena politik ini cendrung mengakibatkan perpecahan. NU dalam sebagian kalangan beranggapan bahwa politik kenegaraan dan politik kerakyatan akan meraih politik kekuasaan. Pada awal masa berdirinya NU belum bersinggungan langsung dengan politik kenegaraan. Pasca kemerdekaan Indonesia NU mulai bersentuhan dengan politik kenegaraan atau politik kebangsaan. NU meletakkan komitmen kenegaraan diatas segala-galanya karena NU menyadari bahwa eksistensi negara adalah hal utama bagi kehidupan agama dan manusia sesuai denga Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Politik kerakyatan dan politik kenegaraan merupakan konsep politik yang paling ideal bagi NU karena berorientasi pada kebaikan umum mashlahah ‘ammah. Pada akhirnya NU tidak mampu mempertahankan kedua politik ini karena godaan politik kekuasaan baik dari golongan NU itu sendiri maupun dari golongan luar NU. Banyak pintu masuk yang dapat digunakan untuk lewat. Jika tidak lewat struktur NU maka bisa lewat pintu kultur NU. Bila tokoh-tokoh NU masuk kedalam politik praktis maka akan mendapat dorongan baik dari masing- masing pintu. Hal tersebut diawali dengan sebagai penyangga Masyumi tokoh- tokoh NU terlibat dalam kekuasaan jabatan baik didalam maupun diluar partai. Menurut Greg Fealy, tujuan politik NU saat menjadi parpol ialah : 1 penyaluran dana pemerintah terhadap NU, 2 mendapat peluang bisnis, 3 menduduki jabatan 20 irokrasi Greg Fealy, Ijtihat Politik Ulama Sejarah NU 1952-1967. LKIS : Yogyakarta 2003. Saat inilah kinerja NU terpuruk. NU kemudian menjadi penyokong utama PPP, yang menunjukan bahwa NU mengutamakan orientasi kepada politik kekuasaan dan saat itulah NU dicurangi. NU akhirnya memutuskan untuk kembali seperti tahun 1926 dimana berorientasi pada jam’aah serta jam’iyyah. Pada akhirnya NU kembali kepada Politik kekuasaan dengan gaya yang bereda. Hal tersebut dilakukan dengan cara dicalonkannya KH. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI pada tahun 1999 dan KH. Hasyim Muzadi oleh PDI-P untuk wakil Presiden RI 5 Juli 2004. Jawa Timur sebagai basis NU kurang beruntung, justru di wilayah ini NU belum mampu menempatkan kader-kadernya untuk jabatan politik, seperti bupatiwakil bupati dan wali kotawawali kota. Dan yang sesungguhnya merisaukan adalah karena kekalahan tersebut disebabkan oleh pudarnya soliditas warga NU dalam kompetisi politik. Tokoh NU masuk lewat pintu berbeda. Dan variasi pintu masuk tersebut juga memperoleh dukungan dari elit-elit NU. Perbedaan suara warga NU tersebut kemudian bisa dimanfaatkan secara jitu oleh kompetitor politiknya. 21 E.8. Berita Televisi Imaji media menajamkan kita tentang berbagai persoalan dunia. Kita harus pintar memilih apa saja berita yang dapat berdampak positif maupun negatif. Kisah-kisah media memberikan berbagai cerita, karena itulah media merupakan tempat membangun kultur dan tempat kita untuk memasuki kultur baru. Media selalu mendemontrasikan siapa kuat, siapa lemah, siapa yang berkuasa dan siapa yang tidak. Bagi si penguasa memiliki kekuatan untuk menjalankan segala niatnya, tidak menutup kemungkinan televisi sebagai media massa merupakan alat terampuh untuk mempengaruhi khalayaknya. Santana K 2007 : 139 mengatakan, bahwa media kerap menjadi sumber pedagdogis ia mempengaruhi edukasi kita, ia mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu, bagaimana memikirkannya, merasakannya, meyakininya, dan menyemangatinya. Banyak pemberitaan televisi yang mengajak masyarakat Indonesia untuk pandai memilih dan jangan terjebak akan janji-janji politik. Bangsa Indonesia tentunya ingin kearah yang lebih maju. Hal yang perlu dikhawatirkan yaitu pemberitaan di televisi yang masih umum ditonton oleh beberapa kalangan dapat menjadi influence terbesar dalam menentukan pilihan. Alih-alih pengaruh tersebut dilakukan oleh aktor politikus yang berkompeten lalu bagaimana bagi aktor politik yang hanya mengejar pencitraan dan kekuasaan? Di televisi banyak sekali iklan politik yang disiarkan mendekati pemilu. Mendekati pilpres beberapa nama yang sering disebut antara lain Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Wiranto, Hatta Rajasa, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Hary Tanoesoedibjo, Gita Wiryawan, Dahlan Iskan, Jokowi, Jusuf Kalla, Mahfud MD, 22 Puan Maharani, Rhoma Irama dan masih banyak lagi. Nama-nama tersebut ada yang sudah mengajukan diri sebagai calon presiden dan wakilnya menuju RI 1 dan ada pula menjadi calon presiden wacana. Calon presiden wacana yang sering diberitakan ditelevisi sebagian merupakan hasil poling masyarakat. Jokowi diantaranya salah satu aktor politik yang sering disorot oleh media. Televisi banyak memberitakan kinerja Jokowi. Televisi bersinggungan secara lebih langsung dan memainkan peran pembentukan dan formatif dalam kaitan dengan, ideologi populer, praktis para audiens. Philip Elliott mengungkapkan bahasa bagaimana audiens menjadi sumber dan sekaligus penerima pesan televisi. Jurnalisme dalam televisi tampak dijadikan semacam pengeras suara yang dengannya ide-ide berlaku umum diperkuat dan diterapkan secara umum di segenap kawasan formasi sosial. Alam pemberitaan televisi terjadi kesatuan yang kompleks terjalin atara deskripsi fakta yang dihasilkan televisi dan deskripsi premier tentang fakta yang terbentuk dalam formasi sosial sebagai kejelasan presentasi visual dominan terkadang hegemonik tentang antagoisme politik ekonomi. Pemberitaan di televisi disusun sedemikian rupa dengan penentuan topik- topik oleh praktik jurnalisme televisi, dibuat tampak sebagai pemahaman yang paling baik tentang fakta-fakta, oponi publik yang diperkuat dengan presentasi visual. Terkadang audiens hanya dijadikan saksi atas, tetapi bukan sebagai peserta dalam, perebutan dan adu pendapat tentang pelbagai isu. Televisi kini menjadi alat penyusun agenda dalam lingkup opini publik. Televisi tanpa sengaja memainkan peran untuk menarik perhatian publik dalam membentuk pemahaman 23 tentang situasi politik. Peran tersebut dikelompokan dalam 1 penentuan isu yang akan memasuki lingkup kesadaran publik dan diskusi publik, 2 penentuan atasan termasuk didalamnya isu-isu yang akan didiskusikan, 3 menetukan siapa yang akan berbicara tentang topik yang telah dipilih, 4 mengelola dan mengontrol perdebatan dan diskusi yang akan terjadi. Mendekati pemilu presiden banyak isu tentang calon-calon yang secara tidak langsung terpilih dalam berbagai polling, baik di media televisi itu sendiri maupun media sosial yang telah banyak dilakukan penelitian tentang percakapan calon presiden yang potensial. Jokowi merupakan isu publik yang terbanyak sebagai calon presiden yang berpotensi dan ini pula yang menjadi diskusi publik. Kemudian isu kinerjanya banyak tercuat ditelevisi hingga akhirnya diapun muncul untuk diwawancarai tentang kinerjanya tokoh disalah satu program televisi seperti pada TV ONE tanggal 22 Januari edisi 100 Hari Jokowi+Ahok. Televisilah yang menjalankan peran sebagai pengontrol akan pro kontranya Jokowi sebagai calon Presiden. Televisi memberikan liputan tentang pemilu dan peristiwa politik, dalam pemberitaannya televisi menunjukan kemungkinan bahwa independensi yang lemah karena khalayak media tidak punya liputan televisi tentang pemilu, tetapi punya pemilu televisi. 24 E.9. Resepsi Pesan Audiens terdiri dari beberapa komunitas yang memiliki nilai-nilai, gagasan, dan ketertarikannya sendiri. Makna informasi yang ada di media ditafsirkan secara sosial dalam kelompoknya, dan individu lebih dipengaruhi oleh orang sekitarnya dari pada media itu sendiri. Makna pesan tidak ditanggapi secara pasif, masyarakat bertindak seperti yang mereka lihat. Makna pesan yang terdapat di media tidak pernah ditentukan individu, melainkan ditafsirkan secara komunal. Hal tersebut tergantung individu tersebut tergabung dalam keanggotaan secara turun-temurun. Peran aktif khalayak di dalam memaknai teks media dapat terlihat pada premis-premis dari model encodingdecoding Stuart Hall 2011:213 yang merupakan dasar dari analisis resepsi. Ada 3 kategorisasi encodingdecoding menurut Stuart Hall, yaitu : 1. Dominant-Hegemonic Position. Yaitu, audience TV mengambil makna yang mengandung arti dari program TV dan meng-dekode-nya sesuai dengan makna yang dimaksud preferred reading yang ditawarkan teks media. Audience sudah punya pemahaman yang sama, tidak akan ada pengulangan pesan, pandangan komunikator dan komunikan sama, langsung menerima. 2. Negotiated Position. Yaitu, mayoritas audience memahami hampir semua apa yang telah didefinisikan dan ditandakan dalam program TV. Audience bisa menolak bagian yang dikemukakan, di pihak lain akan menerima bagian yang lain. 25 3. Oppositional Position. Yaitu, audience membaca kode atau pesan yang lebih disukai dan membentuknya kembali dengan kode alternatif. Dalam bentuk ekstrem mempunyai pandangan yang berbeda, langsung menolak karena pandangan yang berbeda. Dalam kelompok intrepretif interpretive communities, masing-masing dengan pemaknaanya sendiri tentang apa yang dibaca apa yang dilihat, dan didengar. Karena hasil konsumsi media bergantung pada susunan budaya dari berbagai komunitas. Individu memiliki kesadaran tentang keuntungan berpartisipasi secara personal dalam dan dengan kelompok termasuk kedalamnya terlibat gaya hidup atau bentuk budaya yang khas. Hall menjelaskan dalam karyanya tentang cultural studies 2011:194-195 yaitu : a. Media tidak hanya berpengaruh langsung. Media berperan sebagai pemicu kerangka berfikir dapat mendefinisikan sebagai peran ideologis media. Media sebagai kekuatan kultural dan ideologis yang besar, berada dalam posisi dominan dalam kaitannya dengan cara berbagai relasi sosial dan permasalahan politik didefinisikan dengan cara bagaimana pembentukan dan transformasi ideologi populer dalam diri audiens. b. Pertentangan atas teks media sebagai pembawa makna yang transparan sebagai pesan. Pada dasarnya pesan yang disampaikan mengandung unsur ideologis dan kesaling keterkaitan . 26 c. Pemutusan atas konsepsi audiens pasif yang seragam yang dipengaruhi oleh media. Di era ini audiens lebih aktif dalam konsepsi, pembacaan, dan konsepsi hubungan antara acara pesan media itu dikodekan . d. Peran yang dimainkan media dalam menyebarluaskan dan membuat aman pelbagai definisi dan representasi ideologis dominan kedalam agenda pembicaraan. Media saat ini berperan menyusun peran dalam sirkulasi definisi sosial dominan dan, produksi media berfokus pada komunikasi politik. Media terjebak dalam berbagai permasalahan dalam penyiarnnya yang muncul baik dari upaya untuk memahami bagaimana media memainkan peran ideologis dalam masyarakat maupun dari pengonsepsian hubungan kompleks media itu dengan kekuasaan. Sekarang media sangat erat kaitannya dan membangun relasi yang kompleks antara, media, politik dan masyarakat. Teks mengkonstruksi berbagai posisi subjek tentang kritik yang menyeluruh terhadap realisme, mode naratifnya. Individu memiliki ideologis, yang menurut Althusser merupakan sebuah representasi tentang relasi imajiner individu dengan kondisi real keberadaan mereka Hall 2011 : 203. Veron dalam Hall 2011:209 menjelaskan bahwa ideologi adalah level penandaan yang melakukan pengoprasiannya melalui konotasi. Ideologi dalam diri individu melampaui dan melibatkan keseluruhan semesta tanda denotatif dan konotatif. Bentuk pesan adalah bentuk yang nampak dan dibutuhkan dari suatu peristiwa dalam peralihannya dari sumber ke penerima. Kumpulan makna yang dikodekan memiliki efek, mempengaruhi, menghibur, mengajari, merayu, dengan 27 konsekuensi tingkah laku, ideologis, emosional, kognitif, persepsi indrawi yang sangat kompleks. Kondisi persepsi adalah hasil dari sebuah pengoprasian yang ada dalam kode, sekalipun secara tak sadar.

F. Metode Penelitian