Jong Islamieten Bond 1925-1942 Sebagai Gerakan Pemuda Islam Di Indonesia

(1)

JONG ISLAMIETEN BOND 1925 – 1942 SEBAGAI

GERAKAN PEMUDA ISLAM DI INDONESIA

Disusun Oleh: Jamaludin 0033218880

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

JONG ISLAMIETEN BOND 1925 – 1942 SEBAGAI

GERAKAN PEMUDA ISLAM DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Memenuhi Prasyarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Oleh:

Jamaludin 0033218880

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing

Dra. Haniah Hanafie, M.Si

NIP: 150 299 932

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan Rahmat, Karunia, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebaikan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. DR. Komaruddin Hidayat, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. 2. Bapak DR. M. Amin Nurdin, MA, dekan fakultas Ushuluddin dan Filsafat

3. Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils, ketua jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag, sekretaris jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(4)

5. Ibu Dra. Haniah Hanafie, M.Si, dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan selalu memberikan saran dan motivasi serta pengarahan kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah mendidik dan membina selama perkuliahan berlangsung.

7. Bapak kepala dan para karyawan perpustakaan utama dan fakultas ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas serta buku-buku yang penulis perlukan.

8. Ayahanda H. Misar dan ibunda Hj. Nini, kakanda, adinda dan keponakan-keponakan yang telah memberikan dorongan moril dan materiil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan jurusan Pemikiran Politik Islam Umar Fauzi, Irvan Ali Fauzi, Liyus Oktari, dan Ipad Badru. Mereka adalah orang-orang hebat yang senantiasa memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

10.Seluruh angkatan 2000 yang selalu setia mendukung dan memotifasi saya untuk terus berjuang melawan rasa malas sampai brakhirnya saya lulus.

Akhirnya hanya kepada Allah semua itu diserahkan. Semoga amal baik mereka diterima oleh Allah SWT., Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Jakarta, Juni 2008


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A.Latar Belakang Masalah...1

B.Batasan dan Rumusan Masalah...5

C.Tujuan Penulisan ...5

D.Metode Penulisan ...6

E. Sistematika Penulisan...7

BAB II PENGERTIAN GERAKAN PEMUDA ISLAM...9

A.Pengertian gerakan ...9

1. Arti Gerakan secara Umum...9

2. Arti Gerakan Islam ...11

B. Pengertian Pemuda Islam...13

1. Arti Kata Pemuda ...13

2. Arti kata Pemuda Islam ...15

BAB III SEKILAS TENTANG JONG ISLAMIETEN BOND (JIB)...16

A. Latar Belakang Berdirinya Jong Islamieten Bond (JIB)...16

B. Asas dan Tujuan JIB ...18

BAB IV JONG ISLAMIETEN BOND SEBAGAI GERAKAN PEMUDA ISLAM DI INDONESIA...23


(6)

A.Ideologi-Ideologi dalam JIB...23

1.Ideologi Islam ...24

2.Ideologi Nasionalis ...26

3.Ideologi Sosialis ...31

B.Tantangan JIB sebagai Gerakan Pemuda Islam ...35

1.Tantangan Ideologi ...36

2.Tantangan Modernitas ...39

3.Tantangan Invasi Kebudayaan...41

C.Peran JIB sebagai Gerakan Pemuda Islam... ...42

1.Merebut Kemerdekaan Indonesia...43

2.Partisipasi dalam Memajukan Rakyat Indonesia...47

D.Posisi Perjuangan Pemuda Islam: Sebuah Prestasi atau Kegagalan..48

BAB V PENUTUP...51

A.Kesimpulan...52

B.Saran-saran ...54


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan, memiliki karakter dan budaya yang beragam. Tak ayal lagi, pengaruh budaya, menyikapi pola hidup masyarakatnya. Selain itu, Indonesia memiliki letak geografis yang sangat strategis, diapit dua benua dan dua samudera, menyebabkan unsur-unsur budaya asing masuk ke Indonesia begitu cepatnya.

Islam memiliki norma-norma khusus dan jelas, tentang bagaimana manusia melakukan komunikasi dengan manusia lainnya, bagaimana menempatkan kedudukan seseorang pada kedudukannya yang tepat, bagaimana memimpin masyarakat, dan bagaimana menyelenggarakan sebuah pemerintahan. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, kiranya dapat menerapkan norma-norma ke-Islaman yang pastinya tidak bertentangan dengan keyakinan (agama) lainnya.

Pemuda merupakan potensi yang dapat menentukan perjalanan sejarah umat manusia dan menggerakkan mereka ke arah cita-cita tinggi. Mampu meraih periode kebudayaan yang penuh ilmu pengetahuan dan semangat zaman. Bila kita menyibak sejarah pergerakan Islam mutakhir di tanah air niscaya dalam politik akan ditemukan organisasi tertua yaitu Syarekat Islam. Di bidang dakwah dan kemasyarakatan adalah Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Nahdlatul Ulama (NU), dan sebagainya.


(8)

Sedang di dalam bidang intelektual-kepemudaan organisasi Jong Islamiten Bond (JIB) dan Jong Java.1

Pemuda Islam bukanlah suatu bagian yang terpisah dari golongan Islam sebagai kelompok sosial dan politik dalam masyarakat, pemuda Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari golongan Islam atau ummat Islam sebagai kelompok kepentingan. Di dalam perjalanan sejarah peranan yang dibawakan oleh pemuda Islam sebagai “ujung tombak” seringkali begitu menonjol sehingga merupakan alur tersendiri dalam gelombang arus sejarah Islam di Indonesia.

Munculnya Jong Islamiten Bond (JIB) merupakan suatu fenomena yang menarik. Anggota-anggotanya secara intelektual mulai menyadari Islam sebagai suatu cara hidup yang sempurna berkat tersebarnya gagasan-gagasan modern tentang Islam di kalangan mereka. Menurut Roem – dikatakan bahwa dua tujuan yang hendak diraih JIB adalah : 1. Mempelajari Islam dan menganjurkan agar ajaran-ajarannya dilaksanakan; 2. Mengembangkan rasa simpati terhadap Islam dan para pengikutnya, di samping menunjukkan sikap toleran positif terhadap pemeluk agama lain. Dengan menyebut sikap toleran positif terhadap pemeluk agama lain, JIB ingin menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama sempit dan dangkal; dan kaum muslimin memang sama sekali tidak punya niat untuk memaksa pihak lain untuk memeluk Islam karena hal itu berlawanan dengan ajaran al-Qur’an sendiri.2

Tantangan-tantangan terhadap Islam khususnya dalam dunia kepemudaan mempunyai kekhususan tersendiri, respons yang diberikan oleh pemuda Islam untuk

1

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, (Jakarta : Rajawali Press, 1984), cet. Ke-1, h. 26-27

2

Lihat, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara, (Jakarta: LP3ES, 2006), edisi revisi, h. 94


(9)

menyahut tantangan tersebut juga merupakan fase-fase sejarah meski tak dapat dilepaskan dari konteks sejarah dalam lingkup yang lebih luas, baik itu lingkup kerangka Islam maupun kerangka nasional. Tantangan-tantangan terhadap Islam sejak kolonialisme Belanda, terlihat ditujukan kepada bagian yang paling strategis dari tubuh umat Islam yaitu pemudanya.3 Serangan-serangan yang dilancarkan umumnya mempunyai target degenerasi Islam, pelumpuhan kaderisasi Islam. Kebijaksanaan-kebijaksanaan kolonial Belanda tentang Goeroe Ordonantie dan Wilde Schoolen Ordonantie, mempunyai arah yang jelas yaitu lumpuhnya pembangunan generasi-generasi muda Islam.

Hubungan antar generasi di kalangan Islam dapat dikatakan cukup serasi, meski kebanyakan organisasi-organisasi pemuda Islam yang cukup menonjol dalam sejarah adalah organisasi pemuda Islam yang independen dalam pengertian bukan merupakan underbouw suatu partai politik atau organisasi kemasyarakatan, tetapi di dalam sejarah terlihat bahwa organisasi pemuda Islam itu tidak meninggalkan begitu saja kalangan tuanya. Hubungan yang akrab antara tokoh Islam Haji Agus Salim dengan JIB dan Studenten Islam Studie-Club merupakan contoh yang nyata.

Jong Islamieten Bond (JIB) adalah organisasi pemuda Islam tertua di Indonesia (berdiri sejak 1925) yang lahir dalam keadaan tekanan atau pun penindasan pada masa penjajahan Belanda. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai jawaban pemuda Islam terhadap tantangan sejarah yang dihadapinya, dan sekaligus sangat jelas mencerminkan kesinambungan organisasi pemuda Islam.

3

Dalam Pendahuluan, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, (Jakarta : Rajawali Press, 1984), cet. Ke-1, h.xi


(10)

Terlihat gerakan yang dilakukan oleh pemuda Islam di Indonesia, adanya kecenderungan nyata bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemuda Islam adalah sebuah titik nadir peran pemuda Islam di Indonesia untuk suatu kemajuan. Semua gejala-gejala dan kenyataan-kenyataan itu nampak sebagai dinamika arus sejarah.

Sejauh pengamatan penulis bahwa Jong Islamieten Bond (JIB) adalah sebuah gerakan pemuda Islam yang sangat menarik untuk dibahas. Oleh karena Jong Islamieten Bond (JIB) telah memberikan warna atau pun corak terhadap perjalan bangsa. JIB merupakan organisasi yang berjuang merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Di samping itu JIB banyak melahirkan tokoh-tokoh yang beraliran nasionalis dan sosialis, padahal JIB secara tegas mengakui dirinya sebagai organisasi pemuda yang beraliran Islam.Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji “Jong Islamieten Bond 1925 – 1942 sebagai Gerakan Pemuda Islam di Indonesia”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dengan mengajukan skripsi ini maka peneliti memperoleh kesempatan untuk melakukan tinjauan sejarah. Fokus bahasannya menitik beratkan kepada gerakan JIB sebagai pemuda Islam di Indonesia pada tahun 1925 – 1942.

Berikut pertanyaan yang hendak dijawab dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah Jong Islamieten Bond (JIB) sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia?”


(11)

Ada dua tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu: tujuan akademis dan tujuan khusus.

Secara akademis tujuannya adalah sebagai salah satu syarat dan tugas akhir akademis untuk meraih gelar sarjana (S1). Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana gerakan politik Jong Islamieten Bond (JIB) sebagai pemuda Islam di Indonesia.

Tujuan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan menjadi sumbangsih sederhana mengenai informasi yang berkaitan dengan gerakan politik pemuda Islam di Indonesia. Adapun secara praktis diharapkan penelitian ini akan menambah khazanah kepustakaan, khususnya mengenai Jong Islamieten Bond (JIB) sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia.

D. Metode Penelitian

Setelah penulis menetapkan dan menentukan objek pembahasan, yaitu Jong Islamieten Bond (JIB) sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia, maka untuk menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian yang terdiri dari metode pengumpulan data, analisis data dan teknik penulisan.

1. Metode Pengumpulan Data

Ada dua metode yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data-data penelitian ini, yakni pertama, kepustakaan. Dalam penelitian kepustakaan (library research), seluruh data diperoleh dengan menggali data-data tertulis berupa buku-buku, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang mendukung yang berkaitan,


(12)

langsung atau tidak, dengan pokok bahasan. Bahan pustaka tersebut menjadi sumber primer dan sekunder. Kedua, metode wawancara, yakni teknik memperoleh informasi secara lisan melalui percakapan dan tanya jawab langsung dengan sumbernya yang dalam hal ini Ridwan Saidi.

2. Metode Analisis Data

Data-data terkumpul kemudian penulis analisis dengan metode deskriptif-analitis. Dengan metode ini, penulis pertama-tama menggambarkan pokok persoalan dengan seluruh data pendukungnya secara apa adanya (deskriptif). Selanjutnya, setelah seluruh data disajikan, penulis memberikan analisis, pendapat interpretasi dan terakhir penilaian pribadi (analitis).

3. Teknik Penulisan

Sedangkan untuk teknik penulisan penelitian ini, penulis merujuk pada “Teknik Penulisan Makalah dan Skripsi” yang terlampir (lampiran 2) dalam buku

Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2006/2007.

E.Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan keteraturan dalam penulisan ini, maka penulis membagi materinya menjadi lima (5) bab dan pada setiap bab dibagi lagi menjadi beberapa sub-sub yang terperinci, dengan sistematika sebagai berikut :


(13)

Bab I dimulai dengan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, merupakan gambaran tentang pengertian gerakan secara umum dan gerakan Islam, kemudian dilanjutkan dengan menerangkan pengertian kata pemuda dan pemuda Islam.

Bab III disini penulis akan menjelaskan selintas tentang sejarah berdirinya Jong Islamieten Bond (JIB), kemudian menerangkan tentang asas dan tujuan JIB serta perkembangannya

Bab IV di sini penulis akan menjelaskan tentang JIB sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia, diawali dengan menerangkan ideologi-iddeologi dalam JIB, yaitu ideologi Islam, nasionalis dan sosialis, kemudian menerangkan tentang munculnya perlawanan dalam wacana politik, tantangan yang dihadapi pemuda Islam dengan adanya tantangan ideologi, tantangan modernitas dan tantangan invasi kebudayaan, terakhir penulis ingin menjelaskan tentang perjuangan pemuda Islam (suatu keberhasilan atau suatu kegagalan).

Bab V adalah penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-saran, bab ini merupakan jawaban dari pokok masalah yang akan dibahas dalam skripsi.


(14)

BAB II

PENGERTIAN GERAKAN PEMUDA ISLAM

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pengertian gerakan pemuda Islam. Sebelum melangkah lebih jauh mengenai JIB sebagai gerakan pemuda Islam, ada baiknya sedikit melihat secara selintas tentang pengertian gerakan pemuda Islam, agar lebih jelas nantinya memahami tentang Jong Islamieten Bond (JIB) sebagai gerakan pemuda Islam.

A.Pengertian Gerakan

1. Arti Gerakan secara Umum

Dalam bahasa Indonesia, kata gerakan berasal dari kata dasar gerak. Dalam bahasa Inggris : motion, dari latin : motio, movere (menggerakkan, memindahkan). Satu pendapat mengatakan bahwa gerak berarti peralihan tempat atau kedudukan. Dan gerak memang berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu kedudukan ke kedudukan lain.4

Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa gerak secara umum berarti perubahan. Dalam arti klasik, gerakan (kinetis) mencakup semua bentuk perubahan, seperti perubahan dalam kualitas, posisi, bentuk, dan potensi. Sedangkan secara khusus gerak adalah perubahan lokasi special dari benda yang berhubungan satu sama lain. Proses (tindakan atau keadaan) perubahan tempat (posisi).5

4

Desi Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Amelia, 2003), cet. Ke-1, h. 157 5


(15)

Pendapat lain mengatakan bahwa gerak berarti kegiatan atau tingkah laku. Dan gerak memang berkaitan dengan kegiatan atau tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok. Jadi gerak merupakan hal-hal yang mengandung tindakan manusia yang sesuai dengan kebutuhan.6

Soerjono Soekanto mendefinisikan gerakan merupakan suatu organisasi yang bertujuan mencapai tujuan-tujuan tertentu biasanya tujuan yang diharapkan berupa perubahan. Dengan demikian gerakan diartikan sebagai kegiatan dari suatu kelompok yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya.7

Gerakan (movement) dalam kamus oxford : group of people with a shared set of aims or principles : the peace. Gerakan adalah sekelompok orang yang berkumpul dengan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip yang sama, seperti keadilan.8

Gerakan dapat juga diartikan sebagai wadah kegiatan bagi para anggotanya untuk bekerja, berinovasi, berinteraksi, dan saling berhubungan atau dinamika dari hamba yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan rahmat bagi alam sekitarnya.9

Kata gerakan mengacu pada perubahan sesuatu dari satu tempat atau kedudukan, baik dari segi kualitas, kuantitas, posisi, bentuk, maupun potensi dan mempunyai tujuan tertentu. Intisari yang terkandung dari istilah-istilah di atas bahwa gerakan mencakup perubahan dan berbentuk kegiatan yang dilakukan manusia, baik secara individu maupun kelompok.

6

Ananda Santoso, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Alumni, tt), h.134 7

Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), cet. Ke-3, h.283 8

Oxford Learnear’s Pocket Dictionary, (UK : Oxford University Press, 2003), third edition, page. 280

9

Buku Panduan Mapaba PMII, (Ciputat : Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum, 2000), h.7


(16)

Dengan demikian, gerakan secara umum dapat diartikan sebagai kegiatan manusia secara individu maupun kelompok dalam organisasi yang bertujuan ideal dengan tujuan-tujuan tertentu dan mengharapkan perubahan dalam kualitas, kuantitas, bentuk, dan potensi.

2. Arti Gerakan Islam

Menurut A. Ezzati gerakan Islam adalah gerakan yang disebabkan oleh Islam. Adapun gerakan Islam tersebut meliputi beberapa bidang, di antaranya adalah bidang teologi, seperti : Mu’tazilah, Asy’ariyah tadisionalis, Wahabiyah, gerakan-gerakan puritanisme dan fundamental Islam, kemudian gerakan-gerakan dalam bidang politik, seperti gerakan konstitusi Iran. Lalu gerakan dalam bidang ekonomi, seperti gerakan Islam dalam nasionalisasi minyak Iran 1984, dan terakhir adalah gerakan pembebasan, seperti gerakan-gerakan rakyat Afganistan, Aljazair, Pattani, Moro, Khasmir, dan lain-lain.10

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan gerakan pemuda Islam adalah gerakan yang dilakukan oleh pemuda Islam dalam bidang teologi, politik, ekonomi, dan pembebasan.

Menurut Endang Saifudin Anshari bahwa gerakan umat Islam dalam sejarah Nasional Indonesia dapat dilihat dari empat kategori.11 Pertama adalah gerakan sosial, dakwah dan pendidikan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI), Budi Utomo, Muhammadiyah, al-Irsyad, Mathlaul Anwar, Persatuan Islam (PERSIS), Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Tarbiyah Islam, Jami’atul Wasliyah, Persatuan Ulama Seluruh Aceh, dan Persatuan Ulama Indonesia.

10

A. Ezzatti, Gerakan Islam ; Sebuah Analisis, (Jakarta : Pustaka Hidayah, 1990), cet. Ke-1, h. 12 11


(17)

Kedua adalah gerakan politik, seperti Partai Sarekat Islam (PSI), Persatuan Muslim Indonesia (PERMI), Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI), Partai NU, Muslimin Indonesia dan partai lainnya.

Ketiga adalah gerakan pemuda Islam yang dibagi menjadi empat. (1). Gerakan pelajar; Pelajar Islam Indonesia (PII, Independen), Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU, bawahan NU), Serikat Pelajar Muslimin Idonesia (SEPMI, bawahan PSII), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IMM, bawahan Muhammadiyah). (2) Gerakan mahasiswa ; Himpunan Mahasiswa Islam (HMI, independen), Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PMII, bawahan NU), Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI, bawahan PSII), Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (GERMAHI, bawahan PERTI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM, bawahan Muhammadiyah), dan lain-lain. (3) Gerakan pemuda ; Gerakan Pemuda Islam (GPI, independen), Gerakan Pemuda Anshor (bawahan NU), Pemuda Persatuan Islam (bawahan Persatuan Islam), Badan Koordinasi Pemuda Masjid Indonesia, dan lain sebagainya. (4) Gerakan sarjana ; Persatuan Sarjana Muslimin Indonesia (PERSAMI, independen), Ikatan Sarjana Islam Indonesia (ISII, bawahan NU), dan lain sebagainya.

Keempat adalah gerakan-gerakan lainnya, biasanya masing-masing organisasi terutama partai politik mempunyai organisasi bawahan secara khusus menggarap masalah-masalah tertentu ; wanita, buruh, tani, mahasiswa, pelajar, dan lain-lain. Di samping organisasi “kekaryaan” bawahan partai ada organisasi “kekaryaan” yang independen, seperti Serikat Tani Islam Indonesia (STII), Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia (GASBINDO), Kongres Buruh Islam Merdeka (KBIM), Serikat


(18)

Nelayan Islam Indonesia (SNII), Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII), dan lain-lain.

B.Pengertian Pemuda Islam 1. Arti Kata Pemuda

Pemuda di manapun mereka berada, ia ikut mempengaruhi kehidupan bermasyarakat ataupun bernegara, tetapi kita tidak paham atau sulit mengerti tentang arti kata pemuda bahkan ada yang mempersalahkan kebijakan mendefinisikan pemuda, seperti pendapat yang mengatakan bahwa pemuda adalah pemuda, tergantung pandangan kita tentang pemuda itu sendiri. Jadi terserah kita bagaimana agar paham dan mengerti tentang pemuda, dengan prinsip yang benar tentunya. Oleh karena itu, penulis akan mencoba memberikan definisi pemuda secara mendasar.

Secara umum pemuda dapat dikatakan sebagai seorang yang belum luas kemajuannya dalam hidup, belum tua umurnya, masih penuh semangat, belum dewasa, dan belum berpengalaman.12

Sedikitnya ada tiga pendekatan untuk mendefinisikan istilah pemuda. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah ; pendekatan biologis, psikologis dan organisatoris. Pertama, pemuda berdasarkan pendekatan biologis bahwa yang disebut pemuda adalah yang berumur 14 sampai 29 tahun dan kemudian diperluas menjadi 35 tahun.13 Kedua, pemuda dari pendekatan psikologis adalah seorang yang secara individu dalam proses kematangan jiwa dan kedawasaan diri. Lebih

12

H.W. Fowler dan F.G. Fowler, The Concise Oxford Dictionary, (London : Oxford Univercity Press, 1956), cet. Ke-4, h. 1494

13


(19)

lanjut dikatakan bahwa yang disebut pemuda adalah seseorang yang belum memasuki alam perkawinan. Ada pendapat yang mengatakan pemuda yaitu kondisi di antara anak-anak dan dewasa.14 Dan yang ketiga, pemuda secara organisatoris adalah pelajar, mahasiswa, pemuda dan sarjana.

Intisari yang terkandung dalam istilah di atas adalah pemuda mengandung arti mereka yang berumur 14 sampai 29 tahun atau sampai 35 tahun, dan dalam proses pematangan jiwa dan kedewasaan diri serta mempunyai atribut pelajar, mahasiswa, pemuda dan sarjana.

2. Arti Kata Pemuda Islam

Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad sebagai rasul. Adapun sumber utama dalam Islam adalah al-Qur’an dan Hadits.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arti kata pemuda Islam adalah mereka yang berumur 14 sampai 29 tahun atau sampai 35 tahun, dan dalam proses pematangan jiwa dan kedewasaan diri serta mempunyai atribut pelajar, mahasiswa, pemuda dan sarjana yang beragama Islam, tentunya berpegang pada al-Qur’an dan Hadits.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa gerakan pemuda Islam meliputi gerakan pelajar, gerakan mahasiswa, gerakan pemuda, dan gerakan sarjana dalam bidang teologi, politik, ekonomi, dan pembebasan. Dengan demikian, jelas bahwa gerakan pemuda Islam mempunyai bentuk tertentu dan mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan gerakan tersebut.

14


(20)

BAB III

SEKILAS TENTANG JONG ISLAMIETEN BOND (JIB)

C.Latar Belakang Berdirinya Jong Islamieten Bond (JIB)

Dalam perjalanan sejarah bahwa gerakan pemuda Islam pertama berideologi Islam adalah Jong Islamieten Bond (JIB) yang didirikan pada tanggal 1 Januari 1925 oleh R. Syamsurizal (Raden Syam) di Jakarta.

Pada awalnya JIB dicetuskan oleh pemuda-pemuda muslim yang berasal dari Jawa dan Madura yang umumnya bergabung di dalam Jong Java. Di mana di antara anggota-anggota Jong Java merasa bahwa banyak organisasi pelajar atau pemuda waktu itu terbagi-bagi dalam wadah dan perasaan kedaerahan (primordialisme), seperti Jong Sumatera, Jong Batak Bond, Jong Selebes/ Minahasa, Jong Ambon, Sekar Roekoen, dan Jong Java sendiri, dan lain-lain. Sehingga di antara angota-anggota Jong Java berpikiran bahwa melalui agama Islam dapat membuat persatuan antara organisasi-organisasi pelajar dan pemuda. Islam adalah agama umum rakyat di seluruh nusantara. Oleh karena itu, organisasi-organisasi pelajar dan pemuda yang bernama Jong Java, Jong Sumatera, dan sebagainya, anggota-anggotanya adalah putra-putri nusantara kita juga.15

Menurut Raden Syamsurizal sebagai ketua Jong Java pada waktu itu (kelak ketua JIB) berpendapat bahwa barang siapa yang hendak mengenal roh bangsa Indonesia harus mempelajari dengan sungguh-sungguh agama Islam. Sehingga diperlukan bagi anggota Jong Java untuk diajarkan pendidikan Islam. Di samping itu,

15

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI, (Jakarta : LSIP, 1993), cet. Ke-1, h. 25


(21)

keperluan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa baik di MULO maupun AMS tatkala itu tidak diberikan pelajaran agama Islam.16

Namun banyak reaksi yang timbul terhadap pendapat Raden Syamsurizal tersebut. Ada yang menganggap Jong Java bukanlah perkumpulan agama dan hal-hal yang berhubungan dengan agama menunjukkan pada keterbelakangan, kekolotan dan sebagainya. Dan ada pula yang setuju dengan pendapat Syam.

Dengan demikian pada kongres Jong Java ke-7 di bulan Desember tahun 1924 pendapat Syam dibawa dalam kongres, namun pendapat Syam ditolak lewat pemungutan suara. Penolakan ini menurut Mr. Moh. Roem, merupakan blessing in disgue, karena apabila usul itu diterima kemungkinan organisasi terpelajar Islam tidak akan pernah hadir.

Dan akhirnya pada Desember itu juga Syam berangkat ke Jakarta bertemu dengan H. Agus Salim untuk menyampaikan niatnya membentuk Jong Islamiten Bond (JIB). Dan kemudian sejumlah formulir keanggotaan diedarkan, diluar dugaan 200 pemuda Islam, baik pelajar MULO maupun AMS ataupun tamatan sekolah-sekolah tersebut yang sudah bekerja menyatakan bersedia menjadi anggota JIB. Dan pada tanggal 1 Januari 1925 JIB diproklamirkan berdirinya di Jakarta dengan agama Islam sebagai dasar perjuangannya.17

Perlu diketahui bahwa berdirinya JIB bukan karena penolakan atas usul Syam mengenai klasifikasi keanggotaan yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan persoalan keislaman, tetapi semata-mata bermaksud memajukan Islam. Karena kendati

16

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI, h. 26

17


(22)

JIB telah berdiri tetapi para pemuda Jawa yang muslim tidak menanggalkan keanggotaannya dalam Jong Java.

B. Asas dan Tujuan JIB

Terdapat dua asas dan tujuan yang hendak diraih JIB sebagai wadah gerakan pemuda Islam. Pertama adalah mempelajari agama Islam dan menganjurkan agar ajaran-ajarannya diamalkan. Kedua adalah menumbuhkan simpati umat Islam dan pengikutnya, dan perlunya toleransi yang positif terhadap orang-orang yang berlainan agama. Bahkan JIB juga sangat menaruh perhatian pada persamaan hak dan kewajiban di antara laki-laki dan wanita, sesuai dengan ajaran Islam.18

JIB membangun dua prasarana yang kelak mempunyai nilai strategis dalam pembinaan generasi muda. Pertama adalah Dua bulan setelah JIB berdiri, yaitu Maret 1925, majalah bulanan dengan nama Het Licht (an-Noer) terbit. Majalah ini menjadi media komunikasi yang sangat efektif, tidak saja untuk kalangan anggota JIB tetapi juga di luar JIB. Tujuan dibentuknya majalah JIB adalah untuk menyebar luaskan ide dan gagasan JIB, tidak saja di kalangan anggota tetapi juga kaum intelek Indonesia lain yang masih menuntut ilmu di sekolah.

Tulisan yang dinuat dalam Het Licht mencerminkan pemikiran dan ungkapan perasaan para penulisnya vis a vis situasi zaman kolonial. Para cendikiawan Islam yaang umumnya masih berusia 20-an tahun itu membawakan suara anak zaman, sebut saja misalnya artikel yang ditulis oleh Wiwoho Purbohadidjojo tentang “Islam dan

18

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), (Jakarta : Piranti Ilmu, 1990), cet. Ke-1, h. 16


(23)

Pendidikan di Hindia Belanda”, menggambarkan sikap protes terhadap pemerintah jajahan, juga artikel “Menggugat Goeroe Ordonantie”.

Kedua adalah didirikannya NATIPIJ (National Indonesiche Padvinderij), organisasi kepanduan nasional Indonesia yang untuk kurun waktu itu merupakan langkah bersejarah, mengingat penggunaan nama Indonesia masih langka. Sebagai perbandingan, PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia) di Jakarta berdiri pada tahun 1926. dan Indonesia sebagai konsepsi kesatuan tanah air, bangsa dan bahasa, dicetuskan pada tanggal 28 oktober 1928, melalui Sumpah Pemuda.

Pada perkembangan berikutnya JIB berkembang sedemikian luas dan lebar, sehingga menimbulkan akibat sulitnya koordinasi. JIB tidak hanya mengkhususkan diri pada pembinaan pemuda, pelajar, dan mahasiswa, melainkan bergerak menjadi semacam organisasi sosial, sampai-sampai JIB mendirikan sekolah, badan usaha, dan percetakan.

Hal di atas membuat anggota JIB berkeinginan untuk melepaskan diri dari JIB, karena JIB dipandang tidak lagi menaruh perhatian lagi pada kegiatan kepemudaan, terutama JIB tidak dapat diandalkan untuk “menjamah kampus”, JIB dapat dikatakan sebagai organisasi di luar kampus.Walaupun JIB mencoba untuk mengembangkan kegiatannya yang melampaui “porsinya”, namun JIB tetaplah organisasi yang mengarahkan perhatiannya pada kegiatan pembinaan dan pendidikan Islam terhadap anggota-anggota dan pengurus-pengurusnya.

Keadaan demikian di atas membuat dua kader JIB yang memasuki pendidikan tinggi Rechts Hoge School (RHS), yaitu Yusuf Wibisono dan Mohammad Roem menyadari betapa di lingkungan pendidikan tinggi tidak terdapat wadah khusus untuk


(24)

mengembangkan intelektualitas para mahasiswa Islam. Maka mereka berdua bersepakat untuk membentuk wadah baru yang pada bulan Desember 1934 diberi nama Studenten Islam Studies Club (disingkat SIS, baca sis).19

Menurut Muhammad Roem SIS adalah wadah yang melanjutkan JIB di universitas, sedangkan Yusuf Wibisono mengatakan bahwa SIS didirikan untuk menampung hasrat debat ilmiah yang tak tertampung lagi pada JIB. Lebih lanjut dikatakan bahwa asas dan tujuan SIS adalah mempelajari dan menanamkan pengetahuan Islam dalam pengertian yang seluas-luasnya, karena Islam akan banyak sekali membantu dalam menciptakan tata tertib atau kestabilan di dunia.20

Ada beberapa kegiatan SIS dalam pengembangan Islam. Pertama adalah kegiatan yang menjadi titik berat SIS, yaitu mempersiapkan secara teratur penerbitan majalah bulanan yang untuk pertama kali diberi nama “Orgaan Van de Studentent Islam Studie Club” terbit pada bulan Maret 1935 dan pada terbitan ke-5 tahun II berganti nama menjadi “Moslimse Reveil” diambil dari bahasa Perancis yang berarti “kebangkitan jiwa orang-orang Islam” dan Moslimse Reveil berisi tulisan-tulisan atau pemikiran-pemikiran tentang Islam atau dengan kata lain Moslimse Reveil sebagai pembawa misi SIS yang bertekad untuk menyebar luaskan pengetahuan Islam di kalangan intelektualitas. Masih dengan kegiatan SIS yang berorientasi kepada pengembangan intelektualitas adalah usaha membangun perpustakaan. Untuk itu SIS pada bulan September 1936 menugaskan Prawoto untuk mengelola perpustakaan SIS. Dan kemudian Prawoto bersama dengan (antara lain) M. Zan Djombek, H. Rasidi dan

19

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 41

20

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 42


(25)

Sulaiman Rasyid membentuk badan “Perpustakaan Kebudayaan Islam” disingkat “Perpustakaan Islam” di Jakarta, pada tahun 1946 yang kemudian pindah ke Yogyakarta karena situasi dan kondisi Jakarta yang tidak memungkinkan pada waktu itu.21

Kedua adalah kegiatan SIS yang bersifat rutin dan kuantitatif yaitu memperbanyak anggota dengan cara membujuk para mahasiswa untuk ikut serta dalam organisasi SIS pada saat dimulainya tahun ajaran baru. Dan ketiga adalah kegiatan yang dilakukan pada masa-masa liburan, yaitu dengan menyelenggarakan kursus bahasa Arab untuk para anggota. Adapun tujuan diselenggarakannya kursus bahasa Arab adalah untuk mempelajari Islam dari sumbernya (al-Qur’an dan Hadits) dan memperkaya sarana anggota dalam mendalami Islam.22

Sumbangsih SIS yang paling bermakna dalam rangka perjuangan Islam adalah keberhasilannya dalam melakukan “konservasi” sumber daya manusia muslim yang berpendidikan tinggi, meski di tengah goncangan yang dialami masyarakat Islam, kalaupun hendak dikatakan perlakuan diskriminatif dari pemerintah Belanda.23

Akhirnya JIB dan SIS di bubarkan oleh setalah Jepang masuk pada 7 maret 1942, di mana organisasi-organisasi yang yang berdiri pada masa penjajahan Belanda tidak di izinkan keberadaannya.

21

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 41

22

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 44-46

23

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 47


(26)

BAB IV

JONG ISLAMIETEN BOND

SEBAGAI GERAKAN PEMUDA ISLAM DI INDONESIA

D.Ideologi-Ideologi dalam JIB

Pada bahasan ini penulis akan membahas tentang JIB Sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia dari segi ideologis gerakan pemuda Islam, dilanjutkan tentang tantangan gerakan pemuda Islam, kemudian dilanjutkan dengan membahas tentang tujuan gerakan pemuda Islam dan diakhiri dengan membahas tentang posisi perjuangan pemuda Islam; sebuah prestasi atau kegagalan.

Sebelum melangkah lebih jauh memasuki pembicaraan mengenai ideologi gerakan pemuda Islam, ada baiknya sedikit melihat secara selintas tentang pengertian ideologi itu sendiri. Agar lebih jelas nantinya memahami masalah ideologi gerakan pemuda Islam.

Ideologi merupakan kata majemuk gabungan dari idea (cita-cita) dan logie

(ilmu, teori, dalil). Ideologi adalah ilmu (pelajaran dan ajaran) tentang idea, yaitu ilmu (formulasi sistematik ilmiah) seseorang atau sekelompok manusia tertentu, pada waktu tertentu, di tempat tertentu, mengenai tujuan yang akan dicapai dan pedoman tentang cara-cara mencapai tujuan termaksud berdasarkan suatu asas teori ajaran tertentu.24

Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa ideologi itu ialah keseluruhan kompleks daripada idea-idea (faham / cita-cita), teori-teori, doktrin strategi dan taktis yang khas pada suatu gerakan atau umum dikatakan : tujuan, prinsip-prinsip kerja dan nilai-nilai dasar sesuatu gerakan.

24


(27)

Dengan demikian, ideologi gerakan pemuda Islam adalah faham, prinsip-prinsip, nilai-nilai dasar dan tujuan yang dianut oleh gerakan pemuda Islam. Terdapat tiga ideologi yang dianut gerakan pemuda Islam ; pertama ideologi Islam, kedua ideologi nasionalis, dan ketiga ideologi sosialis.

Pada bahasan ini penulis akan banyak menyinggung tentang Jong Islamieten Bond (JIB) dan SIS dalam pembahasan ideologi gerakan pemuda Islam di Indonesia. Sebab JIB merupakan wadah pemuda Islam yang melahirkan tokoh-tokoh gerakan, baik yang beraliran Islam, nasionalis, maupun sosialis.

1. Ideologi Islam

Berdasarkan keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa ideologi Islam adalah Ideologi yang berdasarkan ajaran Islam, bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah, tegasnya ideologi Islam adalah ideologi yang Islam-oriented, ideologi yang berorientasi pada al-Qur’an dan as-Sunnah.

JIB adalah gerakan pemuda pertama di Indonesia yang dengan tegas menggunakan identitas Islam. Hal itu bisa dilihat dari peralihan organisasi “Jong Java” yaitu ikatan pemuda Jawa menjadi “Jong Islamiten Bond” dari sekedar lingkaran kedaerahan yaitu pemuda jawa ke suatu horison yang lebih bersifat luas, yaitu pemuda Islam.25

Selain JIB, ada juga organisasi pemuda Islam yang beraliran Islam yaitu SIS sebagai gerakan pemuda Islam (mahasiswa) yang berideologi Islam pada masa kolonial Belanda, selain JIB. Hal tersebut wajar karena SIS merupakan wadah bentukan tokoh JIB yang sama-sama bertujuan mengembangkan Islam di kalangan

25

Alamsyah Ratu Perwiranegara, Islam dan Pembangunan Politik di Indonesia, (Jakarta : Haji Mas Agung, 1987), cet. Ke-1, h. 158


(28)

pemuda Islam. Namun terdapat perbedaan antara JIB dan SIS dalam penerimaan anggota. JIB mengkhususkan anggotanya beragama Islam, sedangkan SIS terbuka untuk agama apapun. Walaupun secara realitas tidak ada seorang pun yang beragama non Islam masuk SIS.

Di samping JIB dan SIS masih terdapat beberapa organisasi ekstra mahasiswa di Indonesia yang berasaskan Islam. Pertama HMI. Kedua PMII yang berafiliasi ke NU, anggotanya umumnya berasal dari lembaga-lembaga pendidikan milik pemerintah, semacam IAIN atau swasta, dan sedikit dari mereka dari universitas-universitas seperti : UI, ITB, IPB, dan lain-lain. Hubungan antara HMI dan PMII seperti halnya hubungan kelompok pembaharu dengan tradisional di kalangan komunitas muslim. Ketiga adalah IMM, yang disponsori langsung Muhammadiyah. IMM dan HMI mempunyai pandangan yang sama secara ideologi, bedanya HMI bersifat independen dan tidak berpihak kepada suatu organisasi Islam manapun, tidak seperti kedua organisasi di atas.26

Sementara di kalangan pemuda organisasi yang berasaskan Islam adalah Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), dan di kalangan pelajar adalah Pelajar Islam Indonesia (PII), di kalangan sarjana adalah Persatuan Sarjana Muslim Indonesia (PERSAMI).

Seperti halnya JIB dan SIS yang berideologi Islam, mempunyai Buletin Intern untuk media penyumbangan ajaran Islam. PII dan HMI juga mempunyai dan menerbitkan majalah, namun tidak bersifat intern. PII menerbitkan Tunas, sedangkan HMI sejak Agustus 1954 menerbitkan majalah “Media”.

26

Masykur Hakim, Pergolakan Reformasi & Strategi HMI, (Jakarta : al-Ghazali, 2001) cet. Ke-1, h. 33


(29)

2. Ideologi Nasionalis

Ideologi nasionalis atau nasionalisme secara etimologi berasal dari bahasa Inggris (nation) yang berarti bangsa, sedangkan menurut istilah adalah suatu paham yang menyatakan bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan (Nation State).27

Faham nasionalis atau kebangsaan sebagai asas atau pergerakan / perjuangan pada umumnya sering dilandasi dengan penggunaan nama bangsa sebagai pengenal rasa nasionalisme.

Di Indonesia ideologi nasionalis secara sederhana dapat dilihat dengan penggunaan nama Indonesia sebagai nama pengenal bagi agregat kebangsaan. Pada awalnya penggunaan nama Indonesia untuk organisasi kepemudaan digunakan oleh para pelajar dan mahasiswa di negeri Belanda yang berasal dari kawasan nusantara pada tahun 1917, yaitu “Indonesich Verbond Van Studerenden”. Kemudian Ki Hajar Dewantara ketika diasingkan ke negeri Belanda pada 1918 di Den Haag mendirikan Indonesich Persbureau (kantor berita Indonesia). Lalu bung Hatta juga menggunakan nama Indonesia dalam pledoinya, Indonesie Vrij (Indonesia merdeka). Pada Maret 1928, nama Indonesia dikukuhkan dalam salah satu peristiwa amat menentukan bagi sejarah bangsa kita, yaitu sumpah pemuda, 28 Oktober 1928, dan dikobarkan lagi oleh bung Karno dalam pidato “Indonesia Menggugat” (Indonesie Klag Aan) 1930.28

Seperti kita ketahui bersama, bahwa pada awalnya penggunaan kata “Indonesia” dalam perkumpulan kepemudaan masih langka digunakan, mereka

27

Hans Kohn, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya, (Jakarta : Erlangga, 1984), h. 11 28


(30)

lebih menggunakan nama perkumpulan kepemudaan dalam batas kesukuan atau kepulauan atau kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Celebes, dan lain-lain.

Jong Islamieten Bond (JIB) merupakan wadah kepemudaan yang flatform komitmennya lebih tinggi dan lebih luas daripada kesukuan atau kedaerahan. Hal itu dapat ditegaskan ketika JIB pada tahun 1927 mendirikan National Indonesische Pad Vinderij (NATIPIJ), kepanduan nasional Indonesia.29

Fakta di atas menerangkan kepada kita bahwa komitmen JIB kepada cita-cita kebangsaan Indonesia, memang sebelumnya sudah ada satu-dua organisasi yang menggunakan nama “ Indonesia”, misalnya Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang berdiri pada tahun 1926, dan di negeri Belanda pada tahun 1928

Indische Vereenigig mengubah namanya menjadi Indonesich Vereenigig, ketika perhimpunan pelajar di negeri Belanda itu di bawah kepemimpinan Sukiman Wirjosandjojo.

Sementara sikap JIB terhadap nasionalisme / kebangsaan sebagai berikut “kita pemuda intelektual Islam berpandangan lebih luas terhadap kebangsaan, di mana kita berasal dari daerah di mana bangsa itu.30

JIB adalah pergerakan yang tidak mendikotomikan antara Islam dan nasionalisme. Hal tersebut dapat dilihat dalam sejarah, seperti Wilopo S.H (tokoh PNI) yang pernah menjabat perdana menteri, di masa mudanya pernah ditempa NATIPIJ, begitu pula tokoh nasionalis lain seperti Chalid Rasyidi yang dikenal sebagai tokoh pejuang angkatan 45. Ia pernah memimpin JIB cabang Betawi

29

Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, (Jakarta : LSIP, 1995), cet. Ke-1, h. 3 30

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 21


(31)

bahkan ketua pengurus besar JIB terakhir (1937-1942) yaitu Sunarjo Mangunpuspito, di zaman kemerdekaan justru aktif dalam PARINDRA (Partai Indonesia Raya) yang beraliran nasionalis.31

Fakta lain ketika Bung Karno pada masa mudanya amat populer di kalangan JIB cabang Bandung, di mana pada kongres JIB II tahun 1926 yang diadakan di Surakarta, ia dicalonkan JIB Bandung sebagai ketua pengurus besar, meskipun Bung Karno akhirnya kalah dan yang terpilih adalah Wiwoho Purbohadidjojo. Kemudian adalah terlibatnya JIB dalam proses penyusunan panitia kongres pemuda II pada bulan Agustus 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Djohan Mohammad Tjaij, utusan JIB ikut serta menanda tangani naskah bersejarah itu. Djohan sendiri sebagai aktivis JIB juga aktif mengajar di sekolah perguruan Rakyat yang didirikan kalangan nasional.32 Ditambah lagi ketika Burhanuddin Harahap memimpin JIB cabang Yogyakarta di tahun 1939, pada saat yang sama ia juga menjadi aktivis Perkumpulan Indonesia Muda, organisasi pemuda beraliran nasionalis.33

Fakta di atas menerangkan kepada kita betapa dekatnya hubungan antara pemuda-pemuda Islam dengan kalangan nasionalis. Pendek kata amat sulit untuk membuat polarisasi Islam Vis a Vis Nasionalis, setidaknya di kalangan pemuda Islam. Atau dengan kata lain JIB bukan organisasi nasionalis, tetapi JIB kelak melahirkan banyak kelompok intelektual beraliran nasionalis. Sebab pada dasarnya JIB sebagai organisasi Islam dalam hal ini membawakan aspirasi nasib massa.

31

Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, (Jakarta : LSIP, 1995), cet. Ke-1, h. 4 32

Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, (Jakarta : LSIP, 1995), cet. Ke-1, h. 5. 33


(32)

Sehingga Islam menjadi faktor pemersatu dalam perwujudan nasionalisme Indonesia.

Dalam JIB, Islam dan kebangsaan Indonesia tidak pernah diletakkan sebagai komponen yang berpisah apalagi berhadap-hadapan, sebagaimana banyak dituduhkan organisasi kepanduan NATIPIJ dengan tokoh-tokohnya Kasman Singodimedjo dan Muhammad Roem mengembangkan pelajaran-pelajaran kewiraan, yang kelak pelajaran tersebut mempunyai manfaat yang besar bagi pertahanan tanah air. Kasman mendapat kepercayaan untuk menjadi Daidanco

(komandan batalion) PETA (Pembela Tanah Air) Jakarta berkat pengalamannya dalam NATIPIJ.34

Syamsurizal (Raden Syam) sebagai pendiri JIB mengatakan Islam dan nasionalisme begitu erat kaitannya. Di dalam agama Islam, bangsa-bangsa merupakan anggota kesatuan umat manusia. Islam tidak membatasi rasa simpati seseorang di dalam patokan geografis kelahirannya, melainkan mencakup seluruh umat manusia sebagai satu keluarga besar itu bertujuan untuk menempa menjadi satu segala orang tinggi dan rendah, kaya dan miskin, berwarna kulit coklat, hitam, kuning, menjadi ikatan bangsa universal.35

Bahkan saking eratnya hubungan antara Islam dan nasionalisme, seorang politisi asal Minangkabau Muchtar Lutfi, membuat kejutan ketika pada 1932

34

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 21

35


(33)

mengumumkan berdirinya partai Persatuan Muslim Indonesia (PERMI) di tanah Minang yang berasaskan Islam dan kebangsaan.36

Hal yang mempertegas JIB memang tetap pada asas Islamnya adalah ketika JIB ikut serta dalam kongres pemuda II sebagaimana kita ketahui, kongres tersebut melahirkan Sumpah Pemuda 1928 dan juga menghasilkan kebulatan peleburan organisasi-organisasi kepemudaan dalam satu wadah yang bernama Indonesia Muda, namun JIB menolak bergabung (fusi) ke dalam Indonesia Muda karena menurut Kasman Singodimedjo (ketua JIB) waktu itu mengatakan “kami eman-eman dengan Islamnya, karena asas Islam itulah”. Tetapi perlu diingat bahwa JIB turut menandatangi resolusi yang berisikan Sumpah Pemuda.

Dengan demikian, jelas bahwa dalam gerakan pemuda Islam yang terdapat dalam JIB terdapat ideologi nasionalis atau faham kebangsaan, meskipun tidak dijadikan sebuah asas pergerakan.

Organisasi pelajar yang berorientasi kepada aliran nasionalisme adalah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang didirikan September 1926. Adapun tokoh-tokoh pemuda Islam yang populer adalah Muhammad Yamin, Amir Syarifuddin dan Wongso Nagoro. Kemudian Indonesia Muda (IM) dan pemuda Gerindo.

Dengan demikian jelas bahwa JIB terbuka dengan paham nasionalis sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia.

3. Ideologi Sosialis

36

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 62


(34)

Ideologi sosialis atau sosialisme secara etimologi berasal dari bahasa Latin “socius” yang berarti teman, sahabat. Jadi ideologi sosialis adalah paham yang mengutamakan persamaan dan persahabatan sebagai prinsip-prinsip pengikat dalam pergaulan antar sesama manusia. Sedangkan menurut istilah adalah ajaran atas paham kenegaraan yang ingin dan berusaha menjadikan harta, industri perusahaan yang ada menjadi milik negara dan dikuasai negara, atau dapat juga didefinisikan sebagai suatu sistem ekonomi yang sebagian besar keputusan-keputusan di bidang ekonomi diambil dalam satuan-satuan yang dikuasai oleh berbagai bagian dari struktur negara atau oleh pekerja.37

Secara umum bahwa ideologi sosialis adalah suatu faham yang berusaha untuk meniadakan atau mengurangi ketimpangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat dengan cara pemerataan pendapatan nasional dan ini memerlukan intervensi negara dalam bidang ekonomi.38

JIB dan SIS secara organisatoris merupakan dua organisasi yang terbuka terhadap faham sosialis. Hal tersebut wajar, sebab menurut pandangan Ridwan Saidi bahwa JIB dan SIS mendapatkan pengaruh dari H. Agus Salim, selaku tempat bertanya, penasihat, dan pembina di mana di dalam forum JIB dan SIS H. Agus Salim memberikan pandangan tentang Islam dan sosialisme.39

H. Agus Salim pada saat itu menjadi “figur idola” di kalangan pemuda, karena pandangan-pandangan yang diberikan dilakukan dengan cara pendekatan ilmiah namun mempunyai dasar-dasar hujjah yang kuat. Dalam menyoroti faham

37

Muhammad Chatib Basri, Antara Marx dan Schindler ; dalam Jurnal Kebudayaan Kalam, 7 September 2001, h. 27-28

38

Mirriam Budiardjo, Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi, (Jakarta : Gramedia, 1984), h.3

39


(35)

sosialisme dengan ajaran Islam, bersama HOS Cokroaminoto (tokoh sosialisme) ia mencari sebanyak mungkin persamaan dan menjauhkan perbedaan dalam diskusinya.

Apabila ideologi sosialis dipandang sebagai faham yang mengutamakan pertemanan dan persahabatan sebagai prinsip pengikat dalam pergaulan antar sesama, maka dapat dikatakan bahwa tujuan didirikan JIB terdapat paham sosialisme, yaitu toleransi terhadap keyakinan agama lain dan menimbulkan serta memajukan pergaulan antara kaum terpelajar masing-masing dan di antara mereka dengan rakyat menurut ajaran Islam. Disini terlihat kalau JIB mementingkan / mengutamakan pertemanan dan persahabatan sebagai prinsip pengikat dalam pergaulan antar sesama, atau dengan kata lain JIB terbuka terhadap paham sosialis.40

Di samping itu JIB mendorong organisasi pemuda untuk bersatu. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa lahirnya JIB telah menimbulkan kegelisahan disementara organisasi pemuda kedaerahan, karena JIB mampu mempersatukan berbagai pemuda dari semua lapisan dan asal kesukuan dan cabang-cabangnya telah dibuka di luar Jawa, seperti Sumatera, Sulawesi, dan kepulauan lainnya.41

JIB tidak menekankan pada perbedaan yang ada dalam berhubungan dengan mereka yang berhaluan lain. Bahwa kerja sama yang erat akan melahirkan kesuksesan, seperti ketika JIB cabang Betawi dan Cristelijk Studenten Vereeginig (CSV) yang berafiliasi ke kaum Kristen Ambon (Jong Ambon) bekerja sama

40

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 22

41

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 22


(36)

melancarkan kritik terhadap pemerintah Hindia Belanda berkaitan dengan perlakuan yang berbeda yang diberikan terhadap masing-masing agama, di mana Islam diperlakukan secara tidak adil, baik dalam pemberian fasilitas maupun kemudahan dalam penyebaran agama, tidak dengan sendirinya berarti hubungan sosial antara umat Islam dan umat Kristen berada dalam ketegangan.42

Apabila ideologi sosialis dipahami sebagai suatu sistem ekonomi yang keputusan-keputusannya diambil oleh para pelaku ekonomi, maka menurut Ridwan Saidi, sosialisme mempunyai kaitan erat dengan pengembangan kepemimpinan di Indonesia, tidak hanya alasan historis bahwa pergerakan modern Islam yang pertama lahir adalah Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1909. tetapi juga untuk terciptanya komunikasi politik yang efektif memerlukan dana yang kuat.43

Jika ditelusuri bahwa JIB terbuka dengan faham sosialis adalah ketika Yusuf Wibisono dan Prawoto Mangkusasmita mengantongi kartu anggota Sarekat Islam (dulunya SDI) yang nota bene bersifat sosialis. Bahkan JIB pada akhir-akhir periode mengembangkan kegiatan bukan pada porsinya, yaitu membangun badan usaha dan percetakan.

Sama halnya dengan JIB, SIS juga bersifat sosialis, yaitu melonggarkan prasyarat keanggotaan tanpa memandang kebangsaan dan keyakinannya dan setiap mahasiswa dapat diterima menjadi anggota perhimpunan.44

42

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 62-63

43

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 111

44

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 36


(37)

Bukti bahwa SIS terbuka terhadap ideologi sosialis adalah ketika kelak aktivis SIS mempunyai kecenderungan dalam terjun ke masyarakat, sebut saja misalnya Hamid Algadri yang aktif dalam Partai Sosialis Indonesia (PSI).45

Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa asas Islam bekerja untuk umat Islam dan juga untuk golongan-golongan orang Islam yang berkeyakinan (bernaung dalam ideologi lain). Kemudian asas nasionalisme bekerja bagi seluruh bangsa Indonesia termasuk umat Islam, umat lain, warga Indonesia, juga tidak melupakan usaha mementingkan keadilan sosial. Sedangkan asas sosialisme bekerja dan masyarakat yang penuh keadilan sosial dan tidak akan membedakan golongan dan agama.

E.Tantangan JIB sebagai Gerakan Pemuda Islam

Sebenarnya tantangan-tantangan terhadap pemuda Islam mempunyai kekhususan tersendiri. Tantangan tersebut seirama dengan babakan sejarah pada periode tertentu. Hal itu wajar terjadi karena pengaruh situasi dan kondisi mengiringi pertumbuhan gerakan pemuda Islam pada waktu itu.

Tantangan Islam merupakan tantangan pemuda Islam juga. Sebab sejak zaman Belanda terlihat bahwa serangan-serangan pada umumnya ditujukan kepada bagian yang paling strategis dari tubuh umat Islam, yaitu pemuda Islam. Hal tersebut dilakukan untuk degenerasi Islam dan pelumpuhan kaderisasi Islam, sebut saja misalnya kebijaksanaan pemerintah Belanda tentang pendidikan, yang mempunyai arah yang jelas yaitu lumpuhnya pembangunan generasi muda Islam.46

45

Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 54

46


(38)

Berikut adalah tantangan-tantangan yang dihadapi pemuda Islam, baik dari segi ideologi, modernitas maupun tantangan invansi budaya.

1. Tantangan Ideologi

Tantangan yang sering terjadi dalam gerakan pemuda Islam adalah tantangan infiltrasi dari kalangan manapun yang berniat negatif terhadap eksistensi organisasi, seperti yang pernah terjadi / dialami oleh JIB. Di mana Ahmadiyah melakukan propaganda terselubung kepada organisasi pelajar atau mahasiswa dengan tujuan menyerang ideologi Islam.47 Hal ini seperti yang dilakukan oleh Ahmad Beig selaku utusan Ahmadiyah, ia sering kali memberi ceramah-ceramah dalam forum JIB yang di dalamnya terselubung faham Ahmadiyah yaitu adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW., yaitu Mirza Ghulam Ahmad.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pemuda Islam harus waspada terhadap setiap aliran-aliran, kekuatan politik atau sistem yang tidak sesuai dengan Islam, antara lain kristenisasi sekularisasi di bidang intelektual, gerakan Yahudi internasional, komunisme internasional.48

Ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan Islam merupakan tantangan eksternal dan yang harus diwaspadai pemuda Islam adalah tantangan intern, yaitu menjaga persatuan kesatuan pemuda Islam yang berideologi berbeda, seperti pemuda Islam yang mempunyai ideologi nasionalis dan sosialis dalam asas perjuangannyam karena ideologi tersebut masih sesuai dengan Islam.49

47

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 16 48

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 158 49

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 3-5


(39)

Di samping itu tantangan ideologi pemuda Islam adalah penanaman pengaruh oleh rupa-rupa aliran dan kekuatan politik yang ada dalam masyarakat ke dalam perkumpulan pemuda Islam. Menurut Ridwan Saidi penanaman pengaruh ke dalam perkumpulan pemuda Islam tidak langsung diarahkan kepada organisasi, tetapi biasanya mereka membina pemuda Islam lainnya dengan perkumpulan yang bersifat sekular. Sehingga terdapat dua kecenderungan dalam pemikiran ataupun aliran. Seperti yang terjadi pada zaman kolonial Belanda, di mana pemerintah Belanda membina pemuda Islam dalam wadah Dienaren Van Vereenigig, sebuah perkumpulan yang hendak membangun nilai-nilai “supra agama”, yaitu nilai-nilai yang mengatasi sistem nilai agama. Sedangkan perkumpulan Islam tidak mendapat pembinaan. Oleh karena itu, nantinya terdapat dikotomi pemuda Islam (mahasiswa / pelajar) yang santri dan non santri.

Gerakan pemuda Islam sedikitnya berhati-hati terhadap paham-paham yang coba memberikan kesan bahwa antara Islam dan wawasan kebangsaan berada dalam posisi yang saling berhadapan, karena hal tersebut dapat memecah belah persatuan, mungkin yang harus ditentang adalah paham yang sempit tentang nasionalisme/kebangsaan yang menjurus pada chauvinisme.50

Hendaknya pemuda Islam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Karena hal-hal sensitif dapat menimbulkan friksi di antara pemuda Islam, tetapi juga dengan organisasi kelompok lain. Atau dengan kata lain pemuda Islam tetap menjaga identitasnya sebagai orang Islam.

Pada hakikatnya tantangan ideologi gerakan pemuda Islam berkaitan erat dengan eksistensi gerakan tersebut. Apabila organisasi pemuda Islam tidak eksis,

50


(40)

maka dengan sendirinya tantangan ideologi tersebut tidak berhasil dijawab. Sedangkan organisasi-organisasi kaum muda lainnya siap dengan ideologi dan eksistensinya.

Bahwa untuk memelihara eksistensi organisasi adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung eksistensi itu sendiri.51 Kemudian tantangan ideologi terhadap pemuda Islam adalah dengan diterimanya pancasila sebagai satu-satunya asas, dan dinyatakan oleh pemerintah sebagai ideologi terbuka, maka menjadi tantangan dan kewajiban pemuda Islam untuk mengisinya, pemuda Islam mempunyai kecenderungan untuk menerima Pancasila dan kecenderungan untuk tidak melakukan isolasi politik pada satu pihak. Karena pada lain pihak tetap ingin menjaga identitasnya sebagai orang Islam.52

2. Tantangan Modernitas

Biasanya organisasi pemuda Islam memiliki buletin intern, sebut saja misalnya JIB dengan majalah bulanannya Het Licht (an-Noer) yang terbit bulan Maret 1925 dan SIS dengan majalah bulanannya Moslimse Reveil (kebangkitan jiwa orang-orang Islam) yang terbit bulan Maret 1935, tetapi itu agaknya tidak memadai, walaupun majalah yang diterbitkan dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, namun terdapat dua faktor yang harus diperhatikan, yaitu masalah manajemen dan isi yang berwibawa, karena dewasa ini perlu dipikirkan kembali dalam menghadapai modernitas adalah menerbitkan majalah yang berkesinambungan, tentunya dengan manajemen yang baik dan isi majalah yang

51

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 58 52

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 67


(41)

berkualitas. Hal itu agar penyebarluasan pengetahuan Islam dapat diterima dengan baik oleh umat Islam melalui media.53

Selanjutnya dikatakan bahwa untuk menjawab tantangan modernitas diperlukan kemantapan iman dan ilmu pengetahuan yang luas, karena tanpa kedua hal tersebut pemuda Islam tidak sanggup menyahut persoalan yang berhubungan dengan teknologi dan ideologi-ideologi besar di dunia.54

Kenyataan-kenyataan di atas haruslah diiringi dengan ditegakkannya nilai-nilai Islam di bidang keilmuan (konsepsi sains dan teknologi), jika tidak hanya menjadikan mereka (pemuda Islam) hanya bermental Barat.55 Oleh karena itu kelestarian nilai-nilai Islam bagi kehidupan pelajar harus tetap dijaga, sebab kelestarian Islam sebagai ajaran terancam dengan adanya kurikulum dan sistem serta metode didaktik yang berlaku pada dunia pendidikan resmi dewasa ini. Sementara kompetisi intelektual dengan pelajar yang beragama lain berlangsung secara “kurang fair”, di dalam pengertian untuk pelajar yang secara ideologis dan kultural berasal dari lingkungan bukan Islam dirangsang oleh lembaga swasta untuk meningkatkan kemampuan intelektualnya lewat pembinaan tertentu, misalnya pemberian beasiswa.56

Bahkan dewasa ini pusat-pusat pendidikan di Kanada dan Amerika Serikat menjadi tempat yang lebih penting peranannya untuk penggodokan cendikiawan muda Islam dibanding dengan Madinah dan Kairo, yang pernah berjaya di masa lalu. “Training grounds” pemuda Islam jauh lebih beragam, tidak saja berbentuk

53

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 57 54

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 59 55

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 158 56

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 19


(42)

organisasi formal dan media cetak tetapi munculnya lembaga swadaya masyarakat dan masjid-masjid kampus merupakan gejala baru dalam lima belas tahun terakhir ini, sudah barang tentu tantangan yang dihadapi dalam bidang pemikiran jauh berbeda.57

3. Tantangan Invasi Budaya

Dalam menghadapi tantangan invasi budaya yang diperlukan pemuda Islam adalah melestarikan budaya Islam karena untuk menghayati dan memahami kebudayaan Islam diperlukan penghayatan terhadap kebudayaan Indonesia, sehingga mampu mengantisipasi kecenderungan masyarakat dunia. Maka dengan itu, pemuda Islam hendaknya memacu keterampilan dan potensinya dalam kerangka penyusunan peradaban dan kebudayaan Islami.58

Dalam sejarah pemuda Islam telah diingatkan oleh penjajahan, di mana budaya kemiskinan, kemelaratan, ketidakadilan sosial atau kebodohan merupakan alat yang ampuh terhadap invasi budaya di Indonesia, oleh karena itu pemuda Islam memerlukan kemampuan intelektual yang lebih, agar tidak menjadi orang minoritas.59

Hendaknya pemuda Islam menjaga kesinambungan organisasi dalam dunia intelektual, apabila organisasi tersebut tetap eksis dan bangkit dalam gelombang pasang surut sejarah maka tantangan tersebut dapat terjawab.60 Dengan demikian bahwa tantangan ideologi, modernitas dan invasi budaya harus

57

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 67

58

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 157 59

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 24

60


(43)

dijawab dengan gerakan pemuda Islam dengan menjaga eksistensi organisasi tentunya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menjaga eksistensi organisasi gerakan pemuda Islam tersebut.

F. Peran JIB sebagai Gerakan Pemuda Islam

Titian sejarah perjuangan pemuda, di manapun mereka berada senantiasa memberikan petunjuk bahwa mereka adalah merupakan motor penggerak perjuangan. Potensi pemuda dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya, baik yang berupa kemurnian idealisme, kekuatan fisik, dinamika maupun kobaran pantang menyerah kesemuanya merupakan faktor penunjang terhadap prakarsanya sebagai penggerak perjuangan.61

Apabila kita meninjau keadaan organisasi pemuda Islam dewasa ini, niscaya tidak terlepas hubungan historisnya dengan organisasi pemuda Islam yang bangkit dan berkembang pada zaman kolonial. Baik tantangan-tantangan yang dihadapinya maupun suasana dunia kepemudaan tidaklah jauh berbeda, sehingga tujuan pemuda Islam masa lalu dan masa kini dapat dikatakan sama, kendati redaksinya dapat dibedakan.

Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam perjalanan sejarah gerakan pemuda Islam di Indonesia mempunyai dua tujuan, yaitu pertama adalah tujuan merebut kemerdekaan Indonesia dan kedua partisipasi dalam memajukan rakyat Indonesia.

1. Merebut Kemerdekaan Indonesia

61

R. Soeprapto, Citra Pemuda Indonesia, (DKI Jakarta : Pemda DKI Jakarta, 1984), cet. Ke-2, h.17


(44)

Pada awal abad ke dua puluh gerakan pemuda pada umumnya hanya bertujuan intelektual an sich. Karena memang generasi muda berusaha untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Seperti diketahui bahwa Belanda berusaha mendikotomikan pendidikan pemuda, di mana hanya kaum bangsawan (bumi putera) yang dapat / layak masuk pendidikan yang didirikan pemerintah Belanda, bahkan gerakan-gerakan atau organisasi-organisasi pemuda pun yang didirikan oleh pemerintah Belanda, sebut saja misalnya perkumpulan Theosofische Vereenigig

yang didirikan 1905 Order the Servant of Idea didirikan 1920 dan Studentend Corps (organisasi mahasiswa).

Sementara itu, generasi muda yang telah menamatkan sekolah lanjutan atas seperti AMS (Algemene Middelbar School) atau HBS (Hogere Burger School) melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda. Penumpukkan para mahasiswa di negeri Belanda pada gilirannya, di tahun 1922 melahirkan Indische Vereenigig

yang pada tahun 1925, di bawah pimpinan Soekiman (Dr. Soekiman) berubah menjadi Perhimpunan Indonesia62Perkumpulan-perkumpulan di atas bertujuan untuk membentuk dan mendidik kader-kader yang tangguh dan terbuka untuk semua golongan atau dengan kata lain menciptakan intelektual-intelektual muda yang berkualitas. 63

Baru pada 1926 organisasi pemuda di Indonesia mempunyai kecenderungan membangun semangat kebangsaan (nasionalisme), yaitu organisasi Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) kemudian ada lagi Algemen Studieclub yang

62

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 1

63

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 5


(45)

didirikan pada tahun 1927 oleh Soekarno dan Anwari, yang kelak Algemen Studieclub menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia (PNI).64

Hal di atas menunjukkan bahwa PPPI merupakan organisasi radikal yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. PPPI adalah salah satu pelopor konggres pemuda 1928 dan pada tahun 1929 PPPI menerbitkan majalah “Indonesia Raya” tokoh-tokohnya antara lain Soegondo Djojo Puspito, Mohammad Yamin, A.K. Gani, Soemanang dan Amir Syarifuddin.

Lantas di manakah peranan gerakan pemuda Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, padahal Jong Islmieten Bond (JIB) merupakan organisasi pemuda Islam tertua di Indonesia (berdiri sejak 1925), lebih awal dibandingkan dengan PPPI (berdiri pada tahun 1926).

Menurut Ridwan Saidi, JIB merupakan organisasi yang tidak hanya berjuang untuk bangsa dan negara namun juga berjuang untuk umat Islam di seluruh dunia. Artinya JIB berjuang merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajah dan berusaha menjadikan Islam sebagai identitas diri bangsa.65

Memang JIB tidak pernah secara gamblang dalam asas dan tujuan perjuangannya, memakai kata berjuang untuk kemerdekaan nasional Indonesia. Hal itu wajar karena pemerintahan Belanda sangat ketat dalam mengawasi organisasi pemuda yang mempunyai arah dan tujuan kemerdekaan nasional. Bukti bahwa JIB bertujuan merebut kemerdekaan adalah dibentuknya NATIPIJ (organisasi kepanduan) yang di dalamnya terdapat pelajaran kewiraan, yang kelak pelajaran

64

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 8

65

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 16


(46)

tersebut mempunyai manfaat yang besar bagi pertahanan tanah air, sebut saja misalnya Kasman Singodimedjo (ketua JIB 1929) mendapat kepercayaan untuk menjadi Daidanco (komandan batalion), PETA (Pembela Tanah Air) Jakarta berkat pengalamannya dalam NATIPIJ.66

Di samping hal di atas, NATIPIJ yang gencar melakukan pelatihan-pelatihan membuat kekhawatiran Belanda, terutama pers Belanda yang tergabung dalam

INHEEMSE Pers, yang mencurigai JIB dan NATIPIJnya sebagai organisasi politik yang memperjuangkan kemerdekaan nasional.67

Jika ditelusuri lebih lanjut memang JIB didirikan untuk mempersatukan bangsa, tidak secara tegas memakai kata kemerdekaan nasional atau merebut kemerdekaan Indonesia, tetapi pada hakikatnya gerakan yang mengacu pada persatuan bangsa pada akhirnya mengarah pada kemerdekaan Indonesia.

Perjuangan JIB dalam partisipasi aktif merebut kemerdekaan Indonesia diwujudkan dalam proses lahirnya Sumpah Pemuda 1928, kemudian menuangkan opemikiran-pemikiran nasionalisme dalam Het Licht, begitu pula organisasi Moslimse Reveil. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemuda Islam berusaha menempatkan di dalam orbit perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa JIB dan SIS cenderung menjadi gerakan yang bersifat menekan (preasure group) kendati dengan penampilan yang lihai. Secara terbuka JIB dan SIS tidak pernah mengatakan dirinya sebagai perkumpulan yang hendak merebut kemerdekaan Indonesia, tetapi dengan orgaan

66

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 21

67

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 24


(47)

(media). Het Licht dan Moslemse Reveil dengan jelas diuraikan bahwa JIB dan SIS menentang kebijakan pemerintah Belanda serta mendukung kemerdekaan Indonesia.68

Dengan demikian, jelas bahwa gerakan pemuda Islam pada zaman penjajahan Belanda bertujuan untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Sampai pada akhirnya JIB dan SIS dibubarkan oleh tentara Jepang pada tahun 1942. praktis setelah Jepang masuk, sejarah tidak mencatat sesuatu tentang gerakan generasi muda yang berwujud organisasi-organisasi, baru setelah lima tahun tepatnya pada akhir tahun 1946 sampai awal tahun 1947 muncul organisasi-organisasi generasi muda, baik di kalangan pemuda, pelajar maupun mahasiswa.69

2. Partisipasi Dalam Memajukan Rakyat Indonesia

Seperti telah diketahui bahwa latar belakang berdirinya Jong Islamieten Bond (JIB) dan Studenten Islam Studieclub (SIS), yaitu dalam rangka membangun bangsa Indonesia dan merangsang kesadaran kaum muslimin untuk mengejar ketertinggalannya. Dengan kata lain organisasi tersebut pada hakikatnya bertujuan memajukan rakyat Indonesia.70

Di samping kegiatan intelektual melalui media “orgaan” yang dilakukan gerakan pemuda Islam, yang bertujuan menyadarkan masyarakat akan ketertinggalannya. Pemuda Islam juga rutin mengikuti kegiatan hubungan luar negeri, berupa konfrensi-konfrensi pelajar atau pun mahasiswa internasional. Dan dari hubungan internasional tersebut terserap pengalaman-pengalaman yang

68

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 56

69

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 41 70


(48)

berguna untuk peningkatan kualitas generasi muda Islam, yang pada akhirnya dapat memajukan rakyat Indonesia.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pengalaman-pengalaman yang didapatkan pemuda Islam dari organisasi, kelak menghasilkan pelbagai profesi (social group) dalam masyarakat, sebut saja misalnya Syamsu Rizal (pendiri JIB) menjadi wali kota Jakarta (1953), kemudian aktifis SIS seperti Dr. Satrio dan Prof. Dr. Hanifah bergerak dalam bidang kemanusiaan, Hazil Tanzil menjadi budayawan, Artati Soedirdja sebagai diplomat karir, Prof. Widagdo bergerak dalam dunia perguruan tinggi, dan lain-lain.71

Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa JIB sebagai gerakan pemuda Islam pada masa penjajahan bertujuan untuk memajukan rakyat Indonesia.

G.Posisi Perjuangan Pemuda Islam : Sebuah Prestasi atau Kegagalan

Pergerakan pemuda Islam yang tumbuh dan berkembang dalam tekanan dan penindasan, seperti JIB dan SIS yang tumbuh dan berkembang pada masa penjajahan Belanda merupakan sebuah prestasi.72

Dapat dikatakan bahwa organisasi generasi muda Islam pada umumnya sudah lebih dari satu dasawarsa, bahkan ada yang lebih dari tiga dasawarsa. Usia yang cukup lama itu sekurang-kurangnya memberikan modal yang berharga, setidak-tidaknya pengalaman. Dengan modal pengalaman yang kaya, organisasi generasi muda Islam hendaknya berhati-hati dengan eksistensinya, karena eksistensi tersebut berkaitan erat dengan prestasi atau kegagalan.

71

Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, h. 109 72

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 48


(49)

Dewasa ini amat jarang kita dapatkan organisasi pemuda Islam memiliki “organ” (media) yang terbit secara teratur, sehingga agak sulit untuk mengerti dan mengenal secara lebih akrab sifat, sikap, pandangan dan keyakinan organisasi yang bersangkutan melainkan kita harus mencari dari sumber lain, misalnya lewat wawancara kepada nara sumber yang bersangkutan, atau lewat kliping surat kabar di mana terdapat wawancara tokoh-tokoh dengan wartawan. Tokoh pemuda masa kini juga amat jarang menulis buku, mereka lebih suka mengkomunikasikan ide-idenya secara lisan.73

Namun pemikiran keagamaan yang dimuat Het Licht dan Moslimse Reveil

tentulah belum mendalam dibandingkan dengan pemikiran keagamaan angkatan Nurcholis Madjid, tetapi untuk kurun waktu itu sudah dapat dikatakan amat maju.

Perlu diketahui, bahwa pada kepengurusan JIB, kriteria pemuda telah dirumuskan, yaitu memberikan batasan secara biologis yang disebut pemuda atau mereka yang boleh menjadi anggota JIB adalah yang berumur 14 sampai 29 tahun dan kemudian diperluas menjadi 35 tahun. Batasan ini penting sekali oleh karena dewasa ini kita menjumpai pengurus organisasi pemuda, mahasiswa kadang-kadang pelajar usianya sudah melebihi 35 tahun dan bahkan ada yang 40-an.74

Kenyataan tersebut di atas, bagi generasi muda Islam cukup sulit untuk dinalar dalam kaca mata prestasi atau kegagalan. Karena pada hakikatnya JIB telah dibubarkan tentara Jepang pada tahun 1942, atau dengan kata lain kaderisasi putus. Namun organisasi pemuda Islam, dewasa ini seperti PMII dan HMI yang pengurusnya

73

Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), h. 54-55

74


(50)

tidak lagi muda, tetapi tetap eksis, atau kaderisasi berjalan dengan pengurus-pengurus yang tidak muda lagi.

Amin Rais berpendapat bahwa dewasa ini generasi muda Islam makin terpelajar dan kritis dalam menanggapi perkembangan sosial politik dan ekonomi dalam masyarakat mereka akan menaruh simpati besar kepada kejujuran, keadilan dan keterbukaan.75

Namun pemikiran, gerakan dan strategi pemuda Islam secara keseluruhan belum mempunyai ketajaman visi yang memadai. Mereka lebih cenderung untuk bisa meneguhkan identitas kelompoknya atau kepeloporannya di antara kelompok-kelompok yang lain, dan bukannya mencari jalan yang sinergis dan visioner bagi perbaikan bangsa.76

Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut Ridwan Saidi posisi perjuangan pemuda Islam adalah sebuah prestasi. Karena secara umum gerakan pemuda Islam dapat tetap eksis dalam gelombang tekanan pasang surut sejarah. Dan tidak dapat disebut kegagalan hanya apabila terdapat kekurangan dalam perjuangannya, yang pasti keberhasilan adalah proses yang tiada henti dari waktu ke kurun waktu lain.

75

Amin Rais, Cakrawala Islam, (Bandung : Mizan, 1994), cet. Ke-10, h. 153-154 76

Idris Thoha, Pergulatan Partai Politik di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-1, h. 45


(51)

BAB V PENUTUP

H.Kesimpulan

Setelah mendeskripsikan serta menganalisa pandangan Ridwan Saidi tentang gerakan pemuda Islam di Indonesia, maka penulis mencoba menarik bebarapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ideologi JIB sebagai gerakan pemuda Islam terbagi menjadi tiga bagian. Pertama

adalah ideologi Islam, kedua ideologi nasionalis, dan ketiga adalah ideologi sosialis. Bahwa Ideologi Islam adalah sebagai asas gerakan JIB, sedangkan ideologi nasionalis dan sosialis dipahami sebagai ajaran-ajaran atau paham-paham yang berkembang dalam JIB. Ketiga ideologi tersebut menurutnya bekerja untuk umat Islam pada khususnya dan seluruh bangsa Indonesia secara umum.

2. Bahwa ada tiga tantangan sebagai gerakan pemuda Islam. Pertama adalah tantangan ideologi, berupa infiltrasi kelompok lain, sistem yang tidak sesuai dengan Islam, seperti sekularisme, komunisme dan rupa-rupa aliran dan kekuatan politik dalam masyarakat. Kedua adalah tantangan modernitas, berupa eksistensi gerakan pemuda Islam terhadap konsepsi sains dan teknologi yang semakin modern, modernisasi pendidikan dan modernisasi struktur organisasi pemuda Islam. Dan

ketiga adalah tantangan invansi budaya, berupa menjaga atau melestarikan budaya Islam terhadap invasi budaya lain.


(52)

3. Bahwa ada dua tujuan JIB sebagai gerakan pemuda Islam. Pertama adalah merebut kemerdekaan Indonesia, seperti yang dilakukan JIB dan SIS pada zaman kolonial Belanda. Dan kedua adalah partisipasi dalam memajukan rakyat Indonesia.

4. Bahwa posisi perjuangan pemuda Islam merupakan sebuah prestasi. Karena pergerakan-pergerakan yang tumbuh dan berkembang dalam tekanan ataupun penindasan merupakan prestasi sejarah tersendiri. Seperti JIB dan SIS yang tumbuh pada masa penjajahan Belanda.

5. JIB sebagaigerakan pemuda Islam mempunyai relevansi yang kuat dengan gerakan pemuda masa kini, karena tantangan yang dihadapi, suasana dunia kepemudaan tidaklah jauh berbeda, karena tujuan-tujuan organisasi pemuda Islam masa lalu dan masa kini dapat dikatakan sama, kendati redaksinya dapat dibedakan.

I. Saran-saran

1. Bahwa gerakan pemuda Islam merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam perjalanan sejarah, mereka berfungsi sebagai preseur group dalam negara, mereka juga elemen penting dalam tubuh umat Islam. Sungguh ironis negara yang tidak didukung oleh pemudanya begitupun Islam tidak akan berkembang tanpa didukung oleh pemudanya. Menurut hemat penulis salah satu hal yang membuat agama Islam dan bangsa maju karena faktor pemudanya. Pandangan Ridwan Saidi tentang gerakan pemuda Islam yang telah penulis tuangkan dalam skripsi ini kiranya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan ini untuk menuju pada kehidupan yang lebih baik terutama kepada pemuda-pemuda Islam yang ada di tanah air.

2. JIB sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia memang berbeda dengan gerakan pemuda Islam masa kini yang lebih modern. Akan tetapi prinsip-prinsip perjuangan


(53)

pemuda Islam yang telah diungkapkan Ridwan Saidi menurut hemat penulis merupakan prinsip-prinsip yang universal. Dengan kata lain tidak terhadang oleh tempat dan waktu. Dengan demikian di seluruh dunia Islam sekarang, gerakan pemuda Islam perlu didukung eksistensinya, semata-mata untuk mengembangkan ajaran Islam dan memajukan bangsa Indonesia.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik di Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1980) Anshari, Endang Saifudin, Wawasan Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 1991), cet.ke-3 Anwar, Desi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Amelia, 2003),cet.Ke-1 Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 1996), cet. Ke-1

Basri, Muhammad Chatib, Antara Marx dan Schindler ; dalam Jurnal Kebudayaan Kalam, 7 September 2001

Budiardjo, Mirriam, Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi, (Jakarta : Gramedia, 1984)

Buku Panduan Mapaba PMII, (Ciputat : Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum, 2000)

Ezzatti, A, Gerakan Islam ; Sebuah Analisis, (Jakarta : Pustaka Hidayah, 1990), cet. Ke-1 Hakim, Masykur, Pergolakan Reformasi & Strategi HMI, (Jakarta : al-Ghazaly, 2001),

cet. Ke-1

Hussein Badjerei dan Ridwan Saidi (ed), Sketsa Kehidupan dan Surat-surat Pribadi Sang Pendekar Pena Mahbub Djunaidi, (Jakarta: LSIP, 1996)

Kohn, Hans, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya, (Jakarta : Erlangga, 1984)

Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara, (Jakarta: LP3ES, 2006), edisi revisi

Madjid, Nurcholis, Indonesia Kita, (Jakarta : Universitas Paramadina, 2004),cet.Ke-3 Moeliono, Anto, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),

cet. Ke-2


(55)

Oxford Learnear’s Pocket Dictionary, (UK : Oxford University Press, 2003), third edition Perwiranegara, Alamsyah Ratu, Islam dan Pembangunan Politik di Indonesia, (Jakarta :

Haji Mas Agung, 1987), cet. Ke-1

Pringgidigdo, A.K, SejarahPergerakanRakyat, (Jakarta : Dian Rakyat, 1977)

Propinsi DKI Jakarta, Ragam Budaya Betawi, buku bacaan penunjang Mulok, (Jakarta: Pemerintah Propinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2002), jilid 1-6

Rais, Amin, Cakrawala Islam, (Bandung : Mizan, 1994), cet. Ke-10 Saidi, Ridwan, Babad Tanah Betawi, (Jakarta: Gria Media, 2002), cet. 1

---, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), (Jakarta : Piranti Ilmu, 1990), cet. Ke-1

---, Diburu Mossad, (Jakarta: LSIP, 1996)

---, Islam dan Nasionalisme Indonesia, (Jakarta : LSIP, 1995), cet. Ke-1 ---, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan

Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI, (Jakarta : LSIP, 1993), cet. Ke-1 ---, Lakon Politik, “Che Guevara Melayu” Dokumentasi Teror PKI

1955-1960, (Jakarta: Institue Policy Studies (IPS), 2006), cet, I

---, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, (Jakarta: LSIP, 1994)

---, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, (Jakarta : Rajawali Press, 1984), cet. Ke-1

---, Profil Orang Betawi Asal-Muasal Kebudayaan dan Adat Istiadat,

(Jakarta: PT. Gunara Kata, 1997), cet. Ke-1

---, WarisanBudayaBetawi, (Jakarta: LSIP, 2000)

Sanit, Arbi, Sistem Politik Indonesia ; Kestabilan Politik dan Pembangunan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), cet. Ke-1

Santoso, Ananda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Alumni, tt)

Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), cet. Ke-3 Soeprapto, R., Citra Pemuda Indonesia, (DKI Jakarta : Pemda DKI Jakarta, 1984), cet.


(56)

Toha, Idris, Pergulatan Partai Politik di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-1

Majalah dan Artikel

Noel, “Sekarang Lebih Sabar, Meski Tak Seideal Yang Diarepin”, Tabloit Ben’s, No. 011/26 Juli-09 Agustus 2006


(57)

(1)

3. Bahwa ada dua tujuan JIB sebagai gerakan pemuda Islam. Pertama adalah merebut kemerdekaan Indonesia, seperti yang dilakukan JIB dan SIS pada zaman kolonial Belanda. Dan kedua adalah partisipasi dalam memajukan rakyat Indonesia.

4. Bahwa posisi perjuangan pemuda Islam merupakan sebuah prestasi. Karena pergerakan-pergerakan yang tumbuh dan berkembang dalam tekanan ataupun penindasan merupakan prestasi sejarah tersendiri. Seperti JIB dan SIS yang tumbuh pada masa penjajahan Belanda.

5. JIB sebagaigerakan pemuda Islam mempunyai relevansi yang kuat dengan gerakan pemuda masa kini, karena tantangan yang dihadapi, suasana dunia kepemudaan tidaklah jauh berbeda, karena tujuan-tujuan organisasi pemuda Islam masa lalu dan masa kini dapat dikatakan sama, kendati redaksinya dapat dibedakan.

I. Saran-saran

1. Bahwa gerakan pemuda Islam merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam perjalanan sejarah, mereka berfungsi sebagai preseur group dalam negara, mereka juga elemen penting dalam tubuh umat Islam. Sungguh ironis negara yang tidak didukung oleh pemudanya begitupun Islam tidak akan berkembang tanpa didukung oleh pemudanya. Menurut hemat penulis salah satu hal yang membuat agama Islam dan bangsa maju karena faktor pemudanya. Pandangan Ridwan Saidi tentang gerakan pemuda Islam yang telah penulis tuangkan dalam skripsi ini kiranya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan ini untuk menuju pada kehidupan yang lebih baik terutama kepada pemuda-pemuda Islam yang ada di tanah air.

2. JIB sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia memang berbeda dengan gerakan pemuda Islam masa kini yang lebih modern. Akan tetapi prinsip-prinsip perjuangan


(2)

pemuda Islam yang telah diungkapkan Ridwan Saidi menurut hemat penulis merupakan prinsip-prinsip yang universal. Dengan kata lain tidak terhadang oleh tempat dan waktu. Dengan demikian di seluruh dunia Islam sekarang, gerakan pemuda Islam perlu didukung eksistensinya, semata-mata untuk mengembangkan ajaran Islam dan memajukan bangsa Indonesia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik di Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1980) Anshari, Endang Saifudin, Wawasan Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 1991), cet.ke-3 Anwar, Desi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Amelia, 2003),cet.Ke-1 Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 1996), cet. Ke-1

Basri, Muhammad Chatib, Antara Marx dan Schindler ; dalam Jurnal Kebudayaan Kalam, 7 September 2001

Budiardjo, Mirriam, Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi, (Jakarta : Gramedia, 1984)

Buku Panduan Mapaba PMII, (Ciputat : Fakultas Ushuluddin dan Perguruan Tinggi Umum, 2000)

Ezzatti, A, Gerakan Islam ; Sebuah Analisis, (Jakarta : Pustaka Hidayah, 1990), cet. Ke-1 Hakim, Masykur, Pergolakan Reformasi & Strategi HMI, (Jakarta : al-Ghazaly, 2001),

cet. Ke-1

Hussein Badjerei dan Ridwan Saidi (ed), Sketsa Kehidupan dan Surat-surat Pribadi Sang Pendekar Pena Mahbub Djunaidi, (Jakarta: LSIP, 1996)

Kohn, Hans, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya, (Jakarta : Erlangga, 1984)

Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara, (Jakarta: LP3ES, 2006), edisi revisi

Madjid, Nurcholis, Indonesia Kita, (Jakarta : Universitas Paramadina, 2004),cet.Ke-3 Moeliono, Anto, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),

cet. Ke-2


(4)

Oxford Learnear’s Pocket Dictionary, (UK : Oxford University Press, 2003), third edition Perwiranegara, Alamsyah Ratu, Islam dan Pembangunan Politik di Indonesia, (Jakarta :

Haji Mas Agung, 1987), cet. Ke-1

Pringgidigdo, A.K, Sejarah Pergerakan Rakyat, (Jakarta : Dian Rakyat, 1977)

Propinsi DKI Jakarta, Ragam Budaya Betawi, buku bacaan penunjang Mulok, (Jakarta: Pemerintah Propinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2002), jilid 1-6

Rais, Amin, Cakrawala Islam, (Bandung : Mizan, 1994), cet. Ke-10 Saidi, Ridwan, Babad Tanah Betawi, (Jakarta: Gria Media, 2002), cet. 1

---, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS (1925-1942), (Jakarta : Piranti Ilmu, 1990), cet. Ke-1

---, Diburu Mossad, (Jakarta: LSIP, 1996)

---, Islam dan Nasionalisme Indonesia, (Jakarta : LSIP, 1995), cet. Ke-1 ---, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan

Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI, (Jakarta : LSIP, 1993), cet. Ke-1 ---, Lakon Politik, “Che Guevara Melayu” Dokumentasi Teror PKI

1955-1960, (Jakarta: Institue Policy Studies (IPS), 2006), cet, I

---, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, (Jakarta: LSIP, 1994)

---, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, (Jakarta : Rajawali Press, 1984), cet. Ke-1

---, Profil Orang Betawi Asal-Muasal Kebudayaan dan Adat Istiadat, (Jakarta: PT. Gunara Kata, 1997), cet. Ke-1

---, Warisan Budaya Betawi, (Jakarta: LSIP, 2000)

Sanit, Arbi, Sistem Politik Indonesia ; Kestabilan Politik dan Pembangunan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), cet. Ke-1

Santoso, Ananda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Alumni, tt)

Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), cet. Ke-3 Soeprapto, R., Citra Pemuda Indonesia, (DKI Jakarta : Pemda DKI Jakarta, 1984), cet.


(5)

Toha, Idris, Pergulatan Partai Politik di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-1

Majalah dan Artikel

Noel, “Sekarang Lebih Sabar, Meski Tak Seideal Yang Diarepin”, Tabloit Ben’s, No. 011/26 Juli-09 Agustus 2006


(6)