Penetapan tersangka sebagai bentuk penafsiran hukum dalam kewenagan lemabaga pra peradilan

Selanjutnya jenis-jenis metode penemuan hukum oleh hakim dengan cara konstruksi hukum adalah sebagai berikut 11 . a. Analogi atau argumentum peranalogian yaitu penemuan hukum yang mencari esensi dari peristiwa yang khusus menjadi peristiwa yang umum. b. Argumen a’contrario yaitu penalaran terhadap suatu ketentuan undang-undang pada peristiwa hukum tertentu, sehingga secara a’contrario ketentuan tersebut tidak boleh diberlakukan pada hal-hal lain atau kebalikannya. c. Fiksi hukum yaitu penemuan hukum dengan menggambarkan suatu peristiwa kemudian mengagapnya ada, sehingga peristiwa tersebut menjadi suatu fakta baru.

E. Penetapan tersangka sebagai bentuk penafsiran hukum dalam kewenagan lemabaga pra peradilan

Secara eksplisit kewenangan pra peradilan diatur dalam KUHAP pasal 77 KUHAP adalah sebagai berikut : “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang : a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan ; b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan ” . Selanjutnya dalam pasal 1 angka 10 KUHAP juga merumuskan pengertian “Praperadilan” adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka ; b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan ; c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan ; Apabila kita melihat pasal 77 jo pasal 1 angka 10 KUHAP tidak ada satupun kalimat yang menyebutkan kewenagan pra peradilan dalam memeriksa sah atau tidak sahnya penetapan status 11 Ibid., Hal 176. penetapan tersangka. Namun apabila kita merujuk pada berbagai putusan lembaga pra peradilan yang memutuskan penetapan tersangka sebagai kewenagannya, merupakan bentuk dari penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim. Pada asasnya hakim memang tidak boleh menolak suatu perkara dikarenakan peraturanya kurang jelas maupun peraturnaya tidak ada 12 . Sehingga berdasarkan pasal 5 ayat 1 Undang- Undang Nomor 48 tahun 2009, Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim dalam rangka penemuan hukum dapat dilakukan dengan cara interpretasi hukum maupun konstruksi hukum. Apabila kita hubungkan dengan penetapan tersangka sebagai bentuk penemuan hukum dari pada kewenagan lembaga pra peradilan denga mengacu pada putusan pra peradilan jakarta selatan P U T U S A N Nomor 04Pid.Prap2015Pn.Jkt.Sel., maka penemuan hukum oleh hakim ini dilakukan dengan cara interpretasi historis hukum. Pengertian dari pada interpretasi historis hukum adalah metode interpretasi yang hendak memahami undang-undang dalam kontek sejarah hukum 13 . Sejarah praperadilan yang berasal dari Habeas Corpus, yaitu sebuah mekanisme yang ada pada sistem hukum Anglo Saxon untuk menguji keabsahan upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik dan Penuntut Umum dan sebagai bentuk pengawasan dari Pengadilan agar tindakan yang dilakukan dalam tahap penyidikan dan penuntutan tidak dilakukan secara sewenang- wenang 14 . Sehingga, ia berpendapat bahwa penetapan tersangka merupakan upaya paksa, kareana menurut pasal 1 ayat 2 penetapan tersangka meruapan proses dari pada peyidikan. Sehingga keabsahan dari upaya paksa dalam tingkat penyidikan dan penuntutan dapat diuji dengan mekanisme pra peradilan. MK dalam putusannya bernomor 21PPU-XII2014 juga memperkuat dengan adanya putusan pengadilan jakarta selatan dengan masuknya pengujian sah atau tidak sahnya penetapan tersangka sbagai kewengan pra peradilan. Bahkan MK memberilakn kewenagan lebih luas untuk menguji pengeledahan dan penyitaan disampin penetapan tersangka. 12 pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, 13 Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo, Loc.cit, hal. 173 14 Lihat http:andianaschaerul.blogspot.com201303praperadilan-lahir-dari-inspirasi.html, diakses pada tanggal 13 Mei 2015.

F. Penetapan Tersangka Bukanlah Obyek yang Tepat Daripada Kewenagan Lembag Pra Peradilan