17
2.2.6 Alih Kode
Batasan alih kode banyak dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Appel dalam Chaer 2004:107 yang memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian
bahasa karena perubahan situasi. Kemudian menurut Suwito 1983:22-24 mengemukakan bahwa alih kode juga merupakan peristiwa kebahasan yang disebabkan oleh faktor situasional,
yaitu 1 penutur, 2 mitra tutur, 3 hadirnya orang ketiga, 4 pokok pembicaraan, 5 untuk membangkitkan rasa, dan 6 untuk sekedar bergengsi.
Selanjutnya pengertian alih kode yang lain dikemukakan oleh Hymes dalam Suwito 1985:69 bahwa alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian peralihan
pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa atau bahkan beberapa gaya dari satu ragam. Alih kode bukan merupakan alih kode leksikon melainkan alih tutur yang dalam
hal ini mempunyai batas paling kecil dalam tataran kalimat Poedosoemo 1978:7 Berdasarkan uraian pengertian alih kode diatas, maka dapat disimpulkan bahwa alih kode
tidak hanya dipengaruhi oleh berubahnya situasi saja, melainkan juga dipengaruhi oleh variasi bahasa yang dimiliki dan digunakan oleh peserta tutur atau pemakai bahasa.
2.2.7 Campur Kode
Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual ini mempunyai
kesamaan yang besar, sehingga sering kali sukar dibedakan. Namun, Chaer 2004:114 dapat menjelaskan mengenai beda keduanya, yaitu kalau dalam alih kode setiap bahasa atau ragam
bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam
18
peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan pieces saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.
Theleander dalam Suwito 1985:76 berpendapat bahwa unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam “peristiwa campur kode” itu terbatas pada tingkat klausa. Apabila dalam suatu tuturan
terjadi percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di dalam satu klausa yang sama, maka peristiwa itu disebut campur kode.
Kemudian Kachru dalam Suwito 1985:76 juga memberikan batasan campur kode sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang
satu kedalam bahasa yang lain secara konsisten.
2.3 Kerangka Berpikir