25
8. Self-fulfilment, keinginan untuk menemukan diri sendiri self-discovery,
karena diri sendiri biasanya dapat ditemukan pada saat kita menemukan daerah atau orang yang baru.
9. Wish-fulfilment, keinginan untuk merealisasikan mimpi-mimpi yang dicita-
citakan hingga mengorbankan diri dengan cara berhemat, agar bisa melakukan perjalanan. Hal ini juga sangat jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai
bagian dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri. Faktor penarikpull factor yang memotivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan wisata menurut Norman 2001:123 dan Jackson dalam Pitana 2005:65:
1. Alam dan iklim sekitar
2. Atraksi sekitar
3. Masyarakat sekitar
4. Infrastruktur pariwisata
5. Promosi mengenai daya tarik wisata
6. Acara spesial
2.4. Tinjauan Tentang Wisatawan
Yoeti 1985:123 menyebutkan bahwa “wisatawan adalah pengunjung
sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di negara yang dikunjungi . ”
Smith dalam Pitana 2005:53 menyebutkan bahwa “wisatawan pada
intinya adalah orang yang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur, dan secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
”
26
Internasional Union of Official Travel Organization IUOTO dalam Suwena 2010:36 menyebutkan bahwa
“wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa memandang kewarganegaraannya,
berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan pada salah satu hal
berikut : 1.
Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan, dan olah raga.
2. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa wisatawan adalah pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam dan sedang tidak bekerja atau sedang
berlibur untuk memanfaatkan waktu luang seperti berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan, olahraga dan bisnis atau mengunjungi kaum keluarga
untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
2.5. Tinjauan Tentang Keputusan Menginap
Tahap konsumsi merupakan tahap proses pengambilan keputusan, disinilah seorang konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak produk atau
jasa yang ditawarkan. Keputusan menginap adalah keputusan wisatawan untuk menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pihak hotel. Basu Swasta
dan Handoko 1997:10 mengemukakan bahwa perilaku konsumen adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang dan jasa dan termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
27
Tjiptono 2007:38 menyatakan bahwa keputusan konsumen untuk melakukan pembelian itu sendiri terdiri dari tahapan-tahapan seperti pra
pembelian, konsumsi dan evaluasi pasca konsumsi. Untuk itu perusahaan perlu memperhatikan aspek-aspek perilaku konsumen seperti siapa yang akan membeli
who, apa yang akan dibeli what, mengapa membeli produk atau jasa tersebut why, kapan membeli when, dimana membelinya where, bagaimana proses
keputusan menginapnya how, berapa sering menggunakan produk atau jasa how often agar perusahaan dapat mengetahui keinginan konsumen sehingga
konsumen bersedia melakukan pembelian terhadap produk atau jasa tersebut. Kotler 2004:208 menyebutkan bahwa ada 2 faktor yang dapat berada di
antara niat pembelian dan keputusan pembelian, yaitu : 1.
Sikap orang lain Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang
bergantung pada intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang
lain. 2.
Faktor situasi Situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat
pembelian seperti harga yang tinggi dan pendapatan yang kurang sehingga tidak menjadikan skala prioritas.
Tjiptono 2007:43 mengemukakan bahwa perilaku konsumen dalam proses keputusan konsumen itu bisa diklasifikasikan kedalam tiga tahap utama
yaitu :
28
1. Tahap pra pembelian, meliputi tiga proses yaitu:
Identifikasi kebutuhan, proses pembelian diawali ketika seseorang mendapat rangsangan pikiran, tindakan, atau motivasi yang mendorong dirinya untuk
mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Rangsangan mempengaruhi kebutuhan seseorang akan produk atau jasa tertentu. Seorang
konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli suatu produk atau jasa pada situasi shortage kebutuhan yang timbul karena konsumen tidak
memiliki produk atau jasa tertentu maupun unfulfilled desire kebutuhan yang timbul karena ketidakpuasan pelanggan terhadap produk atau jasa saat ini.
2. Tahap konsumsipembelian
Salah satu perbedaan antara pembelian barang dan pembelian jasa adalah menyangkut proses produksi dan konsumsi. Pada barang, tahap pembelian dan
konsumsi biasanya terpisah. Meskipun terdapat interaksi antara pemasar dan pelanggan selama tahap pembelian, tahap pemakaian barang biasanya terlepas
dari pengaruh langsung para pemasar. Sebaliknya, sebagian besar jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan sehingga perusahaan jasa
berpeluang besar untuk secara aktif membantu pelanggan memaksimalkan nilai dari pengalaman konsumsinya sehingga penyedia jasa bisa secara efektif
mempengaruhi proses konsumsi dan evaluasi agar konsumen melakukan pembelian ulang terhadap produk jasa. Dalam tahap ini terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian yaitu: 1
Emosi dan mood Emosi memiliki intensitas dan nurgensi psikologis psikologis yang
mendesak yang lebih besar dibandingkan dengan mood. Mood adalah
29
keadaan tindakan sementara menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sejumlah riset mengidentifikasikan bahwa emosi dan mood bisa
berpengaruh terhadap semua tahap proses pembelian konsumen. Layanan dapat dipersepsikan berbeda oleh dua pelanggan yang berada dalam emosi
dan mood berbeda. Untuk itu pelayanan dari penyedia jasa harus optimal agar mampu mempengaruhi emosi dan mood pelanggan karena ini sangat
berpengaruh terhadap keputusan pelanggan tersebut untuk membeli jasa. 2
Dramaturgi penyusunan alur menggambarkan dramateater Konsep dramaturgi yang banyak digunakan dalam sosiologi diadopsi oleh
Grove, Fisk, John 2000 ke dalam konteks pemasaran jasa. Mereka menggunakan metaforakiasan teater untuk menggambarkan dan
menganalisis kinerja jasa, ini disebabkan karena baik teater maupun organisasi jasa bertujuan menciptakan dan mempertahankan kesan positif
di hadapan para konsumen. Dalam bidang perhotelan para karyawan sebagai aktor yang harus mampu memberikan pelayanan dengan baik,
berinteraksi baik dengan konsumen dan melakukan kinerja dengan baik serta didukung suasana menyenangkan, penampilan yang rapi serta
fasilitas yang sesuai maka hal ini akan menciptakan pengalaman yang positif bagi konsumen sehingga konsumen mengambil keputusan untuk
melakukan pembelian dihotel tersebut, bahkan konsumen juga akan melakukan interaksi yang baik pula dengan bersifat loyal terhadap hotel
tersebut.
30
3 Peran role dan script theory
Peran role adalah serangkaian pola perilaku yang dipelajari melalui pengalaman dan komunikasi, yang akan dilakukan oleh individu tertentu
dalam interaksi sosial tertentu dalam rangka mewujudkan efektivitas maksimum dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian
peran merupakan kombinasi berbagai macam social cues atau ekspektasi masyarakat yang memandu perilaku dalam konteks spesifik. Berdasarkan
role theory teori peran, pelanggan dan karyawan memiliki peran masing- masing dalam setiap service encounter pengarahan pelayanan. Misalnya
peran resepsionis hotel dalam menyapa tamu konsumen. Scripts naskah adalah struktur kognitif yang memandu transaksi jasa dan merinci
alternatif-alternatif yang tersedia bagi para penjaga toko, teller bank, travel agents, resepsionis hotel, konsultan dan karyawan lain yang berhubungan
langsung dengan pelanggan. Di satu pihak dengan script naskah yang terstruktur dapat memudahkan karyawan jasa dalam merespon berbagai
macam kebutuhan pelanggan secara tepat. Di lain pihak, script naskah yang terlalu kaku menyebabkan kinerja jasa menjadi “mindless” tidak ada
artinya. 4
Control theory teori pengendalian Aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam penciptaan layanan superior
adalah memberikan tingkat kendali tertentu kepada pelanggan, supaya mereka merasa yakin atas apa yang mereka lakukan dan beli. Berdasarkan
control theory teori pengendalian, kendali bisa berupa behavioral control pengendailan sikap dan cognitive control pengendalian kognitif
31
pengetahuan. Behavioral control pengendalian sikap memberikan pelanggan kendali aktual atas lingkungannya. dengan kata lain, pelanggan
diberikan kemampuan untuk mengendalikan apa yang sedang terjadi. Misalnya hotel meletakkan kotak saran dan kritik dimeja resepsionis agar
jika ada komplain dari konsumen dapat tersalurkan karena hal ini juga memberikan tingkat kendali tertentu bagi konsumen atau konsumen hotel
diperbolehkan melakukan komplain secara langsung jika terjadi kesalahan yang dilakukan pihak hotel. Sementara itu, cognitive control
pengendalian kognitifpengetahuan
terjadi dimana
pelanggan mempersepsikan bahwa mereka memegang tingkat kendali tertentu atau
setidaknya apa yang sedang terjadi pada mereka bisa diperkirakan. Misalnya konsumen diberi informasi bagaimana proses pembayaran jika
melebihi waktu check out dengan jelas. 5
Costumer compitability kemiripan pelanggan Peran pelanggan lain yang menerima jasa pada saat bersamaan juga tidak
kalah pentingnya dalam menentukan pengalaman jasa keseluruhan pelanggan tertentu. Secara umum, kehadiran perilaku, kemiripan
kompatibilitas pelanggan lain yang menerima jasa yang sama disaat bersamaan pada kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan tertentu.
Pelanggan bisa tidak harmonis tidak kompatibel karena sejumlah faktor seperti perbedaan dalam hal keyakinan, nilai-nilai, pengalaman, daya beli,
penampilan, usia, kesehatan, dan lain-lain. Konsekuensinya, penyedia jasa wajib mengantisipasi, memahami dan menangani konsumen berbeda yang
berpotensi untuk tidak kompatibel tidak harmonis satu sama lain.
32
penyedia jasa harus mampu mengantisipasi, memahami, dan melayani konsumen yang berbeda
– beda secara adil sehingga konsumen heterogen yang berpotensi tidak kompatibel menjadi kompatibel dan dapat
memberikan kenyamanan sehingga memberi pengaruh untuk konsumen menginap kembali.
3. Tahap evaluasi pasca beli
Setelah pilihan dibuat dan jasa dibeli serta dikonsumsi, evaluasi pasca beli akan berlangsung. Dalam tahap ini, konsumen mungkin mengalami disonansi
kognitif keraguan menyangkut ketepatan keputusan menginap. Pemasar biasanya berusaha meminimumkan disonansi kognitif pelanggan dengan
berbagai strategi, diantaranya melakukan kontak pasca beli dengan pelanggan, menyediakan garansi dan jaminan, dan memperkuat keputusan pelanggan
melalui iklan perusahaan. Simpulan yang dari tinjauan tentang keputusan menginap di atas adalah:
Keputusan menginap adalah keputusan wisatawan mancanegara untuk menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pihak Hotel Prama Sanur
Beach. Menurut Kotler 2004:208 dan Tjiptono 2007:43, faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan pembelian adalah: 1.
Sikap orang lain dipengaruhi oleh orang lain untuk menetaptidak berpindah hotel lain.
2. Faktor situasi mendapat skala prioritas sehingga tidak berubah pikiran untuk
menginap.
33
3. Emosi dan mood emosi dan mood bisa berpengaruh terhadap semua tahap
proses pembelian konsumen. Layanan dapat dipersepsikan berbeda oleh dua pelanggan yang berada dalam emosi dan mood berbeda.
4. Dramaturgi menciptakan dan mempertahankan kesan positif di hadapan para
audensi. 5.
Peran role dan script theory pelanggan dan karyawan memiliki peran masing
– masing dalam memberikan pelayanan. 6.
Control theory memberdayakan atau memberikan tingkat kendali tertentu kepada pelanggan dengan memberikan kesempatan dalam memberi saran dan
masukan kepada pihak hotel supaya mereka merasa yakin atas apa yang mereka lakukan dan beli.
7. Costumer compatibility penyedia jasa harus mampu mengantisipasi,
memahami, dan melayani konsumen yang berbeda – beda secara adil sehingga
konsumen heterogen yang berpotensi tidak kompatibel tidak harmonis menjadi kompatibel harmonis dan dapat memberikan kenyamanan sehingga
memberi pengaruh untuk konsumen menginap kembali.
2.6. Tinjauan Tentang Hotel