1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah interaksi guru dengan siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran yang telah tersusun dalam suatu
kurikulum. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran para guru disamping menguasai bahan atau materi pelajaran perlu juga mengetahui bagaimana cara
materi itu disampaikan dan bagaimana pula karakteristik siswa yang meneriama materi pelajaran tersebut. Namun kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia
masih rendah. Hal ini terlihat jelas dari berbagai pemberitaan di media massa baik media catak maupun elektronik sering dikemukakan mutu pendidikan di Indonesia
masih rendah. Sampai saat ini persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pada pelajaran Matematika Seperti dikemukakan oleh pakar
matematika dalam http:hita.student.umm.ac.id20100922pakar matematika- bicara-tentang-prestasi-pendidikan-matematika indonesia
bahwa: “Prestasi Indonesia terutama dalam mata pelajaran matematika, masih
rendah. Banyak data yang menukung opini ini, seperti:
Data UNESCO menunjukkan, peringkat matematika Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara. Sejauh ini, Indonesia masih belum mampu lepas
dari deretan penghuni papan bawah.
Hasil penelitian tim Programme of International Student Assessment PISA menunjukkan, Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 41 negara
pada kategori literatur matematika. Sementara itu, menurut penelitian Trends in International Mathematics and Science Study TIMMS yang
sudah agak lawas yaitu tahun 1999, matematika Indonesia berada di peringkat ke-34 dari 38 negara data UNESCO.
Padahal kalau kita tilik lebih dalam lagi, berdasarkan penelitian yang juga dilakukan oleh TIMMS yang di publikasikan 26 Desember 2006, jumlah jam
pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia
dan Singapura. Dalam satu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam
dan Singapura 112 jam.
Tapi kenyataannya, prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua negara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411.
Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605 400 = rendah, 475 = menengah, 550 = tinggi, dan 625 = tingkat lanjut. Artinya “Waktu yang
dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih”.
Dari pernyataan pakar matematika di atas, Rendahnya hasil belajar matematika yang diperoleh siswa salah satunya disebabkan kurang efektifnya
pembelajaran yang digunakan oleh guru seperti yang dilakukan oleh guru
matematika SMP Muhammadiyah 58 Sukaramai ketika saya melakukan interview yaitu “bagaimana proses belajar mengaja matematika, apakah masih bersifat
teacher center? Proses belajar mengajar masih bersifat teacher center, karena siswa kelas VII masih terlalu dini”
“Depdiknas 2003 menyebutkan, salah satu sebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses pembelajaran. Metode
pembelajaran yang terlalu berorientasi pada guru teacher oriented cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan saat ini masih belum
optimal”. Dari pernyataan diatas, salah satu aspek timbulnya kejenuhan pada diri
siswa dan menyebabkan kegagalan guru dalam menyampaikan materi pelajaran adalah guru kurang menguasai metode-metode yang tepat dalam proses mengajar.
Selain itu juga disebabkan berbagai hal termasuk didalamnya faktor yang terdapat didalam diri siswa seperti sikap dan minat siswa pada pelajaran matematika,
dimana mereka beranggapan bahwa pelajaran matematika lebih sulit dan membosankan,
sehingga siswa
lebih dahulu
merasa jenuh
sebelum mempelajarinya.
Slameto 2003:64 dalam bukunya “Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah , standar pelajaran, keadaan
gedung dan tugas rumah” Tidak tepatnya metode yang di gunakan guru dalam proses belajar
mengajar di kelas mengakibatkan siswa sulit menangkap materi yang di sampaikan guru, sehingga banyak siswa dalam mengerjakan soal yang diberikan
guru disekolah tidak dapat mengerjakannya, sehingga yang terjadi siswa akan mencontek pada temannya.
Menurut Buchori 2001 dalam Khabibah 2006:1 ”Bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya
untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-
hari”. Untuk melihat bagaimana hasil belajar siswa disekolah pada materi
pecahan, penulis melakukan interview terhadap guru matematika yang bernama Andi Syahputra di SMP Muhammadiyah 58 Sukaramai, pada tanggal 24
September 2012 “bagaimana proses belajar mengajar matematika di kelas? Guru
menjawab “proses belajar mengajar di kelas masih bersifat teacher center” dan
penulis juga memberikan soal tes yang berkaitan dengan materi persamaan linier satu variabel satu variable kepada salah satu kelas VII
yang berjumlah 35 siswa. Tes yang diberikan berupa tes berbentuk essay untuk melihat kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah matematika. Hasil tes yang dilakukan pada 35 siswa tersebut menunjukkan bahwa 1 siswa memiliki nilai 65 dan 34 siswa memiliki
nilai 50. Dari hasil pekerjaan siswa diketahui bahwa siswa tidak dapat menyelesaikan masalah yang diberikan sehingga yang terjadi siswa tidak mengerti
menyusun langkah awal penyelesaian seperti mengumpulkan informasi yang di peroleh dari masalah tersebut dan siswa kesulitan merencanakan penyelesaiannya
sehingga salah atau tidak mampu mengerjakannya. Hanya 1 siswa yang tuntas
dalam menyelesaiakan tes sehingga dapat dikategorikan kemampuan siswa sangat rendah.
Ada beberapa masalah yang dialami oleh siswa SMP Muhammadiyah 58 Sukaramai dalam mempelajari matematika khususnya pokok bahasan persamaan
linier satu variabel satu variabel. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP Muhammadiyah 58 Sukaramai yaitu pemahaman siswa terhadap konsep
masih rendah dalam menyelesaian soal persamaan linier satu variabel satu variable, siswa juga masih suka menghapal rumus sehingga sulit untuk
menyelesaikan soal matematika jika materi telah berlalu. Menyadari hal tersebut diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa baik dalam
pemahaman dan penghapalan rumus sehingga siswa dapat memecahkan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari. Mengatasi permasalahan tersebut sangat
cocok dengan menggunakan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.
Diharapkan tujuan pembelajaran akan dapat di capai dengan menggunakan metode kontekstual, sesuai dengan standard keberhasilan yang ditetapkan.
Model pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan dapat
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membuat hubungan antara
pengetahuan atau konsep yang telah dimiliki oleh siswa serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mudah memahami konsep. Dengan model
pendekatan CTL maka siswa akan bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru semata. Strategi lebih di pentingkan daripada hasilnya.
Sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh datang dari proses penemuan sendiri.
Trianto 2008:10, mengatakan Pendekatan kontextual Contextual teaching and learning merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang di ajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota kelu
arga dan masyarakat“. Pendekatan kontekstual merupakan strategi yang dikembangkan dengan
tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna, tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dengan siswa diajak bekerja dan
mengalami, siswa akan mudah memahami konsep suatu materi dan nantinya diharapkan siswa dapat menggunakan daya nalarnya untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang ada. Berdasarkan uraian diatas, bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan tujuan pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa adalah pendekatan kontekstual. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Dengan Menggunakan
Pendekatan Kontekstual Pada Materi Pokok Persamaan Linier Satu Variabel Kelas VII SMP Muhammadiyah 58 Sukaramai.
1.2 Identifikasi Masalah