Nuri Aliyah Mustika Ati, 2013 Kritik Teks dan Telaah Fungsi Naskah Wawacan Jaka Mursyid
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan menurut Geetz dalam Baried 1985 : 85 adalah kelompok adat kebiasaan, pikiran, kepercayaan, dan nilai yang turun
temurun dipakai oleh masyarakat pada waktu tertentu untuk menghadapi dan
menyesuaikan diri
terhadap segala
situasi yang
sewaktu-waktu timbul,
baik dalam
kehidupan individu
maupun dalam
kehidupan masyarakat. Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini
kebenarannya oleh
yang bersangkutan
dan yang
diselimuti serta
menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber untuk menilai, yaitu penilaian baik dan buruk, berharga atau tidak
berharga, bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal itu terjadi karena kebudayaan memilik nilai-nilai normal yang bersumber pada pandangan
hidup dan kode etik yang dimiliki oleh setiap manusia Baried, 1985 : 85- 86.
Koentjaraningrat dalam Setiadi 2006 : 28-29 menggolongkan kebudayaan ke dalam tiga wujud, yaitu 1 Wujud sebagai suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan, 2 wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat. 3 Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Mengamati sastra lama dalam menggali kebudayaan merupakan usaha yang erat hubungannya dengan pembangunan bangsa seutuhnya.
Salah satu karya sastra lama yang juga merupakan kekayaan kebudayaan adalah budaya tulis pada masyarakat Sunda. Kebudayaan ini lahir dari
gagasan-gagasan masyarakat
Sunda yang
hidup di
masa lampau.
Gagasan-gagasan yang mereka ungkapkan merupakan ungkapan perasaan
Nuri Aliyah Mustika Ati, 2013 Kritik Teks dan Telaah Fungsi Naskah Wawacan Jaka Mursyid
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Segala tradisi yang berlangsung di lingkungan masyarakat dalam hal ini masyarakat Sunda
dengan cermat direkamnya sehingga menimbulkan suatu olahan data berupa karya peninggalan-peninggalan masa lalu yang hingga saat ini
masih ada, salah satunya adalah naskah. Naskah sebagai
hasil budaya dipandang sebagai
cipta sastra
karena teks yang terdapat dalam naskah itu merupakan suatu keutuhan dan ungkapan pesan masa lampau. Pesan yang terbaca dalam teks secara
fungsional berhubungan
erat dengan
filsafat hidup.
Dilihat dari
kandungan maknanya, wacana teks klasik mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan dan membentuk norma yang berlaku, baik bagi
orang sezaman maupun bagi generasi mendatang Baried 1985 : 4. Teori tersebut dikuatkan pula dengan adanya teori Robson 1994
:8 yang menyatakan, karya sastra sebagai hasil pemikiran : artinya karya sasrta diciptakan oleh orang sebagai wahana untuk mengungkapkan
pikiran, gagasan,
perasaan, dan
kepercayaan mereka.
Definisi ini
mencakup segala
jenis karya,
apapun isinya,
karena bagaimanapun
semua karya akan menceritakan pikiran penulisnya dan masyarakatnya, apa yang mereka anggap penting, cantik, dan berguna. Hanya dengan cara
demikian kita dapat berkomunikasi dengan orang-orang pada abad lalu; mereka berbicara melalui apa yang mereka tulis, tetapi tidak dengan
maksud agar kita meniru semua cara dan kebiasaan mereka. Naskah-naskah di Nusantara mengemban isi yang sangat kaya.
Kekayaan itu dapat ditunjukan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan ,
misalnya bidang sosial, politik, ekonomi,agama, kebudayaan, bahasa dan sastra.
Pada masanya naskah-naskah itu memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai pegangan kaum bangsawan untuk naskah-naskah yang berisi
silsilah, sejarah
leluhur, dan
sejarah daerah
mereka, sebagai
alat
Nuri Aliyah Mustika Ati, 2013 Kritik Teks dan Telaah Fungsi Naskah Wawacan Jaka Mursyid
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
pendidikan untuk naskah-naskah yang berisi pelajaran agama dan etika, sebagai media menikmati seni budaya seperti naskah-naskah yang berisi
cipta sastra atau karya seni dapat menambah pengetahuan untuk naskah- naskah yang berisi berbagai informasi ilmu pengetahuan; dan alat
keperluan praktis kehidupan sehari-hari untuk naskah-naskah yang berisi primbon dan sistem perhitungan waktu. Namun, kini fungsi itu
mengalami proses pelunturan, bahkan ada yang tidak berfungsi lagi Ekadjati, 1988 : 9.
Naskah sebagai objek kajian filologi mencoba untuk menjadi jembatan
antara dua
masa yang
berbeda, sehingga
peninggalan- peninggalan masa lalu yang tidak terarsipkan secara kebendaan dapat
ditelusuri dengan memahami isi naskah kuno tersebut. memahami naskah artinya menghargai dan mengakui keberadaan budaya masa lalu agar
tidak hilang termakan zaman yang kian berkembang. Hal ini dapat mengurangi sikap warga negara yang buta terhadap budayanya sendiri.
Meskipun kita menyadari bahwa dalam setiap naskah terdapat nilai budaya, tetapi untuk dengan cepat mengenalinya secara eksplisit
bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, diperlukan suatu studi khusus mengenai naskah. Studi yang mutlak diperlukan adalah studi filologi.
Pendekatan sastra lama dengan menggunakan studi filologi ini berarti menganalisis naskah agar dapat dengan mudah dibaca oleh siapa
saja, dipahami bahasanya, diketahui kandungan, isi, serta fungsinya di masyarakat.
Studi filologi
yang merupakan
kunci pembuka
khazanah kebudayaan
lama perlu
diperkenalkan untuk
menumbuhkan minat
masyarakat terhadap kebudayaan lama itu Baried, dkk., 1985 : vii. Berkaitan dengan pentingnya studi filologi seperti yang telah dijabarkan di
atas, serta kesadaran untuk turut berpartisipasi dalam upaya penyelamatan warisan budaya bangsa, maka pada kesempatan kali ini akan dilakukan sebuah penelitian
dengan objek kajian berupa naskah. Naskah yang akan dijadikan objek kajian
Nuri Aliyah Mustika Ati, 2013 Kritik Teks dan Telaah Fungsi Naskah Wawacan Jaka Mursyid
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
penulis ambil dari khazanah naskah Sunda. Naskah ini berasal dari milik perseorangan, yaitu seorang warga Cidadap bernama Ny. Eem Sulaemi. Menurut
pemilik naskah keberadaan naskah tersebut disimpan sebagai warisan turun temurun keluarga, ia mengaku bahwa ia hanya menyimpannya saja tanpa mengerti
isi naskah karena ketidakmengertian pemilik naskah terhadap aksara yang ditulis pada naskah tersebut.
Ekadjati 1988 :10 menyatakan bahwa hingga saat ini masih berlangsung proses penulisan penyalinan naskah dibeberapa daerah, salah satunya di
kelurahan Cidadap. Hal itu menjadi salah satu yang melatarbelakangi penentuan lokasi penelusuran naskah, dan dari hasil observasi lapangan tersebut ditemukan
sebuah naskah berjudul Wawacan Jaka Mursyid selanjutnya disingkat WJM. Naskah WJM ini merupakan teks kedua dari empat teks naskah. Teks
pertama berjudul Wawacan Bidayatussaliq, teks kedua berjudul Jaka Mursyid, teks ketiga Bima Suci, dan teks ke-empat Masy Alloh Bab Iman Tohid.
Berdasarkan kolofon yang terdapat dalam teks, naskah ini ditulis oleh seorang lebé di daerah Cidadap, Kota Bandung pada tahun 1916 M bernama Atam.
Peneliti memilih teks naskah WJM dikarenakan sejauh pencarian yang dilakukan peneliti di lapangan, naskah tersebut belum ada yang meneliti.
NaskahWJM ini diduga kuat mengandung unsur ajaran tasawuf, khususnya dalam pendalaman ilmu tarekat. Secara sekilas hal tersebut dapat
dilihat dari penggunaan judul dengan memakai istilah ‘Mursyid’. Mursyid dalam kamus tasawuf berarti pengajar, penunjuk, pemberi contoh kepada para murid
pengamal tarekat. Secara harfiah, istilah ‘mursyid’ mengandung arti dia yang memimpin langsung Solihin, Anwar, 2002 :151
Beberapa naskah tasawuf khususnya yang berbahasa Sunda telah banyak diteliti. Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga mencatat beberapa naskah
yang sudah diteliti berdasarkan kandungan dan isinya, di antaranya :
Nuri Aliyah Mustika Ati, 2013 Kritik Teks dan Telaah Fungsi Naskah Wawacan Jaka Mursyid
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
1. Martabat Tujuh dengan nomor inventaris 07.7. Isi naskah
menguraikan tentang
ajaran adanya
Tuhan yang
digambarkan dalam tujuh sifat atau tujuh martabat; yaitu martabat Ahadiyah;
martabat Wahda;
martabat Wahidiyah;
martabat alam
arwah; martabat alam misal; martabat alam ajsam; dan martabat alam
insan. 2.
Wawacan Ciung Wanara dengan nomor inventaris 07.27 yang diteliti oleh Dra. Tien Wartini, M.Hum. Naskah ini isi naskah
adalah ajaran dari tarekat-tarekat dalam agama Islam: Qadariah; Naksabandiah; dan Satariah; menguraikan bahasan tentang realita
Ketuhanan dan masalah- masalah keagamaan Islam serta hal- hal yang mengingatkan manusia untuk senantiasa berada di jalan yang
benar.
1.2 Identifikasi Masalah