B. Lembaga Pra Peradilan Menurut UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Apabila kita teliti istilah ”praperadilan”, secara harfiah “pra” artinya sebelum, atau mendahului, berarti ”praperadilan” sama dengan sebelum pemeriksaan di sidang Pengadilan
sebelum memeriksa pokok dakwaan oleh Penuntut Umum. Sedangkan menurut Hartono yang disebut lembaga Praperadilan adalah proses persidangan sebelum sidang masalah pokok
perkaranya disidangkan. Pengertian perkara pokok ialah perkara materinya, sedangkan dalam praperadilan proses persidangan hanya menguji proses tata cara penyidikan dan penuntutan,
bukan kepada materi pokok saja penegakan hukum formil. Praperadilan adalah lembaga baru yang lahir bersamaan dengan lahirnya Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana atau disingkat KUHAP UU No. 8 Tahun 1981. Praperadilan bukan lembaga peradilan yang mandiri atau berdiri sendiri terlepas dari Pengadilan Negeri,
karena dari perumusan Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP dapat diketahui bahwa Praperadilan hanyalah wewenang tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri hanya pengadilan
negeri
3
. Ada pun ciri dan eksistensinya sebagai berikut : berada dan merupakan kesatuan yang
melekat pada Pengadilan Negeri, dan sebagai lembaga pengadilan, hanya dijumpai pada tingkat Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari Pengadilan Negeri. Dengan
demikian, Praperadilan bukan berada di luar atau disamping maupun sejajar dengan Pengadilan Negeri, tetapi hanya merupakan divisi dari Pengadilan Negeri, administratif yustisial, personil,
peralatan dan finansial bersatu dengan Pengadilan Negeri dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri, tata laksana fungsi yustisialnya
merupakan bagian dari fungsi yustisial Pengadilan Negeri itu sendiri
4
. Pra peradilan ini dipimpin oleh satu orang hakim dan satu orang panitera. Berbeda denga
lembaga peradilan umum yang terdiri dari satu orang panitera dan dipimpin tiga orang hakim terdiri dari hakim ketua dan dua hakim anggota.
Tujuan diadakan lembaga Praperadilan dalam dunia penegakan hukum di negara kita adalah untuk memantapkan pengawasan terhadap pemeriksaan pendahuluan perkara pidana,
khususnya pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan penuntutan. Dengan adanya Praperadilan
3
HMA KUFFAL, 2010, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang:UMM, hlm.251.
4
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, EdisiKedua,Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal 1.
ini diharapkan pemeriksaan perkara pidana akan berjalan dengan sebaik-baiknya tidak menyimpang dari kaidah hukum formil, sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, penyidikan, penuntutan, penghentian penyidikan dan penuntutan dan sebagainya tidak bisa dilakukan dengan semena-mena.
Kesemuanya ini untuk mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia agar jangan sampai
“diperkosa”
5
. Secara limitative, pra peradilan diatur dalam Pasal 77 sampai Pasal 88 KUHAP. Selain
dari pada itu, ada pasal lain yang masih berhubungan dengan pra peradilan tetapi diatur dalam pasal tersendiri yaitu mengenai tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur
dalam pasal 95 dan 97 KUHAP. Menurut pasal 77 KUHAP lembaga pra peradilan memiliki kewenagan sebagai berikut:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; b.
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau
pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan Pasal 1 butir 10 KUHAP .
Apabila kita bandingkan denga negara lain seperti negara Perancis, kewenangan lembaga pra peradilan
judge d’ Instruction disana sangatlah luas dan berbeda dengan di Indonesia. Disana lembaga pra peradilan dapat memeriksa terdakwa, saksi-saksi dan alat-alat bukti yang
lain. Selain itu dapat membuat berita acara, penggeledahan rumah, dan tempat - tempat tertentu, melakukan penahanan, penyitaan, dan menutup tempat-tempat tertentu. Namun demikian
menurut Lintong Oloan Siahaan, tidak semua perkara harus melalui Judge d’ Instruction, hanya
perkara-perkara besar dan yang sulit pembuktiannya yang ditangani olehnya. Selebihnya yang tidak begitu sulit pembuktiannya pemeriksaan pendahuluannya dilakukan sendiri oleh Polisi di
bawah perintah dan petunjuk-petunjuk jaksa
6
.
5
Riduan Syahrani, Beberapa hal Tentang Hukum Acara Pidana, Alumni, Bandung, 1983, hal. 74
6
Lintong Oloan Siahaan, Jalanya Peradilan Prancis Lebih Cepat Dari Peradilan Kita, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal 92 - 94
.
C. Penetapan Tersangka dalam Proses Peradilan