Era Global Masyarakat Desa Munggu

mengadupadankan tongkat kayu pulet yang dibawanya, berputar-putar hingga berbunyi ‘tek..tek...tek..’, membentuk semacam piramida diiringi sorak-sorai masyarakat dan riuhnya gamelan balaganjur. Sebagai sebuah bentuk puji syukur, pelaksanaan tradisi Makotek yang diiringi nyanyi-nyanyian kidung menyiratkan arti simbol kemenangan dan kebanggaan kolektif atas keberhasilan para leluhur warga Desa Munggu dalam menangkal musibah dan wabah penyakit pada masa lampau.

2.2.2 Era Global

Era global merupakan zaman yaitu kehidupan manusia di berbagai belahan dunia seolah tanpa batas karena adanya kemajuan, kecanggihan teknologi yang mampu membuat setiap orang dengan mudah dapat mengakses segala informasi, pengetahuan di berbagai belahan dunia. Pada era global ideologi difusi gaya baru itu seolah menjadikan dunia ini satu dimensi. Selain itu, berpengaruh kuat terhadap perubahan, pelestarian hingga pembentukan masyarakat melalui proses identifikasi diri dan pembedaan status antarorang. Abdullah 2009 dan Appadurai 2006 mengatakan bahwa era global dicirikan dengan adanya keadikuasaan tatanan global. Artinya, etos kapitalistik menjadi kekuatan paling berpengaruh dalam menentukan, mengarahkan, sampai dengan mengubah status. Bahkan, nilai-nilai budaya luar bisa saja menjadi basis sub-sub unit kebudayaan lokal melalui globalisasi yang melibatkan berbagai dimensi, antara lain etnoscape, ideoscape, technoscape, mediascape, dan finanscape. Tradisi Makotek merupakan salah satu jenis lokal jenius Bali yang menarik untuk dikaji. Pelaksanaan tradisi Makotek melibatkan seluruh warga masyarakat Desa Munggu masih tetap lestari hingga pada era global.

2.2.3 Masyarakat Desa Munggu

Masyarakat Desa Munggu merupakan kolektif sosial yang bertempat tinggal di salah satu wilayah Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Kehidupan kolektif masyarakat tersebut tampak sangat religius. Hal itu dapat diamati dari perilaku mereka dalam menyikapi kehidupannya sehari-hari. Pada umumnya mereka selalu melaksanakan upacara persembahan, baik secara personal maupun kolektif, ketika akan memulai atau mengakhiri suatu kegiatan. Secara individual, mereka pada umumnya melakukan persembahyangan di rumahnya masing-masing. Sementara secara kolektif, pada umumnya mereka melakukan persembahyangan secara bersama-sama di balai banjar, di pura khayangan tiga, dan sebagainya. Agar dapat melakukan kegiatan ritus secara kolektif, mereka bahkan rela meninggalkan kegiatannya sejenak agar dapat berkumpul, melakukan perembahyangan bersama. Padahal, mereka memiliki profesi yang heterogen. Namun, dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari mereka tampak sangat kompak melakukan kegiatan-kegiatan upacara secara kolektif. Salah satu kegiatan ritus upacara berskala besar yang hingga kini secara rutin mereka laksanakan adalah Makotek. Tradisi Makotek merupakan salah satu tradisi lisan yang dimaknai masyarakat Desa Munggu sebagai ritual tolak bala. Tradisi tersebut telah diteruskan secara tradisi lisan, turun-temurun oleh masyarakat di Desa Munggu. Tradisi budaya tersebut secara kolektif dimaknai sebagai penyucian terhadap alam lingkungan tempat tinggal mereka yang hingga kini masih tetap dilaksanakan secara rutin. Tradisi Makotek sangat khas dan terwariskan sebagai sebuah tradisi budaya Hindu Bali di Desa Munggu. Setiap enam bulan sekali, tepatnya setiap hari raya Kuningan warga desa Munggu melaksanakan tradisi tersebut. Masyarakat Desa Munggu yang dominan sebagai petani sejak dahulu melakukan tradisi Makotek untuk menjaga kesucian alam lingkungan tempat tinggal mereka. Mereka yakin bahwa di sekitar mereka ada kekuatan gaib yang dapat memengaruhi kehidupan manusia. Jika mereka rajin melaksanakan kewajibannya, yaitu mempersembahkan sesaji sebagai salah satu bentuk penghormatan ataupun puji syukur atas berkah yang telah dinikmati selama ini. Untuk itu, secara kolektif masyarakat Desa Munggu tidak berani meninggalkan tradisi Makotek hingga kini. Walaupun mereka telah memiliki kehidupan yang heterogen. Bahkan, banyak dari mereka telah bertempat tinggal di luar wilayah Desa Munggu. Karakteristik budaya masyarakat Desa Munggu yang religius tersebut secara simbolik direpresentasikan dalam bentuk lambang Desa Munggu, yang ditandai dengan lingkaran padma ngelayang berhuruf Bali ‘ongkara’ dan di bawahnya terdapat sebuah pita bertuliskan moto “Manggeh Jayeng Rat”. Simbol tersebut dimaknai masyarakatnya sebagai harapan keberhasilan mereka dalam hidup bermasyarakat melalui jalan dharma dan budi yang luhur.

2.3 Landasan Teori