Berbagai Bahan Stabilisasi Tanah Dasar untuk Perkerasan Jalan Raya

(1)

BERBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH DASAR

UNTUK

PERKERASAN JALAN RAYA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas Dan Memenuhi Syarat Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

ELSA B. E. SIAGIAN

05 0404 129

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang MahaEsa, karena hanya atas berkat dan kasih karuniaNya sajalah, saya dimampukan menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

Adapun Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Dimana judul Tugas Akhir yang saya tulis ini adalah : “ Berbagai Bahan Stabilisasi Tanah Dasar untuk Perkerasan Jalan Raya ’’ .

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, saya tidak dapat terlepas dari budi baik dan bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, saya ingin menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng,Sc. selaku pembimbing saya dalam penulisan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT; Bapak Medis Surbakti, ST, MT; dan Bapak YusandI Aswad, ST, MT, selaku pembanding saya dalam penulisan Tugas Akhir ini.

5. Ibu, Bapak dosen serta seluruh staf dan pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(3)

6. Almarhum Opung, kedua orangtua, dan seluruh keluaga besar saya, terutama kepada

Aju Ir. Pinta Simanungkalit dan Udak Kemal Sianipar, SH.

7. Seluruh rekan – rekan saya angkatan 2005, terutama kepada : Elly, Iges, Gonduth, Sondank, Dian, Ema, Tere, Heidy, Trisna, Imelda, Grace, Enny, Icha, Sakinah, Bokem, Fahreja, Juara, Alkes, Lutfy dan Tonggo.

8. Seluruh Kakak dan Abang angkatan 2000, 2002, 2003, 2004, terutama Bang Candra, dan juga adik – adik angkatan 2006, 2007, dan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya disini.

Saya sangat menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada penulisan Tugas Akhir ini, dan masih jauh dari kesempurnaan. Saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, saya sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Medan, Juni 2012

Penulis,

Elsa B. E. Siagian


(4)

ABSTRAK

Stabilisasi merupakan upaya untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas material agar dapat memenuhi standart yang ditetapkan. Stabilisasi dapat dilakukan secara mekanik, kimia maupun campuran. Tanah yang akan digunakan sebagai lapisan tanah dasar (subgrade ) untuk jalan raya harus memenuhi syarat – syarat teknis tertentu, tanah yang terdapat dilapangan bersifat sangat lepas, atau bersifat sangat mudah tertekan, mempungyai indeks konsistensi yang tidak sesuai, atau mempunyai nilai permeabilitas yang terlalu tinggi, maka tanah tersebut harus distabilisasi.

Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan stabilisasi. Stabilisasi kapur tidak dianjurkan untuk tanah berpasir tanpa butiran halus dan tidak efektif untuk tanah lanau. Sementara garam (Kalsium klorida) dikarenakan mudahnya luruh dalam tanah, maka perawatan dengan garam harus diulang setiap tahun, dan stabilisasi dengan semen bila ditambah dengan senyawa alkali atau alkali hidroksida akan meningkatkan kekuatan tanah semen.

Pada struktur perkerasan yang telah mengalami kegagalan, perbaikan yang umum adalah pelapisan ulang (overlay), atau membongkar lapisan beraspal lama yang diiikuti dengan perbaikan dan penambahan lapis pondasi serta memberi lapis beraspal baru sebagai penutupnya, yang memerlukan material baru yang kualitasnya harus lebih baik dari yang lama. Teknologi daur ulang dapat memanfaatkan kembali material yang lama dan dapat mempertahankan elevasi jalan raya. Teknologi daur ulang (recycling) menggunakan metode foam bitumen dan deep lift sangat membantu dalam pemanfaatan kembali bahan yang telah ada sehingga sangat ramah lingkungan. Teknologi ini juga dapat dilakukan di tempat maupun di pabrik, tergantung kondisi pelaksanaannya.


(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum ... 1

I.2. Latar Belakang ... 3

I.3. Tujuan dan Manfaat ... 11

I.4. Pembatasan Masalah ... 11

I.5. Metodologi Penulisan ... 11

I.6. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KONSEP DASAR STABILISASI II.1. Pengertian Stabilisasi ... 14


(6)

II.2. Latar Belakang Stabilisasi ... 17

II.3. Manfaat Stabilisasi ... 20

II.4. Ringkasan ... 26

BAB III STABILISASI TANAH III.1. Stabilisasi Mekanik... 27

III.2. Stabilisasi dengan Campuran ... 29

III.3. Ringkasan ... 46

BAB IV STABILISASI MATERIAL IV.1. Stabilisasi Agregat... 48

IV.2. Teknologi Daur Ulang (Recycling) ... 51

IV.2.1 Foam Bitumen... 51

IV.2.2 Deep Lift Stabilisation ... 60

IV.3. Ringkasan ... 65

KESIMPULAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kategori kerusakan perkerasan & penyebabnya ... 20

Tabel 2.2. Estimasi Biaya Rehabilitasi Perkerasan ... 22

Tabel 2.3. Panduan memilih bahan pengikat untuk stabilisasi ... 23

Tabel 2.4. Pemilihan Metode Stabilisasi (Metode SSIS) ... 24

Tabel 2.5. Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Stabilisas ... 25

Tabel 3.1. Beberapa Cara pemadatan Tanah ... 29

Tabel 3.2. Bahan pengikat stabilisasi lapis perkerasan ... 31

Tabel 3.3. Persyaratan Stabilisasi tanah dengan kapur ... 33

Tabel 3.4. Jenis Kapur untuk Stabilisasi Tanah... 34

Tabel 3.5. Kandungan Kapur ... 35

Tabel 3.6. Tipe Stabilisasi Dangkal ... 36

Tabel 4.1. Distribusi ukuran butiran untuk filler bitumen ... 50


(8)

DAFTAR

GAMBAR

Gambar 1.1 Potongan Melintang Jalan ... 2

Gambar 1.2 Lapisan Perkerasan Lentur ... 3

Gambar 1.3 Penyebaran beban Lalu Lintas ... 6

Gambar 1.4 Tanah dasar dari tanah timbunan ... 8

Gambar 1.5 Tanah dasar dari tanah galian ... 8

Gambar 1.6 Lapisan perkerasan lentur ... 10

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur ... 14

Gambar 2.2 Grafik Penurunan Kondisi Perkerasan ... 15

Gambar 2.3 Pelaksanaan Stabilisasi pada Tahun 80an ... 17

Gambar 2.4 Diagram Hirarki peminimalisan limbah ... 19

Gambar 3.1. Proses perubahan limestone menjadi kapur ... 34

Gambar 4.1. Penurunan Kondisi Perkerasan ... 48

Gambar 4.2. Mesin skidsteer pada proses perbaikan jalan ... 50

Gambar 4.3. Proses Terjadinya Foamed Bitumen ... 52

Gambar 4.4. Grafik distribusi butiran material perkerasan ... 53


(9)

Gambar 4.6. Proses Perataan Permukaan ... 54

Gambar 4.7. Proses Penghamparan Kapur ... 54

Gambar 4.8. Proses Pencampuran dan Penyuntikan Foam Bitumen ... 55

Gambar 4.9. Proses Penutupan Lapisan ... 55


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas ini akan menjadi sebuah kebutuhan. Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang menunjang pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah, serta akan membuka hubungan sosial, ekonomi dan budaya antar daerah.

Sebagai sarana penghubung, pada hakekatnya jalan merupakan unsur penting dalam mewujudkan sasaran pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan tercapainya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Namun banyak lahan yang tersedia untuk lokasi jalan tidaklah selalu siap untuk digunakan, ditinjau dari segi teknis. Hal ini berkaitan dengan tidak terpenuhinya syarat – syarat stabilitas dan deformasi, apabila lahan itu dihubungkan dengan beban – beban yang diharapkan harus didukung oleh lahan tersebut. Kondisi jalan yang ada juga karena berbagai faktor menjadi tidak/ kurang mampu melayani beban lalu lintas sesuai rencana awal pembangunan.


(11)

ABSTRAK

Stabilisasi merupakan upaya untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas material agar dapat memenuhi standart yang ditetapkan. Stabilisasi dapat dilakukan secara mekanik, kimia maupun campuran. Tanah yang akan digunakan sebagai lapisan tanah dasar (subgrade ) untuk jalan raya harus memenuhi syarat – syarat teknis tertentu, tanah yang terdapat dilapangan bersifat sangat lepas, atau bersifat sangat mudah tertekan, mempungyai indeks konsistensi yang tidak sesuai, atau mempunyai nilai permeabilitas yang terlalu tinggi, maka tanah tersebut harus distabilisasi.

Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan stabilisasi. Stabilisasi kapur tidak dianjurkan untuk tanah berpasir tanpa butiran halus dan tidak efektif untuk tanah lanau. Sementara garam (Kalsium klorida) dikarenakan mudahnya luruh dalam tanah, maka perawatan dengan garam harus diulang setiap tahun, dan stabilisasi dengan semen bila ditambah dengan senyawa alkali atau alkali hidroksida akan meningkatkan kekuatan tanah semen.

Pada struktur perkerasan yang telah mengalami kegagalan, perbaikan yang umum adalah pelapisan ulang (overlay), atau membongkar lapisan beraspal lama yang diiikuti dengan perbaikan dan penambahan lapis pondasi serta memberi lapis beraspal baru sebagai penutupnya, yang memerlukan material baru yang kualitasnya harus lebih baik dari yang lama. Teknologi daur ulang dapat memanfaatkan kembali material yang lama dan dapat mempertahankan elevasi jalan raya. Teknologi daur ulang (recycling) menggunakan metode foam bitumen dan deep lift sangat membantu dalam pemanfaatan kembali bahan yang telah ada sehingga sangat ramah lingkungan. Teknologi ini juga dapat dilakukan di tempat maupun di pabrik, tergantung kondisi pelaksanaannya.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas ini akan menjadi sebuah kebutuhan. Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang menunjang pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah, serta akan membuka hubungan sosial, ekonomi dan budaya antar daerah.

Sebagai sarana penghubung, pada hakekatnya jalan merupakan unsur penting dalam mewujudkan sasaran pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan tercapainya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Namun banyak lahan yang tersedia untuk lokasi jalan tidaklah selalu siap untuk digunakan, ditinjau dari segi teknis. Hal ini berkaitan dengan tidak terpenuhinya syarat – syarat stabilitas dan deformasi, apabila lahan itu dihubungkan dengan beban – beban yang diharapkan harus didukung oleh lahan tersebut. Kondisi jalan yang ada juga karena berbagai faktor menjadi tidak/ kurang mampu melayani beban lalu lintas sesuai rencana awal pembangunan.


(13)

Gambar 1.1 Potongan Melintang Jalan

Perkerasan jalan merupakan sistem yang memiliki jangka waktu. Dimana seringkali kerusakan terjadi sebelum umur rencana perkerasan tersebut. Permukaan jalan yang retak, bergelombang, dan berlubang merupakan beberapa contoh kerusakan jalan yang umum. Kerusakan yang terjadi pada perkerasan sangat beragam.

Beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan pada perkerasan, seperti : 1. Peningkatan beban dan pengulangan beban yang berlebihan.

2. Naiknya air akibat kapilaritas.

3. Pengolahan sistem bahan yang kurang baik dan kualitas bahan yang kurang baik.


(14)

4. Suhu udara dan cu 5. Kondisi tanah das 6. Proses pemadatan

I.2 LATAR BELAK

Konstruksi perker atas tanah dasar yang menerima beban lalu kendaraan dilimpahka terbagi rata. Beban te tanah dasar menjai leb

Ga

Perkerasan lentur (flex

1. Lapisan tanah dasar

curah hujan yang umumnya tinggi di Indonesia asar yang tidak stabil.

an yang kurang baik.

KANG

kerasan lentur terdiri dari lapisan – lapisan yan ng telah dipadatkan. Lapisan – lapisan tersebut lu – lintas dan menyebarkannya ke lapisan di ba hkan ke perkerasan jalan melalui bidang konta

tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

Gambar 1.2 Lapisan Perkerasan Lentur [19].

flexible pavement) terdiri atas beberapa lapisan, sar (subgrade).

ia.

yang diletakkan di ut berfungsi untuk i bawahnya. Beban ntak berupa beban dan disebarkan ke


(15)

Lapisan tanah setebal 50 – 100 cm, dimana di atasnya akan diletakkan lapisan podasi bawah. Tanah dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan galian, atau permukaan tanah timbunan yang merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian bagian perkerasan lainnya. Pemadatan yang baik akan diperoleh jika dilakukan pada kondisi air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana.Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan drainase yang memenuhi syarat.

2. Lapis podasi bawah (Subbase coarse).

Lapisan antara lapisan tanah dasar dan lapispondasi atas, yang berfungsi : 1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

2. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.

3. Mengurangi tebal lapis di atasnya yang lebih mahal.

4. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda – roda alat berat.

6. Lapisan untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.


(16)

Merupakan lapis perkerasan yang teletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan. Karena terletak tepat di bawah permukaan perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan paling menderita akibat muatan, oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas sanagt tinggi dan pelaksanaan konstruksi harus dilakukan dengan cermat.

Secara umum base course mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. 3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

4. Lapis permukaan (surface).

Merupakan lapisan perkerasan paling atas yang memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Lapisan perkerasan penahan beban roda, dengan persyaratan harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh ke atasnya tidak meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.

3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih buruk.


(17)

Karakteristik perkerasan lentur :

1. Bersifat elastis jika menerima beban, sehinga memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan.

2. Seluruh lapisan ikut menanggung beban.

3. Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian, sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar.

4. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal. 5. Umur rencana maksimum 20 tahun.

Perkerasan lentur (flexible pavement) memiliki dua persyaratan yakni persyaratan struktural dan persyaratan fungsional.Persyaratan fungsional mencakup empat hal, yaitu : ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban / muatan lalu lintas ke tanah dasar, kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya, permukaan mudah mengalirkan ai, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat dengan cepat dialirkan, dan konstruksi harus cukup kuat, mampu memikul beban lalu litas sehingga tidak mudah hancur. Sementara persyaratan fungsionalnya mencakup tiga hal, yaitu : permukaan yang rata, tidak bergelombang, dan tidak melendut, juga permukaan tidak mengkilap, tidak silau bila terkena matahari atau lampu, dan permukaannya cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan, sehingga tidak mudah slip.

Mengingat vitalnya peranan jalan dalam kehidupan masyarakat dan kemajuan banyak bidang, maka otomatis kerusakan pada jalan dapat menimbulkan beberapa


(18)

kendala seperti terhambatnya lalu – lintas, kecelakaan kendaraan, peningkatan biaya operasional kendaraan, dan sebagainya.

Gambar 1.3 Penyebaran beban Lalu Lintas.

Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas : 1. Muatan kendaraan berupa gaya vertikal.

2. Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal. 3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran – getaran.

Oleh karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing – masing lapisan berbeda dan semakin ke bawah semakin kecil. Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja. Oleh karena itu terdapat perbedaan syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh masing – masing lapisan


(19)

Sebagai bahan konstruksi, tanah dasar dituntut untuk mempunyai kekuatan tertentu. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh daya dukung tanah dasar yang ada. Perubahan bentuk tanah dasar akibat pembebanan, mengembang dan

menyusutnya tanah dasar akibat perubahan kadar air sehingga volume tanah dasar berubah akan membawa dampak pada lapisan perkerasan yang ada diatasnya.

Tanah dasar adalah lapisan tanah yang diatasnya akan diletakkan lapisan pondasi bawah. Tanah dasar dapat berupa :

1. Tanah asli yang dapat dipadatkan bila tanah aslinya baik

2. Tanah yang didatangkan dari tempat lain kemudian dipadatkan. 3. Tanah asli yang digali sesuai kebutuhan.

4. Tanah yang di stabilitasi dengan bahan tambah ( adiktif )

Umumnya persoalan yang menyangkut tanah lempung sebagai tanah dasar adalah sebagai berikut (SKBI-2.3.26.1987) :

1. Perubahan bentuk tetap ( deformasi permanen ) dari tanah akibat beban lalu lintas sehubungan dengan sifat visco elastic. Perubahan bentuk yang besar


(20)

akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. Tanah dengan plastisitas tinggi cenderung mengalami hal ini. Tanah lempung sebagai tanah dasar harus diperhatikan. Daya dukung tanah dasar yang ditunjukkan oleh nilai CBRnya dapat merupakan indikasi dari perubahan bentuk yang dapat terjadi.

2. Sifat mengembang dari macam tanah tertentu akibat perubahan kadar air. Hal ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum mencapai kepadatan tertentu sehingga perubahan volume yang terjadi dapat dikurangi. Kondisi drainase yang baik dapat menjaga kemungkinan berubahnya kadar air pada lapisan tanah dasar.

3. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah pada macam tanah yang sangat berbada sifat dan kedudukannya.

4. Lendutan (deflaksi) dan pengembangan kenyal yang besar selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.

5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar ( granular soil ) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia : 1. Pasir dan batu (sirtu) kelas A, B atau C.

2. Tanah/ lempung kepasiran. 3. Lapis aspal beton (laston).

4. Tanah atau agregat yang telah distabilisasi.


(21)

1. Batu pecah kelas A, B atau C. 2. Tanah/ lempung kepasiran. 3. Lapis aspal beton (AC/ ATB). 4. Agregat yang telah distabilisasi. 5. Penetrasi macadam (lapen)

Jenis lapisan permukaan yang umum digunakan di Indonesia : 1. Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) atau Hot Roll Sheet (HRS).

Merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.

2. Lapis Aspal Beton (Laston)

Laston (AC) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu.

3. Asphalt Treated Base (ATB)

Merupakan formulasi untuk meningkatkan keawetan dan ketahanan kelelehan. Material lapisan ini hampir sama dengan campuran dari Laston.


(22)

Merupakan lapis terbuka dan seraga dan dipadatkan lap

coarse)

Gambar 1.6 Lapi

I.3 TUJUAN DAN M

I.3.1 Tujuan

Adapun tujuan dari p dan bahan yang dapat

I.3.2 Manfaat. Dengan adanya menambah pengetahu

I.4 PEMBATASAN

Pada penulisan tu yang digunakan untuk

I.5 METODOLOGI

is perkerasan yang terdiri dari agregat peng agam yang diikat oleh aspal dengan cara disem lapis demi lapis.

Lapis permukaan (sur

Lapis pondasi m

Lapis pondasi telford Lapis tanah dasar (su

apisan perkerasan lentur

MANFAAT.

i penulisan tugas akhir ini adalah untuk men at digunakan untuk menstabilisasi perkerasan j

a penulisan tugas akhir ini diharapkan da huan kita tentang stabilisasi perkerasan jalan ra

N MASALAH

tugas akhir ini, penulis membatasi pada bah tuk menstabilisasi konstruksi perkerasan lentur

GI PENULISAN.

engunci bergradsi isemprotkan diatas

surface)

macadam (base

rd (subbase)

subgrade)

engetahui metode n jalan raya.

dapat bermanfaat raya.

bahan dan metode ur jalan raya.


(23)

Metode penulisan yang dilakukan pada penulisan Tugas Akhir ini adalah Studi Literatur dengan mengumpulkan data - data dan keterangan dari buku - buku dan jurnal - jurnal yang berhubungan dengan pembahasan mengenai bahan dan metode stabilisasi perkerasan jalan raya ini serta masukan dari dosen pembimbing.

I.6 SISTEMATIKA PENULISAN.

BAB I PENDAHULUAN 1. Umum.

2. Latar Belakang 3. Tujuan dan Manfaat 4. Pembatasan Masalah 5. Metodologi Penulisan 6. Sistematika Penulisan

BAB II KONSEP DASAR STABILISASI 1. Pengertian Stabilisasi

2. Pentingnya Stabilisasi 3. Manfaat Stabilisasi 4. Ringkasan

BAB III STABILISASI TANAH DASAR (SUBGRADE) 1. Stabilisasi Mekanik

2. Stabilisasi dengan Campuran a. Semen


(24)

b. Hydrated Lime

c. Qiuck Lime

d. Sodium chloride

e. Fly ash

f. Ronald road packer

g. Rice Husk Ash (abu sekam padi) h. Lime stone

i. Clean set cement

j. Bitumen

k.Calcium acrylate

l. Aniline furfural

m. Sulphite liquor

3. Ringkasan

BAB IV STABILISASI MATERIAL 1. Stabilisasi Agregat

2. Teknologi Daur Ulang (Recycling) 3. Ringkasan


(25)

K

II.1 Pengertian Stab

Penggunaan bahan zaman Romawi. Stabi dilakukan di pabrik la Secara umum, prosed berdasarkan efektivita [18].

Ga

Yang dimaksud rupa yang akan menin Walaupun stabilisasi yang menyebabkan pe antara lain : adanya k

BAB II

KONSEP DASAR STABILISASI

tabilisasi

han penstabilisasi untuk konstruksi jalan telah abilisasi dapat dilakukan di tempat pada posisi lalu diangkut ke tempat yang dimaksud dan dip sedur stabilisasi yang akan digunakan dibahas vitas, segi ekonomi, dan kemudahan dalam im

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur [19].

d stabilisasi adalah suatu proses yang dilaku ningkatkan load bearing capacity dan stabilita si perkerasan sudah dikenal sejak lama , ada perlunya peninjauan konsep konsep yang ada. a kendaraan kendaraan dengan muatan berleb

ah dilakukan sejak isi asli, juga dapat dipadatkan.

as terlebih dahulu implementasinya

kukan sedemikian litas dari material. da berbagai faktor da. Faktor tersebut lebih , munculnya


(26)

konsep pendekatan rasional dalam perhitungan tebal perkerasan,perkembangan jenis bahan pengikat (binder), karakterisasi material yang semakin baik serta keberadaan peralatan khusus untuk pembuatan stabilisasi. Di samping itu isu mengenai conserve resources dan lingkungan , membuat perkembangan dibidang ini jauh lebih cepat dari yang diramalkan [22].

Gambar 2.2 Grafik Penurunan Kondisi Perkerasan [44].

Tanah yang akan dijadikan sebagai lapisan tanah dasar untuk konstruksi jalan raya harus memenuhi syarat – syarat teknis tertentu, tanah yang terdapat di lapangan bersifat sangat lepas atau bersifat sangat mudah tertekan, dan mempunyai indeks konsistensi yang tidak sesuai, atau mempunyai tanah yang akan dijadikan sebagai lapisan tanah dasar untuk konstruksi jalan raya permeabilitas yang terlalu tinggi, maka tanah tersebut harus distabilisasi. Stabilisasi pada subgrade biasanya dimaksudkan untuk menambah kekuatan pada subgrade, sebagai working flatform untuk peralatan konstruksi,merubah kualitas dari material subgrade menjadi lower subbase quality , mengurangi problem


(27)

konstruksi yang berhubungan dengan variabilitas kekuatan subgrade serta menjadikan lapisan kedap air.

Banyak faktor penyebab terjadinya kerusakan jalan dengan berbagai tingkatan, diantaranya keterbatasan dana yang ada untuk pemeliharaan jalan ditambah dengan seringnya terjadi kerusakan pada jalan yang telah direhabilitasi, beban kendaraan yang berlebih (overloading), mutu pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai, drainase yang kurang/ tidak berfungsi,

perencanaan yang tidak tepat, keterlambatan pengeluaran anggaran, serta prioritas penanganan yang kurang tepat [22]. Untuk pemeliharaan, peningkatan, dan pembangunan jalan diperlukan agregat dan aspal dengan volume besar.

Secara umum, prosedur stabilisasi yang akan digunakan dibahas terlebih dahulu berdasarkan efektivitas, segi ekonomi, dan kemudahan dalam implementasinya [18].

Stabilisasi dapat dilakukan di tempat pada posisi asli tanah atau sebagai timbunan, juga dapat dilakukan di pabrik lalu diangkut ke tempat yang dimaksud dan dipadatkan.

Stabilisasi berkembang dengan sangat cepat dikarenakan beberapa alasan [20] :

1. Peningkatan volume lalulintas. 2. Peningkatan jumlah kendaraan berat. 3. Perbaikan teknik perancangan perkerasan. 4. Perbaikan pabrik dan peralatan stabilisasi.


(28)

5. Peningkatan jumlah bahan pengikat yang efekif. 6. Biaya rehabilitasi jalan yang lebih murah.

7. Peningkatan keuntungan sosial dan lingkungan berkaitan dengan daur ulang dan efisiensi konstruksi.

8. Adanya pengakuan kecepatan dan berkurangnya hambatan lalu lintas selama proyek konstruksi.

9. Perbaikan pengertian industri pada proses stabilisasi.

Gambar 2.3 Pelaksanaan Stabilisasi pada Tahun 80an [36].

Pelaksanaan stabilisasi jalan dengan semen pada masa lampau, masih menggunakan metode konvensional, yakni membariskan kantong semen 40 kg di permukaan jalan dan meratakannya menggunakan penggaruk sampai serata mungkin. Saat ini, alat penyebar modren dapat mengangkut semen antara 12 – 26


(29)

ton, menyebarkan langsung pada permukaan jalan dan dapat mencatat jumlah semen yang telah digunakan secara elektronik.

II.2 Latar Belakang Stabilisasi

Pada struktur perkerasan yang telah mengalami kegagalan, perbaikan yang umum dilakukan adalah memperbaiki bagian – bagian yang rusak dan meningkatkan daya dukung perkerasan tersebut dengan jalan memberikan lapis tambah baru (overlay) atau membongkar lapisan beraspal lama yang diikuti dengan perbaikan dan penambahan lapis pondasi serta memberikan lapis beraspal baru sebagai lapis penutupnya, yang memerlukan material baru yang kualitasnya harus lebih baik dari yang lama. Peningkatan daya dukung dengan mempertebal lapisan perkerasan akan kurang efektif bila memiliki batasan vertikal (trotoar), yang mana harus diikuti dengan perbaikan trotoar juga, dan dapat memicu konflik dengan masyarakat karena penambahan elevasi permukaan jalan yang menerus, sehingga lebih tnggi dari lantai rumah mereka. Stabilisasi dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat bahan yang digunakan dan atau untuk meningkatkan daya dukung konstruksi jalan.

Menurut Neni [12], terdapat beberapa alasan konvensional yang melatarbelakangi stabilisasi :

1. Kondisi tanah dasar yang jelek.

Stabilisasi tanah dasar adalah untuk meningkatkan mutunya, sehingga tebal perkerasan dapat dikurangi.


(30)

Tingginya plastisitas bahan yang sering dijumpai pada bahan lapis pondasi marjinal memerlukan semen atau kapur untuk dapat menurunkannya.

3. Pengendalian debu.

Beberapa negara telah mengembangkannya, sementara di Indonesia belum begitu popular.

4. Pengendalian kadar air.

Terdapat beberapa bahan kimia yang dapat menahan air di dalam tanah, sehingga pada musim kemarau tanah mudah untuk dipadatkan, demikian sebaliknya.

5. Mendapatkan bahan lapis pondasi yang lebih unggul.

Penggunaan lapis pondasi yang unggul, missal lapis pondasi distabilisasi semen (cement treated base) dan lapis pondasi beton aspal, seringkali diperlukan baik pada perkerasan beton aspal maupun perkerasan beton semen. Lapis pondasi tersbut dapat menyumbangkan kekakuan yang berarti terhadap perkerasan, sehingga perkerasan lebih tahan terhadap keruntuhan lelah.

Ada juga alasan lain : makin meningkatnya beban lalu – lintas, meningkatnya kecanggihan alat untuk stabilisasi, makin meningkatnya kesadaran terhadap kerusakan lingkungan.


(31)

Gambar 2.4 Diagram Hirarki peminimalisan limbah [44]

Stabilisasi tanah merupakan upaya untuk merubah sifat – sifat tanah yang bertujuan untuk menigkatkan nilai teknisnya [16], seperti :

1. Meningkatkan atau menurunkan kekuatan tanah, atau mengurangi sensitivitas kekuatan terhadap perubahan lingkungan, khususnya perubahan kelembapan.

2. Meningkatkan atau menurunkan permeabilitas tanah. 3. Mengurangi kompressibilitas.

4. Mengurangi dampak pengaruh dari pembekuan.

Stabilisasi pada lapisan subbase dan base biasanya bertujuan meningkatkan kualitas material base yang kurang baik, mengurangi tebal lapisan perkerasan, menambah kekuatan material base, mencegah retak refreksi serta mengurangi sensitifitas lapisan terhadap air. Stabilisasi pada base akan memberikan hasil yang


(32)

bermakna untuk keadaan lalu lintas sedang sampai berat yang berada diatas

subgrade yang berkekuatan rendah,untuk daerah daerah yang selalu tergenang air.

Tabel 2.1. Kategori kerusakan perkerasan & penyebabnya (AUSTROADS)

II.3 Manfaat Stabilisasi

Untuk pemeliharaan atau peningkatan atau pembangunan jalan [43]: 1. Diperlukan agregat dengan volume besar yang ketersediaannya semakin

terbatas dan penambangannya merusak lingkungan.

2. Perlu aspal dengan volume yang cukup besar yang harganya saat ini semakin mahal.


(33)

Kepedulian lingkungan

Konstruksi jalan konvensional sangat bergantung pada quarry, yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, proses stabilisasi telah

berkembang umumnya di daerah yang sulit mendapatkan material. Kepedulian pada masa lampau sangat sedikit akan sumber daya alam, terutama karena langsung siap pakai. Merupakan tanggung – jawab para insinyur dan perancang untuk pemeliharaan sumber daya alam meliputi semua bentuk konstruksi, khususnya konstruksi jalan untuk generasi mendatang.

Menurut Warren [27], terdapat tiga keuntungan penggunaan teknik stabilisasi insitu dalam upaya rehabilitasi perkerasan, yaitu :

1. Penghematan biaya secara langsung.

Dibanding dengan rekonstruksi, proses stabilisasi biasanya dapat menghemat biaya sekitar 30 % bahkan dapat lebih besar dari 50 %.

2. Keuntungan sosial.

Stabilisasi insitu biasanya lebih cepat dibanding alternatif lain dikarenakan tidak adanya penggalian dan pemindahan material yang sedikit dari dan ke lokasi pekerjaan. Dan juga dengan mendaur ulang material di tempat, resiko penundaan pekerjaan karena cuaca buruk dapat diperkecil.


(34)

Dapat menghemat beberapa hal, yakni : a. Penggalian material lama.

b. Pemindahan material yang tidak terpakai.

c. Pembuangan material bongkaran yang masih memiliki nilai. d. Kemungkinan penggunaan timbunan.

e. Penggunaan material baru, yang merupakan sumber daya alam yang terbatas.

f. Pengangkutan material pengganti ke tepi lokasi. g. Tenaga dan emisi gas dari keseluruhan pekerjaaan.

Manfaat utama dari stabilisasi adalah [20] :

1. Penggunaan kembali material perkerasan yang ada, yang mana mengurangi landfill dan penggunaan sumber daya alam yang terus berkurang.

2. Memperkuat perkerasan yang telah ada.

3.Meningkatkan permeabilitas perkerasan, mengurangi penyebab utama kerusakan perkerasan – tempat masuk air.

4. Mengurangi waktu pembangunan dn penutupan area secara drastic.

5. Mengurangi biaya konstruksi karena penggunaan material baru, pengangkutan material dan penggunaan energi yang lebih sedikit.

6. Perbaikan tanah dasar dalam hal peningkatan kekuatan untuk waktu yang lama. 7. Perbaikan karakteristik lelah dari jalan yang tidak diaspal.


(35)

Tabel 2.2. Estimasi Biaya Rehabilitasi Perkerasan [27].


(36)

Stabilisasi perkerasan tradisional memiliki khas dengan penggunaan semen dalam jumlah yang besar yang berkembang menjadi lapis pondasi yang distabilisasi semen. Sehubungan dengan kekakuan yang tinggi dari lapisan, pengurangan retak melintang sepanjang perkerasan [21].

Semen atau campuran semen dengan bahan pozolanik lainnya sangat efektip digunakan untuk menstabilisasi bahan yang memiliki nilai indeks plastis (IP) lebih kecil dari 10. Untuk

bahan yang lebih bersifat plastis, proses stabilisasi akan sangat efektip bila digunakan kapur atau campuran kapur dengan bahan pozolanik lainnya. Material yang distabilisasi menggunakan semen atau kapur akan akan bersifat semi kaku atau bahkan cenderung getas, semakin tinggi perentase pemakaian semen atau kapur, semakin getas bahan yang dihasilkan, sehingga bahan yang distabilisasi memiliki daya tahan terhadap retak yang tidak begitu baik.


(37)

(38)

(39)

II. 4 Ringkasan

Yang dimaksud dengan stabilisasi adalah upaya - upaya yang dilakukan untuk meningkatkan load bearing capacity dan stabilitas dari material. Untuk pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan jalan diperlukan agregat dalam jumlah besar, sementara sumber daya alam terbatas, sehingga diperlukan metode yang ramah lingkungan dan hemat energi dengan memanfaatkan material yang ada.


(40)

BAB III

STABILISASI TANAH DASAR

(SUBGRADE)

III.1 Stabilisasi Mekanik

Semua tanah yang distabilisasi dengan bahan stabilisasi tanah, akan membutuhkan proses pemadatan. Pemadatan tanah dapat diperoleh dengan memberikan energi pada tanah yang akan dipadatkan dengan cara antara lain :

1. Cara menekan ( Static Weight )

Pemadatan tanah dilakukan dengan cara menekan udara yang ada didalam butiran tanah secara perlahan guna menghilangkan udara di dalam pori pori tanah semaksimal mungkin, dan mengeluarkan kelebihan air dalam tanah. Alat yang digunakan umumnya mesin penggilas yang berpermukaan licin sehingga permukaan rata, padat, dan sekaligus meningkatkan tegangan geser tanah.

2. Menguli padat ( Kneading Action )

Pemadatan tanah dilakukan dengan cara meremas remas tanah oleh suatu gigi - gigi yang dapat menekan dan masuk kedalam tanah, dengan cara ini


(41)

akan memudahkan penguapan air yang ada didalam tanah dan akibat dari pekerjaan ini permukaan tanah tidak rata.

3. Menumbuk padat ( impact)

Cara pemadatan ini sering dilakukan di laboratorium, dengan menjatuhkan benda dari ketinggian tertentu. Cara ini akan meninggikan shear strenght tanah. Untuk gaya pembebanan itu, cara impact akan menghasilkan gradasi yang baik. Misalnya, butiran batu pecah akan memperbaiki gradasi tanah tersebut, sebaliknya gaya yang berlebihan dapat menimbulkan kehancuran pada permukaan tanah/ batu, sehingga menghilangkan

interlocking antar butir - butir tanah.

4. Menggetar padat (vibrating)

Cara ini akan menurunkan shear stenght butir - butir tanah akibat gaya berat dan akan bergerak menggeser air pada bentuk terpadat, dengan mengurangi semaksimal mungkin rongga rongga antar butir butir tanah tersebut. Cara vibration sangat baik untuk memadatkan tanah yang tidak memiliki kohesi ( mis : pasir ).


(42)

Pada umumnya untuk mendapatkan pemadatan tanah yang baik sistem / cara pemadatan tidak dilakukan dengan satu sistem/cara, tetapi dengan penggabungan variasi dari beberapa cara pemadatan tersebut diatas.

Tabel 3.1. Beberapa Cara pemadatan Tanah

III.2 Stabilisasi dengan Campuran

Sifat – sifat tanah dapat diubah melalui beberapa cara, diantaranya adalah melalui proses kimia, pemanasan atau mekanis. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa karena variabilitas tanah, tidak ada satu carapun yang dapat berhasil untuk semua jenis tanah, maka pemilihan bahan stabilisasi sering kali tergantung pada jenis- jenis tanah dimana bahan stabilisasi tersebut dapat berfungsi efektip. [12]


(43)

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan stabilisasi adalah : 1. Cuaca dan drainase.

2. Penyelidikan perkerasan.

3. Pengambilan contoh dan pengujian bahan.

4. Penilaian awal terhadap jenis stabilisasi yang diperlukan. 5. Pemilihan akhir jenis stabilisasi.

Ingels dan Metcalf menyebutkan ada beberapa karakteristik utama tanah yang harus dipertimbangkan berkaitan dengan masalah stabilisasi tanah :

1. Stabilitas volume..

Perubahan volume sangat erat kaitannya dengan perubahan kadar air. Banyak jenis tanah lempung yang mengalami susut dan kembang karena kepekaan terhadap perubahan kadar airnya (water content), dimana perubahan kadar air sejalan dengan perubahan musim di wilayah tersebut, misalnya akan retak – retak pada musim kemarau dan mengembang pada musim hujan. Masalah ini biasanya diatasi dengan waterproofing dengan berbagai bahan seperti bitumen. 2. Kekuatan

Parameter yang umum digunakan untuk mengetahui kekuatan tanah adalah dengan percobaan kuat geser dan daya dukung tanah.

3. Permeabilitas

Permeabilitas pada umumnya diakibatkan oleh timbulnya tekanan air dan terjadinya aliran perembesan (seepage flow), sedangkan pada tanah lempung yang permeabilitasnya tinggi disebabkan pelaksanaan pemadatan yang kurang


(44)

baik. Karena itu keadaan ini dapat diatasi dengan pembuatan system drainase, pelaksanaan pemadatan dan stabilisasi yang baik.

4. Durabilitas

Durabilitas adalah daya tahan bahan konstruksi terhadap cuaca, erosi, dan kondisi lalu lintas diatasnya. Pada tanah yang distabilisasi, durabilitas yang buruk biasanya disebabkan oleh pemilihan jenis stabilisasi yang keliru, bahan stabilisasi yang tidak sesuai, atau karena masalah cuaca.

5. Kompresibilitas

Kompressibilitas tergantung dari kandungan mineral lempung.


(45)

* Kapur.

Stabilisasi dengan menggunakan kapur bukanlah merupakan hal yang baru. Penggunaan berbagai bentuk kapur banyak dipakai untuk konstruksi bahkan sebelum ditemukannya semen Portland pada abad 19, tembok besar Cina dibangun dengan mortar yang distabilisasi kapur, seperti halnya bangunan pertama di pelabuhan Arthur, bahkan sejak jaman Romawi, mereka telah menggunakan kapur untuk menstabilisasi jalan [4].

M.Shouman menjelaskan stabilitasi tanah dengan kapur : Jenis kapur yang digunakan :

CaO : Quick Lime, dihasilkan dari batu kapur (CaCO3) dengan pembakaran pada temperatur tinggi untuk menguraikan batu kapur menjadi

quicklime. Ini merupakan hasil alkali dengan pH > 12, dan seringkali berupa tepung atau butiran dengan berat jenis lebih besar dari 1000 kg/m3.

Ca(OH)2 : Hydrated Lime, dihasilkan dari quicklime yang dicampur di air dengan memberikan panas dari luar. Merupakan hasil alkali dengan pH > 12, dan berupa tepung halus dengan berat jenis bervariasi dari 450 – 780 kg/m3.

a. Hydration

1 Quick Lime segera bereaksi dengan air dalam tanah 2.Draying efect ini berguna pada lempung basah.


(46)

3.Untuk lime colums atau layers : timbulnya panas dan ekspansi kapur menambah efek konsolidasi.

b. Flocculation

1. Bila kapur dicampur dengan lempung, Na+ dan beberapa kation pada permukaan mineral lempung akan diganti oleh Ca++ dari kapur.

2. Akibat hal diatas struktur mineral lempung menjadi saling berhubungan (flocculated) dan plastisiti berkurang.

c. Cementation

1. Tahap kedua dari reaksi soil lime adalah menggeser silica dari mineral lempung (Cementation)

2. Cementation adalah kontribusi utama terhadap kenaikan kekuatan tanah 3. Cementation dibatasi oleh jumlah silica yang tersedia. Jumlah kapur

tidak bisa melebihi silica.

4. Perbaikan berkelanjutan dalam jangka pangjang.

d. Carbonation.

Reaksi antara kapur dengan CO2 diudara terbuka membentuk cementing agent yang relatif lemah.

- Quicklime dan hydrated lime dapat memperbaiki nilai teknis tanah lempung atau tanah lanau berpasir. Lempung – material berpasir telah berhasil distabilisasi untuk digunakan sebagai lapis pondasi perkerasan jalan. Stabilisasi kapur tidak dianjurkan untuk tanah berpasir tanpa butiran halus dan tidak efektif untuk tanah lanau [18].


(47)

Tabel 3.3. Persyaratan Stabilisasi tanah dengan kapur (SNI 03-3638-1994)

- Penambahan kapur mempengaruhi sifat tanah yaitu [16]: 1. Plastisitas

Secara umum kapur meningkatkan indeks plastisitas pada tanah dengan plastisitas rendah, dan menurunkannya pada tanah dengan indeks plastisitas tinggi.

2. Densitas.

Secara umum kapur menyebabkan pengurangan kepadatan tertekan maksimum, dan peningkatan kadar air terendam optimum.


(48)

Secara umum, kapur meningkatkan kekuatan pada hampir semua jenis tanah.


(49)

Tabel 3.4. Jenis Kapur untuk Stabilisasi Tanah

Beberapa keuntungan penambahan kapur terhadap tanah adalah [12] : 1. Menimbulkan pengaruh yang cepat terhadap tanah, sehingga melalui

penggumpalan butir – butir (flocculation) akan memperbaiki gradasi dan sifat – sifat yang diperlukan untuk kemudahan pengerjaan. Besarnya pengaruh

tersebut bervariasi menurut kandungan aktual mineral.

2. Mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap kekuatan, sehingga terjadi peningkatan kekuatan yang menerus.

3. Memungkinkan pengurangan tebal perkerasan, karena bahan yang distabilisasi dapat dianggap sebagai lapis pondasi bawah.


(50)

Tabel 3.5. Kandungan Kapur [20]


(51)

*Garam

Nelson & Miller [19] menjelaskan bahwa garam yang umum digunakan untuk stabilisasi adalah Sodium klorida dan Kalsium klorida. Pengaruh Sodium klorida pada tanah berbeda – beda, secara umum memiliki pengaruh besar pada tanah dengan batas cair yang tinggi. Tergantung jenis tanah, Sodium klorida dapat meningkatkan batas susut dan kuat geser.

Sehubungan dengan mudahnya Kalsium klorida luruh dari tanah, maka secara umum, perawatan dengan garam harus diulang setiap tahun dan kelipatannya. Perawatan yang bersifat sementara ini menyebabkan metode ini tidak efektip secara ekonomis (Gromko, 1974).

*Bitumen

Bahan – bahan berbituminus untuk maksud bengunan jalan merupakan cairan berviskos. Konsistensi pada suhu normal berkisar dari sesuatu yang sedikit lebih kental daripada air sampai bahan yang keras dan mudah pecah, yaitu bila keadaan dingin (Oglesby & Hicks, 1996).


(52)

Sumber bahan – bahan berbituminus :

1. Aspal alamiah, berasal dari berbagai sumber seperti Trinidad dan Bermuda.

2. Aspal batuan, merupakan endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan – bahan berbituminus.

3. Bahan – bahan aspal minyak bumi.

Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, yang terdiri dari aspaltenis dan maltenis. Aspaltenis merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptene. Maltenis larut dalam heptene, merupakan cairan yang terdiri dari resins dan oil. Resis adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal.

Pada saat pencampuran crude petroleum dengan tanah, terjadilah suatu proses dimana butiran tanah menjadi lebih besar (M. Jafri).

* Lime Stone

- Yang dimaksud dengan lime stone (batu kapur) adalah bahan baku pembuatan batu gamping/ kapur dimana proses pembuatannya dengan melakukan pembakaran batu kapur tersebut. Lime stone dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok (R.C.Smith, 1966) :


(53)

~ Oolitik : Batu kapur yang terbentuk dalam mineral kalsit dan batu kapur jenis ini tidak mempunyai retakann.

~ Dolomit : Batu kapur yang kaya magnesium dan sering kali diidentifikasi melalui kristalnya. Pada umumnya, batu kapur jenis ini lebih padat dan kuat dari pada batu kapur oolotik yang lebih bervariasi.

~ Kristalin : Batu kapur yang komposisinya didomonasi oleh kristal kalsium karbonat. Batu kapur jenis ini mempunyai kepadatan dan tegangan yang tinggi, daya absorbsi rendah, tekstur halus dan berwarna abu – abu terang.

- Penggunaan limestone dapat memperbaiki sifat – sifat tanah seperti : meningkatkan daya dukung ijin, meningkatkan daya dukung ultimit.

* Semen Portland

- (Bergado et al, 1996) menjelaskan bagaimana semen berinteraksi dengan tanah sebagai berikut :

a.Partikel semen adalah substansi yang heterogen, mengandung tricalcium silicate (C3S), dicalcium silicate (C2S), tricalcium aluminate (C3A), dan

tetra calcium alumina ferrite (C4A) yang padat. Keempat unsur pokok tersebut adalah senyawa penghasil kekuatan yang utama.


(54)

b.Ketika air pori tanah bertemu dengan semen, terjadi hidrasi semen secara cepat dan menghasilkan hidratet calcium silicates (C2SHx), C3S2Hx,

hidrated calcium aluminates (C3AHx, C4AHx) dan hidrated lime (Ca(OH)2).

c.Partikel partikel semen ini mengikat butir butir semen yang berdekatan selama proses pengerasan dan membentuk matriks skeleton yang keras.

d.Hydrasi semen menyebabkan peningkatan nilai PH air pori yang disebabkan oleh penguraian hydrated lime.

- Semakin banyak semen yang ditambahkan pada tanah, menghasilkan tanahsemen yang lebih kuat. Semen dengan kekuatan tinggi dan cepat seringkali lebih efektif dari semen normal [17].

- Tanah yang distabilisasi dengan semen terdiri dari lima jenis [11] :

1. Tanah semen.

Jenis yang sangat umum, dan campuran yang digunakan untuk konstruksi stabilisasi tanah dasar sering dari jenis ini, yang dapat mempengaruhi kekuatan, durabilitas, dan ketahanan akan salju, dan


(55)

dapat digunakan untuk lapis penahan beban jalan, tepi perkuatan, tempat parkir dan daerah gudang.

2. Semen – butiran yang diperbaiki- campur tanah.

Memiliki tambahan semen paling sedikit, dengan intensitas penggantian karakteristik tanah yang nyata, seperti penurunan ekspansi atau kontraksi, plastisitas, dan dengan peningkatan daya dukung. Dapat digunakan sebagai lapis base dibawah perkerasan lentur atau kaku.

3. Semen lanau yang diperbaiki – campur lempung.

Tambahan semen dimaksudkan untuk penurunan ekspansi dan kontraksi, dimana pada kondisi kadar air yang baik, kekuatan yang ada dapat dipertahankan. Kadang digunakan untuk pondasi – perbaikan lapisan.

4. Tanah semen plastis.

Kadar air tertinggi. Dapat digunakan untk pelapis, selokan dan saluran irigasi, dan untuk perlindungan dari erosi. Campuran ini mudah digunakan untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kekuatan yang memuaskan serta durabilitas, seringkali dibuat dari tanah berpasir terang.


(56)

5. Semen – adonan tanah sisa dan mortir.

Kadar air tinggi, campuran cairan kental seringkali mengandung zat kimia. Umumnya digunakan untuk penyuntikan rel kereta api dan perkerasan jalan raya.

- Namun sesungguhnya semen mempunyai kelemahan jika dicampur dengan bahan organik, karena bahan organik mengabsorbsi ion kalsium yang ada sehingga memperlambat hidrasi semen (Ingles, 1972). Penambahan senyawa alkali atau alkali hidroksida akan meningkatkan kekuatan tanah semen [17].

* Calcium acrylate (Kezdi, 1979)

- Dihasilkan dari mencampur kalsium karbonat dan asam acrylic.

- 1. Pertukaran ion

Ketika Calcium acrylate larut dalam air, kation organic dihasilkan dalam jumlah besar, memungkinkan untuk pergantian ion di permukaan mineral lempung.

2. Monomer Calcium acrylateakan terpolimer dalam rantai yang panjang bahkan tanpa terlarut dalam air, yang akan mempersatukan banyak ikatan kation organik pada partikel tanah.


(57)

- Aniline merupakan asam aromatic primer, dihasilkan dari pertukaran atom hydrogen pada benzene.

- Furfural adalah aldehyde primer, dapat diperoleh dari penyaringan sekam gandum atau tanaman lain seperti jagung.

* Sulphite liquor (sulphat cair)

- Merupakan limbah dari industri timbal.

- Pengaruhnya penggunaannya pada tanah : ~ Meningkatkan kohesi.

~ Tanah menjadi lebih mudah dikerjakan dan padat.

~ Permeabilitas, kapasitas penyerapan air, dan sensitivitas beku berkurang. ~ Higroskopi tanah meningkat.

* Ronald Road Packer (RRP)

- Berbentuk konsentrat, mengandung antara lain : sulfat, kalsium, besi.

- Berfungsi sebagai katalisator, dimana melalui tenaga elektro kinetis mampu menurunkan sifat dipolar dari molkul – molekul air.


(58)

- Cara penggunaan bahan, efektif digunakan pada beberapa macam tanah, dengan dua cara mekanisme pertukaran ion. Pada kondisi tanah apa adanya dan pada kondisi asam sulfonik.

- Tanah yang sudah distabilisasi dengan bahan RRP mempunyai sifat [18] : ~ Tanah mempunyai daya dukung sebanding dengan tanah dasar dengan

tolak ukur Modulus elastisitas.

~ Daya dukung dan kapasitas beban yang dibawa meningkat, karena terjadinya penambahan daya perekat antar butir molekul tanah akibat beban lalu lintas.

~ Penetrasi bahan stabilisasi RRP ke lapisan bawahnya, yang tidak distabilisasi secara langsung pada saat pelaksanaan. Bahan penstabil RRP adalah katalisator, sehingga tidak bereaksi secara langsung dengan tanah, tetapi tetap ada dalam butiran/ molekul tanah dan dengan bantuan gerakan air dinamis mampu meresap ke dalam lapisan tanah.

~ Menurunkan indeks plastisitas tanah.


(59)

~ Pada pelaksanaan mempercepat tercapainya kadar air optimum sehingga relatif dapat lebih cepat dipadatkan.

* Rice Husk Ash (Abu Sekam Padi)

- Merupakan limbah yang dihasilkan dari proses penggilingan padi, yang dibakar sehingga memiliki kadar silica amorf setinggi mungkin dan kadar arang sekecil mungkin. Kemudian dengan mencampur kapur tohor dan air akan didapat suatu campuran hidraulis yang sifat pengerasannya cukup tinggi. (D.Suhardi, 1982).

- Untuk mendapatkan kadar silika yang cukup tinggi, beberapa factor yang harus diperhatikan yaitu : proses pembakaran, suhu pembakaran, dan durasi pembakaran.

- Dapat menurunkan indeks plastisitas tanah, mengurangi kepadatan kering tanah, dan dapat meningkatkan kekuatan tekan ultimate (qu).

* Fly Ash (Abu Terbang)

- Abu terbang adalah material halus yang dihasilkan dari pembakaran batu bara, terutama pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).


(60)

- Warna abu terbang bervariasi dari abu – abu muda sampai hitam, semakin muda warnanya, menunjukkan pembakaran makin sempurna dan abu terbang yang dihasilkan memiliki sifat pozolan yang lebih baik.

- Abu terbang mempunyai mutu yang berbagai ragam bergantung pada : sumber dan jenis batubara, efisiensi pembakaran dan kehalusan serbuk batubara, cara pengandapan abu dari batubara.

- Berdasarkan batubara yang digunakan untuk pembakaran, abu terbang terbagi dua, yaitu : Kelas F, dari jenis Antharist atau bituminous, dan Kelas C, dari jenis lignit atau sub bituminous.

- Apabila abu terbang dicampur dengan tanah, maka kemungkinan yang terjadi adalah (Utomo, 1996) :

~ Partikel tanah akan terikat lebih kuat.

~ Perubahan komposisi fraksi tanah, yang mana ion kalsium dalam abu terbang, yang akan diabsorbsi tanah dan menjadi peartikel yan lebih besar.

~ Tanah menjadi kedap air, sehinga dapat menjaga daya ikat dari lapisan tipis dalam partikel tanah.


(61)

~ Kerapatan tanah akan makin besar karena rongga udara akan semakin padat, yang mana akan menambah kekuatan tanah.


(62)

(63)

(64)

BAB IV

STABILISASI MATERIAL

IV.1 Stabilisasi Agregat.

Agregat yang dibutuhkan dalam proses perbaikan maupun pambangunan jalan baru tidaklah sedikit, karenanya proses stabilisasi agregat merupakan hal yang sangat dibutuhkan karena alasan keterbatasan sumber daya alam. Stabilisasi agregat dapat dilakukan di tempat (inplace) maupun di pabrik (inplant).

Gambar 4.1. Penurunan Kondisi Perkerasan [45].

Stabilisasi agregat dapat berupa pencampuran dengan material pilihan, dicampur dengan bahan aditif, pamadatan, atau gabungan dari pencampuran dan


(65)

pemadatan. Penggunaan kembali agregat yang lama akan sangat membantu dalam pelestarian lingkungan, yang mana hal ini sedang gencar digalakkan.

Stabilisasi granular / mekanikal mencakup :

1. Pencampuran material yang beragam yang terdapat di quarry.

2. Pencampuran material pilihan yang didatangkan dengan material yang telah ada.

3. Pencampuran material lapi perkerasan yang telah ada hanya dengan air.

4. Mencampur dua atau lebih kerikil, tanah pilihan yang didatangkan dengan atau hasil quarry di tempat atau di tempat pencampuran.

Proses stabilisasi dapat dilakukan dengan dua metode [23], yakni :

1. Insitu – material perkerasan eksisting dibongkar dan bahan aditif dicampur dengan material tanpa memindahkannya dari lokasi.

2. Inplant – material eksisting dibongkar dan diangkat ke pabrik pengolahan, dicampur dengan aditif dan diangkut kembali ke lokasi untuk dipadatkan dan dilapis dengan aspal.


(66)

Gambar 4.2. Mesin skidsteer pada proses perbaikan jalan

Tabel 4.1. Distribusi ukuran butiran untuk filler bitumen.


(67)

Teknologi daur ulang (recycling) dapat digunakan sebagai alternatif penanganan dalam rangka mempertahankan tingkat standart pelayanan minimum jalan sekaligus menjawab isu yang terjadi saat ini seperti :

1. Melindungi sumber daya alam, sehingga diperlukan suatu usaha untuk menggunakan serta mengolah bahan perkerasan setempat sehingga mempunyai nilai kekuatan yang baru yang tidak kalah dengan kekuatan bahan apabila menggunakan material segar.

2. Tuntutan akan teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energi.

3. Ketinggian/ elevasi permukaan jalan diupayakan dipertahankan dengan tidak terus – menerus melakukan penambahan lapisan aspal (overlay).

4. Semakin berkembangnya teknologi peralatan, pemanfaatan bahan setempat dengan metoda daur ulang telah dapat dilaksanakan.

5. Dana pemeliharaan jalan tidak sebanding dengan panjang jalan yang dipelihara, sehingga sering dilakukan metode dengan skala prioritas penanganan.

Bahan garukan (milling) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) : hasil garukan mengandung bahan pengikat.

2. RAM (Reclaimed Aggregate Material) : agregat tanpa bahan pengikat.

IV.2.1 Foam Bitumen

Foam bitumen atau sering juga disebut foamed asphalt atau expanded asphalt

adalah campuran antara udara, air dan bitumen yang dicampur dengan komposisi tertentu dengan suatu tekanan udara yang menimbulkan bertambahnya luas


(68)

permukaan dan menurunnya viskositas aspal secara signifikan. Foam bitumen

dihasilkan dengan cara menginjeksikan air ke aspal panas di dalam foaming chamber dan akan mengambang sekitar lima belas kali lipat dari ukuran semula.

Foam bitumen dapat digunakan sebagai bahan penstabilisasi hampir untuk semua jenis material temasuk bahan sub standar. Agar material yang distabilisasi memiliki workabilitas dan retained strength yang tinggi, maka penggunaan foam bitumen harus diikuti dengan penambahan filter aktif (semen/kapur) pada material yang akan distabilisasi [42][10]. Biasanya foamed bitumen terdiri dari 97 % bitumen, 2,5 % air dan 0,5 % aditif. Foam bitumen lebih fleksibel dibanding bahan stabilisasi lain [21].

Wirtgen WR 2500 [10].

Expansion ratio : perbandingan antara volume aspal maksimum yang dicapai pada kondisi berbuih (foamed) dan volume pada kondisi tidak berbuih (unfoamed).

Half life : waktu yang ditentukan pada saat volume buih mencapai setengahnya sebelum kembali pada kondisi tidak berbuih.


(69)

Situasi yang memicu pertimbangan penggunaan foam bitumen [10] :

1. Dapat dilakukan langsung di tempat seperti lapis ulang, dan karenanya lebih cepat dibanding metode rehabilitasi lain.

2. Mendekati karakteristik kekuatan material yang distabilisasi dengan semen yang membuat fleksibel dan karenanya menjadi relatif tahan lelah.

3. Kadar kelembapan yang lebih rendah dibanding stabilisasi emulsi bitumen yang menyebabkan titik air dapat diminimalisasi.

4. Setelah konstruksi, perkerasan dapat mentoleransi hujan deras hanya dengan kerusakan kecil karena lalu lintas, dan karenanya sangat sedikit terpengaruh oleh cuaca disbanding metode stabilisasi lain.


(70)

Pengunaan foamed bi [38] :

1. Perkerasan yang m perbaikannya sudah ti 2. Pelapisan ulang la dasarnya kuat.

3. Lapis pondasi be bahan pengikat me 4. Pelapisan konvensi masalah pengaliran 5. Sebagai alternatif l baik.

6. Perubahan kondisi 7. Situasi dimana pe

mendesak seperti b rawan banjir. 8. Solusi untuk pela

gangguan terhadap

bitumen dapat dipertimbangkan pada kondisi –

mana sudah sering kali dilakukan penambalan, tidak efektip lagi.

lapis pondasi berbutir yang lemah, menjadi

berbutir terlalu tipis untuk mempertimbangk mengandung semen.

nsional atau pelapisan ulang aspal tipis tidak ma ran air.

if lapisan aspal penuh untuk jalan lalu lintas ti

si hujan yang tidak cocok dengan konstruksi be pelapisan ulang tidak memungkinkan karen ti berdekatan dengan jalan masuk ke milik or

elaksanaan rehabilitasi yang cepat dalam ka ap usaha dan tempat tinggal.

– kondisi berikut

an, sehingga biaya

dikan lapis tanah

gkan penggunaan

mampu mengatasi

tinggi yang lebih

berbutir.

ena kondisi yang orang dan daerah


(71)

Gambar 4.3. Proses Terjadinya Foamed Bitumen [43].

Gambar 4.4. Grafik distribusi butiran material perkerasan yang akan distabilisasi dengan foam bitumen (Austroads, 2002)


(72)

1. Penggilingan dan penghancuran awal untuk stabilisasi. Recycler digunakan untuk membuka lapis aus.

Gambar 4.5. Proses Penggarukan Lapisan Perkerasan yang Lama

2. Pemeriksaan permukaan.

Grader digunakan untuk memeriksa segala ketidakrataan permukaan sebelum stabilisasi dan pemadatan.

Gambar 4.6. Proses Perataan Permukaan


(73)

Quicklime disebarkan di sepanjang jalan (umumnya 1,5 % massa) dan disemprot dengan air.

Gambar 4.7. Proses Penghamparan Kapur

4. Pencampuran foam bitumen dan penyuntikan.

Alat yang digunakan misalnya recycler Wirtgen WR2500.

Gambar 4.8. Proses Pencampuran dan Penyuntikan Foam Bitumen


(74)

Umumnya dipadatkan menggunakan alat pemadat gilas.


(75)

Waktu penundaan untuk lapisan penutup yang dapat diterima adalah dua minggu setelah proses konstruksi.

Reclaimer dan stabilizer dibuat dengan ruang pencampur yang terletak di tengah atau di bagian belakang.

Kelemahan foamed bitumen [21] :

1. Biaya – relatif lebih mahal dibanding jenis stabilisasi yang lain.

Biaya Stabilisasi Foam Bitumen [10].

2. Lapisan penutup – hasil percobaan menunjukkan desain lapisan penutup memerlukan perhatian khusus. Terjadi pembentukan alur – alur pada permukaan setelah dua minggu penyelesaian proyek.

3. Suhu bitumen – Proses ini membutuhkan bitumen panas (1800 C) supaya dapat berhasil dengan baik.


(76)

4. Gradasi – keberhasilan teknik ini dapat dilihat dari gradasi material dalam jumlah besar yang sangat sensitif. Persentase lolos saringan 0.075 mm harus berkisar 5 - 15 %, akan lebih condong pada gradasi ‘C’. Hal ini mungkin memaksa kontraktor untuk mendatangkan material yang kemudian dicampur dengan material yang telah ada untuk mencapai persyaratan gradasi tersebut.

5. Penggunaan alat berat – Peralatan recycling membutuhkan ruang yang luas, misalnya, untuk mengangkut foam dan pekerjaan lainnya.

Keuntungan foam bitumen :

1. Aplikasi yang mudah – foam bitumen disemprotkan secara langsung ke ruang pencampuran recycler.

2. Penambahan kekuatan dengan cepat – jalan dapat langsung digunakan setelah pemadatan. Pengujian defleksi yang dilakukan sehari setelah pembebanan menunjukkan nilainya lebih kecil dari 0.75 mm menunjukkan struktur mampu menahan beban lalu – lintas dengan segera.

3. Penggunaan aditif – hasil pengujian menunjukkan hanya dibuthkan semen dengan persentase kecil untuk meningkatkan kekuatan secara signifikan dengan segera.

Foam bitumen lebih fleksibel dibanding jenis stabilisasi yang lain.


(77)

5. Mendekati karakteristik material yang distabilisasi dengan semen yang membuat jalan menjadi fleksibel dan karenanya memiliki ketahanan lelah yang relatif.

6. Kadar kelembaban yang lebih rendah dibanding stabilisasi emulsi bitumen yang menyebabkan titik air dapat diminimalisasi.

7. Setelah konstruksi, perkerasan dapat mentoleransi hujan deras, hanya menyebabkan kerusakan kecil karena lalu lintas, dan karenanya sangat sedikit terpengaruh oleh cuaca dibanding metode stabilisasi lainnya.

8. Dapat dilakukan langsung di tempat, sehingga lebih cepat.

IV.2.2 Deep Lift Stabilisation

Yang dimaksud dengan Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) adalah proses daur ulang material ditempat baik yang berupa material berbutir kasar/halus ataupun campuran aspal yang telah mengalami kerusakan dengan kedalaman lapisan lebih dari 300 mm dengan satu kali pengerjaan sekaligus dengan menggunakan peralatan large reclaimer/stabilizer/recycler [24].

Keberadaan dan penemuan peralatan untuk stabilisasi memungkinkan dibuatnya DLIPR dengan mudah dan handal. Peralatan tersebut antara lain heavy duty recycler Wirtgen WR-2500 atau CMI RS 500/650 atau yang lainnya. Penggunaan


(78)

berbagai macam bahan pengikat/binder serta proses blending untuk mendapatkan hasil yang optimum juga telah banyak dilakukan. Wilmot [6] telah mendokumentasikan dengan baik hal tersebut. Proses pekerjaan DLIPR ini dilakukan seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 4.10. Metode Pelaksanaan DLIPR [20]

Untuk dapat melakukan proses ini terlebih dahulu diperlukan penyelidikan/investigasi secara menyeluruh dan kemudian dilakukan perencanaan perkerasan dengan cara mekanistik empiris. Investigasi yang dibutuhkan antara lain jumlah lalu lintas yang akan melewati jalan tersebut, pemeriksaan visual lapangan, tes pit dan pengambilan sample, pengukuran lendutan, pengukuran


(79)

(80)

Hal – hal yang wajib dipersiapkan sebelum pelaksanaan deep lift [12] : 1. Pelaksanaan survei.

Sebelum dimulai pekerjaan di tempat, survei bentuk jalan yang ada wajib dilakukan. Pelaksanaannya setiap jarak 20 meter dengan pemeriksaan titik tengah dan tepi kedua sisi. Pada saat yang bersamaan juga memastikan lokasi dan kedalaman urung – urung untuk menentukan apakah cukup melingkupi semuanya.

2. Disain jalan.

Secara umum, lebar jalan 3,5 m dan bahu jalan 0,5 – 1,2 m, tetapi tetap bergantung spesifikasi pekerjaan yang ada.

3. Penambalan pada lapisan aspal yang ada.

Disarankan sebelum memulai pekerjaan, tambalan – tambalan dibongkar dan diganti dengan kerikil yang cocok digunakan dengan aditif yang akan dipakai. Segala yang berukuran > 100 mm di dalam perkerasan akan menyebabkan alat melambat dan menyebabkan kebocoran.

4. Disain perkerasan. 5. Sumber air.

Selama proses stabilisasi insitu, mesin pencampur akan membutuhkan lima tangki air setiap hari, yang berarti 75.000 l, tergantung kelembaban yang dibutuhkan perkerasan. Jadi sangat penting menentukan lokasi dan kualitas sumber air.


(81)

1. Keuntungan biaya langsung.

Rehabilitasi menggunakan teknik stabilisasi umumnya menghemat biaya 30 – 50 % dibanding dengan rekonstruksi kembali.

2. Keuntungan sosial.

Rehabilitasi perkerasan dengan stabilisasi insitu biasanya lebih cepat dibanding alternatif lain, karena tidak adanya penggalian dan sedikitnya material yang dibawa keluar, dan juga mengurangi penundaan karena cuaca buruk.

3. Keuntungan bagi lingkungan.

Mengurangi : penggalian material yang ada, pengangkutan material, pembuangan material galian yang mana masih memiliki nilai, memungkinkan penggunaan timbunan, pemakaian material yang merupakan sumber daya yang terbatas, pergerakan truk keluar, energi yang digunakan dan gas emisi yang dihasilkan.

Kinerja Deep Lift Insitu Pavement Recycling [24] :

Banyak percobaan maupun riset telah dilakukan untuk melihat kinerja lapangan dari DLIPR ,tetapi kinerja yang terukur dan terdokumentasi dengan baik adalah apa yang dikenal sebagai The Cooma Accelerated Lading Facilities Trial. Penelitian COOMA ALF ini bertujuan:

1. Menentukan kinerja DLIPR dengan menggunakan peralatan yang ada pada lapisan tanah dasar yang lunak maupun tanah dasar yang berkekuatan baik. 2. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai mekanisme

distress yang terjadi dan menentukan pengaruh tebal recycling terhadap kinerja perkerasan.


(82)

3. Membandingkan rumus - rumus fatigue yang ada dengan hasil penelitian. 4. Mendapatkan semua data yang diperlukan untuk pembuatan spesifikasi.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Dari percobaan accelerated loading ,seluruh DLIRP yang di tes yang berada pada subgrade dengan CBR 4 % memberikan fatigue lives

sekurang - kurangnya dua kali dari beban yang diestimasikan pada Monaro Highways,NSW,Australia [ 5.3 *10^6 ESAL].

2. Dengan menggunakan alat pemadat yang umum dipakai maka didapatkan untuk DLIRP yang tebalnya > 300 mm,akan dijumpai pada sepertiga tebal terbawah pengurangan sekitar 5 % relatif density,dengan demikian diperlukan pemadat yang cocok untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.

3. Penggunaan nuclear densytometer tidak dianjurkan jika tebal DLIRP lebih besar dari 300 mm.Dengan demikian cara coring/destructive testing lebih sesuai.

4. Untuk mencegah erosi dan untuk mendapatkan lapisan yang cukup kaku maka jumlah minimum binder yang digunakan adalah 4 %.

5. Modulus perencanaan untuk DLRIP adalah 5000 MPA.

IV.3 Ringkasan.

Stabilisasi material dapat dilakukan di tempat (insitu) maupun di pabrik (inplant). Teknologi daur ulang dapat membantu penghematan penggunaan


(83)

material baru dan menjaga elevasi perkerasan. Akan tetapi teknologi daur ulang memiliki beberapa kelemahan, seperti : relatif lebih mahal, membutuhkan ruang gerak yang luas, dan kebutuhan akan air yang besar.


(84)

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan Tugas Akhir ini antara lain :

1. Stabilisasi dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat bahan yang digunakan dan untuk meningkatkan daya dukung konstruksi jalan.

2. Semua tanah yang distabilisasi dengan bahan stabilisasi akan membutuhkan proses pemadatan, yang dapat dilakukan dengan cara menekan, menumbuk , menguli, maupun menggetar tanah untuk memberi energi.

3. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan penstabilisasi, diantaranya : cuaca dan drainase, penyelidikan perkerasan, pengambilan contoh dan pengujian bahan, penilaian awal terhadap jenis stabilisasi yang diperlukan, dan pemilihan akhir jenis stabilisasi.

4. Semen atau campuran semen dengan bahan pozolanik lainnya sangat efektif digunakan untuk menstabilisasi bahan yang memiliki nilai indeks plastis (IP) lebih kecil dari 10. Untuk bahan yang lebih bersifat plastis, proses stabilisasi akan sangat efektip bila digunakan kapur atau campuran kapur dengan bahan pozolanik lainnya. 5. Sehubungan dengan mudahnya Kalsium klorida (garam) luruh dari tanah, maka

secara umum, perawatan dengan garam harus diulang setiap tahun dan kelipatannya. Perawatan yang bersifat sementara ini menyebabkan metode ini tidak efektif secara ekonomis.

6. Abu sekam padi (rice husk ash) dapat menurunkan indeks plastisitas tanah, mengurangi kepadatan kering tanah, dan dapat meningkatkan kekuatan tekan ultimate.


(85)

7. Apabila abu terbang dicampur dengan tanah, maka kemungkinan yang terjadi adalah partikel tanah akan terikat lebih kuat, perubahan komposisi fraksi tanah, tanah menjadi kedap air, kerapatan tanah akan makin besar karena rongga udara akan semakin padat, yang mana akan menambah kekuatan tanah.

8. Stabilisasi berkembang dengan sangat cepat dikarenakan beberapa alasan : peningkatan volume lalulintas, peningkatan jumlah kendaraan berat, perbaikan teknik perancangan perkerasan, perbaikan pabrik dan peralatan stabilisasi, peningkatan jumlah bahan pengikat yang efekif, biaya rehabilitasi jalan yang lebih murah, peningkatan keuntungan sosial dan lingkungan berkaitan dengan daur ulang dan efisiensi konstruksi, adanya pengakuan kecepatan dan berkurangnya hambatan lalu lintas selama proyek konstruksi, perbaikan pengertian industri pada proses stabilisasi. 9. Perawatan yang umum dilakukan adalah penambalan ataupun pelapisan ulang

(overlay), yang mana hal ini dapat menyebabkan elevasi jalan jauh melampaui desain awalya. Teknologi daur ulang (recycling) dapat mengatasi masalah ini dan juga dalam pemanfaatan material yang telah ada, sehingga akan sangat menghemat kebutuhan akan material baru, tetapi tentu tentu saja terdapat beberapa kelemahan dari teknik stabilisasi ini.

10.Proses stabilisasi dapat dilakukan dengan dua metode, yakni : Insitu – material perkerasan eksisting dibongkar dan bahan aditif dicampur dengan material tanpa memindahkannya dari lokasi, dan Inplant – material eksisting dibongkar dan diangkat ke pabrik pengolahan, dicampur dengan aditif dan diangkut kembali ke lokasi untuk dipadatkan dan dilapis dengan aspal.

11.Foam bitumen atau sering juga disebut foamed asphalt atau expanded asphalt adalah campuran antara udara, air dan bitumen yang dicampur dengan komposisi tertentu dengan suatu tekanan udara yang menimbulkan bertambahnya luas permukaan dan


(86)

menurunnya viskositas aspal secara signifikan. Foam bitumen lebih fleksibel dibanding bahan stabilisasi lain.

12.Yang dimaksud dengan Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) adalah proses daur ulang material ditempat baik yang berupa material berbutir kasar/halus ataupun campuran aspal yang telah mengalami kerusakan dengan kedalaman lapisan lebih dari 300 mm dengan satu kali pengerjaan sekaligus dengan menggunakan peralatan large reclaimer/stabilizer/recycler.


(87)

Daftar Pustaka

1. Achieving Density in Stabilised materials Using Static Compaction, AustStab Construction Tip (2007).

2. Alderson, A. (2001), Ancillary Information : Fatigue Properties of Bitumen/ Lime Stabilised Materials.

3. Das, B. M. (1995), Mekanika Tanah Jilid 1, Penerbit Erlangga , Jakarta.

4. Evans, P. (1997), Update on Lime Stabilisation, Paper presented at QMR Technology Transfer Seminar.

5. Evans, P. Smith, W. dan Vorobieff, G. Rethink of The Design Philoshopy of Lime Stabilisation.

6. Hunt, R. E. (1986), Geotchnical Engineering Analysis And Evaluation, Mc Graw-Hill, USA.

7. Jones, D. dan Emery, S. (2003), The Development of A Research Protocol and Fit – For – Purpose Certification.

8. Jones, D. dan Mitchley, M. (2001), A Reassessment of The Use of Ligro Sulphonate as an Additive for Unsealed Roads, Paper from 20th ARRB Conference.

9. Jones, D. Sadzik, E. dan Wolmarans, I. (2001), The Incorporation of Dust Palliatives As a Maintenance Option in Unsealed Road Management Systems, Paper from 20th ARRB Conference.

10.Kendall, M. dkk (2001), Foamed Botumen Stabilisation – The Queensland Experience, Paper from 20th ARRB Conference.

11.Kezdi, A (1979), Stabilized Earth Roads, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.


(1)

7. Apabila abu terbang dicampur dengan tanah, maka kemungkinan yang terjadi adalah partikel tanah akan terikat lebih kuat, perubahan komposisi fraksi tanah, tanah menjadi kedap air, kerapatan tanah akan makin besar karena rongga udara akan semakin padat, yang mana akan menambah kekuatan tanah.

8. Stabilisasi berkembang dengan sangat cepat dikarenakan beberapa alasan : peningkatan volume lalulintas, peningkatan jumlah kendaraan berat, perbaikan teknik perancangan perkerasan, perbaikan pabrik dan peralatan stabilisasi, peningkatan jumlah bahan pengikat yang efekif, biaya rehabilitasi jalan yang lebih murah, peningkatan keuntungan sosial dan lingkungan berkaitan dengan daur ulang dan efisiensi konstruksi, adanya pengakuan kecepatan dan berkurangnya hambatan lalu lintas selama proyek konstruksi, perbaikan pengertian industri pada proses stabilisasi.

9. Perawatan yang umum dilakukan adalah penambalan ataupun pelapisan ulang

(overlay), yang mana hal ini dapat menyebabkan elevasi jalan jauh melampaui desain awalya. Teknologi daur ulang (recycling) dapat mengatasi masalah ini dan juga dalam pemanfaatan material yang telah ada, sehingga akan sangat menghemat kebutuhan akan material baru, tetapi tentu tentu saja terdapat beberapa kelemahan dari teknik stabilisasi ini.

10. Proses stabilisasi dapat dilakukan dengan dua metode, yakni : Insitu – material perkerasan eksisting dibongkar dan bahan aditif dicampur dengan material tanpa memindahkannya dari lokasi, dan Inplant – material eksisting dibongkar dan diangkat ke pabrik pengolahan, dicampur dengan aditif dan diangkut kembali ke lokasi untuk dipadatkan dan dilapis dengan aspal.

11. Foam bitumen atau sering juga disebut foamed asphalt atau expanded asphalt adalah campuran antara udara, air dan bitumen yang dicampur dengan komposisi tertentu dengan suatu tekanan udara yang menimbulkan bertambahnya luas permukaan dan


(2)

menurunnya viskositas aspal secara signifikan. Foam bitumen lebih fleksibel dibanding bahan stabilisasi lain.

12. Yang dimaksud dengan Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) adalah proses daur ulang material ditempat baik yang berupa material berbutir kasar/halus ataupun campuran aspal yang telah mengalami kerusakan dengan kedalaman lapisan lebih dari 300 mm dengan satu kali pengerjaan sekaligus dengan menggunakan peralatan large reclaimer/stabilizer/recycler.


(3)

Daftar Pustaka

1. Achieving Density in Stabilised materials Using Static Compaction, AustStab Construction Tip (2007).

2. Alderson, A. (2001), Ancillary Information : Fatigue Properties of Bitumen/ Lime Stabilised Materials.

3. Das, B. M. (1995), Mekanika Tanah Jilid 1, Penerbit Erlangga , Jakarta.

4. Evans, P. (1997), Update on Lime Stabilisation, Paper presented at QMR Technology Transfer Seminar.

5. Evans, P. Smith, W. dan Vorobieff, G. Rethink of The Design Philoshopy of Lime Stabilisation.

6. Hunt, R. E. (1986), Geotchnical Engineering Analysis And Evaluation, Mc Graw-Hill, USA.

7. Jones, D. dan Emery, S. (2003), The Development of A Research Protocol and Fit – For – Purpose Certification.

8. Jones, D. dan Mitchley, M. (2001), A Reassessment of The Use of Ligro Sulphonate as an Additive for Unsealed Roads, Paper from 20th ARRB Conference.

9. Jones, D. Sadzik, E. dan Wolmarans, I. (2001), The Incorporation of Dust Palliatives As a Maintenance Option in Unsealed Road Management Systems, Paper from 20th ARRB Conference.

10. Kendall, M. dkk (2001), Foamed Botumen Stabilisation – The Queensland Experience, Paper from 20th ARRB Conference.

11. Kezdi, A (1979), Stabilized Earth Roads, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.


(4)

12. Krsul, J (2001), Deep lift insitu recycling construction phase, Special report Bega District Office, RTA, NSW, Australia.

13. Kusnianti, N. (2008), Pemanfaatan Mineral Asbuton Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah, Puslitbang Jalan Dan Jembatan, Bandung.

14. Lacey, G. (2006), Design and Performance of Dry Powdered Polymers, AustStab workshop on Road Stabilisation in QLD.

15. Leek, C. An Investigation of The Performance Properties of Insitu Foamed Bitumen Stabilised Pavements, Institute of Public Works Engineering Australia, Foundation Funded Reserch Project.

16. Leek, C. (2001), Insitu Foamed Bitumen Stabilisation – The City of Canning Experience, Paper from 20th ARRB Conference.

17. Lambe, T.W. : Soil Stabilization, chapter 4, in Leonards G.A. : Fondation Engineering, Mc Graw Hill, New Work 1960.

18. Leksiminingsih, (2006), Penelitian Penggunaan Berbagai Bahan Stabilisasi Tanah Untuk Perkerasan Jalan, Jurnal Jalan – Jembatan Vol. 23 No. 2.

19. Nelson,J.D. dan D.J.Miller (1992),Ekpansive Soils Problems and Practice in Fondation and Pavement Engineering, John Wiley & Son, inc, USA.

20. Pavement Recycling and Stabilisation Guide, AustStab, Sydney, 2011. 21. Profilers Versus Stabilisers, (2000), AustStab Construction Tips.

22. Rahadian, H. Dkk, (2001), Perilaku Penurunan Timbunan Di Atas Tanah Lunak Menggunakan Teknologi Kombinasi Cerucuk Kayu Dan Stabilisasi Cleanset, Makalah Pada Seminar HATTI, Bandung.

23. Ramanujam, J. M. dan Jones, J. D. (2000), Characterisation of Foamed Bitumen Stabilisation, Road System & Engineering Technology Forum.


(5)

24. Rasidi, S. dan Muis, Z. A. Deep – Lift Insitu Pavement Recycling Sebagai Alternatif Teknik Rehabilitasi Jalan di Provinsi Sumatera Utara.

25. Review of Foamed Bitumen Stabilisation Mix Design Methods (2011), Austroads Technical Report.

26. Review of Primes and Primeseal Design, (2011), Austroads Technical Report.

27. Roadway, B. (2001), Polymer Stabilisation of Clayey Gravels, Paper from 20th ARRB Conference.

28. Smith, W. (2010), A Review of Patching As a Pavement Maintenance Tool, Paper from 20th ARRB Conference.

29. Smith, W. (2005), Recognition of Environmental and Social Advantages of Using Stabilisationin Road Rehabilitation, IPWEA NSW Division Annual Conference.

30. Soeteddi, D. Dkk, Puslitbang Prasarana Transportasi.

31. Sukirman, S. (1992), Pekerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.

32. Tjahyati, H. (1998), Simple Technology Of Soil stabilization, Jurnal Puslitbang Jalan No.I Thn..XV, Bandung.

33. Tschebotarioff, G. P. (1951), Soil Mechanics, Foundations, And Earth Structures, Mc Graw-Hill, New York.

34. Vorobieff. G. (2006), A New Approach To Determining Working Time For Road Stabilisation For All Binder Types, Paper from 22nd ARRB Conference.

35. Vorobieff. G. (2006), A New Approach to Laboratory Testing of Stabilised Materials, Paper from 22nd ARRB Conference.

36. Vorobieff. G. (2004), Chemical Binders Used in Australia, NZIHT Stabilisation of Road Pavements Seminar.

37. Vorobieff. G. (2005), Design of Foamed Bitumen Layers For Roads, AustStab Workshop on Road Stabilisation in QLD.


(6)

38. Vorobieff. G. (2004), Stabilisation Practices in Australia, NZIHT Stabilisation of Road Pavements Seminar.

39. Vorobieff. G. Wallis, M. dan Murphy, G. Maintaining the Road Infrastructure in Saline Prone Area.

40. Vorobieff. G. (2004), Bitumen Stabilisation – An Australian Perspective, NZIHT Stabilisation of Road Pavements Seminar.

41. Vorobieff. G. (2006), Model Specification for Insitu Granular Stabilisation of Local Government Riads, AustStab.

42. Vorobieff. G. (2006), Model Specification for Plant – Mix Stabilisation of Main Roads Using Bituminous Binders, AusStab.

43. Vorobieff. G. (2005), Pavement Detailing For Foamed Bitumen Works, AustStab Workshop on Road Stabilisation Wagga Wagga (NSW).

44. Vorobieff. G. dan Wilmot, T. (2001), Australian Experience on Subgrade Stabilisation and Pavement Recycling, Salamanca, Spain.

45. Widajat, D., Daur Ulang Campuran Dingin Dengan Bahan Pengikat Foam Bitumen, Balai Bahan Dan Perkerasan Jalan, Pusjatan.