mengakibatkan  anak  dalam  kandungan  keracunan  obat-obatan sehingga menyebabkan ketunarunguan.
2 Saat dilahirkan:
a  Ibu  mengalami  kesulitan  saat  melahirkan  sehingga  persalinan dibantu dengan penyedotan.
b Prematur, bayi yang lahir sebelum waktunya. 3
Setelah kelahiran: a  Anak  mengalami  infeksi,  seperti  infeksi  pada  otak  meningitis,
infeksi umum difteri, morbili. b Anak yang diberi obat-obatan ototoksi.
c  Anak  mengalami  kecelakaan  yang  mengakibatkan  rusaknya  alat pendengaran bagian dalam, seperti jatuh.
4. Karakteristik Tuna Rungu
Penderita tuna rungu memiliki karakteristik dan perkembangan yang berbeda  bila  dibandingkan  dengan  orang  biasa.  Beberapa  karakteristik  tuna
rungu dalam Somantri 2006 sebagai berikut: a. Perkembangan Bicara dan Bahasa
Pendengeran  berkaitan  erat  dengan  perkembangan  bahasa  dan bicara. Akibat dari ketunarunguan, setelah masa meraban, anak tuna rungu
tidak mengalami proses peniruan. Proses peniriuan anak tuna rungu hanya sebatas peniruan visual saja.
Dalam kehidupan sehari-hari bahasa merupakan alat komunikasi yang  digunakan  manusia  dalam  melakukan  interaksi  sosial.  Menurut
Depdikbud dalam Somantri, 2006, bahasa memiliki peran antara lain: 1 Bahasa sebagai alat untuk melakukan interaksi sosial
2 Bahasa untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan dan keinginan 3 Bahasa untuk mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain
4 Bahasa untuk bertukar informasi 5 Bahasa untuk mendapatkan pengetahuan
Berdasarkan  pada  peran  bahasa  menurut  Depdikbud  dalam Somantri,  2006,  perkembangan  kemampuan  berbahasa  dan  bicara  anak
tuna  rungu,  sulit  untuk  mencapai  penguasaan  bahasa  melalui pendengarannya.  Beberapa  media  komunikasi  yang  dapat  digunakan
antara lain: 1 Menggunakan bicara sebagai alat komunikasi dan membaca ujaran
sebagai sarana menerima informasi, bagi tuna rungu yang mampu bicara.
2  Menggunakan  media  tulisan  dan  membaca  sebagai  sarana komunikasi
3 Menggunakan bahasa isyarat b. Perkembangan Kognitif
Pada  dasarnya,  anak  tuna  rungu  memiliki  potensi  inteligensi yang  sama  dengan  anak  normal  lainnya,  tetapi  secara  fungsional
perkembangan  inteligensi  sangat  dipengaruhi  oleh  tingkat  kemampuan
berbahasa,  keterbatasan  informasi  dan  daya  abstraksi.  Akibatnya, ketunarunguan  menghambat  anak  untuk  mendapatkan  pengetahuan  yang
luas sehingga
secara fungsional
menghambat perkembangan
inteligensinya. Dapat dikatakan bahwa rendahnya tingkat inteligensi anak tuna  rungu  bukan  karena  adanya  hambatan  intelektual,  melainkan  tidak
adanya kesempatan bagi fungsi kognitifnya untuk berkembang. Meskipun  demikian,  tidak  semua  aspek  inteligensi  pada  anak
tuna rungu terhambat. Aspek inteligensi  yang bersifat verbal adalah  yang perkembangannya
terhambat, seperti
merumuskan pengertian
menghubungkan,  menarik  kesimpulan  dan  meramalkan  kejadian.  Aspek inteligensi  yang  bersifat  visual  dan  motorik  biasanya  tidak  mengalami
hambatan tetapi berkembang lebih cepat. c. Perkembangan Emosi
Kurangnya pemahaman akan bahasa lisan maupun tulisan sering membuat  anak  tuna  rungu  mengartikan  sesuatu  secara  negatif  atau  salah
dan  terkadang  menjadi  tekanan  bagi  emosinya.  Tekanan  terhadap  emosi ini  dapat  menjadi  penghambat  untuk  perkembangan  pribadinya  dengan
menunjukkan  sikap  menutup  diri,  berperilaku  agresif,  maupun  bertindak sebaliknya dengan menunjukkan kebimbangan dan keragu-raguan.
d. Perkembangan Sosial Manusia  adalah  makhluk  sosial,  maka  manusia  selalu
memerlukan  kebersamaan  dengan  orang  lain.  Begitu  pula  dengan  anak tuna  rungu,  tidak  lepas  dari  kebutuhan  ini.  Meskipun  demikian,  karena
anak  tuna  rungu  memiliki  kekurangan  secara  fisik,  biasanya mengakibatkan  kelainan  dalam  melakukan  penyesuaian  diri  terhadap
lingkungan.  Namun,  kelainan  penyesuaian  diri  ini  bukan  sebagai  akibat dari  ketunarunguan  itu  semata,  karena  kelainan  secara  fisik  hanya
merupakan  variabel  dalam  kelainan  psikologis.  Maka,  dapat  dikatakan kelainan penyesuaian diri bukan merupakan reaksi langsung, tetapi hanya
akibat  reaksi  anak  dan  lingkungan  yang  tidak  memahami  keadaannya. Masyarakat  biasanya  memandang  mereka  sebagai  individu  yang
kekurangan  dan  menilai  mereka  sebagai  orang  yang  kurang  berkarya. Karena  pandangan  masyarakat  yang  seperti  ini,  anak  tuna  rungu  merasa
kurang  berharga.  Hal  ini  juga  mempengaruhi  perkembangan  fungsi sosialnya.
C. Thematic Apperception Test T.A.T