Teori Religi Landasan Teori

terhadap serangan wabah penyakit yang dikhawatirkan menimpa kenyamanan hidupnya. Hendropuspito 1983: 41 mengatakan bahwa suatu upacara yang dilakukan secara rutin dan berkelanjutan bisa saja berkembang menjadi tradisi. Artinya, perilaku religi yang diyakini dapat menyelesaikan permasalahan hidup dapat saja terus dilakukan oleh masyarakat yang bersangkutan. Hal itu disebabkan oleh mereka karena yakin akan kekuatan magis tradisi ritual tersebut. Sebagaimana tradisi Makotek yang hingga kini secara rutin tetap dilaksanakan oleh masyarakat Desa Munggu untuk menyikapi masalah penyucian alam dari mara bahaya segala penyakit. Tradisi Makotek di Desa Munggu merupakan ekspresi budaya masyarakat yang religius. Artinya, tradisi Makotek yang dilaksanakan masyarakat Desa Munggu merupakan simbol religiusitas masyarakat tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Kusmayati 1990:2-3 bahwa suatu ritual dilakukan sesuai dengan konteksnya. Hal itu dapat dipahami dari tanda, pesan dan simbol-simbol yang diungkapkan oleh para pelakunya. Oleh sebab itu, teori simbol dipandang relevan digunakan untuk mengkaji pelaksanaan tradisi Makotek yang penuh dengan simbol bermakna religius.

2.3.4 Teori Religi

Teori religi adalah suatu kerangka pikir tentang hal-hal yang terkait dengan keyakinan, kepercayaan suatu masyarakat, yang telah teruji kebenarannya oleh banyak pihak. Kepercayaan pada ritual atau ritus dan upacara merupakan prinsip penting dalam sistem religi Donder, 2005. Dojosantoso 1986:2-3 mengatakan bahwa untuk memperoleh ketenteraman, manusia menerima ikatan Tuhan sebagai pelindung utama. Artinya, manusia menganggap bahwa melalui pelaksanakan berbagai ritual mereka akan memperoleh kebahagiaan hidup, baik batin maupun lahir. Eliade 2002:13--22 mengatakan bahwa ada dua hal penting yang dapat dilakukan untuk memahami aktivitas religius, yaitu sakral dan profan. Sakral berkaitan dengan hal-hal yang suci, keramat, sementara profan adalah sebaliknya. Dalam kehidupan suatu masyarakat selalu ada nilai-nilai yang disakralkan atau disucikan. Dhavamony 1995: 90--93 dan Sutrisno 2005: 89--96 mengatakan bahwa sesuatu yang sakral dapat diwujudkan melalui simbol-simbol yang diyakini masyarakatnya. Artinya, simbol-simbol yang bernilai sakral sering digunakan masyarakat untuk menjaga keutuhan ikatan sosial warga dalam hidup bermasyarakat. Sebagaimana masyarakat di Desa Munggu yang hingga kini menggunakan berbagai simbol dalam Makotek sebagai aktivitas upacara ritual tolak bala untuk mempererat ikatan sosial antarmereka. Sejarah menunjukkan bahwa manusia sudah mengenal kepercayaan terhadap leluhur atau nenek moyang, keyakinan terhadap kekuatan-kekuatan alam, kekuatan gaib yang dapat memengaruhi kehidupannya. Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib merupakan naluri manusia yang kemudian digunakan sebagai landasan hidup beragama Cundamani, 1987:12--13. Terlebih, jika agama suatu masyarakat tersebut masih primitif, akan selalu terkait dengan mitos, makhluk-makhluk spiritual, nenek moyang mereka dalam kehidupannya. Bahkan, gunung, batu, pohon besar dan laut pun diyakini memiliki kekuatan gaib. Dhurkeim dalam Sanderson 1993:517--527 mengemukakan bahwa masyarakat umumnya lebih mengutamakan pelaksanaan ritual karena tindakan religius itu dianggap dapat menjaga keselamatan hidupnya. Sebagaimana masyarakat di Desa Munggu, Badung yang hingga kini secara rutin melaksanakan upacara tolak bala yang diakhiri dengan pelaksanaan Makotek mengelilingi wilayah Desa Munggu. Mereka melaksanakan tradisi Makotek sebagai aktivitas ritual untuk menjaga keselamatan hidup mereka dari hal-hal yang tidak diinginkannya. Masyarakat Desa Munggu percaya bahwa melalui sistem kepercayaan yang diyakini itu mereka akan memperoleh keselamatan. Aktivitas seperti itu oleh Peursen 1988:18 sering dikatakan sebagai budaya mitis. Dalam alam pikiran mitis berkembang mitos yang diwujudkan melalui cerita, sebagai pedoman hidup bagi masyarakat yang bersangkutan. Sistem kepercayaan itu berkembang sesuai dengan tingkat sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya. Semakin baik ekonomi masyarakatnya maka semakin besar upacara yang dipersembahkan. Mitos dalam suatu masyarakat ada yang dituturkan, dan ada pula yang diungkapkan melalui berbagai ekspresi karya seni. Sebagaimana mitos grubug wabah di Desa Munggu yang dikaitkan dengan keharusan masyarakat setempat melaksanakan upacara tolak bala diakhiri dengan pelaksanaan rangkaian prosesi Makotek. Secara mitologis, masyarakat di Desa Munggu meyakini bahwa di pura kahyangan tiga bersemayam Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa yang diyakini memiliki kuasa atas kehidupan. Oleh sebab itu, hingga kini masyarakat di Desa Munggu selalu melaksanakan tradisi Makotek sebagai ritual tolak bala diawali dengan mempersembahkan sesaji terlebih dahulu. Mitos seperti itu tampak masih kuat di Desa Munggu, Badung. Teori religi dalam penelitian ini dianggap sangat relevan digunakan untuk mengkaji awal mula munculnya dan eksistensi tradisi Makotek pada era global di Desa Munggu, Badung. Kerangka teori religi itu juga digunakan untuk menjelaskan keyakinan masyarakat Desa Munggu terhadap mitos terjadinya musibah jika mereka tidak melaksanakan upacara tolak bala tersebut pada era global. Untuk mengkaji asas dari tahapan Makotek digunakan teori religi Preusz. Preusz menganggap bahwa ritus atau upacara religi akan bersifat kosong dan tidak bermakna apabila tingkah laku manusia di dalamnya di dasarkan pada logika dan akal rasional. Akan tetapi, kekokohan itu ditunjang secara naluri manusia yang memiliki suatu emosi mistikal untuk berbakti kepada pemilik kekuatan tertinggi yang tampak konkret dalam keteraturan dari alam, proses pergantian musim dan kedashyatan alam dalam hubungannya dengan masalah kualitas kehidupan dan maut Koentjaraningrat, 1987. Demikian pula tradisi Makotek diselenggarakan secara rutin untuk menanggulangi masalah kualitas kehidupan dan maut. Preusz dalam Koentjaraningrat 1987 berpendapat bahwa pusat dari sistem religi adalah ritus dan upacara. Wujud religi tertua merupakan tindakan manusia untuk mewujudkan keperluan kehidupan yang tidak tercapai dengan akal dan kemampuan biasa. Sebagaimana pada masyarakat Munggu bahwa tradisi Makotek merupakan ritual tolak bala yang menjadi sentral pada perayaan hari raya Kuningan khas setempat.

2.3.5 Teori Kuasa Pengetahuan